Anda di halaman 1dari 111

1

UNIVERSITAS INDONESIA

TATALAKSANA NUTRISI PADA KASUS DIABETES


MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI
ULKUS DIABETIKUM PEDIS

SERIAL KASUS

NURLY HESTIKA WARDHANI


1106026816

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2013

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


i

UNIVERSITAS INDONESIA

TATALAKSANA NUTRISI PADA KASUS DIABETES


MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI
ULKUS DIABETIKUM PEDIS

SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik

NURLY HESTIKA WARDHANI


1106026816

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2013

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Penulisan makalah serial kasus ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

ii
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


iii

HALAMAN PENGESAHAN

Serial Kasus ini diajukan oleh :


Nama : Nurly Hestika Wardhani
NPM : 1106026816
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul serial kasus : Tata Laksana Nutrisi pada Kasus Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetikum Pedis

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-
1,Program Studi Ilmu Gizi Klinik, Fakultas KedokteranUniversitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 18Juni 2013

iii Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang atas berkat,
rahmat dan karuniaNya telah memberikan segala kesempatan, kekuatan dan
kemampuan sehingga penyusunan laporan serial kasus ini dapat penulis
selesaikan.
Serial kasus ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik, yang melaporkan
penatalaksanaan dan dukungan terapi nutrisi pada empat pasien penderita diabetes
melitus tipe 2 dengan komplikasi ulkus diabetikum pedis yang menjalani rawat
inap di Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) Jakarta Barat.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih dan penghargaan kepada para pembimbing. Kepada dr.
Murdjiah Dinarto MS, SpGK selaku pembimbing akademis, atas kesabaran,
waktu, bimbingan, asupan dan pengarahan berharga yang telah diberikan selama
penulis menjalani pendidikan, serta kepada dr. Victor Tambunan, MS, SpGK
selama penulisan laporan serial kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih Kepada dr. Victor Tambunan MS,
SpGK sebagai Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik, dr. Sri Sukmaniah, MSc,
SpGK selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik (PPDS-1 PSIGK), Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK selaku Sekretaris
PPDS-1 PSIGK, serta seluruh staf pengajar PPDS-1 PSIGK baik yang bertugas di
RS Cipto Mangunkusumo, RSUD Tangerang, RSAB Harapan Kita, maupun
RSSW. Bimbingan, pengarahan, ilmu dan pengalaman yang sangat berhaga,
kesabaran, waktu dan energi telah diberikan kepada penulis sejak awal pendidikan
sampai saat ini.
Terima kasih kepada Direktur RSSW Jakarta Barat atas kesempatan
penulis untuk belajar dan bekerja sebagai peserta pendidikan PPDS-1 PSIGK,
serta seluruh anggota Tim Terapi Gizi (TTG), seluruh perawat, karyawan, serta
seluruh pasien RSSW yang terlibat dalam tata laksana dan dukungan terapi nutrisi
yang dilakukan dalam serial kasus ini.

iv Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


v

Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Mamah dan Papah, kedua
mertua tercinta, Ayah dan Bunda yang telah senantiasa memberikan dukungan
dalam do’a, waktu, biaya, tenaga dan dukungan moril selama menjalani
pendidikan. Untuk suami tercinta dr. Badai Bhatara Tiksnadi, MM, SpJP atas
seluruh doa, kasih sayang, bantuan, kesabaran, semangat, waktu, tenaga dan biaya
yang diberikan setiap hari. Tak lupa kepada anak tercinta Otto Tjakrabuana
Tiksandi atas dukungan dan kesabarannya selama Mami menjalani pendidikan.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh rekan-rekan
seperjuangan PPDS-1 PSIGK angkatan kedua, serta seluruh kakak dan adik
angkatan yang tercinta yang telah memberikan bantuan, semangat dan
kebersamaan dalam menyelesaikan pendidikan.Kepada seluruh karyawan
Departemen Ilmu Gizi Klinik serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.Semoga Allah SWT membalas dengan limpahan berkat dan
rahmatNya atas seluruh bantuan yang diberikan kepada penulis.

Jakarta, 18 Juni 2013


Penulis

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


di bawah ini :
Nama : Nurly Hestika Wardhani
NPM : 1106026816
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1Ilmu Gizi Klinik
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Laporan Serial Kasus

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
TATA LAKSANA NUTRISI PADA KASUS DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN KOMPLIKASI ULKUS DIABETIKUM PEDIS
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

vi Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


vii

ABSTRAK

Nama : Nurly Hestika Wardhani


Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi
Klinik
Judul : Tata Laksana Nutrisi pada Kasus Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetikum Pedis
Pembimbing : dr. Victor Tambunan MSc, SpGK

Komplikasi ulkus diabetikum pedis (UDP) terjadi pada 15% pasien DM tipe 2.
Seluruh kasus UDP dalam serial kasus ini diawali oleh trauma pedis sehingga
menyebabkan luka yang tidak menyembuh disertai demam, kelemahan tubuh,
mual, anoreksia, dengan atau tanpa disertai gejala klasik DM. Suatu uji klnis
mendapatkan sebanyak 69% penderita DM dengan komplikasi UDP menderita
malnutrisi. Tata laksana nutrisi pada serial kasus ini adalah pemberian nutrisi
optimal, meliputi makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik sesuai
kebutuhan untuk memperbaiki dan mencegah malnutrisi, komplikasi lainnya, dan
kekambuhan serta mendukung penyembuhan ulkus.
Rentang usia pasien pada serial kasus ini adalah 52–70 tahun. Kebutuhan
energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict. Kebutuhan energi total
didapat dari perkalian kebutuhan energi basal dengan faktor stres. Pemberian
nutrisi dilakukan bertahap sesuai toleransi sampai mencapai kebutuhan
total.Makronutrien diberikan dengan komposisi sesuai dengan keadaan
pasien.Pemberian protein sesuai dengan fungsi ginjal, pembatasan asam lemak
jenuh dan kolesterol, karbohidrat terutama jenis kompleks, dan cukup serat.Garam
diberikan sesuai tekanan darah.Diusulkan pemberian mikronutrien berupa vitamin
dan mineral sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) serta nutrien spesifik asam
lemak omega-3.Pemantauan dilakukan terhadap perkembangan klinis, toleransi
asupan makanan, kapasitas fungsional, status ulkus, laboratorium, dan
antropometri.
Seluruh pasien membutuhkan insulin dengan dosis yang terus meningkat
untuk menjaga kadar glukosa darah dan mengalami penurunan berat badan,
namun kebutuhan energi total dapat tercapai, luka membaik dan kapasitas
fungsional meningkat. Tata laksana nutrisi yang diberikan harus bersifat
individual disesuaikan dengan keadaan umum dan klinis pasien.Edukasi nutrisi
selama dan pasca rawat penting diberikan dalam meningkatkan motivasi pasien
menjalankan diet yang benar untuk menjaga status gizi. Status gizi dan kontrol
glikemik yang baik penting dalam penyembuhan luka, mencegah kekambuhan
dan timbulnya komplikasi diabetes melitus yang lain.

Kata kunci : nutrisi, diabetes melitus tipe 2, ulkus diabetikum pedis

vii
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


viii

ABSTRACT

Name : Nurly Hestika Wardhani


Study Programe : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,
Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Title : Nutritional Management in Type 2 Diabetes Mellitus
and Diabetic Foot Ulcer
Counsellor : dr. Victor Tambunan, MS, SpGK

Diabetic foot ulcers are common and estimated to affect 15% of all diabetic
individuals. All patients had pedal trauma as an initiation of their non-healing
wounds which were then developed to form ulcers. The ulcers presented with
febrile, lethargy, nausea, anorexia, with or without diabetes mellitus classical
symptoms. A clinical trial found 69% patients of this disease were malnourished.
The goal of medical nutrition therapy on type 2 diabetes mellitus with diabetic
foot ulcer is to provide the patients with appropriate nutrition containing
macronutrient, micronutrient, and specific nutrient according to the requirement,
to reverese and prevent malnutrition, other complications and recurrence, and
support the wound healing.
Patient’s age range in this case series was 52–70 years old. Basal energy
requirements calculated using Harris-Benedict equation and multiplyit by stress
factor for the total energy requirements. Diets were gradually given according
patient’s tolerance until total energy requirements were achieved.Macronutrients
composition were given according to patient’s condition, with protein adjusted to
renal function, limiting saturated fat and cholesterol, complex carbohydrate,
sufficient fiber and sodium given according to blood pressure. Micronutrient
recommendation was vitamin and mineral sejumlah as much as Recommended
Dietary Allowance (RDA) and omega-3 fatty acid. Monitoring was done at
clinical status, nutrition intake and tolerance, functional capacity, wound/ulcer
status, laboratory and anthropometric assessment.
All patients needed increasing dose of insulin in maintainingglucose
control and experienced mild weight loss, total energy requirements were
achieved by all patients. Patient’s functional capacities were increased, and had
improvement wound status. Nutrition therapy for patients should be given
individuallyaccording to general and clinical condition. Nutrition education and
motivation during and after hospitalization are important part of this disease’s
management to keep the patient’s compliance on nutrition intake as recommended
to maintain good nutritional status and glycemic control, prevent other
complications and re-ulceration.

Keyword : nutrition, type 2 diabetes mellitus, diabetic foot ulcer

viii
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4


2.1 Diabetes melitus ............................................................................................ 4
2.2 Patofisiologi................................................................................................... 4
2.3 Gejala klinis ................................................................................................... 5
2.4 Diagnosis ....................................................................................................... 6
2.5 Tata laksana ................................................................................................... 7
2.6 Kelainan komorbid ........................................................................................ 9
2.7 Komplikasi .................................................................................................. 11
2.8 Ulkus diabetikum pedis ............................................................................... 13
2.9 Terapi nutrisi medis pada DM tipe 2 dan UDP ........................................... 18
2.10 Monitoring dan evaluasi ............................................................................ 29

3. KASUS ............................................................................................................. 30
3.1 Kasus 1 ........................................................................................................ 30
3.2 Kasus 2 ........................................................................................................ 36
3.3 Kasus 3 ........................................................................................................ 42
3.4 Kasus 4 ........................................................................................................ 48

4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 64
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 64
5.2 Saran ............................................................................................................ 65

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 66

ix
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DM............................................................................. 6


Tabel 2.2 Obat hipoglikemik oral ........................................................................... 8
Tabel 2.3 Farmakokinetik insulin eksogen berdasarkan waktu kerja ..................... 9
Tabel 2.4 Sistem klasifikasi PEDIS ...................................................................... 17
Tabel 2.5 Sistem klasifikasi ulkus Wagner ........................................................... 18
Tabel 2.6 Tujuan terapi nutrisi medis ................................................................... 18
Tabel 2.7 Penilaian kalori berdasarkan stres ......................................................... 24
Tabel 2.8 Penilaian kalori berdasarkan aktivitas fisik .......................................... 24
Tabel 2.9 Anjuran pemberian vitamin B kompleks .............................................. 27
Tabel 3.1 Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 1 .......................... 31
Tabel 3.2 Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 2 .......................... 37
Tabel 3.3 Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 3 .......................... 43
Tabel 3.4 Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 4 .......................... 49
Tabel 4.1 Karakteristik pasien............................................................................... 54
Tabel 4.2 Komposisi sediaan multivitamin dan .................................................... 58

xx
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Etiologi terjadinyaDM tipe 2............................................................... 5


Gambar 2.2 Berbagai aspek dalam perkembangan ulkus ..................................... 15
Gambar 3.1 Gambaran tanda vital selama perawatan pasien kasus 1 ................... 32
Gambar 3.2 Analisis asupan pasien sebelum sakit................................................ 33
Gambar 3.3 Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 1 .............. 34
Gambar 3.4 Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 1... 35
Gambar 3.5 Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 1 ......... 35
Gambar 3.6 Tanda vital selama perawatan pasien kasus 2 ................................... 38
Gambar 3.7 Analisis asupan pasien sebelum sakit................................................ 39
Gambar 3.8 Analisis asupan energi selama perawatan pasien kasus 2 ................. 40
Gambar 3.9 Analisis asupan makronutrien selama perawatan pasien kasus 2 ..... 41
Gambar 3.10 Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 2 ....... 42
Gambar 3.11 Tanda vital selama perawatan pasien kasus 3 ................................. 44
Gambar 3.12 Analisis asupan pasien sebelum sakit.............................................. 45
Gambar 3.13 Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 3 ............ 46
Gambar 3.14 Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 3. 46
Gambar 3.15 Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 3 ....... 47
Gambar 3.16 Tanda vital selama perawatan pasien kasus 4 ................................. 49
Gambar 3.17 Analisis asupan pasien sebelum sakit.............................................. 51
Gambar 3.18 Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 4 ............ 51
Gambar 3.19 Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 4. 52
Gambar 3.20 Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 4 ....... 53

xi
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


xii

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Dietetic Association


AGE : advanced glycation end products
CKD : chronic kidney disease
DM : diabetes melitus
DHA : decosahexaenoic acid
DPJP : dokter penanggung jawab pasien.
EPA : eicosapentaenoic acid
EPUAP : EuropeanPressure Ulcer Advisory Panel
GDP : gula darah puasa
GDS : gula darah sewaktu
GI : Glycemic Index
GL : Glycemic Load
HDL : high density lipoprotein
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus
IWL : insisible water loss
IMT : indeks masa tubuh
KJS : Kartu Jakarta Sehat
KEB : kebutuhan xiinergy basal
KET : kebutuhan xiinergy total
LDL : low density lipoprotein
LED : laju endap darah
LILA : lingkar lengan atas
MUFA : mono-unsaturated fatty acid
MUST : Malnutrition Universal Screening Tool
NCEP-ATP : National Cholesterol Education Program-Adult Treatment
Panel
NEP : neutral endopeptidase
NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
N:NPC : nitrogen non-protein calorie
NO : nitric oxide
NPUAP : National Pressure Ulcer Advisory Panel

xii
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


xiii

OHO : obat hipoglikemik oral


PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PERSADIA : Persatuan Diabetes Indonesia
PEDIS : Perfusion, Extent, Depth, Infection, Sensation
PGK : penyakit ginjal kronis
PJK : penyakit jantung koroner
PUFA : poly-unsaturated fatty acid
RAA : renin-angiotensin-aldosterone
RDA : recommended dietary allowance
ROS : reactive oxygen spesies
RS : rumah sakit
RSSW : Rumah Sakit Sumber Waras
SAFA : saturated fatty acid
SMBG : self-monitoring blood glucose
SMRS : sebelum masuk rumah sakit
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase
SGPT : serum glutamic piruvic transaminase
TIBC : total iron binding capacity
TNM : Terapi Nutrisi Medis
TTG : tim terapi gizi
TTGO : tes toleransi glukosa oral
UDP : Ulkus diabetikum pedis
UGD : Unit Gawat Darurat
USG : ultrasonography
WIB : Waktu Indonesia Barat

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Formulir skrining gizi ................................................................ 70


LAMPIRAN 2.Skor ndeks Barthel ...................................................................... 71
LAMPIRAN 3. Pemantauan pasien kasus 1 ........................................................ 72
LAMPIRAN 4. Pemantauan pasien kasus 2 ........................................................ 82
LAMPIRAN 5. Pemantauan pasien kasus 3 ........................................................ 88
LAMPIRAN 6. Pemantauan pasien kasus 4 ........................................................ 91

xiv Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Diabetes melitus (DM) adalah keadaan metabolik yang disebabkan oleh
kelainan metabolisme insulin yang menyebabkan penurunan sekresi insulin dan
atau fungsi insulin, sehingga menimbulkan keadaan hiperglikemia.Hiperglikemia
yang berlangsung dalam waktu lama dapat menimbulkan berbagai kompliksi,
meliputi komplikasi makrovaskuler (penyakit jantung, stroke dan penyakit
pembuluh darah tepi), komplikasi mikrovaskuler (retinopati dan nefropati), serta
neuropati.1-3
Hasil Riskesdas tahun 2007 yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, menunjukkan prevalensi DM di Indonesia untuk usia diatas
15 tahun besarnya 5,7%.Indonesiamenduduki urutan keempat jumlah penyandang
DM setelah Amerika Serikat, China, dan India.3
Sekitar 50% penderita DM telah menyandang satu komplikasi kronik saat
terdiagnosis.Diantara berbagai komplikasi tadi, 14% penderita DM mengalami
gangguan aliran darah/iskemia tungkai dan sekitar 50% mengalami neuropati
perifer.Pada penderita DM, neuropati menurunkan ambang nyeri sehingga
mengurangi kewaspadaan terhadap injuri dan keterlambatan penatalaksanaan
luka.Neuropati dan iskemia tungkai bawah serta penurunan respon infeksi pada
penderita DM akanberkontribusi bagi terjadinya ulkus diabetikum pedis(UDP).
Keadaan UDP akan diperberat oleh gangguan proses penyembuhan luka pada
penderita DM, yaitu terjadinya perubahan metabolik, fungsi vaskuler, neurologi
dan inflamasi.4
Penderita DM dengan kompliksai UDP berisiko menderita malnutrisi
karena pada UDP terjadi peningkatan kebutuhan energi basal (KEB).Penyakit DM
tergolong penyakit kronis yang akanmeningkatkan turnover dan kehilangan
protein. Keadaan hiperglikemia dan imbang nitrogen negatif menyebabkan
penderita DM rentan terhadap malnutrisi dan infeksi.Penelitian Zhang
dkk5menunjukkan62% penderita DM dengan komplikasi UDP menderita

1 Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


2

malnutrisi. Status gizi buruk menyebabkan prognosis ulkus yang buruk dan
meningkatkan mortalitas.
Tata laksana penyakit DM dengan komplikasi UDP terfokus pada tata
laksana DM dengan menjaga keseimbangan kadar glukosa darah dalam
memperlambat terjadinya komplikasi, tata laksana luka, serta memperbaiki dan
menjaga keadaan umum termasuk status gizi.1,6
Serial kasus ini dilakukan terhadap empat pasien rawat inap DM tipe 2
dengan komplikasi UDP.Tata laksana nutrisi diberikan sesuai anjuran dengan
memperhatikan keadaan klinis dan komorbid pasien.Tata laksana yang baik
diharapkan dapat memberikan usia harapan hidup lebih panjang dengan kesehatan
dan kualitas hidup yang baik.2,6,7

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Penyusunan serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari tata laksana nutrisi pada
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi UDP.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui perjalanan penyakit DM dan komplikasi UDP serta fisiologi
dan perubahan metabolisme substrat pada penderita DM dan UDP.
2. Menilai riwayat perjalanan penyakit, keadaan klinis, asupan nutrisi,
pemeriksaan laboratorium dan penunjang dalam menentukan status gizi,
metabolisme, saluran cerna, keseimbangan cairan dan asam basa dalam
menegakkan diagnosis kerja nutrisi.
3. Menerapkan Terapi Nutrisi Medis (TNM) pada penderita DM tipe 2 dan
komplikasinya sebagai bagian dari tata laksana DM yang menyeluruh.
4. Mengevaluasi perkembangan klinis penderita selama perawatan.

1.3 Manfaat
1. Manfaat bagi pasien:
Penderita DM tipe 2 dan komplikasi UDP dapat menerima
penatalaksaanaan nutrisi yang adekuat sesuai dengan anjuran pemberian
nutrisi dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan keadaan umum

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


3

dan status nutrisi, serta mencegah berkembangnya komplikasi dan


kekambuhan.
2. Manfaat bagi penulis:
Diharapkan penulis dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang
didapat selama mengikuti program pendidikan spesialis, melatih cara
berpikir yang analitik dan teliti dalam menetapkan dan menyusun tata
lakasana nutrisi.
3. Manfaat bagi institusi:
Dapat menjadi sumber informasi dalam tata laksana nutrisi DM tipe 2
dengan komplikasi UDP

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013 DM adalah
sekumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadarglukosa
darah (hiperglikemia) akibat menurunnya sekresi dan atau aktivitas kerja insulin.9
Sebagian besar kasus DM memiliki dua kategori etiopatogenesis, yaitu DM tipe 1
dan DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak dan
adolesen, yang disebabkan oleh defisiensi sekresi insulin absolut akibat proses
autoimun terhadap sel beta pankreas atau akibat faktor genetik. Keduanya
menyebabkan kerusakan pankreas dan mengganggu produksi insulin.Pada saat
diagnosis ditegakkan, sebagian besar penderita telah memerlukan insulin
eksogen.Diabetes tipe ini disebut juga dengan insulin-dependent diabetes
(IDDM)/diabetes tergantung insulin. Kategori lainnya adalah DM tipe 2 atau
disebut juga non-insulin-dependent diabetes (NIDDM)/diabetes tidak tergantung
insulin, merupakan tipe terbanyak dari seluruh penderita DM. Penyebab DM tipe
2 adalah gabungan antara resistensi kerja insulin dan kompensasi respon sekresi
insulin yang tidak adekuat. Selain kedua tipe DM diatas, terdapat DM tipe lain
dengan berbagai etiologi serta DM gestasional, yaitu intoleransi glukosa yang
timbul pada kehamilan. Untuk selanjutnya makalah ini akan membahas DM tipe
2.2,8

2.2 Patofisiologi
Perjalanan penyakit DM diawali dengan terjadinya resistensi insulin yang
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Resistensi insulin adalah suatu kondisi
dimana terdapat penurunan respon sel-sel target pada jaringan (sel hepar, sel otot,
11,12
dan sel adiposa) terhadap insulin Keadaan resistensi insulin tidak serta merta
menyebabkan DM. Untuk berkembang menjadi DM, resistensi insulin harus
disertai dengan penurunan jumlah atau fungsi sel beta pankreas. Sel beta pankreas
yang normal akan terus mengkompensasi keadaan resistensi insulindengan

Universitas Indonesia
4
Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013
5

memproduksi lebih banyak insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Lambat


laun, bila sel beta pankreas menjadi abnormal, hiperinsulinemia tidak lagi adekuat
untuk mengkompensasi resistensi insulin dan mulai mempengaruhi glukosa darah
puasa (GDP) atau glukosa darah postprandial hingga terjadi DM tipe 2.9

Gambar 2.1Etiologi terjadinyaDM tipe 2


Sumber: Daftar referensi no. 9

2.3 Gejala klinis


Gejala klinis yang timbul seringkali sejalan dengan kadarglukosa darah pasien,
yang sering disebut dengan gejala klasik DM. Gejala-gejala yang mungkin timbul
adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Selain itu dapat terjadi pula lemah badan, kesemutan
gata-gatal, pandangan mata buram, disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus
vagina pada perempuan.2
Kadar glukosa darah yang tinggi akan melampaui kemampuan sel ginjal
untuk mengabsorbsi glukosa kembali ke darah (reabsorbsi), kadar glukosa urin
meningkat, sehingga glukosa dieksresikan bersama dengan urin (glukosuria).
Tingginya kadar glukosa darah di dalam urin akan menarik cairan dari darah lebih
banyak, sehingga meningkatkan produksi urin (poliuria), dehidrasi dan
meningkatnya rasa haus (polidipsia).1

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


6

Konsekuensi laindari hiperglikemia adalah pandangan mata menjadi


buram akibat paparan cairan hiperosmolar pada jaringan mata. Keadaan
hiperglikemia juga menyebabkan terganggunya sirkulasi dan fungsi imun yang
menyebabkan penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Beberapa penderita
mengalami kehilangan berat badan dan meningkatnya nafsu makan (polifagia)
akibat deplesi nutrisi karena turunnya kadar dan atau kerja insulin. Pasien DM
juga cenderung merasakan lemah badan yang terus menerus akibat perubahan
metabolisme energi dan dehidrasi.1

2.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan terutama berdasarkan kadarglukosa darah yang dapat
dinilai dalam kondisi puasa (glukosa plasma puasa), dua jam pasca asupan
glukosa murni sebanyak 75 gram, atau secara acak (glukosa plasma sewaktu).
Glukosa plasma puasa adalah kadarglukosa darah yang dinilai setelah pasien tidak
mendapat kalori tambahan setidaknya selama delapan jam. Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperhatikan watu makan
terakhir.Dalam penegakan diagnosis DM, dapat dilakukan tes toleransi glukosa
oral (TTGO). Tes ini dilakukan dengan memberikan 75 gram glukosa anhidrus
pada dewasa atau 1,75 gram glukosa pada anak yang dilarutkan dalam 250 ml air
dan diminum dalam waktu lima menit. Pemeriksaan TTGO dilakukan dua jam
pasca pemberian glukosa.Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah
plasma vena. Sedangkan untuk pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.2Penegakan diagnosis DM tipe 2 berdasarkan konsensus
penatalaksanaan DM oleh PERKENI tahun 2011, adalah seperti terlihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1Kriteria diagnosis DM


1 Gejala klasik DM + Glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L), atau
2 Gejala klasik DM + Glukosa darah puasa ≥126 (7,0 mmol.L), atau
3 Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
4 HbA1C ≥6,5%
Keterangan: DM: diabetes melitus, TTGO: tes toleransi glukosa oral
Sumber: Daftarreferensi no. 2

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


7

2.5 Tata laksana


Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang memerlukan terapi seumur
hidup. Tujuan tata laksana DM adalah menjaga atau meningkatkan kualitas hidup
dengan mengendalikan kadar glukosa darah dan kontrol metabolik yang baik
untuk mencegah atau memperlambat progresivitas penyakit dan timbulnya
komplikasi. Pelaksanaan terapi DM mengacu pada empat pilar, yaitu pemberian
edukasi, terapi nutrisi, latihan jasmani/fisik serta terapi farmakologis.2
2.5.1 Edukasi
Seluruh kegiatan tata laksana DM dilakukan secara berkelanjutan seumur hidup
pasien, dengan sebagian besar kegiatannya memerlukan tata laksana
mandiri.Pasien memerlukan motivasi dalam proses perubahan perilaku menuju
pola hidup sehat yang diperlukan dengan melibatkan kerja sama dokter, ahli gizi,
perawat, pasien dan keluarganya. Penatalaksanaan yang baik diharapkan akan
memberikan usia harapan hidup lebih panjang dengan kesehatan dan kualitas
hidup yang baik.1,3,4
2.5.2 Terapi Nutrisi Medis
Setiap penderita DM sebaiknya mendapat Terapi Nutrisi Medis (TNM) yang
merupakan bagian dari penatalaksanaan DM secara holistik. Tujuan utama TNM
adalah menjaga kadar glukosa darah. Prinsip anjuran asupan nutrisi penderita DM
tipe 2 hampir sama dengan individu tanpa DM yaitu jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dan komposisi seimbang. Selain hal-hal tersebut di atas, penting juga
bagi penderita DM untuk mengatur jadwal, jenis, dan pembagian jumlah makanan
dalam sehari.1,2Terapi nutrisi medis ini akan dibahas lebih lanjut pada subbab 2.8.
2.5.3 Aktivitas fisik/latihan jasmani
Aktivitas fisik merupakan bagian penting dari tata laksana DM. Aktivitas fisik
yang teratur dikatakan dapat memperbaiki kontrol glikemik, menurunkan risiko
penyakit kardiovaskuler dan berperan dalam menurunkan berat badan serta
memperbaiki kualitas hidup.Aktivitas fisik juga mencegah berkembangnya DM
tipe 2 pada individu prediabetes.Penelitian mendapatkan penurunan kadar HbA1C
sebesar 0,66%pasca aktivitas fisik teratur sesuai rekomendasi selama 8 minggu,
walaupun tanpa penurunan indeks massa tubuh (IMT).10,11

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


8

Anjuran aktivitas fisik bagi penderita DM berusia diatas 18 tahun adalah


latihan fisik dengan intensitas sedang sebanyak 150 menit per minggu, atau
latihan fisik berat sebanyak 75 menit per minggu, atau kombinasi keduanya.
Selain itu dianjurkan juga untuk melakukan peregangan otot pada dua atau lebih
otot utama per minggu. Penderita DM berusia lebih dari 65 tahun atau dengan
keterbatasan lain, diharapkan dapat secarafisik seaktif mungkin sesuai dengan
kemampuannya.10,12
2.5.4 Terapi farmakologis
Penderita DM yang dengan kontrol glikemik yang tidak adekuat dengan
mengikuti anjuran TNM, dianjurkan mendapat terapi farmakologis DM tipe 2
yaitu obat hipoglikemik oral (OHO) dan terapi insulin.
Obat hipoglikemik oraldibagi menjadi lima golongan berdasarkan cara
kerjanya.2,12Kelimagolongan OHO terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Obat hipoglikemik oral


Cara kerja Generasi
1. Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sulfonilurea; glinid
2. Meningkatkan sensitivitas terhadap insulin tiazolindindion
3. Penghambat glukoneogenesis metformin
4. Penghambat absorbsi glukosa akarbose
5. Inhibitor DPP-IV sitagliptin; saksagliptin
Sumber: Daftar referensi no.2,12
Terapi insulin diperlukan pada individu dengan gangguan produksi insulin
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Penderita DM tipe 2 memerlukan
insulin bila terjadi kegagalan kontrol glikemik dengan terapi nutrisi, terapi
mendikamentosa oral dan latihan fisik/jasmani.1,2,12
Secara fisiologis, laju sekresi insulin oleh sel beta pankreas adalah rendah
diantara waktu asupan makanan serta malam hari, dan meningkat di siang hari dan
pasca asupan makanan.Terapi insulin yang ideal adalah sedemikian rupa sehingga
mendekati sekresi insulin fisiologis tersebut. Beberapa variasi tipe insulin telah
dikembangkan, sehingga kombinasi tipe insulin dapat diberikan dalam mencapai
kontrol glikemik yang optimal.1

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


9

Tabel 2.3Farmakokinetik insulin eksogen berdasarkan waktu kerja

Sediaan insulin Awal kerja Puncak kerja Masa kerja


(onset) (peak) (duration)
Insulin kerja pendek (short acting) 30–60 menit 30–90 menit 3–5 jam
Insulin kerja cepat (rapid acting) 5–15 menit 30–90 menit 3–5 jam
Insulin keja menengah (intermediate 2–4 jam 4–10 jam 10–16 jam
acting)
Kerja panjang (long acting) 2–4 jam - 18–26 jam
Sumber: Daftar referensi no. 2

2.6 Kelainan komorbid


Sepanjang perjalanan penyakitnya, pada penderita DM seringkali terjadi penyulit
akut maupun kronis yaitu dislipidemia, hipertensi, obesitas.
2.6.1 Dislipidemia
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama berkembangnya penyakit.Penderita
DM memiliki risiko mendapat kejadian akut kardiovaskuler yang setara dengan
penderita penyakit jantung koroner (PJK).Oleh karena itu, penderita DM
mendapat anjuran penatalaksanaan dislipidemia yang setara dengan penderita
PJK.16 Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan satu atau lebih fraksi lipid dalam plasma.
Gambaran profil lipid pada sebagian besar penderita DM adalah kadar trigliserida
meningkat sedang, kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah, dan kadar
kolesterol low-density lipoprotein (LDL) yang normal atau meningkat.2,13,14
Target utama terapi pada adalah menurunkan kadar kolesterol LDL, diikuti
oleh trigliserida dan kolesterol HDL. Terapi farmakologis hendaknya segera
diberikan bila kadar kolesterol LDL >100mg/dL. Pada pasien berisiko tinggi
(termasuk penderita DM) dan penderita PJK, target terapi kolesterol LDL adalah
<70 mg/dL, trigliserida <150 mg/dL, kolesterol HDL >40mg/dL untuk laki-laki
dan >50 mg/dL untuk perempuan.2,12,13
Terapi farmakologis dislipidemia meliputi statin, fibrat dan niasin. Statin
dianjurkan diberikan rutin pada penderita DM terlepas dari kadar kolesterol LDL.
Niasin dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL, namun juga meningkatkan
kadar glukosa darah, namun dalam dosis menengah, niasin meningkatkan kadar
kolesterol HDL dengan peningkatan glukosa darah yang ringan. Fibrat
menurunkan kadar trigliserida lebih baik dibanding statin. Preparat ini dianjurakan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


10

pada pasien dengan peningkatan trigliserida, terutama bila kadarnya sangat tinggi
(>400 mg/dL) untuk mencegah pankreatitis.2,13
Terapi perubahan gaya hidup bersifat esensial pada penderita dislipidemia.
Anjuran National National Cholesterol Education Program-Adult Treatment
Panel (NCEP-ATP III) dan American Diabetes Association (ADA)yang meliputi
pengurangan asupan saturated fatty acid (SAFA) <7%, energi total serta
mengganti asupan SAFA dengan karbohidrat atau mono unsaturated fatty acid
(MUFA). Anjuran asupan kolesterol adalah <200 mg per hari. Asupan serat 10–25
gram per hari, dan dianjurakan membatasi asupan karbohidrat sampai dengan
<60% asupan energi total bila terdapat peningkatan trigliserida dan penurunan
kolesterol HDL. Dianjurkan pula untuk meningkatkan aktivitas fisik dan
mendapatkan berat badan yang sesuai.13
2.6.2 Hipertensi
Hipertensi dan DM seringkali terjadi bersamaan.Terjadinya hipertensi dan DM
sebagian besar didasari oleh terdapatnya resistensi insulin, inflamasi, stres
oksidatif dan obesitas. Faktor genetik dan lingkungan (diet dan aktivitas fisik)
serta faktor yang didapat (obesitas) akan menyebabkan terjadinya inflamasi,
peningkatan stres oksidatif, resistensi insulin, dan sistem saraf simpatis. Resistensi
insulin akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia, dislipidemia, dan
hiperinsulinemia, yang mengarah kepada disfungsi vaskuler. Peningkatan stres
oksidatif akan meningkatkan sistem renin angiotensin aldosterone (RAA).
Meningkatnya sistem saraf simpatis, retensi natrium akibat hiperinsulinemia, serta
disfungsi vaskuler dan peningkatan RAA akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Target tata laksana hipertensi pada penderita DM tipe 2 adalah <130/80
mmHg.15,16
2.6.3 Obesitas
Obesitas terutama obesitas viseral berperan penting dalam perkembangan DM.
Mobilisasi asam lemak bebas dalam sitokin pro inflamasi menyebabkan resistensi
insulin.17

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


11

2.7 Komplikasi
Keadaan hiperglikemia dalam jangka waktu lama pada penderita DM
akanmenimbulkan kerusakan pada sel dan jaringan. Paparan ini menyebabkan
terbentuknya protein dan lipid yang terglikasi menjadi advanced glycation end
products (AGE). Senyawa-senyawa ini akan terakumulasi di berbagai tipe sel baik
ekstra maupun intraseluler serta akan bekerja sebagai zat prooksidan dan
proinflamasi yang akan merusak sel-sel, jaringan, dan organ termasuk mikro dan
makrovaskuler. Senyawa ini penting dalam menyebabkan perkembangan penyakit
kronis dengan dasar inflamasi.18,19
Sumber AGE dapat berasal dari endogen maupun eksogen. Metabolisme
normal dan proses penuaan memproduksi AGE endogen. Sumber AGE eksogen
berasal dari makanan.Beberapa jenis makanan memiliki kandungan AGE yang
tinggi.Pengolahan bahan makanan juga berpengaruh terhadap peningkatan
produksi AGE, misalnya dengan pemanasan yang lama.Kebiasaan merokok juga
akan meningkatkan AGE.18,20
Penderita DM tipe 2 berpotensi menderita berbagai komplikasi/penyulit
yang meliputi komplikasi akut (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh
darah tepi), serta komplikasi kronis (makrovaskuler, mikrovaskuler, dan
neuropati).Dikatakan bahwa 50% penderita DM telah menyandang satu
komplikasi kronis saat diagnosis DM ditegakkan. Pembentukan AGE ini juga
telah diketahui merupakan mekanisme patofisiologi dalam perkembangan
berbagai komplikasi DM.3,21
2.7.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut DM antara lain dapat berupa ketoasidosis diabetikum,
hiperglikemia hiperosmolari dan hipoglikemia. Ketoasidosis diabetikum ditandai
dengan peningkatan kadarglukosa darah sekitar 300–600 mg/dL, timbulnya gejala
asidosis, peningkatan keton plasma, peningkatan osmolaritas plasma (sekitar 300–
320 mOs/ml). Hiperglikemia hiperosmolar ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (sekitar 600–1.200 mg/dL), gejala asidosis, keton plasma dapat
normal atau meningkat, disertai peningkatan osmolaritas plasma (sekitar 330–380
mOs/ml).2

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


12

Hipoglikemia atau kadarglukosa darah rendah (<70 mg/dL), terjadi lebih


karena penatalaksanaan DM yang kurang adekuat, misalnya pemberian
medikamentosa berlebihan, aktivitas fisik terlalu lama/berat, asupan makanan
yang tidak adekuat, atau jadwal makan yang terlewat. Gejala klinis yang mungkin
timbul adalah berdebar-debar, berkeringat banyak, gemetar, lapar, pusing, gelisah
bahkan penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan memberikan
15–20 gram sumber karbohidrat dengan pemantauan kadarglukosa darah dalam
10–20 menit. Tindakan ini dikatakan dapat meningkatkan kadar glukosa darah
sekitar 40 mg/dL.1,2,22
2.7.2 Komplikasi kronis
Komplikasi kronis DM dapat terjadi pada pembuluh darah besar seperti arteri dan
vena (komplikasi makrovaskuler), dan pembuluh darah kecil/kapiler (kompliksi
mikrovaskuler) yang terutama terjadi pada organ mata dan ginjal, serta sistem
saraf (neuropati).1
2.7.2.1 Komplikasi kronis makrovaskuler
Akumulasi AGE dapat memicu dan mempercepat perkembangan aterosklerosis
dan memberikan dampak pada arteri koronaria dan arteri-arteri tungkai
bawah.Aterosklerosis, yaitu akumulasi plak akibat inflamasi kronis pada artieri
sehingga elastisitasnya berkurang. Akumulasi AGE juga akan memberikan efek
kepada kolesterol LDL sehingga lebih mudah teroksidasi dan terdeposit di dinding
arteri.1,18
Hiperglikemia kronis dapat mengganggu aliran darah arteri tungkai
meningkatkan risiko terjadinya claudication (nyeri saat berjalan) dan
berkontribusi terhadap bekembangnya ulkus tungkai bawah/UDP.Komplikasi ini
terdapat pada sekitar 15–20% penderita DM, yang seringkali memerlukan rawat
inap.Ulkus diabetikum tanpa tata laksana yang baik akan menyebabkan terjadinya
gangren. Gangren diabetikum merupakan penyebab sekitar 80% dari seluruh
amputasi non traumatik.Tindakan amputasi dapat dihindari dengan pencegahan
yang adekuat dan intervensi dini. Faktor risiko terjadinya komplikasi ini antara
lain adalah riwayat menderita DM jangka lama, neuropati perifer, perubahan
struktur kaki, penyakit pembuluh darah perifer, kontrol glikemik yang buruk,
riwayat menderita UDP.1,23

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


13

2.7.2.2 Komplikasi kronis mikrovaskuler


Komplikasi kronis mikrovaskuler ini terutama terjadi pada pembuluh darah organ
mata (retinopati diabetikum) dan ginjal (nefropati diabetikum). Retinopati
diabetikum menyebabkan penurunan visus bahkan kebutaan.24
Hampir seluruh pasien DM tipe 1 dan >60% pasien DM tipe 2 berisiko
menderita retinopati diabetikum dalam dekade pertama penyakit.Berdasarkan
pertumbuhan pembuluh darah baru retina (neovaskularisasi retina), retinopati
diabetikum dapat bersifat non proliferatif dan proliferatif.Hiperglikemia akibat
kontrol glikemik yang buruk merupakan faktor yang paling signifikan dalam
perkembangan retinoati diabetikum. Keadaan hiperglikemia dapat menurunkan
aliran darah retinal dan meningkatkan adesi sel inflamatorik ke pembuluh darah
retina serta sumbatan kapiler sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan retina.25
Nefropati diabetikum merupakan penyebab tersering gagal ginjal terminal.
Hiperglikemia dalam jangka waktu lama akan meningkatkan protein terglikosilasi
yang akan menyebabkan hipertrofi glomerulus yang mengarah kepada
glomerulosklerosis. Hiperglikemia juga akan menyebabkan vasodilatasi dan
hiperfiltrasi glomerulus yang menyebabkan terganggunya respon angiotensis II.
Hal ini akan mengganggu respon nitric oxide (NO), meningkatkan sekresi growth
hormone sehingga terjadi hiperinsulinemia dan glomeruloskrerosis.18,26
Neuropati diabetikum terjadi akibat injuri pada pembuluh darah kecil yang
memperdarahi saraf.Peningkatan AGE dalam darah menyebabkan demielinasi
segmental dan degenerasi akson saraf perifer.Mielin yang terglikasi rentan
terhadap fagositosis sehingga menangkap protein plasma dan menyebabkan
respon inflamasi dan demielinisasi saraf.Selain itu, AGE juga menurunkan
kemampuan konduksi saraf.Gejala klinis dari proses-proses tersebut adalah
hilangnya sensasi pada bagian distal tubuh. Keadaan ini meningkatkan terjadinya
UDP.1,18

2.8 Ulkus diabetikum pedis


Komplikasi UDP adalah kondisi ekstremitas bawah yang khas terjadi pada DM.
Kondisi ini merupakan komplikasi yang kerap berkembang pada penderita DM
terutama pada pasien yang telah menderita DM selama lebih dari 10 tahun dan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


14

dengan kontrol glikemik yang buruk. Berdasarkan data dari ADA, sebanyak
sekitar 15% penderita DM menderita komplikasi UDP dan merupakan 80%
penyebab amputasi non traumatik.23,27,28
Pada penderita DM terdapat peningkatan terjadinya risiko utama penyebab
timbul dan berkembangnya UDP, yaitu neuropati perifer, penyakit vaskuler
perifer, dan terganggunya respon terhadap infeksi.Selain daripada itu, pada DM
terdapat gangguan penyembuhan luka sehingga meningkatkan risiko infeksi.28,29
Neuropati perifer dapat terjadi pada keadaan hiperglikemia yang
berkelanjutan. Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan kerja enzim aldose
reduktase dan sorbitol dehidrogenase, yang mengubah glukosa intraseluler
menjadi sorbitol dan fruktosa.Akumulasi dari keduanya, menurunkan sintesis
mioinositol, yang diperlukan untuk konduksi.Selain itu, terjadi penurunan
cadangan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate yang diperlukan untuk
detoksifikasi reactive oxygen species (ROS) dan sintesis NO. Hal tersebut akan
meningkatkan stres oksidatif pada sel saraf serta vasokonstriksi yang
menyebabkan iskemia, injuri, dan kematian sel saraf.28
Neuropati pada DM bermanifestasi terhadap motorik, sensorik dan
otonom.Kerusakan persarafan otot kaki menyebabkan ketidakseimbangan antara
fleksi dan ekstensi kaki, sehingga terjadi deformitas dan perubahan titik-titik
penekanan. Secara bertahap hal ini akan menimbulkan kerusakan kulit yang
berkembang menjadi ulkus. Neuropati otonom menurunkan aktivitas kelenjar
minyak dan keringat sehingga kelembaban kaki berkurang dan rentan terhadap
luka. Neuropati sensorik menurunkan ambang nyeri sehingga seringkali tidak
disadari keberadaan luka hingga luka memburuk.28
Pada arteri perifer, keadaan hiperglikemia menyebabkan terjadinya
disfungsi endotel dan otot pembuluh darah, serta penurunan produksi vasodilator
oleh endotel sehingga terjadi konstriksi.Hiperglikemia pada DM meningkatkan
tromboksan A2 yaitu vasokontriktor dan agonis agregsi platelet, sehingga terjadi
peningkatan risiko hiperkoagulabilitas plasma.Hipertensi dan dislipidemia juga
berkontribusi menyebabkan terjadinya penyakit arteri perifer. Hal-hal tersebut
diatas, bila diakumulasikan akan menimbulkan penyakit arteri oklusif yang
kemudian menyebabkan iskemia ekstremitas bawah dan meningkatkan risiko

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


15

terjadinya ulkus. Ulkus yang terbentuk akan mudah terinfeksi, berkembang


menjadi gangren dan berakhir dengan amputasi kaki bagian bawah (below knee
amputation).28,29
Pada DM terjadi penurunan kemampuan penyembuhan jaringan lunak
perifer yang memicu timbulnya ulkus. Pada diabetes terutama pada tahap lanjut
dimana struktur jaringan kulit, saraf, pembuluh darah, dan jaringan pendukung
lain sudah mengalami kerusakan, sehingga perbaikan atau kontrol glukosa darah
tidak lagi cukup untuk memperbaikinya. Penyembuhan luka pada DM yang
melambat akan meningkatkan risiko komplikasi luka yang akan lebih
memperlambat lagi penyembuhan luka. Kompliksai tersebut antara lain adalah
infeksi (termasuk selulitis, abses, dan osteomielitis), gangren dan septikemia.27,30

Gambar 2.2Berbagai aspek dalam perkembangan ulkus


Sumber: Daftar referensi no. 23
Penyembuhan luka merupakan proses yang sangat kompleks. Pada
penyembuhan luka yang normal terjadi berbagai proses, yaitu pembentukan klot,
inflamasi, reepitelisasi, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi,
pembentukan jaringan parut, serta remodeling. Semua proses tersebut terjadi
dalam empat fase penyembuhan luka, yaitu fase homeostasis, inflamatoris,

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


16

proliferasi, dan maturasi. Pada penderita DM terjadi kekacauan pada proses-


proses tersebut dan diperberat dengan keadaan iskemik yang kerap terjadi akan
memperpanjang masa penyembuhan luka.29,31
Pada fase pertama/homeostasis terjadi vasokonstriksi dan koagulasi pada
luka. Agregasi platelet dalam bekuan fibrin akan mensekresi berbagai growth
factor dan sitokin. Pada fase inflamasi, respon inflamasi akan meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan menyebabkan migrasi sel-sel imun (neutrofil,
makrofag, sel mast dan limfosit) yang akan menginfiltrasi luka untuk
memproduksi growth factor dan sitokin. Pada DM, terjadi kekacauan pada proses
migrasi sel imun dan aktivitas bakterisidal neutrofil dan leukosit lain, serta
penurunan produksi growth factor. Gangguan vaskularisasi ke jaringan luka
akanmempengaruhi kerja neutrofil dan makrofag sehingga mikroorganisma
berkembang dan menimbulkan serta memperluas infeksi. Jumlah dan aktivitas
leukosit pada luka juga berkurang, sehingga sitokin pro inflamasi bertahan lebih
lama dan memperpanjang fase inflamasi.Fase inflamasi yang memanjang akan
memperlambat dimulainya fase proliferasi. Pada fase proliferasinormal akan
terjadi angiogenesis. Angiogenesis mendukung fibroblas yang memproduksi
kolagen untuk matriks ekstraseluler.Fase ini didominasi oleh pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi.Proses proliferasi jaringan pada penderita DM
terganggu karena peningkatan sitokin pro inflamasi pada dasar luka. Jumlah
platelet yang seharusnya mengeluarkan growthfactor untuk sel menuju luka dan
memulai proses penyembuhan luka mengalami penurunan. Selain itu, respon
fibroblas terhadap growth factor juga menurun.Produksi matriks pada dasar luka
menjadi lebih lambat.Fase yang terakhir adalah remodeling luka, meliputi
reorganisasi jaringan kolagen baru. Pada DM, pembentukan kolagen tidak
adekuat, sehingga dapat menurunkan kekuatan/tensile luka dan berisiko terjadi
rekurensi luka.27-31
Risiko menderita komplikasi UDP juga meningkat pada beberapa keadaan
kaki, yaitu: kulit kaki kering, bersisik, retak, dan kaku; rambut kaki menipis;
kelainan bentuk dan warna kuku; timbulnya kalus; perubahan bentuk kaki; bekas
luka atau riwayat amputasi; baal, kesemutan atau tidak terasa nyeri; dana kaki
yang dingin.2

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


17

Keadaan dan pekembangan ulkus secara umum dilihat berdasarkan


ukuran, kedalaman, tampilan dan lokasinya.Terdapat beberapa sistem klasifikasi
dan tahapan perkembangan UDP, tapi tidak ada yang diterima secara
universal.Salah satu sistem tersebut adalah Perfusion, Extent, Depth, Infection,
Sensation (PEDIS) dan WagnerUlcer Classification System.Klasifikasi
berdasarkan PEDIS menilai perfusi, luas/ukuran, kedalaman, infeksi dan sensasi,
sementara klasifikasi Wagner menilai kedalaman luka dan luas jaringan
nekrosis.29,32

Tabel 2.4Sistem klasifikasi PEDIS


Tanda klasik Keparahan Tingkat
infeksi PEDIS
Tidak ada tanda-tanda infeksi Tanpa infeksi 1
≥2 tanda inflamasi (purulen/eritema, nyeri hangat/indurasi); Ringan 2
selulitis/eritema ≥2 cm di sekitar ulkus; terbatas pada kulit
atau jaringan subkutan
Infeksi ringan dan terdapat ≥1 tanda: Sedang 3
Selulitis >2 cm, limfangitis, lebih dalam dari subkutan,
abses, gangren, melibatkan otot, tendon, sendi atau tulang
Infeksi dengan toksisitas sistemik atau ketidakstabilan Berat 4
metabolik (demam, takikardi, hipotensi, muntah,
leukositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)
Sumber: Daftar referensi no. 28,32
Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah: pemeriksaan kaki setiap
hari; mengoleskan pelembab pada kaki, menghindari pemakaian kaus kaki elastik,
sepatu yang nyaman, memotong kuku secara hati-hati.3
Terapi yang dilakukan terhadap luka UDP pada pasien DM dilakukan
secara konstan dengan jenis tindakan yang tergantung pada keparahan ulkus serta
ada atau tidaknya iskemia.Dasar dari terapi UDP adalah: nekrotomi/debridement
meliputi pembuangan jaringan nekrotik dengan insisi luas dan memberikan
drainase yang baik bagi luka sehingga melancarkan aliran eksudat dan
mendukung pertumbuhan jaringan granulasi; mengurangi beban/tekanan pada
daerah luka (offloading) dengan berbagai alat bantu seperti sepatu khusus dan
lain-lain; menatalaksana infeksi dengan mendiagnosis jenis bakteri dan
memberikan antibiotik yang sesuai dan adekuat, sehingga mencegah terjadinya
abses dan osteomielitis; serta perawatan ulkus menggunakan dressing luka yang
bersih dan lembab.23

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


18

Tabel 2.5Sistem klasifikasi ulkus Wagner


Tingkat Lesi/ulkus
1 Ulkus diabetik superfisial
2 Ulkus melibatkan ligamentum, tendon, atau fascia tanpa abses atau
osteomielitis
3 Ulkus dalam dengan abses atau osteomielitis
4 Gangrenpada kaki bagian depan (forefoot)
5 Gangren luas pada kaki
Sumber: Daftar referensi no. 28,32

2.9 Terapi nutrisi medis pada DM tipe 2 dan UDP


2.9.1 Terapi nutrisi medis pada DM tipe 2
Pada pasien DM, terapi nutrisi medis dapat memperbaiki kadar glukosa darah
dengan menurunkan kadar HbA1C sebesar 1–2% sehingga memperlambat
progresivitas penyakit serta memperbaiki kadar kolesterol LDL sebagai penanda
risiko penyakit kardiovaskuler.33
Dalam pelaksanaannya, pengaturan asupan nutrisi dilakukan secara
individual yang disesuaikan dengan keadaan klinis/status metabolik serta latar
belakang pasien (sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan).1Tujuan TNM yang
dinyatakan oleh ADA tahun 2007 terlihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6Tujuan terapi nutrisi medis


Tujuan terapi nutrisi medis (TNM)
1 Sedapat mungkin mencapai dan menjaga:
- Rentangglukosa darah normal dengan cara seaman mungkin
- Lipid dan profil lipid yang menurunkan risiko terjadinya penyakit pembuluh
darah
- Tekanan darah dalam menurunkan risiko penyakit pembuluh darah
2 Mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi kronis DM dengan
memodifikasi asupan nutrisi dan gaya hidup.
3 Menilai kebutuhan nutrisi secara individual dengan ikut mempertimbangkan latar
belakang sosial dan budaya pasien.
4 Membatasi pilihan bahan makanan berdasarkan anjuran dengan tetap mengusahakan
kualitas kegiatan makan.
Sumber: Daftar referensi no.12,16
2.8.1.1 Karbohidrat
Asupan karbohidrat baik dari segi jumlah maupun jenisnya (glukosa, fruktosa,
sukrosa, dan laktosa) memiliki pengaruh utama terhadap kadarglukosa darah
postprandial dibandingkan dengan nutrien lain. Secara ideal, sebaiknya dilakukan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


19

pemeriksaan kadar glukosa sebelum dan sesudah makan untuk menyesuaikan baik
jumlah asupan atau terapi dalam mencapai target terapi. Jumlah recommended
dietary allowances (RDA) karbohidrat adalah 130 gram per hari, yang merupakan
anjuran jumlah minimum konsumsi untuk menyediakan glukosa yang adekuat
bagi sistem saraf pusat. Jumlah total kandungan karbohidrat dalam makanan
sangat berpengaruh terhadap kontrol glikemik. Komposisi asupan karbohidrat
adalah 45–65% asupan energi total.1,12,22
Karbohidrat seringkali digolongkan dalam dua kategori yaitu karbohidrat
simpleks (mono dan disakarida) misalmya gula pasir, dan karbohidrat kompleks
(polisakarida) misalnya pada roti, sayuran dan biji-bijian.Karbohidrat simpleks
cenderung diserap lebih cepat dibandingkan karbohidrat kompleks.12
Dalam mengontrol kadar glukosa darah, dikembangkanlah perhitungan
indeks glikemik/glycemic index(GI) untuk membandingkan respon postprandial
terhadap berbagai makanan dengan kandungan karbohidrat yang berbeda-
bedadalam jumlah yang konstan. Indeks glikemik makanan adalah peningkatan
glukosa darah dalam dua jam pasca asupan suatu bahan makanan (biasanya dalam
50 gram), yang dibandingkan dengan makanan acuan (glukosa atau roti putih).
Setiap gram karbohidrat makanan dengan indeks glikemik tinggi akan
menyebabkan kadar glukosa darah 2 jam postrandial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan makanan dengan indeks glikemik yang rendah.Indeks
glikemik tidak menilai seberapa cepat glukosa darah dapat meningkat.Klasifikasi
indeks glikemik meliputi: rendah (<55); sedang 55–70 (misalnya sukrosa,
fruktosa, laktosa, dan lemak); serta tinggi (>70) (karbohidrat simpleks).
Penelitian-penelitian belum secara konsisten memperlihatkan perbaikan kontrol
glikemik dengan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah,
sehingga rekomendasi berdasarkan nilai indeks glikemik tidak terlalu disarankan
pada pasien DM.1,3,12,22,34,35
Selain indeks glikemik, terdapat pula nilai beban glikemik/glycemic load
(GL)yang didapat dari perkalian antara nilai indeks glikemik suatu makanan
dengan jumlah kandungan karbohidrat dalam makanan tersebut.Dengan demikian,
bahan makanan dengan indeks glikemik tinggi belum tentu memiliki beban
glikemik yang tinggi bila kandungan karbohidrat dalam didalamnya

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


20

rendah.Penelitian menyatakan asupan makanan dengan beban glikemik tinggi


jangka panjang akan meningkatkan risiko menderita DM tipe 2 secara
signifikan.12,34
Dalam mengurangi asupan karbohidrat simpleks dengan indeks glikemik
dan beban glikemik yang tinggi seperti gula pasir, madu dan lain lain, dapat
digunakan pemanis alternatif dengan jenis rendah kalori atau tanpa kalori.
Pemanis ini dinyatakan aman untuk dikonsumsi,. Contoh pemanis alternatif antara
lain adalah asesulfam, aspartam, neotam, sakarin dan sukralos.22
Kontrolasupankarbohidrat dalam mengontrol kadar glukosa darah juga
dapat dilakukan dengan carbohydrate counting atau hitung karbohidrat, yang
mengombinasikan pemenuhan nutrisi adekuat dan penyesuaian dosis insulin.Dosis
insulin dinilai berdasarkan rasio insulin terhadap karbohidrat (jumlah insulin yang
dibutuhkan terhadap jumlah gram karbohidrat sajian makanan). Rasio ini berbeda-
beda pada setiap individu, yaitu sekitar 1: 15.36
2.9.1.2 Lemak
Penderita DM memiliki risiko tinggi menderita PJK dan cenderung lebih sensitif
terhadap asupan kolesterol diet dibandingkan individu tanpa DM. Lemak SAFA
dan trans sangat mempengaruhi kadar kolesterol LDL. Belum terdapat bukti
illmiah terhadap efek asam lemak spesifik pada penderita DM, sehingga
rekomendasi pemenuhannya disetarakan dengan penderita PJK.1,10
Anjuran asupan lemak penderita DM setara dengan individu lain yaitu
SAFA<10% kalori total, dan kolesterol <300 mg/hari. Rekomendasi asupan lemak
SAFA menurut ADA adalah <7% kalori total dan meminimalisasi konsumsi
lemak trans. Menurunkan asupan lemak trans dapat menurunkan kadar kolesterol
LDL dan meningkatkan kolesterol HDL. Pada individu dengan peningkatan kadar
kolesterol LDL anjuran asupan SAFA adalah <7% kalori total dan asupan
kolesterol <200 mg/hari.1,2
Asupan makanan tinggi poly unsaturated fatty acid (PUFA) dikatakan
memberikan efek yang setara dengan tinggi MUFA, sehingga untuk menurunkan
kolesterol LDL, asupan SAFA digantikan dengan asupan MUFA atau PUFA.12
Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak esensial yang harus
didapatkan dari makanan.Memberikan manfaat pada DM melalui sifat proteksinya

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


21

dalam mencegah berkembangnya PJK dan diabetes. Dikatakan bahwa secara


umum asam lemak omega-3 tidak memberikan perbaikan pada sensitivitas insulin,
namun memperbaiki profil lipid terutama kadar trigliserida. Penelitian Stirban
dkk tahun 2010 menyatakan pemberian 2 gram asam lemak omega-3 per hari akan
memperbaiki penurunan fungsi vaskuler posprandial pada penderita DM.
Penelitian Hanafiah dkk tahun 2007 menganjurkan asupan eicosapentaenoic
acid/EPA dandehydroascorbic acid/DHA dalam omega-3 sebanyak 800-1.000 mg
per hari atau dapat dipenuhi dengan konsumsi ikan sedikitnya 2 kali dalam
seminggu. Beberapa penelitian mendapatkan penurunan trigliserida namun
meningkatkan kadar kolesterol LDL pada subyek dengan suplementasi omega-3,
sehingga dianjurkan untuk memantau efek asupan terhadap kadar kolesterol
LDL.37-39
2.9.1.3 Protein
Kebutuhan protein penderita DM dengan fungsi ginjal normal disetarakan dengan
kebutuhan individu tanpa DM. Anjuran komposisinya tidak melebihi 20% dari
asupan energi total. Asupan protein yang melebihi jumlah tersebut akan
menurunkan nafsu makan dan meningkatkan rasa cepat kenyang.22
Asupan protein tidak memperlambat penyerapan karbohidrat dan tidak
meningkatkan kadar glukosa plasma, sehingga tidak memberikan efek terapi pada
keadaan hipoglikemia.12
Pemberian nutrisi rendah protein akan memparbaiki fungsi renal (ekskresi
albumin urin dan laju filtrasi glomerulus). Pada penyaki ginjal kronis (PGK)
dianjurkan melakukan restriksi protein sejumlah 0,8–1,0 g/kgBB/hari untuk
penderita DM dengan PGK tahap awal, dan sejumlah 0,8 g/kgBB/hari pada PGK
tahap lanjut.22
Beberapa bukti penelitian menyatakan penderita DM memiliki kebutuhan
protein yang lebih tinggi dibanding individu tanpa DM, akibat peningkatan
regulasi protein yang berhubungan dengan hiperglikemia. Asupan protein harus
ditrestriksi pada penderita DM dengan komplikasi nefropati.1
Protein diberikan pada pasien dengan mempertimbangkan komposisi
terhadap total kalori, perbandingan jumlah nitrogen dan kalori non protein, jumlah
protein terhadap berat badan pasien.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


22

2.9.1.4 Mikronutrien
Anjuran asupan mikronutrien terhadap penderita DM tidak berbeda dengan
anjuran terhadap individu tanpa DM. Suplementasi vitamin dan mineral tidak
dianjurkan kecuali bila terdapat defisiensi. Menurut ADA, suplementasi rutin
vitamin antioksidan tidak dianjurkan karena kurangnya bukti ilmiah pada manfaat
dan keamanan konsumsi jangka lama. Suplementasi multivitamin dan mineral
harian dapat diberikan pada penderita DM lanjut usiadengan asupan energi yang
kurang.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa suplementasi kromium dapat
memperbaiki toleransi glukosa pada DM tipe 2 dengan membantu insulin
menempel pada reseptor sel dan meningkatkan ambilan glukosa ke dalam sel.
Namun hasil penelitian-penelitian yang ada belum konsisten.Efek positif yang
didapatkan dari beberapa penelitian mungkin karena adanya keadaan defisiensi
kromium pada subyek penelitian. Saat ini pemberian kromium pada penderita DM
tipe 2 tidak dianjurkan.1,10,22
2.9.1.5 Berat badan
Berat badan yang berlebih dapat menurunkan resistensi insulin, sehingga
sensitivitas insulin penderita DM menjadi lebih buruk.Penderita DM dengan berat
badan lebih atau obes disarankan untuk mengurangi berat badan.Mengurangi berat
badan telah menjadi anjuran pada pendertia DM dengan berat badan lebih
(overweight) atau obes, yaitu sebesar 7% dari berat badan aktual.10
2.9.1.6 Serat
Anjuran konsumsi serat untuk penderita DM setara dengan individu sehat. Serat
bermanfaat dalam nutrisi penderita DM karena serat dalam makanan dikatakan
dapat menurunkan indeks glikemiknya, memperlambat absorbsi glukosa,
memberikan rasa kenyang, serta menurunkan kadar kolesterol darah.33,36
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, pemberian serat sebanyak
4–40 gram per hari memberikan efek positif terhadap GDP dan HbA1C.
Walaupun konsumsi serat yang tinggi (lebih dari 50 gram/hari atau lebih) dapat
memperbaiki kontrol glikemik, beberapa penelitian belum menunjukkan
manfaatnya yang konsisten, dan beberapa individu mungkin akan sulit

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


23

mentoleransi serat sedemikian tinggi. Anjuran yang diterapkan PERKENI bagi


penderita DM adalah 20–25 gram per hari, sedangkan ADA menganjurkan
konsumsi harian sebanyak 14 gram/1000 kkal asupan energi.1,2,22,33,40
2.9.1.7 Garam
Penderita DM cenderung lebih sensitif terhadap peningkatan tekanan darah atau
hipertensi. Anjuran konsumsi garam oleh ADA adalah 6–7,5 gram per hari pada
penderita DM tanpa hipertensi, <6 gram per hari pada hipertesi ringan sampai
sedang, dan <5 gram per hari pada hipertensi nefropati.40
2.9.2 Tata laksana nutrisi pada UDP
Nutrisi yang optimum merupakan faktor kunci dalam seluruh proses
penyembuhan luka baik dalam menghadapi respon stres dan mencegah
berkembangnya malnutrisi energi protein. Respon stres yang tidak terkontrol
dapat berkembang sehingga tubuh akan kehilangan protein dan memperlambat
penyembuhan luka. Dukungan pemenuhan metabolisme sangat membantu
mencegah perburukan keadaan luka dan klinis penderita.Seperti telah disebutkan
sebelumnya, penyembuhan luka pada luka kronis seperti yang terdapat pada
penderita DM lebih kompleks. Namun demikian, respon stres tetap terjadi pada
semua jenis luka dan memberikan risiko terjadinya malnutrisi.41
Kontrol glukosa pada penderita DM dengan komplikasi UDP berperan
dalam penyembuhan luka.Penelitian Cook dkk tahun 2010, didapatkan bahwa
pada subyek dengan tingkat keparahan luka dan kadar glukosa darah yang setara,
penderita dengan glukosa darah yang tidak terkontrol dalam 12 minggu
mengalami penyembuhan yang lebih lama.42,43
Penelitian yang menilai pemakaian energi, makronutrien, dan mikronutrien
dengan subyek penderita UDP belum ada, sehingga saran pemenuhan nutrisi
direkomendasikan memakai acuan dari penelitian efek pemberian nutrisi terhadap
ulkus dekubitus/pressure ulcer, diantaranya adalah yang berasal dari National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) atau EuropeanPressure Ulcer Advisory
Panel(EPUAP).
2.9.2.1 Kebutuhan energi

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


24

Untuk memberikan substrat nutrisi yang adekuat pada luka diperlukan penilaian
kebutuhan asupan energi. Setiap injuri akan menyebabkan hiperkatabolisme dan
keadaan katabolik, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan energi.42
Secara ideal kebutuhan energi dinilai dengan menggunakan indirek
kalorimetri.Namun demikian, penilaian juga dapat dilakukan dengan persamaan
yang memprediksi KEB.Kebutuhan energi basal individu normal adalah sekitar 25
kkal/kgBBideal/hari untuk dewasa dan dewasa muda, serta 20 kkal/kgBB/hari
untuk lansia.Jumlah kebutuhan energi total (KET) adalah KEB yang telah
dikalikan dengan faktor stres dan faktor aktivitas.Faktor stres meningkat sesuai
dengan keparahan luka. Selain faktor stres, faktor aktivitas juga
diperhitungkan.41,44 Acuan faktor stres dan faktor aktivitas terlihat pada Tabel 2.7
dan 2.8.

Tabel 2.7Penilaian kalori berdasarkan stres


Tingkat stres Faktor stres Tingkat stres Faktor stres
Demam KEB x 1,1 /0C dari suhu normal Bedah minor KEB x 1,2
Ringan KEB x 1,2 Trauma KEB x 1,3
Sedang KEB x 1,4 Sepsis KEB x 1,6
Berat KEB x 1,6 Burn KEB x 2,1
Sumber: Daftar referensi no. 43
Acuan-acuan di atas didapatkan dari kesimpulan beberapa
penelitian.Namun demikian, penilaian klinis tenaga kesehatan tetap menjadi
komponen utama dalam penerapannya. Rekomendasi pemenuhan energi dari
EPUAP untuk luka kronis adalah 30-35 kkal/kg berat badan (BB) /hari.45,46

Tabel 2.8Penilaian kalori berdasarkan aktivitas fisik


Aktivitas fisik Faktor stres
Ventilator KEB x 0,85
Penurunan kesadaran KEB x 1,2
Sadar dan bed ridden KEBx 1,4
Sumber: Daftar referensi no. 43
2.9.2.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama.Selain sebagai sumber energi,
karbohidrat adalah komponen dari glukoprotein yang merupakan elemen kunci
dalam penyembuhan luka.Karbohidrat juga mengaktivasi enzim heksokinase dan
sitrat sintase dalam reaksi penyembuhan luka.Adesi sel, migrasi dan proliferasi

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


25

diatur oleh karbohidrat di permukaan sel. Glukosa juga digunakan untuk aktivitas
sel inflamasi dalam pembuangan bakteri dan sel nekrotik.Laktat merupakan hasil
metabolisme glukosa, yang peningkatannya diperlukan untuk pelepasan faktor
angiogenesis makrofag. Laktat juga menstimulasi sintesis kolagen oleh
fibroblast.41
2.9.2.3 Protein
Telah diketahui secara luas peran protein dalam penyembuhan luka serta
bagaimana defisiensi protein akan memperlambat prosesnya. Pada peyembuhan
luka protein merupakan nutrien yang sangat penting. Penyembuhan luka tidak
akan terjadi tanpa sintesis jaringan. Protein diberikan dalam komposisi yang
cukup. Pemberian protein harus disertai dengan pemberian total kalori yang cukup
untuk mencegah pemakaian protein sebagai sumber energi. Protein berperan
paling penting dalam proses penyembuhan luka, karena sebagian besar komponen
sel yang terlibat terdiri dari protein, misalnya sel-sel sistem imun, kolagen dan
fibroblas. Penderita DM cenderung terjadi defisiensi protein, sedangkan
kebutuhan protein meningkatuntuk produksi protein fase akut dan mobilisasi asam
amino dari otot untuk glukoneogenesis hepatik.Deplesi protein dapat terus terjadi
sampai luka tertutup dan respon stres berkurang. Rekomendasi pemberian protein
menurut EPUAP adalah 1,0–1,5 g/kgBB ideal/hari. Referensi lain menganjurkan
1,2–1,5 g/kgBB ideal/hari. Pemberian protein harus tetap disertai dengan
pengawasan fungsi ginjal terutama pada pasien dengan nefropati.29,41,47,48
2.9.2.4 Mikronutrien
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam menilai peran suplementasi vitamin
dan mineral pada perkembangan penyembuhan luka.
Vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan jaringan epitel dan tulang,
diferensiasi seluler, serta fungsi imun.Defisiensi vitamin A akan menghambat
reepitelisasi, sintesis dan stabilisasi kolagen, serta meningkatkan kerentanan
terhadap penyembuhan luka. Dari suatu penelitian observasional didapatkan
terdapat penurunan kadarvitamin A pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi
UDP. Penelitian lain menyarankan pemberian vitamin A sebanyak 25.000 IU per
hari sebelum dan sesudah operasi elektif untuk menurunkan komplikasi dan
mempercepat penyembuhan luka. Belum terdapat penelitian yang menyatakan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


26

manfaat vitamin A terhadap penyembuhan luka kronis dengan subyek penderita


DM dengan komplikasi UDP.48
Dalam penyembuhan luka, asam askorbat diperlukan untuk hidroksilasi
prolin dan lisin dalam sintesis kolagen, serta komponen organiklain dalam matriks
intraseluler jaringan seperti tulang, kulit, dinding kapiler dan jaringan ikat lain.
Vitamin C juga diperlukan untuk respon imun yang optimal, mitosis sel, dan
migrasi monosit ke dalam jaringan luka untuk kemudian menjadi makrofag pada
fase inflamasi penyembuhan luka. Selain itu vitamin C akan meningkatkan
angiogenesis dan sebagai antioksidan yang kuat.32,35,44
Perlukaan akibat trauma atau pembedahan akan memberikan stres
fisiologis yang berhubungan dengan penurunan kadar asam askorbat plasma.Efek
asam askorbat terhadap sintesis kolagen, status antioksidan, dan imunomodulasi
menjadikan asam askorbat sebagai suplemen yang baik pada proses penyembuhan
luka. Biaya pemeriksaan vitamin C mahal sehingga tidak dilakukan secara
rutin.Suplementasi vitamin C relatif murah dan berisiko rendah sampai dengan
pemberian 500 mg per hari.Dari penelitian Levenson dan Demetriou suplementasi
yang disarankan adalah 1–2 gram asam askorbat per hari sejak perlukaan sampai
luka sembuh sempurna. Penelitian lain dengan dosis bervariasi juga menyatakan
manfaat dan keamanan pemberian vitamin C, namun tidak secara spesifik
dilakukan pada subyek DM. Penderita DM dengan penurunan fungsi ginjal
(kreatinin serum >2,0 mg/dL) dianjurkan tidak mengonsumsi vitamin C dengan
dosis >200 mg per hari.47,48
Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan lipofilik yang utama,
menurunkan peroksidasi lipid sehingga membran sel lebih stabildan mempercepat
penyembuhan luka purulen jaringan lunak.Satu mekanisme potensial efek ini
terhadap penderita DM dimungkinkan karena terjadi reduksi neutral
endopeptidase (NEP) oleh vitamin E. Aktivasi NEP oleh keadaan hiperglikemia
dan hperlipidemia menurunkan respon inflamasi awal pada injuri jaringan.Efek
vitamin E terhadap penyembuhan luka sangat kompleks dan dapat memberikan
efek yang berbeda pada tipe luka yang berbeda dan atau dengan terdapatnya
suplementasi nutrien lain.47,48

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


27

Pemberian vitamin E sebanyak 200–800 mg per hari tidak memberikan


efek samping. Namun demikian, karena rendahnya potensi dalam meningkatkan
penyembuhan luka, dan kurangnya bukti penelitian, maka pemberian rutin vitamin
E untuk penyembuhan luka pada penderita DM tidak direkomendasikan.48
Vitamin B merupakan mikronutrien yang terlibat dalam pembentukan
energi. Seperti juga vitamin C, vitamin B adalah vitamin larut air yang perlu
mendapat penggantian setiap hari.41 Anjuran pemberian vitamin B kompleks
terlihat pada Tabel 2.9

Tabel 2.9Anjuran pemberian vitamin B kompleks


dalam keadaan hiperkatabolisme

Vitamin B Dosis harian


Riboflavin/B2 10–100 mg
Niasin/B3 10 mg
Vitamin B6 10–15 mg
Asam folat 0,4–1 mg
Vitamin B12 50 ug
Sumber: Daftar referensi no. 40
Seng merupakan mineral yang diperlukan sebagai kofaktor untuk berbagai
macam reaksi enzimatik yang terlibat dalam sintesis RNA, DNA, protein serta
seluruh proses yang diperlukan dalam pertumbuhan, replikasi, regenerasi dan
perbaikan jaringan, serta terlibat dalam fungsi imun dan sintesis kolagen. Keadaan
hipermetabolik akan meningkatkan kehilangan seng melalui urin. Individu dengan
luka dan stres lebih rentan menderita defisiensi seng. Pemeriksaan kadar seng sulit
dilakukan. Asupan nutrisi yang rendah akan menurunkan kadar seng. Inflamasi
akan menurunkan kadar seng hingga 50%. Penurunan kadar seng akan menekan
proses inflamasi pada fase inflamasi, menrurunkan laju epitelisasi yang
memperlambat penutupan luka dan menurunkan kekuatan penutupan luka.
Pemberian seng lebih dari 40 mg harus hati-hati karena mempengaruhi status
tembaga (Copper/Co), gangguan gastrointestinal dan penurunan imunitas.29,46-48
Defisiensi seng cenderung terjadi pada penderitan UDP.Beberapa
penelitian mengatakan bahwa manfaat suplementasi seng lebih signifikan pada
penderita DM tipe 2 dengan komplikasi UDP yang menderita defisiensi
seng.Pemberian seng diatas anjuran tidak memberikan hasil yang lebih

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


28

baik.Anjuran pemberian seng adalah 15–30 mg per hari dan belum pernah tercatat
terjadinya efek samping dengan pemberian dalam jumlah ini.41,47
Penelitian-penelitian telah menunjukkan peran asam amino spesifik
terhadap proses penyembuhan luka dan mendapatkan bahwa glutamin dan arginin
diperlukan dalam penyembuhan luka yang baik.47
Arginin adalah asam amino non esensial yang berperan penting dalam
sintesis protein dan asam amino.Didapatkan dari makanan serta secara endogen
dari sitrulin melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim arginin sintetase.Arginin
jaringan yang adekuat diperlukan dalam perbaikan jaringan luka dan fungsi
imun.Fungsi arginin sebagai substrat untuk sintesis protein, deposisi kolagen,
proliferasi sel, fungsi limfosit-T dan memberikan keseimbangan nitrogen.Arginin
juga merupakan precursor NO yang bemanfaat pada penyembuhan luka dalam
potensi sebagai vasodilator, anti bacterial dan angiogenesis.46,47
Asupan arginin menjadi esensial pada keadaan hipermetabolisme dan
asupan nutrisi yang buruk. Ulkus diabetik pedis merupakan kondisi inflamasi
kronis yang diharapkan akan mendapat manfaat suplementasi arginin pada proses
penyembuhan lukanya. Dari penelitian terhadap pasien lansia pasca pembedahan,
pemberian arginin sebanyak 17 gram per hari menunjukkan peningkatan
signifikan hidroksiprolin (deposisi kolagen) dan akumulasi protein ke jaringan
luka dibandingkan dengan kontrol tanpa suplementasi arginin.Selain itu juga
terdapat peningkatan respon limfosit, aktivitas imun dan insulin-like growth
factor-1 yang merupakan molekul kontrol untuk penyembuhan luka. Dari
penelitian lain yang memberikan arginin 17 gram dan 24,8 gram selama 2 minggu
didapatkan peningkatan signifikan pembentukan kolagen dibanding kontrol tanpa
efek yang merugikan.46,47
Glutamin merupakan asam amino non esensial yang kadarnya turun pasca
injuri dan selama penyembuhan luka.Pasca respon stres glutamin digunakan
sebagai sumber energi dan dikeluarkan dari sel untuk dikonversi menjadi glukosa
di hati.Glutamin juga sumber energi utama bagi sel yang membelah cepat seperti
sel epitel dalam penyembuhan luka.Glutamin digunakan oleh sel inflamatorik di
dalam luka untuk proliferasi dan sumber energi. Fibroblas juga menggunakan
glutamin untuk tujuan yang sama dan juga untuk sintesis protein dan asam

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


29

nukleat. Glutamin juga memiliki potensi antioksidan yaitu sebagai komponen


sistem glutation intraseluler dan menstimulasi proliferasi limfosit.Karena
optimalisasi sel-sel ini penting dalam proses penyembuhan luka, maka glutamin
adalah komponen yang diperlukan dalam penyembuhan jaringan.Rekomendasi
pemberian glutamin pada penyembuhan luka 0,3–0,4 gram/kgBB/hari. Pemberian
glutamin yang berlebihan akan meningkatkan kadar ammonia dan menyababkan
azotemia.41
2.9.2.5 Kebutuhan cairan
Peningkatan kebutuhan metabolisme pada proses penyembuhan luka dapat
menyebabkan peningkatan kebutuhan cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
dehidrasi. Keadaaan ini dapat diperberat pada penderita DM yang tidak
terkontrol.Dehidrasi sendiri merupakan faktor risiko terjadinya/tercetusnya
luka.Untuk menjaga status hidrasi, anjuran asupan cairan adalah 1.500-2.000 ml
per hari, kecuali terdapat kontraindikasi atau pasien memerlukan pembatasan
cairan. Anjuran lain menyatakan, secara umum diperlukan 1 ml cairan untuk
setiap kalori asupan energi atau 30-40 ml/kgBB/hari.42,49

2.10Monitoring dan evaluasi


Efektivitas terapi DM dievaluasi dengan terutama memonitor penanda-penanda
metabolik termasuk kadarglukosa darah, HbA1C, profil lipid dan fungsi renal,
serta pemantauan tekanan darah dan berat badan. Semua hal tersebut penting
dalam menentukan terapi dan perubahan terapi. Dalam menjaga kadarglukosa
darah yang terkontrol, diperlukan pemantauan asupan nutrisi, aktivitas pasien,
pengobatan, dan tentunya kadar glukosa darah harian. Evaluasi asupan nutrisi
dilakukan dengan menilai asupan dan toleransi asupan pasien serta menilai status
klinis pasien untuk kemudian melakukan perencanaan pemberian nutrisi dengan
meningkatkan 10–20% asupan kalori total sebelumnya.7,22
Monitoring keadaaan luka pasien dititikberatkan pada perkembangan
penyembuhan luka menggunakan salah satu kriteria penilaian UDP. Secara
mudah, evaluasi dilakukan pada ukuran, kedalaman, tampilan, lokasi serta
perkembangan infeksi.28

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


30

BAB 3
KASUS

3.1 Kasus 1
Seorang pasien bernama TK, perempuan berusia 52 tahun, buruh cuci rumah
tangga, dirawat selama 16 hari di bangsal perawatan wanita RSSW menggunakan
jaminan pembayaran Kartu Jakarta Sehat (KJS). Diagnosis perawatan pasien
adalah DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV pedis sinistra,
hipermetabolisme sedang, anemia, berat badan normal berisiko malnutrisi.Pasien
datang dengan keluhan luka pada telapak kaki kiri akibat terkena sudut kompor
minyak tanah yang terendam saat rumah pasien terkena banjir, sekitar dua minggu
sebelum masuk rumah sakit (SMRS).Luka kemudian diberi obat luka, namun
semakin merah, bertambah besar dan nyeri.Sekitar satu minggu SMRS keluhan
disertai lemah badan, demam, penurunan nafsu makan, mual dan luka menjadi
berair.Pasien berobat ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSSW dan dianjurkan untuk
menjalani rawat inap.Keluhan sering lapar, sering haus, sering buang air kecil
(BAK), sesak napas, penurunan ketajaman penglihatan atau kesemutan atau nyeri
pada kaki, baik saat pemeriksaan maupun sebelum sakit disangkal. Riwayat
menderita luka sebelumnya, kencing manis, tekanan darah tinggi, penyakit
jantung atau penyakit paru-paru, baik pada pasien maupun keluarga disangkal.
Sebelum sakit, kebiasaan makan pasien kurang baik, yaitu banyak
mengonsumsi nasi dengan mie instant tanpa lauk sebagai makanan utama.Lauk
terutama lauk nabati berupa tahu atau tempe goreng tepung dikonsumsi 3–4
potong, dan sayur 1–2 mangkok per hari. Pasien jarang mengonsumsi buah dan
susu. Dalam 24 jam sebelum pemeriksaan, pasien tidak dapat menghabiskan
makanan rumah sakit karena masih merasa lemas, mual dan kurang nafsu makan.
Berat badan pasien sebelum sakit tidak diketahui.Pasien serta keluarganya tidak
melihat kesan perubahan berat badan.Keluhan yang dialami pasien selama
perawatan terlihat pada Tabel 3.1. Pasien memerlukan pemantauan Tim Terapi
Gizi (TTG) karena asupan yang tidak adekuat selama 3–5hari dan kadar albumin
≤3,0 g/dL.

30 Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


31

Selama pemantauan, keadaan pasien tampak sakit sedang dengan


kesadaran compos mentis.Perkembangan tanda vital pasien selama perawatan
terlihat pada Gambar 3.1.

Tabel 3.1Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 1


Hari Penilaian subyektif
perawatan
Hari ke-1 Lemah badan, mual, nafsu makan belum membaik, nyeri pada luka saat
berdiri dan tindakan pembersihan luka. BAK (+) 2x, BAB(-)
Hari ke-2 Lemah badan; mual; nafsu makan membaik; nyeri pada luka saat
berdiri//berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK (+) 3x; BAB (+) 1x
Hari ke-5 Lemah badan; mual berkurang; nyeri pada luka saat berdiri/berjalan dan
tindakan pembersihan luka; BAK (+) 3x; BAB (-)
Hari ke-6 Tampak lebih segar, mual berkurang; nafsu makan membaik; nyeri pada
luka saat berdiri/berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK (+) 2x ; BAB
(+) 1x
Hari ke-8 Nafsu makan baik; nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan pembersihan
luka; BAK (+) 4x; BAB (+)1x
Hari ke-9 Nafsu makan semakin baik; nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan
pembersihan luka; BAK (+) 2x; BAB (+)1x
Hari ke-12 Demam, nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK
(+) 3x; BAB(+) 1x
Hari ke-13 Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK (+) 4x;
BAB(+) 1x
Hari ke-15 Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK (+) 3x;
BAB(-)
Hari ke-16 Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan pembersihan luka; BAK (+) 2x;
BAB(+) 1x
Keterangan: BAK: buang air kecil, BAB: buang air besar
Dari pemeriksaan fisik selama perawatan, didapatkan konjungtiva anemis.
Luka pasien sampai dengan hari perwaratan ke-5 berupa luka/ulkus terbuka pada
lateral dorsal pedis sinistra, kehitaman/gangren phalax digiti IV, terdapat banyak
pus, jaringan nekrotik dan berbau. Pada hari perawatan ke-6 dilakukan tindakan
pembedahan yaitu amputasi digiti IV pedis sinistra dan pembersihan luka secara
luas.Pada perawatan hari ke-8 sampai dengan ke-9 tampak luka kemerahan,
terdapat jaringan granulasi, sedikit nanah dan jaringan nekrotik, bau berkurang
namun masih banyak terdapat eksudat.Pada hari ke-12 sampai dengan pasien
pulang, luka mengalami perbaikan yang ditandai dengan luas dan kedalaman luka
yang berkurang terutama pada dorso pedis, luka tidak berbau, serata nanah dan
jaringan nekrotik yang semakin sedikit.Kapasitas fungsional pasien dinilai dengan
kekuatan genggaman tangan dan indeks Barthel.Kekuatan genggaman tangan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


32

bersangsur meningkat selama perawatan.Skor indeks Barthel saat MRS adalah 13


dan pada akhir perawatan 18.
Dari pemeriksaan laboratorium yang dilakukan selama masa perawatan
didapatkan pasien anemia dengan Hb (Hb 8,3–11,1 g/dL), leukositosis (leukosit
15.900–21.600/uL), dan trombosit dalam batas normal. Terdapat peningkatan laju
endap darah (LED) (125 mm/jam) dan hipoalbuminemia (albumin 2,6–3,0 g/dL).
Pemeriksaan morfologi darah tepi mendapatkan kesan anemia normokrom
normositer.Kadar besi serum dan total iron binding capacity(TIBC) pasien rendah
(10 ng/dL dan 108 ng/dL). Pada awal perawatan terdapat hiponatremia (132
mmol/L) dan hipokalemia (3,3 mmol/L), yang saat dilakukan pemeriksaan ulang
dua hari kemudian menunjukkan hasil normal (Na 138 mmol/L dan K 4,0
mmol/L). Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) saat MRS 349 mg/dL dan HbA1C
11,7%. Dilakukan pula pemeriksaan fungsi hati (serum glutamic oxaloacetic
transaminase/SGOT dan serum glutamic pyruvic transaminase/SGPT), dan alkali
fosfatase), serta fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), asam urat, profil lipid dan
analisis gas darah dengan hasil dalam batas normal.

Gambar 3.1Gambaran tanda vital selama perawatan pasien kasus 1


Pemeriksaan foto sinar-X pedis sinistra pada hari ke-2 perawatan
mendapatkan kesan osteomielitis pada digiti IV pedis sinistra.Dilakukan tindakan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


33

pembedahan pada perawatan hari ke-6 yaitu pembersihan luka secara luas dan
amputasi phalanx digiti IV pedis sinistra.
Penilaian antropometri mendapatkan tinggi badan pasien 146 cm, berat
badan 48 kg dan IMT 22,5 kg/m2. Pada penilaian antropometri ulang hari
perawatan ke-8, didapakan berat badan 47 kg dan IMT 22,0 kg/m2.
Analisis asupan pasien sebelum sakit dan dalam 24 jam sebelum
pemeriksaan terlihat pada Gambar 3.2. Perencanaan pemberian energi dilakukan
dengan menilai KEB dan KET.Kebutuhan energi basal dihitung dengan
menggunakan persamaan Harris-Benedict dan didapatkan besarnya 1.149 kkal ≈
1.100 kkal per hari. Kebutuhan energi total diperoleh dari perkalian KEB dengan
faktor stres 1,3 yaitu 1.494 kkal ≈ 1.500 kkal per hari. Komposisi makronutrien
yang direncanakan terdiri dari protein 1,4 g/kgBB/hari yaitu 67,5 gram ≈ 70 gram
per hari ≈ 18,6% KET dengan perbandingan protein hewani dan nabati 2:1.
Lemak diberikan sampai dengan 25% KET yaitu 42 gram ≈ 40 gram per hari
dengan komposisi SAFA <7%, MUFA <10% dan PUFA <8%. Pemberian
karbohidrat sebesar 215 gram per hari (57% KET) terutama berupa karbohidrat
kompleks.

Gambar 3.2Analisis asupan pasien sebelum sakit


dan 24 jam sebelum pemeriksaan pasien kasus 1
Rencana jumlah pemberian nutrisi dimulai berdasarkan analisis asupan 24
jam sebelum pemeriksaan yang ditingkatkan sebesar 20%, yang setara dengan
KET yaitu 1.500 kkal per hari, dengan komposisi nutrien yang sama dengan
perencanaan target pemberian nutrisi.Makanan diberikan per oral dengan bentuk
makanan lunak yang terbagi menjadi tiga kali makan utama dan tiga kali makan
selingan.Pemberian nutrisi kemudian ditingkatkan 10–20% sesuai dengan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


34

toleransi pasien.Pada hari ke-8 dilakukan perhitungan ulang kebutuhan nutrisi


dengan berat badan terakhir dan didapatkan KEB turun menjadi 1.139 kkal per
hari dengan dengan KET yang tetap. Mikronutrien yang diusulkan adalah
pemberian multivitamin dan mineral setara dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG)dan vitamin C 1x500 mg, terutama selama asupan nutrisi belum baik.
Nutrien spesifik yang diusulkan untuk diberikan adalah asam lemak omega 3
(EPA dan DHA) sebesar 2 gram per hari.Anjuran pemenuhan cairan adalah
sebesar 30-40 ml/hari.Analisis asupan energi dan makronutrien selama perawatan
terlihat pada Gambar 3.3 dan 3.4.

Gambar 3.3Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 1

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


35

Gambar 3.4Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 1


Pada pasien juga dilakukan penilaian kurva glukosa darah harian sebanyak
empat kali dalam sehari, yaitu glukosa darah puasa, pukul 11.00 Waktu Indonesia
Barat (WIB), pukul 15.00 WIB, dan pukul 22.00 WIB. Pasien juga mendapat
terapi insulin dengan dosis yang disesuaikan dengan kadar glukosa
darahnya.Gambaran kadar glukosa darah pasien dan pemberian insulin terlihat
pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 1

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


36

Imbang cairan pasein selama perawatan dinilai dengan memperhitungkan


insensible water loss (IWL) sebesar 15 ml/kg/hari serta perkiraan urin setiap kali
berkemih yaitu sekitar 250 ml. Dari penilaian tersebut didapatkan keseimbangan
cairan antara - 470 ml/24 jam sampai + 230 ml/24jam.
Terapi yang didapat pasien selama perawatan adalah parasetamol
3x500mg, antasida 4x500 mg, domperidon 3x10 mg, levofloksasin 1x500 mg,
Pujimin 3x1 kaplet hari ke-2 sampai ke-11, cefotaksim 3x1 gram, KCl 25
mEq/haridengan NaCl 0,9% 500 ml/hari pada hari ke-4 sampai hari ke-6,
Nuvorapid sesuai dengan kadar glukosa darah harian yaitu 4–12 unit mulai hari
pertama rawat dan Levemir 5-10 unit mulai perawatan hari ke-2, ranitidine
2x50mg. Selama dirawat, pasien mendapat perawatan pembersihan luka di
poliklinik DM pada pagi hari serta pencucian dan penggantian verband di bangsal
perawatan pada sore hari.
Pada pasien dilakukan pemantauan/monitoringdan evaluasi, meliputi
keadaan klinis dan tanda vital, kadar glukosa darah, imbang cairan setiap hari dan
pemeriksaan antropometri setiap satu minggu. Dilakukan usulan pemantauan
pemeriksaan laboratorium berkala setiap satu minggu terhadap darah perifer,
albumin, fungsi ginjal, elektrolit; setiap tiga minggu fungsi hati, profil lipid;dan
setiap tiga bulan HbA1C.

3.2 Kasus 2
Pasien I, perempuan berusia 59 tahun, pedagang nasi uduk, dirawat selama 10 hari
dengan jaminan pembayaran menggunakan KJS.Pasien dirawat dengan diagnosis
DM tipe 2, ulkus diabetikum plantar pedis dekstra, hipermetabolisme sedang,
anemia, dislipidemia, berat badan normal berisiko malnutrisi. Keluhan utama
pasien adalah luka pada telapak kaki kanan akibat terkena staples sekitar enam
hari SMRS. Luka tidak membaik tampak semakin lebar dan dalam serta dirasakan
nyeri.Keluhan kemudian disertai dengan demam, lemah badan, mual, penurunan
nafsu makan, dan sakit kepala.Pasien berobat ke poliklinik DM di RSSW dan
mendapat anjuran untuk rawat inap.Adanya keluhan sering BAK dan sering haus
diakui pasien.Adanya keluhan sering lapar disangkal.Saat dilakukan pemeriksaan
pasien mengeluh lemas badan, tidak demam, tidak mual, tidak nyeri, dan nafsu

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


37

makan menurun.Keluhan sesak napas, penurunan ketajaman penglihatan, kaki


kesemutan atau nyeri, baik saat pemeriksaan maupun sebelum sakit disangkal.
Pasien menderita kencing manis sejak tahun 2004 dengan kontrol dan konsumsi
obat teratur. Riwayat menjalani rawat inap karena luka serupa pernah dialami
pasien sebelumnya, yaitu luka bakar pada punggung kaki kiri akibat terkena teko
air panas dan luka pada jari tengah tangan kiri akibat teriris pisau.Riwayat
menderita tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke jantung, atau paru-paru
disangkal. Anak pertama dan adik pasien juga menderita kencing manis. Adanya
penyakit lain dalam keluarga disangkal. Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan
makan dengan komposisi makanan pokok, lauk pauk yang cukup seimbang,
konsumsi buahdan sayur jarang.Pasien tidak biasa mengonsumsi susu. Dalam 24
jam sebelum pemeriksaan asupan pasien menurun karena nafsu makan menurun,
lemas dan mual. Riwayat adanya perubahan berat badan disangkal.Keluhan yang
dialami pasien selama perawatan terlihat pada Tabel 3.2.Pasien memerlukan
pemantauan TTGkarena asupan yang tidak adekuat selama 3–5 hari.
Selama pemantauan, keadaan pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis.Perkembangan tanda vital pasien selama perawatan
terlihat pada Gambar 3.6.

Tabel 3.2Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 2


Hari Penilaian subyektif
perawatan
Hari ke-1 Lemah badan; demam; mual; tidak muntah, nyeri kepala; penurunn nafsu
makan; nyeri pada luka di kaki; BAK (+) 4x, lebih sering di malam hari,
warna kuning jernih, BAB (-)
Hari ke-2 Lemah badan; demam; mual; tidak muntah, nyeri pada luka, BAK (+) 5x,
lebih sering di malam hari, warna biasa BAB (+), warna dan konsistensi
biasa.
Hari ke-4 Lemah badan; mual berkurang; nafsu makan meningkat; nyeri luka
terutama saat mencoba berjalan BAK (+) 4x, BAB (+) 1x
Hari ke-5 Mual berkurang, nafsu makan meningkat; nyeri pada luka; BAK (+) 4x
BAB (-)
Hari ke-8 Tidak mual; tidak demam; bisa berjalan ke kamar mandi BAK (+) 4x, BAB
(+) 1x
Hari ke-9 Tidak mual; tidak demam; nafsu makan baik; bisa berjalan di sekitar
tempat perawatan BAK (+) 3x; BAB (+) 1x
Keterangan: BAK: buang air kecil, BAB: buang air besar

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


38

Dari pemeriksaan fisik selama perawatan, didapatkan konjungtiva anemis dan


dengan terdapat luka pada plantar pedis dekstra.Luka pasien sampai dengan hari
perawatan ke-6 berupa ulkus yang berbau dan dalam, dengan jaringan nekrotik,
pus dan sedikit eksudat.Pada hari perawatan ke-7 dilakukan nekrotomi di kamar
operasi.Keadaan ulkus sampai hari perawatan ke-9 lebih luas namun lebih
dangkal, pus dan jaringan nekrotik berkurang serta tampak kemerahan dengan
jaringan granulasi.

Gambar 3.6Tanda vital selama perawatan pasien kasus 2


Sejalan dengan perbaikan klinis, kapasitas fungsional pasien membaik,
ditandai dengan meningkatnya kekuatan genggaman dan skor indeks Barthel.Skor
indeks Barthel pasien saat MRS adalah 13 dan saatpasien pulang adalah 18.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia (Hb 10,3 g/dL),
leukositosis (leukosit 12.500/uL) dan dispilidemia (trigliserida 172 mg/dL,
kolesterol total 188 mg/dL, kolesterolLDL134 mg/dL, kolesterol HDL 31 mg/dL).
Terdapat pemanjangan LED (115 mm/jam). Analisis gas darah menunjukkan
kesan alkalosis respiratorik kompensata. Dilakukan pemeriksaan fungsi hati
(SGOT, SGPT, dan alkali fosfatase), albumin, asam urat, fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin),dan elektrolit, dengan hasil dalam batas normal.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


39

Pemeriksaan sinar-X pedis kanan dilakukan pada hari ke-2 perawatan


dengan kesan infeksi jaringan lunak pada phalanx distal digiti I, dan pemeriksaan
sinar X toraks mendapatkan kesan jantung dan kedua paru dalam batas normal.
Penilaian antropometri mendapatkan panjang badan pasien 155 cm, berat
badan aktual 53 kg, dan IMT 22,0 kg/m2. Pada penilaian antropometri ulang hari
ke-8, tidak didapatkan perubahan berat badan.
Analisis asupan pasien sebelum sakit dan dalam 24 jam sebelum
pemeriksaan terlihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7Analisis asupan pasien sebelum sakit


dan dalam 24 jam sebelum pemeriksaan pasien kasus 2
Perencanaan pemberian energi dilakukan dengan menilai KEB dan
KET.Kebutuhan energi basal dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-
Benedict, didapatkan besarnya 1.181 kkal ≈ 1.200 kkal per hari. Kebutuhan kalori
total diperoleh dari perkalian KEB dengan faktor stres 1,3 yaitu 1.535 ≈ 1.500
kkal per hari. Komposisi nutrien yang direncanakan terdiri dari protein 1,3
g/kgBB/hari yaitu 69 gram ≈ 70 gram per hari dengan perbandingan protein
hewani dan nabati 2:1. Lemak diberikan sampai dengan 25% KET yaitu 42 gram
≈ 40 gram per hari dengan komposisi SAFA<7%, MUFA <10 % dan PUFA < 8%.
Pemberian karbohidrat sebesar 214 gram per hari (57% KET) terutama berupa
karbohidrat kompleks.Rencana jumlah pemberian nutrisi dimulai berdasarkan
analisis asupan 24 jam sebelum pemeriksaan yang ditingkatkan sebesar 20%,
yaitu 1.100 kkal per hari dengan komposisi nutrien berupa protein 53 gram (1
gram/kgBB/hari ≈ 19,2% KET ≈ 212 kkal ≈ N:NPC 1:104), lemak 31 gram (25%
KET), dan karbohidrat 154 gram (56% KET). Makanan diberikan per oral dengan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


40

bentuk makanan lunak, yang terbagi menjadi tiga kali makanan utama dan tiga
kali makanan selingan.Pemberian nutrisi kemudian ditingkatkan 10–20% sesuai
dengan toleransi pasien.Mikronutrien yang diusulkan adalah pemberian
multivitamin dan mineral setara dengan AKG dan vitamin C 1 x 500 mg, terutama
selama asupan nutrisi belum baik.Anjuran nutrien spesifik yang diberikan adalah
omega-3 (EPA dan DHA) sebanyak 2 gram per hari.Anjuran pemenuhan cairan
adalah sebesar 30-40 ml/hari.Analisis asupan energi dan makonutrien pasien
selama perawatan terlihat pada Gambar 3.8 dan 3.9.

Gambar 3.8Analisis asupan energi selama perawatan pasien kasus 2


Pada pasien juga dilakukan penilaian kurva glukosa darah harian sebanyak
empat kali dalam sehari, yaitu glukosa darah puasa, pukul 11.00 WIB, pukul
15.00 WIB, dan pukul 22.00 WIB. Pasien juga mendapat terapi insulin dengan
dosis yang disesuaikan dengan kadar glukosa darahnya. Gambaran kadar glukosa
darah pasien dan pemberian insulin terlihat pada Gambar 3.10.
Imbang cairan pasien selama perawatan dinilai dengan memperhitungkan
IWL sebesar 15 ml/kgBB/hari serta perkiraan urin setiap kali berkemih sekitar
250 ml. Dari penilaian tersebut didapatkan keseimbangan cairan berkisar antara -
95 ml/hari sampai + 405 ml/hari.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


41

Gambar 3.9Analisis asupan makronutrien selama perawatan pasien kasus 2


Imbang cairan pasien selama perawatan dinilai dengan memperhitungkan
IWL sebesar 15 ml/kgBB/hari serta perkiraan urin setiap kali berkemih sekitar
250 ml. Dari penilaian tersebut didapatkan keseimbangan cairan berkisar antara -
95 ml/hari sampai + 405 ml/hari.
Terapi yang didapatkan pasien adalah paracetamol 3x500mg sampai
dengan hari ke-3, asam mefenamat 3x 500 mg, Co-amoxiclav 3 x 625 mg,
gemfibrozil 1x 600 mg, metformin 3x 1000 mg, glibenklamid 15 gram dalam 2
kali pemberian, serta Ringer Lactate 500 ml/hari pada hari pertama. Pasien juga
mendapatkan insulin Nuvorapid dengan dosis disesuaikan dengan glukosa darah
pasien yaitu antara 4–10 unit setiap kali pemberian mulai hari ke-7 serta insulin
Lavemir mulai hari ke-5 sebayak 5–10 unit setiap kali pemberian.
Pada pasien dilakukan monitoring dan evaluasi, meliputi keadaan klinis
dan tanda vital, kadar glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari dan
antropometri setiap satu minggu. Dilakukan usulan pemantauan pemeriksaan
laboratorium berkala setiap satu minggu terhadap darah perifer, albumin, fungsi
ginjal, elektrolit; setiap tiga minggu terhadap fungsi hati, profil lipid, serta setiap
tiga bulan HbA1C.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


42

Gambar 3.10Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 2

3.3 Kasus 3
Pasien T, perempuan berusia 60 tahun, ibu rumah tangga, dirawat selama 13 hari
dengan jaminan pembayaran menggunakan KJS. Diagnosis perawatan pasien
adalah DM tipe 2, ulkus pedis dekstra,gangren digiti I pedis dekstra, hipertensi
grade I, hipermetabolisme sedang, anemia, leukositosis, berat badan
normalberisiko malnutrisi.Pasien memerlukan pemantauan TTG karena asupan
yang tidak adekuat selama 3 – 5hari.Pasien datang dengan keluhan utama ibu jari
kaki kanan yang tampak melepuh, kemerahan, nyeri dan bertambah besar sejak
empat hari SMRS.Keluhan disertai panas badan dengan suhu naik turun, lemah,
nyeri kepala, dan mual.Pasien kemudian memeriksakan diri ke Puskesmas atas
keluhannya.Luka dibersihkan dan pasien diberi obat, serta disarankan untuk
berobat lebih lanjut ke RS untuk fasilitas yang lebih baik.Satu hari SMRS pasien
merasakan keluhan demam, mual dan turunnya nafsu makan tidak membaik serta
badan semakin lemas.Luka di ibu jari pasien menjadi semakin luas, bernanah, dan
kebiruan.Pasien kemudian berobat ke UGD RSSW dan dianjurkan menjalani
rawat inap.Keluhan adanya sering haus, sering BAK dan lemah badan dirasakan
pasien terutama sejak dua bulan SMRS.Keluhan sering lapar tidak ada.Adanya
keluhan penurunan ketajaman penglihatan, kesemutan, atau sesak nafas baik saat

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


43

pemeriksaan maupun sebelum sakit disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat luka
yang sama sebelumnya. Riwayat menderita kencing manis, tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, stroke, atau penyakit paru-paru disangkal. Ibu dan kakak
kandung pasien menderita kencing manis. Adanya riwayat penyakit lain dalam
keluarga disangkal. Saat dilakukan pemeriksaan pasien masih demam dan
mengeluh mual, nafsu makan menurun, lemah badan, nyeri kepala dan pada
luka.Riwayat adanya perubahan berat badan disangkal.Pasien tidak memiliki
riwayat merokok.Penilaian subyektif pasien selama perawatan terlihat pada Tabel
3.3.
Selama perawatan didapatkan keadaan pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis.Perkembangan tanda vital pasien selama perawatan
terlihat pada Gambar 3.11.

Tabel 3.3Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 3


Perawatan Hasil penilaian subyektif
Hari ke-1 Lemah badan; demam; mual; tidak muntah; nafsu makan belum
membaik; nyeri kepala; nyeri pada luka terutama saat luka dibersihkan;
BAK (+) 3x warna biasa; BAB (+) 1x warna dan konsistensi biasa
Hari ke-3 Lemah badan, demam (hilang timbul), nafsu makan meningkat, nyeri
pada luka terutama saat tindakan pembersihan luka, BAK (+) 5x; BAB (-)
Hari ke-4 Lemah badan, demam (hilang timbul), nafsu makan meningkat, nyeri
pada luka terutama saat tindakan pembersihan luka, BAK (+) 4x; BAB (-)
Hari ke-7 Pasien tampak lebih segar, mampu berdiri, nafsu makan meningkat, nyeri
pada luka terutama saat luka dibersihkan; BAK (+) 4x; BAB (+) 1x
Hari ke-8 Nafsu makan meningkat; nyeri pada luka terutama saat luka dibersihkan.
BAK (+) 3x; BAB (+)1x.
Hari ke-10 Nafsu makan baik; nyeri pada luka terutama saat luka dibersihkan; BAK
(+) 3x; BAB (+)1x
Hari ke-11 Nyeri pada luka terutama saat luka dibersihkan; BAK (+)3x; BAB (+)1x
Keterangan: BAK: buang air kecil, BAB: buang air besar
Dari pemeriksaan fisik selama perawatan didapatkan konjungtiva
anemis.Sampai dengan hari perawatan ke-4, luka pasien berupa ulkus luas antara
digiti I-II hingga dorsum pedis dekstra, digiti I tampak kehitaman, terdapat pus,
jaringan nekrotik dan hiperemis di sekitar luka, tepi ireguler, dasar luka berupa
jaringan terdapat eksudat dan berbau.Pada hari perawatan ke-5 dilakukan tindakan
pembedahan yaitu amputasi digiti I pedis dekstra dan nekrotomi luas.Sampai
perwaatan hari ke-11 luka berupa ulkus luas pada dorsum pedis,berbau, tampak
tendon didasar luka dengan jaringan granulasi, pus dan jaringan nekrotik serta

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


44

eksudat berkurang. Kapasitas fungsional pasien selama perawatan meningkat yang


dinilai dari peningkatan kekuatan genggaman tangan, dan peningkatan skor indeks
Barthel dari 13 saat MRS sampai dengan 16 di akhir pemantauan.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya anemia (Hb 10,8–11,3
g/dL), leukositosis (13.300–18.200/uL). Jumlah trombosit dan hitung jenis
leukosit dalam batas normal. Terdapat peningkatan LED yaitu 76 mm/jam. Kadar
GDS saat MRS 429 mg/dL dan HbA1C 14,0%. Pemeriksaan analisis gas darah
memberikan kesan alkalosis respiratorik terkompensasi. Terdapat hiponatremia
pada awal perawatan (128 mmol/L), dan dilakukan pemeriksaan ulang tiga hari
kemudian dengan hasil normal (136 mmol/L).Dilakukan pula pemeriksaan
albumin, fungsi hati (SGOT, SGPT, dan alkali fosfatase), fungsi ginjal (ureum
dan kreatinin), asam urat, dan profil lipid dengan hasil dalam batas normal.

Gambar 3.11Tanda vital selama perawatan pasien kasus 3


Dari pemeriksaan foto sinar-X padis dekstra pada hari ke-2 perawatan
dengan kesan tulang-tulang pedis kanan intak, tidak tampak tanda-tanda
osteomielitis, terdapat edema jaringan lunak pada pedis kanan.Pada hari
perawatan ke-5 dilakukan tindakan nekrotomi dan pembersihan luka
(debridement) serta amputasi digiti I pedis dekstra.
Penilaian antropometri mendapatkan panjang badan pasien adalah 155 cm
dengan LILA 25 cm. Berat badan perkiraan pasien berdasarkan LILA adalah 53,5

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


45

kg dan IMT 22,3 kg/m2. Pada hari ke-7 dilakukan penimbangan dengan hasil berat
badan pasien adalah 52 kg dan IMT 21,6 kg/m2.
Analisis asupan pasien sebelum sakit dan dalam 24 jam sebelum
pemeriksaan digambarkan pada gambar 3.12. Perencanaan pemberian energi
dilakukan dengan menilai KEB dan KET.Kebutuhan energi basal dihitung dengan
menggunakan persamaan Harris-Benedict, besarnya 1.181 kkal per hari.
Kebutuhan energi total diperoleh dari perkalian KEB dengan faktor stres 1,3 yaitu
1.535 kkal ≈ 1.500 kkal per hari. Komposisi nutrien yang direncanakan terdiri dari
protein 1,3 g/kgBB/hari yaitu 69,5 gram ≈ 70 gram per hari dengan perbandingan
protein hewani dan nabati sebesar 2:1. Lemak diberikan sampai dengan 25% KET
yaitu 42 gram ≈ 40 gram per hari dengan komposisi SAFA <7%, MUFA <10 %
dan PUFA < 8%. Karbohidrat diberikan sebesar 214 gram per hari (57% KET)
terutama berupa karbohidrat kompleks.

Gambar 3.12Analisis asupan pasien sebelum sakit


dan dalam 24 jam sebelum pemeriksaan pasien kasus 3
Rencana pemberian nutrisi dimulai berdasarkan analisis asupan 24 jam
sebelum pemeriksaan yang ditingkatkan 20% yaitu 1.100 kkal per hari. Komposisi
nutrien berupa protein 15% KET yaitu 40 gram per hari, lemak 25% KET yaitu 30
gram, dan karbohidrat 166 gram (61%). Pemberian makanan diberikan per oral
dengan bentuk makanan lunak yang terbagi menjadi tiga kali makan utama dan
tiga kali makan selingan.Pemberian nutrisi kemudian ditingkatkan 10–20%
disesuaikan dengan toleransi pasien sampai tercapaikebutuhan total.Pada
perawatan hari ke-7 dilakukan perhitungan ulang kebutuhan nutrisi menggunakan
berat badan penimbangan sehingga KEB turun menjadi 1.166 kkal per hari

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


46

dengan KET yang tetap.Mikronutrien yang diusulkan adalah pemberian


multivitamin dan mineral setara dengan AKG satu kali per hari terutama selama
asupan belum baik dan vitamin C 1x1 tablet.Anjuran nutrien spesifik yang
diberikan adalah omega-3 sebanyak 2 gram per hari.Anjuran pemenuhan cairan
adalah sebesar 30–40 ml/hari.Analisis asupan energi dan makronutrien pasien
selama perawatan digambarkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 3


Sedangkan asupan makronutrien pasien selama perwatan digambarkan
pada Gambar 3.14 dibawah ini.

Gambar 3.14Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 3


Penilaian kurva glukosa darah harian pasien dilakukan sebanyak empat
kali dalam sehari, yaitu glukosa darah puasa, pukul 11.00 WIB, pukul 15.00 WIB,
dan pukul 22.00 WIB. Pasien juga mendapat terapi insulin dengan dosis yang

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


47

disesuaikan dengan kadar glukosa darahnya. Gambaran kadar glukosa darah


pasien dan pemberian insulin terlihat pada Gambar 3.15. Keseimbangan cairan
pasien selama perawatan dinilai dengan memperhitungkan IWL sebesar 15
ml/kgBB/hari serta perkiraan urin setiap kali berkemih sekitar 250 ml. Dari
penilaian tersebut didapatkan keseimbangan cairan berkisar antara - 420 ml/hari
sampai + 270 ml/hari.
Selama perawatan, terapi per oral yang didapatkan pasien adalah asam
mefenamat 3x500 mg; ondansentron 2x8 mg sampai hari ke-3; omeprazole 2x20
mg; dan Co-amoxiclav 3x625 mg. Terapi intravena yang didapatkan pasien adalah
gentamicin 1x60 mg mulai hari ke-7; cefotaksim 3x1 g pada enam hari pertama;
dan metronidazole 1x500mg mulai hari ke-3, NaCl 0,9% 500 ml/hari selama 4
hari. Pasien juga mendapatkan insulin Nuvorapid yang disesuaikan dengan
glukosa darah pasien yaitu antara 10–18 unit, serta insulin Levemir mulai hari ke-
3 sebanyak 10–15 unit. Mikronutrien yang didapat adalah vitamin C 1x1 tablet
dan vitamin B kompleks 3x1 tablet.

Gambar 3.15Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 3


Pada pasien dilakukan monitoring dan evaluasi meliputi keadaan klinis
dan tanda vital, kadar glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari dan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


48

antropometri setiap satu minggu. Dilakukan usulan pemantauan pemeriksaan


laboratorium berkala setiap satu minggu terhadap darah perifer, albumin, fungsi
ginjal, elektrolit; setiap tiga minggu fungsi hepar, profil lipid, serta setiap tiga
bulan HbA1C.

3.4 Kasus 4
Pasien H, laki-laki berusia 70 tahun, tidak bekerja, dirawat selama 8 hari dengan
jaminan pembayaran menggunakan KJS. Diagonis perawatan pasien adalah DM
tipe 2, ulkus diabetikum dengan gangren dorso pedis dekstra, PGK/chronic kidney
disease (CKD), hipertensi grade II, hipermetabolisme sedang, anemia,
hipoalbuminemia, hiperkalemia, obes I.
Pasien datang dengan keluhan luka akibat terkena potongan kayu saat
pasien memotong kayu penyangga genting rumah sekitar dua minggu SMRS.Luka
tidak membaik dengan pemberian obat luka maupun obat-obatan yang diberikan
oleh Puskesmas.Luka kemudian menjadi merah disertai bengkak disekitar luka,
demam, lemah badan, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan.Pasien berobat
ke dokter umum, dan dirujuk ke RSSW.Pasien juga mengeluhkan menjadi sering
berkemih terutama malam hari sejak dua minggu SMRS.Adanya keluhan sering
haus dan cepat lapar disangkal.Saat dilakukan pemeriksaan lemah pasien mual,
demam, dan nafsu makan turun. Pasien pernah dikatakan menderita hiperglikemia
saat akan dilakukan operasi katarak pada tahun 2008, namun kemudian tidak
memeriksakan kembali/kontrol kadar glukosa darah. Adanya riwayat menderita
penyakit ginjal dan tekanan darah tinggi sebelumnya disangkal.Riwayat pernah
menderita penyakit jantung, paru-paru, asma, atau alergi disangkal.Riwayat
penyakit-penyakit tersebut pada anggota keluarga pasien tidak diketahui.Riwayat
adanya penurunan berat badan disangkal, dan keluarga menyatakan tidak tampak
kesan perubahan berat badan.Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok atau
minum alkohol.Pasien memerlukan pemantauan TTG karena asupan yang tidak
adekuat selama 3–5hari.
Selama perawatan didapatkan keadaan pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis.Perkembangan tanda vital pasien selama perawatan
terlihat pada Gambar 3.16.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


49

Tabel 3.4Penilaian subyektif selama perawatan pasien kasus 4


Perawatan Hasil penilaian subyektif
Hari ke-1 Lemah badan, mual, penurunan nafsu makan, tidak demam; lebih banyak
tidur; BAK (+) 5x; BAB (-)
Hari ke-3 Lemah badan; mual; nafsu makan belum meningkat; BAK (+) 4x;
BAB(+) 1x
Hari ke-4 Lemah badan; mual berkurang; nyeri pada luka; BAK (+) 4x; BAB (+) 1x
Hari ke-6 Lemah badan berkurang, mual hilang timbul, nyeri pada luka terutama
saat dibersihkan, BAK (+) 5x, BAB (-)emah badan; mual berkurang;
nyeri pada luka;BAK (+) 6x; BAB (-)
Hari ke-7 Pasien terlihat lebih segar, tidak mual, nafsu makan membaik, nyeri pada
luka masih dirasakan terutama saat dibersihkan, BAK (+) 4x, BAB (+) 1x
Hari ke-8 Nafsu makan membaik, nyeri pada luka masih dirasakan, BAK (+) 5x,
BAB (+) 1x
Keterangan: BAK: buang air kecil, BAB: buang air besar
Dari pemeriksaan fisik selama perawatan, didapatkan konjungtiva anemis,
abdomen buncit, supel.Pada ekstremitas bawah terdapat luka pada dorso pedis
dekstra tetutup verbandtanpa rembesan disertai edema non-pitting di sekitar luka,
tidak tampak edema pada pedis sinistra.

Gambar 3.16Tanda vital selama perawatan pasien kasus 4


Sampai dengan hari perwatan ke-3 luka pasien berupa ulkus luas dan
dalam pada dorsum pedis, sekitar luka hiperemis, terdapat jaringan nekrotik, pus
dan eksudat, dasar luka berupa jaringan, tampak edema disekitar luka.Pada hari
ke-4 pasien mendapat tindakan nekrotomi luas.Sampai hari perawatan ke-8
tampak kedalaman luka berkurang, dasar luka kemerahan, tampak jaringan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


50

granulasi, terdapat sedikit pus, dan jaringan nekrotik.Kapasitas fungsional pasien


dinilai dengan genggaman tangan yang semakin menguat selama perawatan dan
skor indeks Barthel sebesar 10 saat MRS dan 18 saat pulang.
Penilaian antropometri pada pasien mendapatkan tinggi badan pasien 164
cm, berat badan 70 kg, dan IMT 26,0 kg/m2.
Hasil pemeriksaan laboratorium menggambarkan terdapatnya anemia (Hb
9,4 g/dL), peningkatan LED (105 mm/jam), hipoalbuminemia (albumin 3,2 g/dL),
peningkatan enzim transaminase (SGPT 46 U/L), penurunan fungsi ginjal (ureum
96–136 mg/dL dan kreatinin 4,4–5,0 mg/dL), hiperkalemia (kalium 5,8–6,5
mmol/L), GDS (272 mg/dL), HbA1C 11,2%, AGD dengan kesan asidosis
metabolik terkompensasi. Selain itu dilakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit,
alkali fosfatase, asam urat, profil lipid, dengan hasil dalam batas normal.
Dari pemeriksaan ultrasonografi/USG abdomen didapatkan kesan ginjal
kanan dan kiri kesan sesuai untuk CKD dengan kista kecil-kecil pada kedua ginjal
dan tidak terlihat adanya batu atau bendungan; organ lain dalam batas normal.
Dari pemeriksaan foto sinar-X toraks didapatkan kesan kardiomegali ringan
(pembesaran ventrikel kiri); kedua lapang paru dalam batas normal.Dari
pemeriksaan foto sinar-X pedis didapatkan kesan edema dan emfisema di jaringan
lunak pedis kanan tersangka terdapat gas gangren; tidak tampak
destruksi/osteomielitis pada tulang-tulang pedis kanan.Pada hari perawatan ke-4
dilakukan tindakan pembersihan luka dan nekrotomi (debridement) luas.
Analisis asupan pasien sebelum sakit dan dalam 24 jam sebelum
pemeriksaan terlihat pada Gambar 3.17.Perencanaan pemberian energi dilakukan
dengan menilai KEB dan KET.Kebutuhan energi basal dihitung menggunakan
persamaan Harris-Benedict dan didapatkan besarnya 1.199 ≈ 1.200 kkal per hari.
Kebutuhan energi total diperoleh dari perkalian KEB dengan faktor stres 1,3 yaitu
1.558 kkal ≈ 1.500 kkal per hari. Komposisi nutrien yang direncanakan terdiri dari
protein 0,8 g/kgBB/hari yaitu 46 gram ≈ 45 gram per hari dengan perbandingan
protein hewani dan nabati 1:1. Lemak diberikan sampai dengan 25% KET yaitu
42 gram ≈ 40 gram per hari dengan komposisi SAFA <7%, MUFA <10 % dan
PUFA < 8%. Karbohidrat diberikan sebesar 234 gram per hari (62,5% KET)
terutama berupa karbohidrat kompleks.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


51

Gambar 3.17Analisis asupan pasien sebelum sakit


dan dalam 24 jam sebelum pemeriksaan pasien kasus 4
Rencana pemberian nutrisi dimulai berdasarkan analisis asupan 24 jam
sebelum pemeriksaan yang ditingkatkan 20% , yang setara dengan KET yaitu
1.500 kkal per hari, dengan komposisi nutrien yang sama dengan perencanaan
target pemberian nutrisi. Makanan diberikan per oral dengan bentuk makanan
lunak yang terbagi menjadi tiga kali makan utama dan tiga kali makan
selingan.Pemberian nutrisi kemudian ditingkatkan 10–20% disesuaikan dengan
toleransi pasien sampai tercapaikebutuhan total.Mikronutrien yang diusulkan
adalah pemberian multivitamin dan mineral setara dengan AKG per hari terutama
selama asupan nutrisi belum baik.Anjuran nutrien spesifik yang diberikan adalah
omega-3 sebanyak 2 gram per hari. Anjuran pemenuhan cairan disesuaikan
dengan outputcairan dan memperhitungkan IWL. Analisis asupan energi dan
makronutrien pasien selama perawatan terlihat pada Gambar 3.18 dan 3.19.

Gambar 3.18Analisis asupan energi selama pemantauan pasien kasus 4

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


52

Gambar 3.19Analisis asupan makronutrien selama pemantauan pasien kasus 4


Pada pasien juga dilakukan penilaian kurva glukosa darah harian sebanyak
empat kali dalam sehari, yaitu glukosa darah puasa, pukul 11.00 WIB, pukul
15.00 WIB, dan pukul 22.00 WIB. Pasien juga mendapt terapi insulin dengan
dosis yang disesuaikan dengan kadar glukosa darahnya. Gambaran kadar glukosa
darah pasien dan pemberian insulin terlihat pada Gambar 3.20.
Imbang cairan pasien selama perawatan dinilai dengan memperhitungkan
IWL sebesar 15 ml/kgBB/hari serta perkiraan urin setiap kali berkemih sekitar
250 ml. Dari penilaian tersebut didapatkan keseimbangan cairan berkisar antara -
500 ml/hari sampai + 150ml/hari.
Terapi per oral yang didapat pasien adalah paracetamol 3x500 mg,
amlodipine 1x5 mg, ketosteril 3x2 kapsul mulai hari ke-3, CaCo3 3x1.000 mg
mulai hari ke-2, kalitake 3x1 sachet mulai hari ke-4. Terapi intravena yang
didapat adalah metronidazole 1 x 1 g,ceftriakson1x 2 g, ondansentron 2x8 mg,
Ringer Lactate 500 ml/24 jam selama 3 hari pertama, serta insulin kerja cepat
(Nuvorapid) 3 x 6 unit sampai hari ke-6 dan meningkat menjadi 3x8 unit sampai
pasien diperbolehkan pulang. Pada pasien direncanakan pula mendapat
pembersihan luka satu kali per hari di poliklinik DM pada pagi hari, dan
penggantian verband satu kali per hari di bangsal perawatan pada sore hari.
Mikronutrien yang didapatkan adalah vitaminB kompleks 3x1 tablet dan asam
folat 2x 1 mulai hari ke-2 perawatan.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


53

Gambar 3.20Kadar glukosa darah harian selama perawatan pasien kasus 4


Dilakukan monitoring dan evaluasi pada keadaan klinis dan tanda vital,
kadarglukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari dan antropometri setiap
minggu. Dilakukan usulan pemantauan pemeriksaan laboratorium berkala setiap
tiga hari pada fungsi ginjal dan elektrolit; satu minggu terhadap darah perifer,
albumin; setiap tiga minggu fungsi hepar, profil lipid, serta setiap tiga bulan
HbA1C.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


54

BAB 4
PEMBAHASAN

Serial kasus ini membahas empat buah kasus pasien yang dirawat dengan
diagnosis DM tipe 2 dengan komplikasi UDP disertai komplikasi lain dan
berbagai komorbid. Berdasarkan skrining gizi yang dilakukan terhadap keempat
pasien saat masuk rumah sakit, seluruh pasien memerlukan pemantauan
TTG.Skrining gizi pasien rawat inap saat masuk rumah sakit dilakuan untuk
mengidentifikasi terdapatnya malnutrisi (gizi lebih maupun gizi kurang) atau
risiko terjadinya malnutrisi, sehingga dapat ditentukan rencana pemberian nutrisi
yang adekuat.Anjuran pemakaian skrining gizi khusus untuk penderita DM yang
dirawat inap belum ada, namun metode Malnutrition Universal Screening Tool
(MUST) dikatakan valid untuk digunakan pada pasien rawat inap. Formulir
skrining gizi yang digunakan pada keempat pasien serial kasus ini meliputi
penilaian yang terdapat dalam MUST. Berdasarkan skrining gizi yang dilakukan,
didapatkan asupan makanan seluruh pasien tidak adekuat dalam 3–5 hari serta
adanya hipoalbuminemia (kadar albumin kurang dari 3 g/dL) pada dua orang
pasien.Gambaran karakteristik pasien terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik pasien


Pasien
1 2 3 4
Usia (tahun) 52 59 60 70
Status sosial ekonomi Menengah Menengah Menengah Menengah
kebawah kebawah kebawah kebawah
BB atau BBp (kg) 48 53 53,5 70
IMT (kg/m2) 22,5 22,0 22,3 26,0
Riwayat keluarga dengan DM (-) (+) (+) (-)
Riwayat diagnosis DM dan/terapi (-) (+) (-) (-)
DM sebelumnya
Riwayat gejala komplikasi DM (-) (-) (-) (-)
lain
Riwayat merokok/konsumsi (-) (-) (-) (-)
alkohol
Keterangan: DM: diabetetes melitus, BB: berat badan, BBp: berat badan
perkiraan, IMT: indeks massa tubuh.

54
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


55

Sebagian besar usia pasien adalah dewasa tua dan usia lanjut. Dikatakan
bahwa faktor risiko terjadinya DM adalah usia>45 tahun, sehingga pada individu
dengan usia tersebut dianjurkan untuk dilakukan skrining DM walaupun tidak
terdapat gejala klasik.2,3,23Faktor risiko lain yang terdapat pada pasien-pasien
tersebut adalah obesitas pada pasien kasus 4 serta riwayat keluarga menderita
diabetes pada pasien kasus 2 dan 3. Kompliksai UDP cenderung terjadi pada tahap
lanjut perjalanan penyakit DM, dimana fungsi beberapa komplikasi makro dan
mikrovaskuler telah berkembang sehingga meningkatkan risiko terjadinya UDP.23
Status sosial ekonomi dan pendidikan pasien mempengaruhi perjalanan
penyakit DM dengan komplikasi UDP, terutama berkaitan dengan keterlambatan
dan tidak adekuatnya penangangan luka bahkan tidak terdiagnosisnya penyakit.
Keempat pasien didiagnosis dengan DM tipe 2.Kadar GDS seluruh pasien
saat MRS ≥200 mg/dL. Walaupun dari anamnnesis tidak semua pasien memiliki
gejala klasik DM, namun kadar HbA1C keempat pasien HbA1C ≥6,5%, sehingga
pasien memenuhi kriteria diagnosis DM tipe 2 berdasrkan PERKENI.2
Diagnosis UDP ditegakkan berdasarkan pada diagnosis atau riwayat
menderita DM dengan adanya luka yang tidak menyembuh/luka kronis.Luka
kronis adalah luka yang tidak mengalami perbaikan dalam enam minggu atau
terjadi berulang.Sebagian besar pasien tidak mengetahui menderita DM tipe 2 dan
ulkus terjadi akibat injuri/trauma yang kemudian berkembang menjadi luka yang
tidak kunjung sembuh, bahkan membesar dan memburuk dalam waktu kurang
dari dua minggu.
Status gizi tiga dari keempat pasien adalah berat badan normal dengan satu
pasien obes I. Keempat pasien tetap memiliki risiko menderita
malnutrisi.Walaupun selama perawatan tidak didapatkan penurunan berat badan
yang signifikan.Namun demikian, pasien kasus 4 mengalami perubahan status gizi
dari obes I menjadi berat badan lebih. Terlepas dari status gizi yang masih dalam
batas normal, pasien kasus 1 dan 3 mengalami penurunan berat badan sebesar 2,0
dan 2,8%. Walaupun jumlah penurunannya tidak besar, namun kedua pasien
memiliki kecenderungan untuk mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita UDP cenderung terjadi peningkatan KEB. Penyakit DM
sendiri tergolong pada penyakit kronis yang akanmeningkatkan turnover dan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


56

kehilangan protein. Pada penelitian oleh Zhang dkk tahun 2013,5 terhadap pasien
DM tipe 2 dengan UDP skor Wagner 1–5. Terdapat korelasi antara status nutrisi
dengan keparahan infeksi dan perkembangan ulkus.Risiko perburukan ulkus
meningkat dengan malnutrisi.Status nutrisi memburuk sejalan dengan perburukan
ulkus.Dan malnutrisi merupakan prediktor prognosis ulkus yang buruk.Malnutrisi
terdapat pada 62% subyek dan dikatakan dikatakan bahwa IMT <25
kg/m2berhubungan signifikan dengan amputasi. Sejalan dengan peningkatan skor
Wagner, terjadi penurunan IMT yang disertai dengan komplikasi vaskuler
termasuk neuropati, nefropati dan penyakit vaskuler perifer, serta kekacauan
beberapa parameter (Hb, albumin serum dan kolesterol total) yang akan diperberat
dengan keadaan uremia. Keberadaan UDP akan menurunkan massa bebas lemak
tubuh sebanyak 20%. Hal inilah yang menyebabkan fokus terapi UDP adalah tata
laksana luka/ulkus dan keadaan umum pasien termasuk perbaikan status
nutrisi.5,50
Adanya DM, ulkus dan kecenderungan terjadinya infeksi akan
meningkatkan KEB penderitanya. Status metabolisme keempat pasien adalah
hipermetabolisme sedang berdasarkan keadaan klinis serta parameter metabolisme
dari pemeriksaan laboratorium.
Anemia terjadi pada keempat pasien.Pemeriksaan morfologi darah hanya
dilakukan pada pasien kasus 1 dengan hasil normokrom normositer. Pada pasien
ini juga terdapat hasil pemeriksaan TIBC dan kadar besi serum yang rendah. Pada
DM, anemia dapat terjadi karena nuropati otonom berat sehingga mengganggu
persarafan simpatik eferen dan menurunkan produksi eritropoietin (Epo),
kerusakan interstitium renal, inflamasi sistemik dan inhibisi pelepasan Epo.
Dikatakan pula bahwa pada DM dapat terjadi anemia normokrom normositer
sebelum terjadi penurunan fungsi ginjal/nefropati.51Leukositosis yang terjadi pada
keempat pasien mencerminkan respon terhadap infeksi yang
terjadi.Hipoalbuminemia terjadi pada pasien kasus 1 dan 2.Hipoalbuminemia pada
sebagian besar pasien DM tipe 2 dengan komplikasi UDP dapat disebabkan dari
kurangnya asupan, peningkatan kebutuhan protein dan hilangnya protein melalui
luka/ulkus. Pada keadaan hipermetabolisme juga terjadi peningkatan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


57

pembentukan protein fase akut dan penurunan kadar protein anti inflamasi,
diantaranya adalah albumin.
Kadar glukosa darahpada penilaian kadarglukosa darah harian, sebagian
besar pasien terkontrol mendekati normal, namun dosis insulin yang diperlukan
untuk mengontrolnya menjadi lebih besar dari hari ke hari. Dikatakan bahwa
sedikit sekali dari pasien dengan UDP yang dapat mencapai glukosa darah
target.51
Kebutuhan energi keempat pasien dinilai dengan persamaan Harris-
Benedict dan faktor stres ditetapkan 1,3. Referensi mengenai besar peningkatan
KEB pasien DM tipe 2 dengan komplikasi UDP belum ada. Pada
hipermetabolisme sedang, faktor stres yang digunakan adalah 1,3.46
Terlepas dari restriksi kalori terutama karbohidrat dalam mencapai target
glukosa serta restriksi protein dalam mencegah komplikasi nefropati dan
mempertahankan fungsi ginjal, pasien DM tipe 2 dengan komplikasi UDP
cenderung disertai dengan infeksi, sehingga memerlukan asupan energi yang
meningkat.
Selama perawatan, dilakukan edukasi nutrisi pada pasien saat pemerikaan,
pemantauan sehari-hari dan saat pasien pulang.Diabetes melitus merupakan
penyakit menahun yang akan diderita oleh pasien seumur hidup dengan sebagian
besar kegiatannya memerlukan tata laksana mandiri.Edukasi dan motivasi sangat
penting dalam membantu pasien menerima keadaan klinisnya, memahami
perjalanan penyakit DM dan komplikasinya, dan memotivasi menuju proses
perubahan gaya hidup. Penatalaksanaan yang baik diharapkan akan memberikan
usia harapan hidup lebih panjang dengan kesehatan dan kualitas hidup yang
baik.2,6
Jumlah anjuran asupan energi yang diberikan kepada pasien dengan
peningkatan bertahap sesuai toleransi pasien.Target jumah pemenuhan energi
tidak langsung tercapai di awal perawatan.Hal ini terutama disebabkan oleh
terdapatnya mual, lemah badan dan penurunan nafsu makan yang dapat
dipengaruhi oleh efek keadaan DM terhadap saluran cerna, serta konsumsi obat-
obatan yang memberikan efek gangguan saluran cerna.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


58

Komposisi makronutrien pasien direncanakan sesuai dengan


anjuran.Komposisi karbohidrat dari nutrisi yang diberikanadalah antara 45–65%
KET.Karbohidrat kompleks diberikan dalam bentuk sayuran dan buah-buahan
yang terdapat dalam setiap makan utama dan satu kali makanan selingan.
Pemberian protein disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien.Fungsi ginjal
pasien kasus 1,2 dan 3 berada dalam batas normal. Selama perawatan,ketiga
pasien ini diberikan protein secara bertahap sesuai dengan jumlah total kalori
untuk menjaga rasio N:NPC, yaitu 0,75–1,4 gram/kgBB/hari (15–18,6% KET).
Pada pasien kasus 4, protein diberikan antara 0,7–0,8 gram/kgBB/hari (12,2–
17,7%). Persentase pemberian protein pasien kasus 4 sempat mencapai 17,7%
KET saat pasien direncanakan mendapatkan kalori total 900 kkal. Namun
demikian, komposisi yang tinggi ini tetap memperhitungkan rasio N:NPC.
Pemenuhan kebutuhan mikronutrien diharapkan dapat dicapai oleh pasien
dengan asupan nutrisi yang adekuat.Namun, toleransi asupan sebagian besar
pasien tidak serta merta meningkat.Anjuran suplementasi mikronutrien tidak dapat
terlaksana sepenuhnya.Preparat multivitamin dan multimineral yang diusulkan
adalah sediaan dengan komposisi masing masing nutrien sekitar100%
AKG.Komposisi sediaan tersebut terlihat pada Tabel 4.2.Selama perawatan pasien
mendapatkan suplementasi vitamin C, vitamin B kompleks dan asam folat.

Tabel 4.2 Komposisi sediaan multivitamin dan


multimineral yang diusulkan kepada pasien
Mikronutren Kandungan Mikronutren Kandungan Mikronutren Kandungan
Vitamin A 5.000 iu Vitamin C 90 mg Kalium 30 mg
Vitamin B1 10 mg Vitamin E 30 iu Yodium 150 mcg
Vitamin B2 10 mg Vitamin D 400 iu Seng 15 mg
Vitamin B6 10 mg Fosfor 125 mg Selenium 25 mcg
Vitamin B12 30 mcg Klorida 27,2 mg Vitamin K1 25 mcg
Niasinamid 20 mg Magnesium 100 mg Besi 27 mg
Biotin 45 mcg Mangan 5 mg Kalsium 162 mg
Asam folat 400 mcg Molibdenum 25 mcg Kromium 25 mcg
Asam pantotenat 10 mg
Sumber: Daftar referensi no. 51 52
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak mendapatkan cukup bukti
manfaat pemberian multivitamin dan mineral terhadap resistensi insulin dan
kontrol glikemik serta terhadap penyembuhan luka pada pasien tanpa defisiensi
yang terlihat secara klinis.Namun demikian, asupan nutrisi keempat pasien pada

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


59

awal perawatan belum adekuat, sehingga tetap diusulkan pemberian suplementasi


mikronutrien tersebut di atas dan penambahan dosis vitamin C sebanyak 500 mg.
Selama perawatan, keempat pasein tidak mendapatkan suplementasi
omega-3dan juga tidak tidak pernah mendapatkan menu dengan bahan makanan
sumber berupa ikan.Sumber omega-3 pasien selama perawatan yang terbesar
adalah dari minyak kanola. Minyak kanola memiliki komposisi omega-3 sekitar
10%.53
Omega-3 pada penderita DM diperlukan dalam mencegah terjadinya
komplikasi PJK dan pemburluh darah.Oleh ADA dikatakan bahwa konsumsi ikan
tiga kali per hari bisa menggantikan kebutuhan omega-3.Hanafiah dkk tahun 2007
menyatakan anjuran konsumsi ikan dua kali dalam seminggu.Karena keterbatasan
asupan omega-3 selama perawatan, pasien diberikan edukasi dan diharapkan
dapat memenuhi anjuran selepas rawat.Beberapa sumber asam lemak omega-3
dari bahan makanan jenis ikan yang didapat di Indonesia dapat disarankan kepada
pasien, yaitu ikan kakap, tenggiri, sardin, belanak, dan ikan kembung.38,39
Keempat pasien mengalami episode hipertensi baik pada awal perawatan
maupun selama rawat.Pemberian garam disesuaikan dengan status tekanan darah
pasien.
Berdasarkan perhitungan yang menggunakan Nutrisurvey, rerata jumlah
asupan serat dari sajian makanan RS untuk penderita DM (diet DM) adalah 23–28
gram per hari. Bila konsumsi makanan dapat mencapai 100% sajian maka jumlah
ini sudah memenuhi anjuran asupan serat harian.Namun demikian, asupan
sebagian besar pasien tidak langsung mencapai kebutuhan total.Terhadap pasien
kasus 4 dilakukan restriksi asupan kalium dari bahan protein nabati. Asupan buah
dan sayuran kaya akan serat, namun juga kaya akan kalium. Pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal, restriksi kalium dapat dipenuhi dengan tetap
mengonsumsi buah dan sayur yang direbus berulang atau dimasak terlebih dulu
untuk mengurangi kandungan kalium.Jumlah serat pasien juga dapat ditingkatkan
dengan pemberian makanan selingan menggunakan bahan makanan agar-agar.
Dalam usaha menjaga kecukupan kebutuhan nutrisi dan mempertahankan
kadarglukosa darah pasien selama perawatan seringkali terdapat kendala-kendala.
Terapi farmakologis, pemberian makanan atau insulin yang tidak tepat waktu,

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


60

serta perubahan asupan makanan yang besar merupakan beberapa contoh yang
kerap timbul.54
Hiperglikemia adalah kadarglukosa darah >140 mg/dL, dengan indikasi
terapi bila terdapat keadaan glukosa darah >140–180 yang persisten. Selama
perawatan, kadarglukosa darah harian pasien berfluktuasi. Beberapa kali dalam
pemeriksaan pasien mengalami peningkatan kadarglukosa darah >200mg/dL.
Namun tidak pernah terjadi episode akut hiperglikemia hiperosmolaritas.55
Pemantauan glukosa darah selama pemberian nutrisi perlu berhati-hati
terhadap risiko terjadinya komplikasi akut hipoglikemia dan hiperglikemia
Selama perawatan, baik pemberian makanan, pemberian obat antiglikemik oral
dan insulin pada pasien hampir tidak pernah terlambat. Demikian pula dengan
penilaian kadar glukosa darah harian dilakukan tepat pada waktunya, dan asupan
makanan pada tiap kali makan tidak pernah terlalu jauh berbeda.54
Terlepas dari ketepatan waktu dalam hal-hal tersebut diatas dan perbaikan
keadaan umum serta luka/ulkus pasien, dari gambaran kadar glukosa darah harian
pasien didapatkan bahwa kadar glukosa pasien cenderung meningkat kembali
pada akhir perawatan setelah tercapai kadar normal di pertengahan masa
perawatan. Hal ini dapat terjadi akibat adanya asupan makanan yang tidak diakui
pasien kepada TTG. Sejalan dengan meningkatnya nafsu makan yang disertai
dengan kejenuhan pasien terhadap menu makanan rumah sakit, diduga pasien
mengonsumsi makanan di luar sajian rumah sakit.
Kendala lain yang dihadapi dalam memberikan tata laksana nutrisi adalah
keterbatasan rumah sakit terutama dalam pengadaan jenis makanan yang sesuai
dengan anjuran.
Selama pemantauan pasien tidak mengalami komplikasi akut.Dokter
penanggung jawap pasien (DPJP) senantiasa menyesuaikan dosis pemberian
insulin dengan kadar glukosa darah dari pemeriksaan kurva glukosa darah harian.
Meski demikian kepada pasien diberikan edukasi bahwa pada penderita DM tipe 2
dengan glukosa darah terkontrolpun komplikasi akut masih dapat terjadi, terutama
pasien dengan terapi insulin yang rentan terhadap komplikasi hipoglikemia.
Kontrol glikemik yang baik sedapatnya juga dilakukan dengan
pemantauan kadar glukosa darah di rumah secara berkala yang disebut dengan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


61

self-monitoring of blood glucose (SMBG), sehingga pasien mendapat informasi


fluktuasi kadar gula darah selama di rumah.Kontrol glikemik dengan SMBG
merupakan bagian dari tata laksana DM mandiri oleh pasien sehingga dapat
menyesuaikan asupan makanan, terapi medikamentosa, aktivitas fisik, dalam
mencegah terjadinya komplikasi akut terutama hipoglikemia.1
Terlepas dari peningkatan pemahaman dan kemajuan terapi, suplementasi
nutrisi yang adekuat, kontrol infeksi dan perawatan kaki, prognosis penderita DM
tipe 2 dengan komplikasi UDP pada umumnya masih tetap buruk, namun tata
laksana pasien tetap dilakukan sesuai anjuran semaksimal mungkin dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup pasien.5
Selama perawatan, dua dari keempat pasien mendapat tindakan amputasi
jari kaki.Kedua pasien tersebut datang dengan keadaan ulkus yang telah disertai
gangren.Tindakan amputasi tersebut menyelamatkan jaringan sehat disekitar
luka.Keempat pasien mengalami perbaikan luka dan tidak ada yang mengalami
perluasan ulkus. Asupan nutrisi yang adekuat akan menjaga kadar glukosa dan
akan membantu penyembuhan luka. Faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka pada keadaan DM khususmya UDP sangat beragam.Penerapan keempat pilar
terapi diabetes dan perawatan luka yang adekuat sangat diperlukan. Pemenuhan
nutrisi yang adekuat tanpa ditunjang dengan perawatan luka akan menimbulkan
rekurensi/reulserasi.
Seluruh pasien mendapat pemberian insulin.Insulin dapat berupa insulin
yang diisolasi dari binatang atau sintetis insulin manusia. Insulin harus diberikan
melalui injeksi, karena bila dikonsumsi secara oral akan didegradasi pada saluran
cerna. Efek samping pemberian insulin terutama adalah hipoglikemia.Hal ini
dapat disebabkan oleh produksi hormon-hormon kontra regulator insulin pada
penderita diabetes jangka lama yang cenderung tidak adekuat. Efek samping lain
adalah lipodistrofi dan reaksi alergi.56
Beberapa terapi hiperglikemia oral yang diberikan pada pasien diantaranya
adalah metformin dan glibenklamid. Metformin merupakan monoterapi
antihiperglikemia yang diberikan bersamaan dengan terapi nutrisi dan aktivitas
fisik, yang bekerja dengan caramenurunkan produksi glukosa hepatik,
menurunkan absorbsi glukosa intestinal, dan memperbaiki sensitivitas insulin

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


62

dengan meningkatkan ambilan dan utilisasi glukosa perifer. Sekitar 90%


metformin yang terabsorbsi dieliminasikan melalui urin dalam 24jam, sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.Efek samping
dari konsumsi obat ini yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, penurunan fungsi
hepar, dan penurunan kadar vitamin B12.57
Glibenklamid adalah derivat sulfonilurea yang bekerja dengan cara
menstimulasi sekresi insulin, menurunkan kadar glukagon, meningkatkan ikatan
insulin terhadap jaringan target dan reseptornya. Obat ini dimetabolisme di hati,
dan diekskresikan di hati dan ginjal, sehingga dikontraindikasikan pada penderita
DM dengan penurunan fungsi ginjal dan atau hati. Obat ini dapat menyebabkan
gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan nyeri epigastrium.56
Pasien juga mendapatkan antibiotika berupa metronidazole, cefotaksim,
dan Co-amoxiclav.Cefotaksim adalah antibiotikspectrum luas golongan
cefalosporin generasi ketiga, dengan mekanisme kerja menginhibisi tahap akhir
sintesis dinding sel bakteri terutama bakteri gram negatif, sehingga sel bakteri
menjadi lisis.Cefotaksim diekskresikan melalui ginjal, sehingga tidak dianjurakan
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah reaksi hipersensitivitas.58
Metronidazole merupakan antiprotozoal yang toksik bagi amuba dan
bakteri terutama jenis anaerob. Metronidazole menurunkan sitoksisitas
mikroorganisme diatas yang berikatan dengan protein dan DNA sehingga
menyebabkan kematian sel. Efek samping obat ini adalah gangguan
gastrointestinal (mual, muntah, nyeri epigastrium, dan spasme abdomen) dan
vertigo.59
Co-amoxiclav merupakan kombinasi amoksisilin dan inhibitor beta-
laktamase, sehingga memperluas spektrum aktivitasnya dan meningkatkan
efektivitas dalam menghadapi bakteri penghasil beta-laktamase. Efek samping
yang dapat terjadi pada konsumsi antibiotik ini adalah alergi, muntah, diare, dan
kandidiasis.58,60
Obat lain yang diberikan adalah antasida, ranitidine, dan ondansentron.
Ketiganya merupakan obat untuk mengurangi keluhan gastrointestinal. Antasida
merupakan basa lemah yang akan bereaksi dengan asam lambung membentuk air

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


63

dan garam. Ranitidin adalah bloker reseptor histamin H2 yang berikatan dengan
reseptor H2 sel parietal gaster dan selanjutnya menurunkan sekresi asam lambung.
Ondansentron adalah antagonis reseptor 5-HT3serotonin yang akan menurunkan
kerja serotonin sehingga menurunkan keluhan gastrointestinal.61
Pasien mendapatkan amlodipine yaitu golongan dihidropiridin (antagonis
ion kalsium) dengan tujuan menurunkan tekanan darah.Amlodipine menghambat
masuknya kalsium ekstraseluler melalui membran ke dalam otot polos pembuluh
darah dan jantung, sehingga menghambat kontraksi otot tersebut dan
menyebabkan dilatasi arteri koronaria. Efek samping obat ini dapat berupa edema
dan nyeri kepala, namun jarang terjadi.62
Pasien dengan penurunan fungsi ginjal pada serial kasus ini mendapatkan
Kalitake, yaitu sediaan calcium polystyrene sulfonate yang bertujuan untuk
menurunkan kadar kalium pada keadaan hiperglikemia akibat gagal ginjal. Obat
ini bekerja sebagai resin penukar ion yang melepaskan kalsium dan mengikat
kalium di dalam usus besar dan diekskresikan. Obat ini memberikan efek mual,
penurunan nafsu makan, konstipasi, dan hipokalemia.63Pasien dengan penurunan
fungsi ginjal juga mendapatkan terapi Ketosteril, yaitu asam keto analog asam
amino bebas nitrogen, yang diberikan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan
asam amino pada diet rendah protein dan mencegah malnutrisi. Sediaan ini juga
meningkatkan toleransi glukosa dan sensitivitas insulin, serta memperbaiki profil
lipid.64

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


64

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan laporan serial kasus pasien DM tipe 2 dengan komplikasi UDP, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tata laksana nutrisi pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi UDP
mencakup pemberian jumlah energi yang adekuat sesuai dengan status
metabolismenya, dengan komposisi makronutrien yang seimbang,
mikronutrien yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien, pemberian
nutrient spesifik, menjaga imbang cairan dan elektrolit, serta pemberian
edukasi nutrisi.
2. Selama pemantauan, seluruh pilar tata laksana penderita DM tipe 2 diberikan,
yaitu terapi nutrisi, aktivitas fisik, farmakologi dan edukasi. Tata laksana
perawatan ulkus pasien dilakukan dengan baik dan teratur.
3. Perbaikan klinis pasien terutama terlihat dari perbaikan keadaan umum, klinis,
asupan nutrisi, kapasitas fungsional dan status luka. Terlepas dari perbaikan
yang tercapai, asupan nutrisi pasien lambat meningkat. Pasien mengeluhkan
mual dan lemah badan serta tidak nafsu makan dalam waktu yang cukup lama
selama perawatan, sehingga KETtercapai dengan lambat.
4. Pemberian mikronutrien lengkap sejumlah AKG dan suplementasi nutrient
spesifik omega-3 ada pasien-pasien tidak terlaksana karena alasan ketidak
tersediaan dan pasien tidak mampu menyediakan secara swadaya. Namun
demikian, pada kegiatan edukasi nutrisi selama rawat dan di hari pasien
diperbolehkan pulang, diberikan kiat mengonsumsi nutrisi sesuai rekomendasi
dengan mengonsumsi makanan dalam jumlah cukup dan jenis bervariasi dan
sesuai dengan jadwal serta memberikan alternatif bahan makanan sumber kaya
omega-3.

64
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


65

5.2 Saran
1. Pemenuhan jumlah kebutuhan energi total dihitung dengan hati-hati
berdasarkan parameter antropometrik yang diukur dan dipantau dengan baik
sehingga dapat memberikan rencana pemberian nutrisi yang tepat dan adekuat.
2. Suplementasi mikronutrien tetap diberikan mengingat potensi manfaatnya
terhadap keadaan DM dan UDP terlepas dari belumadekuatnya dukungan
penelitian, terutama pada pasien lanjut usia dan saat asupan nutrisi pasien
masih belum adekuat atau mencapai KET.
3. Pemberian suplementasi atau bahan makanan kaya omega-3 sebaiknya
dilakukan untuk mendukung penyembuhan luka, keadaan diabetes dan
menurunkan gejala simptomatik yang menurunkan asupan makanan seperti
anoreksia.
4. Penderita DM sangat penting untuk mendapatkan edukasi dan motivasi dalam
menerapkan empat pilar terapi DM terutama setalah pasien pulang dan
melanjutkan terapi rawat jalan. Terapi DM sangat individual dan
berkelanjutan sehingga memerlukan perubahan gaya hidup. Perubahan ini
akan lebih mudah bila pasien mendapat pendekatan dari tenaga medis dalam
memahami perjalanan penyakit dan terapinya khusunya terapi nutrisi melalui
edukasi dan motivasi.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


66

DAFTAR REFERENSI

1. Rolfes S.R., Pinna K., Whitney E. (2006). Nutrition and Diabetes Mellitus.
Dalam Understanding Normal and Clininal Nutrition. Thomson Wadsworth,
USA. .
2. PERKENI (2011). Konsensus Penglelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI. Jakarta. Indonesia.
3. Buku Panduan Pengelolaan Prediabetes dan Penceghan Diabetes Tipe 2
(2010). PB. PERSADIA
4. Pradhan L, Andersen ND, Nabzdyk C,LoGerfo FW, Veves A. Wound-
Healing Abnormalities in Diabetes and New Therapeutic Interventions. US
Endocrinology 2007;(1):68-72.
5. Zhang SS, Tang ZY, Fang P, Qian HJ, Xu L, Ning G. Nutritional status
deteriorates as the severity of diabetic foot ulcers increases and independently
associates with prognosis. Exp Ther Med. 2013;5:215-22.
6. Ramsdell J.W., Schwartzberg J.G. (2007) Medical Managemet of the Home
Care Patients. American Medical Associated and American Academy of
Home Care Physician.
7. Heimburger D.C., Jamy D (2006) Hand Book of Clinical Nutrition.
Philadelpia: Mosby Elsevier. .
8. American Diabetes Association. (2013). Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 36 (1), S67-S74.
9. Jun H, Bae HY, Lee BR, Koh KS, Kim YS, Lee KW, et al. Pathogenesis of
non-insulin-dependent (type II) diabetes mellitus (NIDDM) - genetic
predisposition and metabolic abnormalities. Adv Drug Deliv Rev.
1999;35:157-77.
10. American Diabetes Association. (2013). Standard of Medical Care in
Diabetes. Diabetes Care,36(1),S12-S66.
11. American Diabetes Association. (2012). Executive Summary: Standard of
Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 35, (1), S4-S10.
12. Franz MJ. Medical nutrition therapy for diabetes mellitus and hypoglycemia
of non diabetic origin. Dalam: Mahan LK, Escott-Stump (editor). Food and
nutrition therapy. Edisi ke-12. Canada, Saunders Elsevier; 2008. h764-802.
13. Solano MP, Goldberg RB. Lipid Management in Type 2 Diabetes. Clinical
DIabetes. 2006;24:27-32.
14. Vijayaraghavan, K. (2010). Treatment of Dyslipidemia in Patients With Type
2 Diabetes. Lipids in Health and Disease, 9, 414, 1-12.
15. Cheung BM, Li C. Diabetes and hypertension: is there a common metabolic
pathway? Curr Atheroscler Rep. 2012;14:160-166.
16. American Diabetes Association. (2007). Nutrition Recommendations and
Interventions for Diabetes. Diabetes Care, 30, (1), S48-S65.
17. Hussain A, Hydrie MZI, Claussen B, Asghar A. Type 2 Diabetes and obesity:
A review. Journal of Diabetology, June 2010; 2:1.

66
Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


67

18. Hsu D, Zimmer V. Canadian Diabetes Association National Nutrition


Committee Technical Review: Advanced Glycation-products in Diabetes
Management. Canadian Journal of Diabetes. 2010;34(2):136-140.
19. Uribarri, J., Cai, W., Sandu, O., Peppa, M., Goldberg, T., Vlassara, H. (2005).
Diet-Derived Advanced Glycation End Products are Major Contributors to
the Body's AGE Pool and Induce Inflammation in Healthy Subjects. Annals
of the New York Academy of Sciences, 1043, 461-466.
20. Goh SY, Cooper ME. Clinical review: The role of advanced glycation end
products in progression and complications of diabetes. J Clin Endocrinol
Metab. 2008;93:1143-52.
21. Huijberts, M.S.P., Schaper, N.C., Casper, G.S. (2008). Advanced Glycation
End Products and Diabetic Foot Disease. Diabetes Metab Res Rev, 24, S19-
S24.
22. American Diabetes Association. (2008). Nutrition Recommendation and
Interventions for Diabetes. Diabetes Care, 31, (1), S61-S78.
23. Rebolledo, F.A., Soto, J.M.T., de la Penna. (2011). The Pathogenesis of the
Diabetic Foot Ulcer: Prevention and Management. Dalam Global Perspective
on Diabetic Foot Ulceration. Dinh T. ed. (2011). Intech Open Access
Publisher.
24. Cade WT. Diabetes-related microvascular and macrovascular diseases in the
physical therapy setting. Phys Ther. 2008;88:1322-35.
25. Tarr JM, Kaul K, Chopra M, Kohner EM, Chibber R. Pathophysiology of
Diabetic Retinopathy. ISRN Ophthalmology Volume 2013, 1-13.
26. www.advancedrenaleducation.com. 2006-2011. Frenesius Medical Care
North America. Diunduh pada tanggal 27 Mei 2013.
27. Sharp A, Clark J. Diabetes and its effects on wound healing. Nurs Stand.
2011;25:41-47.
28. Clayton W, Elasy TA. A Review of the Pathophysiology, Classification, and
Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Volume 27, Number 2, 2009 •
Clinical Diabetes.
29. Wild T, Rahbarnia A, Kellner M, Sobotka L, Eberlein T. Basics in nutrition
and wound healing. Nutrition. 2010;26:862-6.
30. Berlanga-Acosta J, Valdéz-Pérez C, Savigne-Gutiérrez W, Mendoza-Marí Y,
Franco-Pérez N, Vargas-Machiran E, et al. Cellular and molecular insights
into the wound healing mechanism in diabetes. Biotecnología Aplicada
2010;27:255-261.
31. Ochoa O, Torres FM, Shireman PK. Chemokines and diabetic wound healing.
Vascular. 2007;15:350-5.
32. Jain, A.K.C. (2012). The New Classification of Diabetic Foot Complication:
A Simple and Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot
Complications,4,(1),1-5.
33. Post RE, Mainous AG, 3rd, King DE, Simpson KN. Dietary fiber for the
treatment of type 2 diabetes mellitus: a meta-analysis. J Am Board Fam Med.
2012;25:16-23.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


68

34. Foster-Powell, K.., Holt, S.H., Brand-Miller, J.C.,International table of


glycemic index and glycemic load values: 2002. Am J Clin Nut, 76, 5-56.
35. Nelms M., Sucher K., Lacey K., Roth S.L. (2011) Nutrition Therapy and
Pathophysiology. International edition: Wadsworth Cancage Learning
36. Souto DL, Rosado EL. Use of carb counting in the dietary treatment of
diabetes mellitus. Nutr Hosp 2010;25(1):18-25.
37. Hendrich S. (n-3) Fatty Acids: Clinical Trials in People with Type 2 Diabetes.
Adv Nutr. 2010;1:3-7.
38. Stirban A, Nandrean S, Gotting C, Tamler R, Pop A, Negrean M, et al.
Effects of n-3 fatty acids on macro- and microvascular function in subjects
with type 2 diabetes mellitus. Am J Clin Nutr. 2010;91:808-13.
39. Hanafiah A, Karyadi D, Lukito W, Muhilal, Supari F. Desirable intakes of
polyunsaturated fatty acids in Indonesian adults. Asia Pac J Clin Nutr.
2007;16:632-40.
40. Ritz, E. Nutritional Requirements of Diabetic with Nephropathy. (2010)
Dalam Handbook of Nutrition and the Kidney 6th ed. Mitch, W.E., Ikizler
T.A ed.Lippincott Williams & Wilkins. USA.
41. Demling, R.H. (2009). Nutrition, Anabolism, and the Wound Healing
Process: An Overview. Open Access Journal of Plastic Surgery.
42. Collins, N., Toiba, R. (2010). The Importance of Glycemic Control in Wound
Healing. Ostomy Wound Management.September, 18-23.
43. Cook, E.A., Cook, J.J., Henao, M., Pawelek, B., Landsman, A.S., Snyder,
R.S., Hanft J.R. The Importance of Susteined Glycemic Control during
Wound Healing. .
44. Samaddar, D.P. (2008). Nutritional Load in Critically Ill the Changing
Concepts.SAARC J. Anaesth, 1,(2), 135-141.
45. Mueller, C., Comper, C., Ellen D.M. A.S.P.E.N. Clinical Guidelines. Jounal
of Parenteral and Enteral Nutrition,35,(1),16-24.
46. Crowe T, Brockbank C. Nutrition therapy in the prevention and treatment of
pressure ulcers. Wound Practice and Research. Volume 17 Number 2 – May
2009.
47. MacKay D, Miller AL. Nutritional support for wound healing. Altern Med
Rev. 2003;8:359-77.
48. Breit, N.G., Mechanick, J.I. (2006). Nutritional Strategies for Wound Healing
in Diabetic Patients. .
49. Sussman C, Bates-Jensen B. Nutritional Assessment and Treatment. Dalam
Wound Care. A Collaborative Practice Manual for Health Professional. 3rd ed.
Sussman C, Bates-Jensen ed. 2007. Lipincott Williams & Wilkins.
Philadelphia, USA. .
50. Tatti, P., Barber, A. (2011). Nutrition Treatment of Diabetic Foot Ulcer.
Dalam Global Perspective on Diabetic Foot Ulceration. Dinh T. ed. (2011).
Intech Open Access Publisher

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


69

51. Craig, K.J., Williams, J.D., Riley S.G., SMith, R.N., Owens, D.R., Worthing,
D., Cavill. I., Phillips A.O. (2005). Anemia and Diabetes in the Absence of
Neuropathy. Diabetes Care, 28, 1118–1123.
52. Komposisi dan informasi nilai gizi preparat multivitamin dan mineral yang
TM
diusulkan terhadap pasien (Renovit ).
http://www.konimex.com/product/vitamin/vitamins/renovit. Diunduh 1 Juli
2013.
53. Akinsete, J., Ion, G., Hardman, W. (2008). Maternal Consumption of Canola
Oil Reduces Mammary Gland Cancer Risk in C3 (1) Tag Offspring. Cancer
Prevention Research,1,(7).
54. Koutkia, P., Apovian, C.O.(2002). Nutrition Support in the Critically Ill
Diabetic Patient. Dalam Nutritional Considerations in the Intensive Care Unit.
Shikora, S.A., Martindale, R.G. Schwaitzberg, S.D.ed. Kendal/Hnt Publishing
Company. .
55. Magaji V, Johnston JM. Inpatient Management of Hyperglycemia and
Diabetes. CLinical DIabetes. Volume 29, Number 1, 2011.
56. Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM. Insulin and oral hypoglycemic drugs.
Dalam: Harvey RA, Champe PC (editor). Pharmacology. Philadelphia, J.B.
Lippincott Company; 1992.
57.http://www.fda.gov/OHRMS/DOCKETS/dailys/02/May02/053102/800471e6.
pdf. Metformin hydrochloride tablets. Diunduh tanggal 25 Mei 2013.
58. Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM. Inhibitors of cell wall synthesis. Dalam:
Harvey RA, Champe PC (editor). Pharmacology. Philadelphia, J.B.
Lippincott Company; 1992.
59. Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM. Antiprotozoal drugs. Dalam: Harvey
RA, Champe PC (editor). Pharmacology. Philadelphia, J.B. Lippincott
Company; 1992.
60. Co amoxiclav: Pion baru menghadapi resistensi antibiotik. Medika Jurnal
Kedokteran Indonesia. Edisi No 10. Vol. XXXVII, 2011. .
61. Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM. Gastrointestinal drugs. Dalam: Harvey
RA, Champe PC (editor). Pharmacology. Philadelphia, J.B. Lippincott
Company; 1992.
62. http://www.hexpharmjaya.com/page/amlodipine.aspx. Amlodipine. Diunduh
tanggal 25 Mei 2013.
63. Hiperkalemia berat pengaruhi fungsi jantung. Medika Jurnal Kedokteran
Indonesia. Edisi No 01. Vol. XXXVIII, 2012.
64. Teplan V. Supplements of keto acids in patients with chronic renal failure.
Nefroloji Dergisi 2004;13(1):3-7.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


70

LAMPIRAN1.Formulir skrining gizi

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


71

LAMPIRAN 2.Skor ndeks Barthel

Formulir Indeks Barthel

NRM : Nama : JenisKelamin: Umur:tahun

PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL SKOR INDEKS BARTHEL


No Fungsi Skor Uraian Sebelum Masuk Minggu Saat
Sakit RS ke-1 RS Pulang
1 Mengendalika 0 Tak terkendali/ perlu pencahar
n rangsang 1 Kadang-kadang tak terkendali
defekasi 2 Mandiri
2 Mengendalika 0 Tak terkendali/ pakai kateter
n rangsang 1 Kadang tidak terkendali
berkemih (1x24jam)
2 Mandiri
3 Membersihka 0 Butuh pertolongan orang lain
n diri (cuci 1 Mandiri
muka, sisir
rambut, sikat
gigi)
4 Penggunaan 0 Tergantung pertolongan orang
jamban, lain
masuk dan 1 Perlu pertolongan pada
keluar beberapa kegiatan tetapi dapat
(melepaskan, mengerjakan sendiri kegiatan
memakai yang lain
celana, 2 Mandiri
membersihka
n, menyiram)
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap 0 Tidak mampu
dari berbaring 1 Perlu banyak bantuan untuk
ke duduk bisa duduk (dua orang)
2 Bantuan (dua orang)
3 Mandiri
7 Berpindah/ 0 Tidak mampu
berjalan 1 Bisa (berpindah) dengan kursi
roda
2 Berjalan dengan bantuan satu
orang
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (misalnya
mengancing baju)
2 Mandiri
9 Naik turun 0 Tidak mampu
tangga 1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
TOTAL SKOR
Keterangan:
20 : Mandiri 5–8 : Ketergantungan berat 9–11:Ketergantungan sedang
12– 9 : Ketergantungan ringan 0–4 : Ketergantungan tota

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


72

LAMPIRAN 3. Pemantauan pasien kasus 1

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 1 (Ny.TK)


Hari perawatan ke-1 Hari perawatan ke-2 Hari perawatan ke-5
S Lemah badan, mual, nafsu makan belum Lemah badan, mual nafsu makan meningkat, nyeri Lemah badan, mual berkurang, nyeri pada luka
membaik, nyeri pada luka saat berdiri dan pada luka saat berdiri/berjalan dan tindakan saat berdiri/berjalan dan tindakan dan tindakan
tindakan pembersihan luka. BAK (+) 2x, BAB (-) pembersihan luka, BAK (+) 3x, BAB (+) 1x pembersihan luka, BAK (+) 3x, BAB (-)
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 110/70 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 20 TV: 100/70 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 18 x/menit, TV: 120/80 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 18
x/menit, S: 36,8o C S: 36,4o C x/menit, S: 36,5o C
PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+)
Antropometri: TB: 146 cm, BB: 48 kg, IMT: 22,5 Skor indeks Barthel:13 Skor indeks Barthel: 14
kg/m2
Skor indeks Barthel: 13
Lab Hb: 8,3 g/dL, Ht: 24,5%, Leu:21.600, Trom: Ureum: 50 mg/dL, Kreatinin: 1,1 mg/dL. Morfologi Hb: 10,4 g/dL, Ht: 30,9%, Leu: 16.500, Trom:
304.000 /uL, SGOT: 25 U/L, SGPT: 15 U/L, darah tepi: normokrom normositer 345.000 /uL, Alkali fosfatase: 145 U/L,
GDS: 349 mg/dL, HbA1C: 11,7 %., LED: 125 AGD: pH: 7,44, PCO2: 35, PO2: 86, HCO3: 23, Albumin: 3,0 g/dL. SI: 10 ng/dL, TIBC: 108
mm/jam, Na: 132 mmol/dL, K: 4,0 mmol/dL, Cl: Base exess: -2. ng/dL, Na: 138 mmol/dL, K: 3,3 mmol/dL, Cl:
102 mmol/dL TG: 89 mg/dL, KT: 116 mg/dL, K- Pemeriksaan sinar-X pedis: osteomielitis digiti IV 108 mmol/dL. Albumin: 2,7 g/dL
HDL: 16, K-LDL: 82 mg/dL pedis sinistra.
AC I: 870 ml O: 1.220 ml, Imbang: - 350 ml/24 jam I: 1.700 ml O: 1.470 ml, Imbang: + 230 ml/24 jam I:1.650 ml O:1.470 ml, Imbang: + 180 ml/24
jam
AA E: 1.250 kkal/hari, P: 43 g/hari, L: 37 g/hari, KH: E: 1.350 kkal/hari, P: 55 g/hari, L: 39 g/hari, KH: E: 1.250 kkal/hari, P: 52 g/hari, L: 34 g/hari,
185 g/hari 197 g/hari KH: 190 g/hari

T PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 kaplet, PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1
kaplet, antasida 4 x 500, antasida 4 x 500. kaplet, antasida 4 x 500.
IV: metronidazole 1 x 1 g, ranitidine 2 x 50 mg, IV: metronidazole 1 x 1 g, ranitidine 2 x 50 mg, IV: metronidazole 1 x 1 g, ranitidine 2 x 50 mg,
cefotaksim 3 x 1 g, Nuvorapid sesuai kadar gula cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai kadar gula cefotaksim 3 x 1 g, Nuvorapid sesuai kadar gula
darah. darah, Levemir 1 x 5 unit darah, Levemir 1 x 5 unit, KCl: 25 mEq/hari,
NaCl 0,9% 500 ml/hari

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


73

A DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV
pedis sinistra pedis sinistra pedis sinistra
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, leukositosis, anemia, leukositosis, hipoalbumineamia
St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual
St. elektrolit:hiponatremia St. elektrolit: tidak dilakukan pemeriksaan St. elektrolit: tidak dilakukan pemeriksaan
St. cairan: - 350 ml/24 jam St. cairan: + 230 ml/24 jam St. cairan: + 180 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: dalam batas normal St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:


KEB:1.149 kkal/hari KEB:1.149 kkal/hari KEB:1.149 kkal/hari
KET: 1.494 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.494 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.494 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 kkal Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KETSerat: Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 %
Serat: 20–25 g/hari 20–25 g/hari KETSerat: 20–25 g/hari
Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440-
1.920 ml/hari 1.920 ml/hari 1.920 ml/hari
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan makanan selingan)
E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.500 70 40 2 5 1.500 70 40 215 1.500 70 40 215
18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB
N:NPC 1:109 25% 57% N NPC 1:109 25% 57% :NPC 1:109 25% 57%

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


74

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan dan antropometri setiap minggu. Usulan:
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi pemeriksaan laboratorium darah perifer
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan lengkap, albumin, fungsi ginjal dan elektrolit
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap minggu; fungsi hepar dan profil lipid
kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan. setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan tiga bulan.
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


75

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 1 (lanjutan)


Hari perawatan ke-6 Hari perawatan ke-8 Hari perawatan ke-9
S Lebih segar, nafsu makan membaik, nyeri pada Nafsu makan baik, nyeri pada luka saat berjalan dan Nafsu makan semakin baik, nyeri pada luka saat
luka saat berdiri/berjalan dan tindakan tindakan pembersihan luka, BAK (+) 4x, BAB (+) 1x berjalan dan tindakan pembersihan luka, BAK
pembersihkan luka, BAK (+) 2x, BAB (+) 1x (+) 2x, BAB (+) 1x
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 130/70 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 18 TV: 120/70 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 16 x/menit, TV: 130/80 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 18
x/menit, S: 36,3o C S: 36,5o C x/menit, S: 37,2o C
PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+)
Skor indeks Barthel:14 Antropometri: BB: 47 kg, IMT: 22,0 kg/m2 Skor indeks Barthel: 16
Skor indeks Barthel:16
Lab - Hb: 11,1 g/dL, Ht: 32,6%, Leu: 15.900, Trom: -
364.000 /uL Albumin: 2,6 g/dL
Na: 135 mmol/dL, K: 3,8 mmol/dL, Cl: 108
mmol/dL. Albumin: 2,7 g/dL
AC I: 1.300 ml, O:1.220 ml, Imbang: + 80 ml/24 jam I: 1.500 ml, O: 1.720 ml, Imbang: - 270 ml/24 jam I: 1.200 ml, O:1.220 ml, Imbang: -20 ml

AA E: 1.400 kkal/hari, P: 56 g/hari, L: 40 g/hari, KH: E: 1.400 kkal/hari, P: 53 g/hari, L: 37 g/hari, KH: E: 1.500 kkal/hari, P: 67 g/hari, L: 42 g/hari,
204 g/hari 214 g/hari KH: 214 g/hari
T PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 kaplet, PO: parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1
kaplet, amlodipine 1 x 5 mg cefotaksim 3 x 1 gram, amlodipine 1 x 5 mg kaplet, antasida 4 x 1, levofloksasin 1 x 500 mg,
IV: metronidazole 1 x 500 mg, cefotaksim 3 x 1 IV: metronidazole 1 x 500 mg, cefotaksim 3 x 1 amlodipine 1 x 5 mg.
gram, Nuvorapid sesuai kadar gula darah, gram,Nuvorapid sesuai kadar gula darah, ranitidine 2 IV: cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai
ranitidine 2 x 50 mg, Levemir 1 x 5 unit, KCl: 25 x 50 mg, Levemir 1 x 5 unit, kadar gula darah, ranitidine 2 x 50 mg, Levemir
mEq/hari, NaCl 0,9% 500 ml/hari 1 x 5 unit
A DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi digiti DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi
pedis sinistra, hipertensi grade I IV pedis sinistra, hipertensi grade I digiti IV pedis sinistra, hipertensi grade I
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, leukositosis, anemia, leukositosis
St. saluran cerna: dalam batas normal St. saluran cerna: dalam batas normal St. saluran cerna: dalam batas normal
St. elektrolit: hipokalemia St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: + 80 ml/24 jam St. cairan: - 270 ml/24 jam St. cairan: - 20 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


76

P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:


KEB:1.149 kkal/hari KEB:1.139 kkal/hari KEB:1.139 kkal/hari
KET: 1.494 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 kkal Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KETSerat: Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET
20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440-
1.920 ml/hari 1.920 ml/hari 1.920 ml/hari
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)

E P L KH E P L KH E P L KH
(k al) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.500 70 40 214 1.500 70 40 214 1.500 70 40 214
18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB
N NPC 1:109 25% 57% N:NPC 1:109 25% 57% N:NPC 1:109 25% 57%

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


77

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan dan antropometri setiap minggu. Usulan:
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi pemeriksaan laboratorium darah perifer
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan lengkap, albumin, fungsi ginjal dan elektrolit
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap minggu; fungsi hepar dan profil lipid
kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan. setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan tiga bulan.
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


78

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 1 (lanjutan)


Hari perawatan ke-12 Hari perawatan ke-13 Hari perawatan ke-15
S Demam, nyeri pada luka saat berjalan dan Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan
tindakan pembersihan luka, BAK (+) 3x, BAB pembersihan luka, BAK (+) 4x, BAB (+) 1x pembersihan luka, BAK (+) 3x, BAB (-)
(+) 1x
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 140/70 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 18 TV: 130/80 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 18 x/menit, TV: 120/70 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 18
x/menit, S: 37,8o C S: 37,3o C x/menit, S: 36,8o C
PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+)
Skor indeks Barthel: 16 Skor indeks Barthel: 16 Skor indeks Barthel: 18
Lab Hb: 9,9 g/dL, Ht: 30,9%, Leu: 17.000, Trom: - -
366.000 /uL,
AC I: 1.000 ml, O: 1.470 ml, Imbang: - 470 ml I: 1.500 ml, O: 1.470 ml, Imbang: - 30 ml I: 1.350 ml O: 1.470 ml Imbang: - 120 ml

AA E: 1.500 kkal/hari, P: 67 g/hari, L: 42 g/hari, KH: E: 1.500 kkal/hari, P: 67 g/hari, L: 42 g/hari, KH: E: 1.500 kkal/hari, P: 67 g/hari, L: 42 g/hari,
214 g/hari 214 g/hari KH: 214 g/hari

T PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1 kaplet, PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1
kaplet, antasida 4 x 1, levofloksasin 1 x 500 mg, antasida 4 x 1, levofloksasin 1 x 500 mg, amlodipine kaplet, antasida 4 x 1, levofloksasin 1 x 500 mg,
amlodipine 1 x 5 mg. 1 x 5 mg. amlodipine 1 x 5 mg.
IV: cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai IV: cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai kadar IV: cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai
kadar gula darah, ranitidine 2 x 50 mg, Levemir 1 gula darah, ranitidine 2 x 50 mg. Levemir 1 x 10 unit kadar gula darah, ranitidine 2 x 50 mg. Levemir
x 5 unit 1 x 10 unit

A DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi digiti DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi
digiti IV pedis sinistra, hipertensi grade I IV pedis sinistra, hipertensi grade I digiti IV pedis sinistra, hipertensi grade I
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, leukositosis, anemia, leukositosis,
St. saluran cerna: dalam batas normal St. saluran cerna: dalam batas normal St. saluran cerna: dalam batas normal
St. elektrolit:dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: - 470 ml/24 jam St. cairan: - 30 ml/24 jam St. cairan: - 120 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


79

P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:


KEB:1.139 kkal/hari KEB:1.139 kkal/hari KEB:1.139 kkal/hari
KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280 kkal Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET Karbohidrat: 856 kkal ≈ 214 g ≈ 57 % KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.440-
1.920 ml/hari 1.920 ml/hari 1.920 ml/hari
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)
E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.500 70 40 215 1.500 70 40 215 1.500 70 40 215
18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB
N:NPC 1:109 25% 57% N:NPC 1:109 25% 57% N:NPC 1:109 25% 57%
M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari. glukosa darah, keseimbangan cairan setiap
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan Antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan hari.Antropometri setiap minggu. Usulan:
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi pemeriksaan laboratorium darah perifer
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan lengkap, albumin, fungsi ginjal dan elektrolit
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C tiap minggu; fungsi hepar dan profil lipid tiap
kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan. tiga minggu; HbA1C tiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


80

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 1 (lanjutan)


Hari perawatan ke-16
S Nyeri pada luka saat berjalan dan tindakan
pembersihan luka, BAK (+) 2x, BAB (+) 1x
O KU: TSS, CM
TV: 130/80 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 18
x/menit, S: 36,7o C
PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+)

Lab -

AC I: 1500 ml, O: 1.220 ml, Imbang: + 280 ml/24


jam

AA E: 1.500 kkal/hari, P: 67 g/hari, L: 42 g/hari, KH:


214 g/hari

T PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Pujimin 3 x 1


kaplet, antasida 4 x 1, levofloksasin 1 x 500 mg,
amlodipine 1 x 5 mg.
IV: cefotaksim 3 x 1 gram, Nuvorapid sesuai
kadar gula darah, ranitidine 2 x 50 mg. Levemir 1
x 10 unit
A DK: DM tipe 2, UDP sinistra,pasca amputasi
digiti IV pedis sinistra, hipertensi grade I
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, hipertensi grade I
St. saluran cerna: dalam batas normal
St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: + 30 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


81

P Kebutuhan kalori:
KEB:1.139 kkal/hari
KET: 1.480 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi :
Protein: 1,4 g/kgBB/hari ≈ 67,5 g ≈ 70 g ≈ 280
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
Karbohidrat: 856 kkal = 214 g ≈ 57 % KET
Serat: 20–25 g/hari
Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: 30-40 ml/kgBB/hari = 1.410-
1.880 ml/hari
Anjuran:
Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral; frekuensi 6 kali (3x makanan
utama & 3x makanan selingan)

E P L KH
(kkal) (g) (g) (g)
1.500 70 40 215
18,6%, 1,4 g/kgBB
N:NPC 1:109 25% 57%

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa


darah, keseimbangan cairan setiap hari dan
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan
laboratorium darah perifer lengkap, albumin,
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan
kadar HbA1C setiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


82

LAMPIRAN 4. Pemantauan pasien kasus 2

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 2 (Ny. I)


Hari perawatan ke-1 Hari perawatan ke-2 Hari perawatan ke-4
S Lemah badan; demam; mual; tidak muntah nyeri Lemah badan; demam; mual; tidak muntah, nyeri Lemah badan;mual berkurang; nafsu makan
kepala; penurunn nafsu makan; nyeri pada luka di pada luka, BAK (+) 5x, lebih sering di malam hari, meningkat, nyeri pada luka terutama saat
kaki; BAK (+) 4x, lebih sering di malam hari, warna biasa BAB (+), warna dan konsistensi biasa. mencoba berjalan, BAK (+) 5x, BAB (+) 1x
warna biasa, BAB (-)

O KU: TSS, CM KU: TSS, CM K: TSS, CM


TV: 120/70 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 18 TV: 110/70 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 18 x/menit, TV: 110/60 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 16
x/menit, S: 37,7o C S: 36,7o C x/menit, S: 36,5o C
PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+)
Antropometri: TB: 155 cm, BB: 53 kg, IMT: 22,0 Skor indeks Barthel:13 Skor indeks Barthel: 14
kg/m2
Skor indeks Barthel: 13

Lab Hb: 10,3 g/dL, Ht: 29,9%, Leu:12.500, Trom: TG: 89 mg/dL, KT: 116 mg/dL, K-HDL: 16, K- AGD: pH: 7,44, PCO2: 31, PO2: 109, HCO3:
340.000 /uL, SGOT: 17 U/L, SGPT: 12 U/L, LDL: 82 mg/dL 21, Base exess: -2
LED: 115 mm/jam, Asam urat: 4,4 mg/dL, Pemeriksaan sinar-X pedis: infeksi jaringan lunak
ureum: 47 mg/dL, kreatinin: 0,6 mg/dL, Na: 137 pada phalanx distal digiti I.
mmol/dL, K: 3,6 mmol/dL, Cl: 104 mmol/dL Pemeriksaan sinar-X toraks: jantung dan kedua paru
dalam batas normal
AC I: 1.700 ml O: 1.795 Imbang: - 95 ml I: 2.300 ml O: 2.045 ml, Imbang: + 255 ml I:2.250 ml O: 2.045 ml, Imbang: + 205 ml

AA E: 942 kkal/hari, P: 37,8 g/hari, L: 26,5 g/hari, E: 1.050 kkal/hari, P: 53 g/hari, L: 31 g/hari, KH: E: 1.150 kkal/hari, P: 41 g/hari, L: 28 g/hari,
KH: 138 g/hari 139 g/hari KH: 183 g/hari

T PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Co-Amoxiclav 3 x PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Co-Amoxiclav 3 x 625 PO: Parasetamol 3 x 500 mg, Co-Amoxiclav 3 x
625 mg, gemfibrozil 1 x 600 mg, metformin 3 x mg,gemfibrozil 1 x 600 mg, glibenklamid 15 gram 625 mg,gemfibrozil 1 x 600 mg, glibenklamid
500 mg, glibenklamid 15 gram dalam 2 kali dalam 2 kali pemberian, simvastatin 1 x 20 mg, 15 gram dalam 2 kali pemberian, simvastatin 1 x
pemberian, simvastatin 1 x 20 mg, 20 mg,
IV: Ringer lactate 500 ml/24 jam.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


83

A DK: DM tipe 2, UDP dekstra. DK: DM tipe 2, UDP dekstra, dislipidemia DK: DM tipe 2, UDP dekstra, dislipidemia
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, leukositosis, anemia, leukositosis,
St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual
St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: - 95 ml/24 jam St. cairan: + 255 ml/24 jam St. cairan: + 205 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: alkalosis respiratorik kompensata
P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:
KEB:1.181 kkal/hari KEB:1.181 kkal/hari KEB:1.181 kkal/hari
KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270 Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270 kkal Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108 ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.590- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.590- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari
2.120 ml/hari 2.120 ml/hari =1.590- 2.120 ml/hari
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)

E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.100 53 30 154 1.300 58 36 185,7 1.300 58 36 185,7
19,2%; 1,0 g/kgBB 17,8%, 1,1 g/kgBB 17,8%, 1,1 g/kgBB
N:NPC 1:104 25% 56% N:NPC 1:115 25% 57% N:NPC 1:115 25% 57%

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


84

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan:
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap,
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan albumin, fungsi ginjal dan elektrolit setiap
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C minggu; fungsi hepar dan profil lipid setiap tiga
kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan. minggu; dan kadar HbA1C setiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


85

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 2 (lanjutan)


Hari perawatan ke-5 Hari perawatan ke-8 Hari perawatan ke-9
S Mual berkurang, nafsu makan meningkat, nyeri Tidak mual, tidak demam, bisa berjalan ke kamar Tidak mual, tidak demam, nafsu makan baik,
pada luka saat berjalan, BAB (+) 4x, BAB (-) mandi, BAK (+) 4x, BAB (+) 1x bisa berjalan ke di sekitar tempat perawatan,
BAK (+) 3x, BAB (+) 1x
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 120/70 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 16 TV: 130/80 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 20 x/menit, TV: 120/70 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 16
x/menit, S: 36,4o C S: 36,3o C x/menit, S: 36,4o C
PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: Konjungtiva anemis (+/+)
Skor indeks Barthel:14 Antropometri: TB: 155 cm, BB: 53 kg, IMT: 22,0 Skor indeks Barthel: 18
kg/m2
Skor indeks Barthel:16
Lab - - -
AC I: 1.500 ml, O:1.795 ml, Imbang: - 295 ml I: 2.200 ml, O: 1.795 ml, Imbang: + 405 ml/24 jam I: 1.400 ml, O:1.545 ml, Imbang: - 145 ml
AA E: 1.300 kkal/hari, P: 58 g/hari, L: 36 g/hari, KH: E: 1.500 kkal/hari, P: 70 g/hari, L: 42g/hari, KH: 210 E: 1.500 kkal/hari, P: 70 g/hari, L: 42g/hari,
185 g/hari g/hari KH: 210 g/hari
T PO: Asam mefenamat 3x 500 mg, Co-Amoxiclav PO: Asam mefenamat 3x 500 mg, Co-Amoxiclav 3 x PO: Asam mefenamat 3x 500 mg, Co-
3 x 625 mg,gemfibrozil 1 x 600 mg, simvastatin 1 625 mg,gemfibrozil 1 x 600 mg, simvastatin 1 x 20 Amoxiclav 3 x 625 mg, gemfibrozil 1 x 600 mg,
x 20 mg. mg, simvastatin 1 x 20 mg,
IV: Levemir 1 x 5 unit IV: Nuvorapid sesuai kadar gula darah, Levemir 1 x IV: Nuvorapid sesuai kadar gula darah, Levemir
10 unit 1 x 10 unit

A DK: DM tipe 2, UDP dekstra, dislipidemia DK: DM tipe 2, UDP dekstra, dislipidemia DK: DM tipe 2, UDP dekstra, dislipidemia
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
anemia, leukositosis, leukositosis, anemia, leukositosis,
St. saluran cerna: mual (minimal) St. saluran cerna: dalam batas normal St. saluran cerna: dalam batas normal
St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: - 295 ml/24 jam St. cairan: + 405 ml/24 jam St. cairan: - 145 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


86

P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:


KEB:1.181 kkal/hari KEB:1.181 kkal/hari KEB:1.181 kkal/hari
KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270 Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270 kkal Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 68,9 g ≈ 70 g = 270
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108 ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:108
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56% KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari Garam: 6–7 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.590- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.590- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari
2.120 ml/hari 2.120 ml/hari =1.590- 2.120 ml/hari
Jenis: Makanan biasa Anjuran: Anjuran:
Rute: Per oral Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Rute: Per oral Rute: Per oral
makanan selingan) Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan)
E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) E P L KH E P L KH
1.500 70 40 214 (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
18,6%, 1,4 g/kgBB 1.500 70 40 214 1.500 70 40 214
N:NPC 1:109 25% 57% 18,6%, 1,4 g/kgBB 18,6%, 1,4 g/kgBB
N:NPC 1:109 25% 57% N:NPC 1:109 25% 57%

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


87

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan dan antropometri setiap minggu. Usulan:
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi pemeriksaan laboratorium darah perifer
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan lengkap, albumin, fungsi ginjal dan elektrolit
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap minggu; fungsi hepar dan profil lipid
kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan. setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C setiap
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan tiga bulan.
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


88

LAMPIRAN 5. Pemantauan pasien kasus 3

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 3 (Ny.T)


Hari perawatan ke-1 Hari perawatan ke-3 Hari perawatan ke-4
S Lemah badan, mual, demam, mual, nafsu makan Lemah badan, demam (hilang timbul), mual Lemah badan, demam (hilang timbul), nafsu makan
belum membaik, nyeri pada luka terutama saat berkurang, nafsu makan meningkat, nyeri pada meningkat, nyeri pada luka terutama saat tindakan
dibersihkan, BAK (+) 3x, BAB (+) 1x warna dan luka terutama saat tindakan pembersihan luka, pembersihan luka, BAK (+) 4x, BAB (-)
konsistensi biasa. BAK (+) 5x, BAB (+) 1x
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 120/70 mmHg, FN: 80 x/menit, FP: 18 TV: 130/80 mmHg, FN: 84 x/menit, FP: 18 TV: 120/90 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 16
x/menit, S: 36,8o C x/menit, S: 37,2o C x/menit, S: 37o C
PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+) PF: Mata: konjungtiva anemis (+/+)
Antropometri: PB: 155 cm, LILA: 25 cm, BBp: Skor indeks Barthel: 14 Skor indeks Barthel: 14
53,5 kg, IMT: 22,3 kg/m2.
Skor indeks Barthel: 13
Lab Hb: 10,8 g/dL, Ht: 29,6%, Leu:13.30, Trom: Morfologi darah tepi: normokrom normositer Na: 136 mmol/dL, K: 4,1 mmol/dL, Cl: 108
405.000 /uL, LED: 76 mm/jam, GDS: 429 AGD: pH: 7,40, PCO2: 17, PO2: 88, HCO3: 11, mmol/dL.
mg/dL, HbA1C: 14,0%, SGOT: 17 U/L, SGPT: Base exess: -12.
18 U/L, Alkali fosfatase: 185 U/L, Albumin: 3,6 Pemeriksaan sinar-X pedis: tulang-tulang pedis
mg/dL, Ureum: 18 mg/dL, Kreatinin: 0,4 mg/dL, kanan intak, tidak tampak tanda-tanda
Na: 128 mmol/dL, K: 4,2 mmol/dL, Cl: 102 osteomielitis, terdapat edema jaringan lunak pada
mmol/dL, TG: 109 mg/dL, KT: 143 mg/dL, K- pedis kanan.
HDL: 50, K-LDL: 97 mg/dL. Hitung jenis leukosit:
Basofil: 0%, eosinofil: 0%, batang: 1%, segmen:
64%, limfosit:34%, monosit:1%
AC I: 1.150 ml O: 1.552 ml, Imbang: - 402 ml/24 jam I:1.700 ml O: 2.052 ml, Imbang: - 352 ml/24 jam I: 1.800 ml O:1.802 ml, Imbang: - 2 ml/24 jam
AA E: 925 kkal/hari, P: 23 g/hari, L: 33 g/hari, KH: E: 1.100 kkal/hari, P: 53 g/hari, L: 30 g/hari, KH: E: 1.250 kkal/hari, P: 40 g/hari, L: 28 g/hari, KH:
134 g/hari 140 g/hari 183 g/hari
T PO: Asam mefenamat 3 x 500 mg, ondansentron PO: Asam mefenamat 3 x 500 mg, ondansentron PO: Asam mefenamat 3 x 500 mg, ondansentron 2
2 x 8 mg, omeprazole 2 x 20 mg, 2 x 8 mg, omeprazole 2 x 20 mg x 8 mg, omeprazole 2 x 20 mg.
IV: cefotaksim 3 x 1 g, NaCl 0,9% 500 ml, IV: cefotaksim 3 x 1 g, metronidazole 1 x 500 IV: cefotaksim 3 x 1 g, metronidazole 1 x 500 mg,
Nuvorapid sesuai kadar gula darah.Levemir 1 x mg, NaCl 0,9% 500 ml, Nuvorapid sesuai kadar NaCl 0,9% 500 ml, Nuvorapid sesuai kadar gula
10 unit. gula darah, Levemir 1 x 15 unit darah, Levemir 1 x 15

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


89

A DK: DM tipe 2, UDP dekstra, gangren digiti I DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV DK: DM tipe 2, UDP sinistra, gangren digiti IV
pedis dekstra pedis sinistra, hipertensi grade I pedis sinistra, hipertensi grade I
St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi St. gizi: berat badan normal berisiko malnutrisi
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, anemia,
anemia, leukositosis, anemia, leukositosis, leukositosis,
St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual (minimal)
St. elektrolit:hiponatremia St. elektrolit: hiponatremia St. elektrolit: dalam batas normal
St. cairan: - 402 ml/24 jam St. cairan: - 352 ml/24 jam St. cairan: - 2 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: alkalosis respiratorik St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan
terkompensasi
P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:
KEB:1.181,5 kkal/hari KEB:1.181,5 kkal/hari KEB:1.181,5 kkal/hari
KET: 1.535,4 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535,4 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.535,4 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 69,6 g ≈ 70 g ≈ 280 Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 69,6 g ≈ 70 g ≈ 280 Protein: 1,3 g/kgBB/hari ≈ 69,6 g ≈ 70 g ≈ 280
kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109 kkal ≈ 18,6% KET ≈ N:NPC ≈ 1:109
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56 % KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56 % KET Karbohidrat: 842 kkal ≈ 210 g ≈ 56 % KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 6–7 g/hari Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.605- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.605- Kebutuhan cairan: 30–40 ml/kgBB/hari =1.605-
2.140 ml/hari 2.140 ml/hari 2.140 ml/hari
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan lunak
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)
E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.100 40 30 167,5 1.300 60 36 186 1.300 60 36 186
15%, 0,75 g/kgBB 17,8%, 1,1 g/kgBB 17,8%, 1,1 g/kgBB
N:NPC 1:146 25% 61% N:NPC 1:115 25% 57% N:NPC 1:115 25% 57%

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


90

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan
laboratorium darah perifer lengkap, albumin, pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, laboratorium darah perifer lengkap, albumin, fungsi
fungsi ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi albumin, fungsi ginjal dan elektrolit setiap ginjal dan elektrolit setiap minggu; fungsi hepar dan
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu; dan minggu; fungsi hepar dan profil lipid setiap tiga profil lipid setiap tiga minggu; dan kadar HbA1C
kadar HbA1C setiap tiga bulan. minggu; dan kadar HbA1C setiap tiga bulan. setiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 –
ditingkatkan 10 – 20%. ditingkatkan 10 – 20%. 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


91

LAMPIRAN 6. Pemantauan pasien kasus 4

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 4 (Tn.H)


Hari perawatan ke-1 Hari perawatan ke-3 Hari perawatan ke-4
S Lemah badan, mual, penurunan nafsu makan, Lemah badan, mual, nafsu makan belum meningkat, Lemah badan, mual berkurang, nyeri pada luka
tidak demam, lebih banyak tidur, nyeri pada luka nyeri pada luka terutama saat dibersihkan, BAK (+) terutama saat tindakan pembersihhan luka, BAK
terutama saat tindakan pembersihan luka, BAK 4x, BAB (+) 1x (+) 4x, BAB (+) 1x
(+) 5x, BAB BAB (-)
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 140/90 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 18 TV: 140/90 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 20 x/menit, TV: 120/70 mmHg, FN: 90 x/menit, FP: 20
x/menit, S: 37,6o C S: 36,8o C x/menit, S: 36,5o C
PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen: PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen: PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen:
buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di
sekitar luka, edema pedis sinistra (-) sekitar luka, edema pedis sinistra (-) sekitar luka, edema pedis sinistra (-)
Antropometri: TB: 170 cm, BB: 64 kg, IMT: 26,0 Skor indeks Barthel:13 Skor indeks Barthel: 13
kg/m2
Skor indeks Barthel: 10

Lab Hb: 9,4 g/dL, Ht: 28,3%, Leu:9.600, Trom: TG: 85 mg/dL, KT: 126 mg/dL, K-HDL: 31, K- Na: 139 mmol/dL, K: 5,8 mmol/dL, Cl: 108
206.000 /uL. Hitung jenis leukosit: dalam batas LDL: 79 mg/dL mmol/dL, ureum: 111 mg/dL, Kreatinin: 4,7
normal. Albumin: 3,2 g/dL, SGOT: 32 U/L, AGD: pH: 7,34, PCO2: 33, PO2: 68, HCO3: 17, mg/dL,
SGPT: 46 U/L, alkali fosfatase: 192 U/L. GDS: Base exess: -7.
272 mg/dL, HbA1C: 11,2 %, LED: 125 mm/jam, USG abdomen: ginjal kanan kiri sesuai kesan untuk
Na: 136 mmol/dL, K: 6,4 mmol/dL, Cl: 105 CKD dengan kista kecil-kecil pada kedua ginjal dan
mmol/dL, ureum: 136 mg/dL, Kreatinin: 5,0 tidak terlihat adanya batu atau bendungan. Organ
mg/dL, asam urat: 7,2 mg/dL. lain dalam batas normal
Foto sinar-X toraks: kardiomegali ringan
(pembesaran ventrikel kiri), kedua lapang paru dalam
batas normal.
Foto sinar-X pedis: edema dan emfisema jaringan
lunak pedis kanan tersangka terdapat gas gangren,
tidak tampak destruksi/osteomielitis pada tulang-
tulang pedis kanan.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


92

AC I: 2.000 ml O: 2.300 ml, Imbang: - 300 ml/24 jam I: 2.200 ml O: 2.050 ml, Imbang: + 150 ml/24 jam I:1.800 ml O:2.050 ml, Imbang: + 250 ml/24jam

AA E: 1.250 kkal/hari, P: 37 g/hari, L: 40 g/hari, KH: E: 750 kkal/hari, P: 25 g/hari, L: 14 g/hari, KH: 131 E: 800 kkal/hari, P: 27 g/hari, L: 20 g/hari, KH:
190 g/hari g/hari 134 g/hari

T PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine1 x 5 PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine 1 x 5 mg, PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine 1 x 5
mg. Ketosteril 3 x 2 kapsul, CaCo3 1 x 1.000 mg, asam mg, Ketosteril 3 x 2 kapsul, CaCo3 1 x 1.000
IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson 1 x 2 g, folat 2 x 1, vitamin B kompleks 3 x 1 tablet mg, Kalitake 3 x 1 sachet, asam folat 2 x 1,
ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson1 x 2 g, vitamin B kompleks 3 x 1 tablet
gula darah, Ringer lactate 500 ml/hari. ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar gula IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson1 x 2 g,
darah, Ringer lactate 500 ml/hari ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar
gula darah
A DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso pedis DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso pedis DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso
dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II. dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II. pedis dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II
St. gizi: obes I St. gizi: obes I pasca nekrotomi.
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St. gizi: obes I
hipoalbuminemia, anemia, leukositosis. hipoalbuminemia, anemia, leukositosis. St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual hipoalbuminemia, anemia, leukositosis.
St. elektrolit: hiperkalemia St. elektrolit: hiperkalemia St. saluran cerna: mual
St. cairan: - 300 ml/24 jam St. cairan: + 150 ml/24 jam St. elektrolit: hiperkalemia
St. asam basa: asidosis metabolik terkompensasi St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. cairan: - 250 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan
P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:
KEB:1.199 kkal/hari KEB:1.199 kkal/hari KEB:1.199 kkal/hari
KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184 kkal Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184 kkal ≈ Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184
≈ 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178 kkal ≈ 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


93

Anjuran: Anjuran: Anjuran:


Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan lunak Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)

E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.500 46 42 234 900 40 25 129 1.000 40 28 147
12,2%, 0,8 g/kgBB 17,7%, 0,7 g/kgBB 16%, 0,7 g/kgBB
N:NPC 1:178 25% 62,5% N:NPC 1:115 25% 57% N:NPC 1:131 25% 59%

M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan glukosa darah, keseimbangan cairan setiap hari
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan dan antropometri setiap minggu. Usulan:
fungsi ginjal, analisis gas darah dan elektrolit tiap fungsi ginjal, analisis gas darah dan elektrolit tiap pemeriksaan fungsi ginjal, analisis gas darah
tiga hari, darah perifer setiap minggu, fungsi tiga hari, darah perifer setiap minggu, fungsi hepar dan elektrolit tiap tiga hari, darah perifer setiap
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu, HbA1C dan profil lipid setiap tiga minggu, HbA1C setiap minggu, fungsi hepar dan profil lipid setiap tiga
setiap tiga bulan. tiga bulan. minggu, HbA1C setiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


94

PEMANTAUAN PASIEN KASUS 4 (Lanjutan)


Hari perawatan ke-6 Hari perawatan ke-7 Hari perawatan ke-8
S Lemah badan berkurang, mual hilang timbul, Pasien terlihat lebih segar, tidak mual, nafsu makan Nafsu makan membaik, nyeri pada luka masih
nyeri pada luka terutama saat dibersihkan, BAK membaik, nyeri pada luka masih dirasakan terutama dirasakan, BAK (+) 5x, BAB (+) 1x
(+) 5x, BAB (-) saat dibersihkan, BAK (+) 4x, BAB (+) 1x
O KU: TSS, CM KU: TSS, CM KU: TSS, CM
TV: 130/90 mmHg, FN: 92 x/menit, FP: 22 TV: 140/90 mmHg, FN: 88 x/menit, FP: 20 x/menit, TV: 120/70 mmHg, FN: 96 x/menit, FP: 20
x/menit, S: 36,5o C S: 37o C x/menit, S: 36,8o C
PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen: PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen: PF: Mata: Konjungtiva anemias (+/+), abdomen:
buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di buncit, supel, Ekstremitas: edema non-pitting di
sekitar luka, edema pedis sinistra (-) sekitar luka, edema pedis sinistra (-) sekitar luka, edema pedis sinistra (-)
Skor indeks Barthel:16 Skor indeks Barthel:18 Skor indeks Barthel: 18
Lab Ureum: 96 mg/dL, Kreatinin: 4,4 mg/dL, - -
AC I: 1.800 ml, O:2.300 ml, Imbang: - 500 ml/24 jam I: 1.700 ml, O: 2.050 ml, Imbang: - 350 ml/24 jam I: 2.200 ml, O:2.300 ml, Imbang: -100 ml
AA E: 900 kkal/hari, P: 28 g/hari, L: 23 g/hari, KH: E: 1.100 kkal/hari, P: 46 g/hari, L: 31 g/hari, KH: E: 1.200 kkal/hari, P: 46 g/hari, L: 33 g/hari, KH:
152 g/hari 160 g/hari 180 g/hari
T PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine 1 x 5 PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine 1 x 5 mg, PO: Parasetamol 3 x 500 mg, amlodipine 1 x 5
mg, Ketosteril 3 x 2 kapsul, CaCo3 1 x 1.000 mg, Ketosteril 3 x 2 kapsul, CaCo3 1 x 1.000 mg, mg, Ketosteril 3 x 2 kapsul, CaCo3 1 x 1.000 mg,
Kalitake 3 x 1 sachet, asam folat 2 x 1, vitamin B Kalitake 3 x 1 sachet, metronidazole 1 x 500 mg, Kalitake 3 x 1 sachet, metronidazole 1 x 500 mg,
kompleks 3 x 1 tablet asam folat 2 x 1, vitamin B kompleks 3 x 1 tablet asam folat 2 x 1, vitamin B kompleks 3 x 1 tablet
IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson1 x 2 g, IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson1 x 2 g, IV: metronidazole 1 x 1 g, ceftriakson1 x 2 g,
ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar gula ondansentron 2 x 8 mg, Nuvorapid sesuai kadar
gula darah darah gula darah
A DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso pedis DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso pedis DK: DM tipe 2, UDP dengan gangren dorso
dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II pasca dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II pasca pedis dekstra, PGK/CKD, hipertensi grade II
nekrotomi. nekrotomi. pasca nekrotomi.
St. gizi: obes I St. gizi: obes I St. gizi: obes I
St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang, St.metabolisme: hipermetabolisme sedang,
hipoalbuminemia, anemia, leukositosis. hipoalbuminemia, anemia, leukositosis. hipoalbuminemia, anemia, leukositosis.
St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual St. saluran cerna: mual
St. elektrolit: hiperkalemia St. elektrolit: hiperkalemia St. elektrolit: hiperkalemia
St. cairan: - 500 ml/24 jam St. cairan: - 350 ml/24 jam St. cairan: - 100 ml/24 jam
St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan St. asam basa: tidak dilakukan pemeriksaan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


95

P Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori: Kebutuhan kalori:


KEB:1.199 kkal/hari KEB:1.199 kkal/hari KEB:1.199 kkal/hari
KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3) KET: 1.558 ≈ 1.500 kkal/hari (FS 1,3)
Komposisi : Komposisi : Komposisi :
Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184 kkal Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184 kkal ≈ Protein: 0,8 g/kgBB/hari ≈ 46 g ≈ 70 g ≈ 184
≈ 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178 kkal ≈ 12,2% KET ≈ N:NPC ≈ 1:178
Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari Lemak : 25% KET ≈ 378 kkal ≈ 42 g/hari
(SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%) (SAFA<7%, MUFA<10%, PUFA<8%)
Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET Karbohidrat: 938 kkal ≈ 234 g ≈ 62,5% KET
Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari Serat: 20–25 g/hari
Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari Garam: 5 g/hari
Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output Kebutuhan cairan: disesuaikan dengan output
Anjuran: Anjuran: Anjuran:
Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa Jenis: Makanan biasa
Rute: Per oral Rute: Per oral Rute: Per oral
Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x Frekuensi: 6 kali ( 3x makanan utama dan 3x
makanan selingan) makanan selingan) makanan selingan)

E P L KH E P L KH E P L KH
(kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
1.100 46 31 160 1.200 46 33 180 1.500 46 42 234
18,7%, 0,8 g/kgBB 15,3%, 0,8 g/kgBB 12,2%, 0,8 g/kgBB
N:NPC 1:124 25% 58% N:NPC 1:138 25% 60% N:NPC 1:178 25% 62,5%
M Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa Monitoring: klinis dan tanda vital, kadar glukosa
darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan darah, keseimbangan cairan setiap hari dan
antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan: pemeriksaan antropometri setiap minggu. Usulan:
fungsi ginjal, analisis gas darah dan elektrolit tiap fungsi ginjal, analisis gas darah dan elektrolit tiap pemeriksaan fungsi ginjal, analisis gas darah dan
tiga hari, darah perifer setiap minggu, fungsi tiga hari, darah perifer setiap minggu, fungsi hepar elektrolit tiap tiga hari, darah perifer setiap
hepar dan profil lipid setiap tiga minggu, HbA1C dan profil lipid setiap tiga minggu, HbA1C setiap minggu, fungsi hepar dan profil lipid setiap tiga
setiap tiga bulan. tiga bulan. minggu, HbA1C setiap tiga bulan.
Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila asupan Evaluasi: asupan dan toleransi asupan, bila
asupan baik, jumlah pemberian nutrisi baik, jumlah pemberian nutrisi ditingkatkan 10 – asupan baik, jumlah pemberian nutrisi
ditingkatkan 10 – 20%. 20%. ditingkatkan 10 – 20%.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013


96

Keterangan: S: subyektif, O: obyektif, A: assessment, P: planning, M: monitoring, AA: analisis asupan, AC: analisis cairan, T: terapi yang diterima pasien, PO: per
oral, IV: intravena, TSS: tampak sakit sedang, CM: compos mentis, TV: tanda vital, TD: tekanan darah, FN: frekuensi nadi, FP: frekuensi pernapasan, S: suhu, PF:
pemeriksaan fisik, TB: tinggi badan, PB: panjang badan, BB: berat badan, BBp: berat badan perkiraan, IMT: indeks massa tubuh, Trom: Trombosit, Leu: leukosit,
LED: laju endap darah, GDS: gula darah sewaktu, TG: trigliserida, KT: kolesterol total. K-LDL: kolesterol- low density lipoprotein, K-HDL: kolesterol-high density
lipoprotein, Na: natrium, K: kalium, Cl: klorida, E: energi, P: protein, L: lemak, KH: karbohidrat, I: input, O: output, DM: diabetes melitus, UDP: ulkus diabetikum
pedis.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi...., Nurly Hestika, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai