oleh:
Devi Humairah Irawan, S.Kep
NIM 182311101161
Hari :
Tanggal : 2019
Jember, 2019
TIM PEMBIMBING
.................................................... …................................................
NIP. NIP.
Mengetahui,
Kepala Ruang ICU
RSD Dr. Soebandi Jember
.......................................................
NIP.
DAFTAR ISI
1.1.3 Etiologi
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tumor otak
yakni sebagai berikut (Yueniwati, 2017).:
a. Hereditas
Sindrom hereditas seperti von Recklinghausen’s Disease, tuberous
sclerosis, retinoblastoma, multiple endocrine neoplasma dapat
meningkatkan risiko tumor otak. Gen yang terlibat dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu tumor-suppressor genes dan oncogenes. Selain itu, sindroma
seperti Turcot dapat menimbulkan kecenderungan genetika untuk glioma,
tetapi hanya 2%.
b. Radiasi
Radiasi ionizing radiation dapat menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas, dan nerve sheath tumor. Selain itu,
paparan terhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.
c. Substansi-substansi karsinogenik
Terdapat substansi karsinogenik seperti nitrosamides dan nitrosoureas yang
dapat menyebabkan tumor sistem saraf pusat, diantaranya seperti:
d. Virus
Infeksi virus juga dipercaya dapat menyebabkan tumor otak, contohnya
virus Epstein-barr
e. Gaya hidup
Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan yang diawetkan seperti
daging asap atau acar berkorelasi dengan peningkatan risiko tumor otak.
Selain itu, risiko tumor otak menurun pada individu yang mengonsumsi
lebih banyak buah dan sayur
1.1.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan lokasi:
1. Tumor supratentorial:
a) Hemisfer otak:
Glioma: gliomablastoma multiforme, astrositoma,
oligodendroglioma
Meningioma: tumor metastasis
b) Tumor struktur median: adenoma hipofisis, tumor grandula
pinealis, kraniofaringioma
2. Tumor infratentorial:
a) Schwannoma akustikus
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma
3. Tumor medulla spinalis:
a) Ekstadural: metastasis
b) Intradural
c) Ekstramedular: meningioma, neurofibroma
d) Intramedural: ependinoma, astrositoma
b. Berdasakan jenis tumor:
1. Jinak: acoustic neuroma, meningioma
2. Malignant: astrocytoma (grade 2, 3, 4), oligondedroglioma.
1.1.5 Patofisiologi
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia, fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari hari pertama kali
terpapar suatu karsinogen sampat terlihat kanker secara klinis. Fase ini terbagi
menjadi tiga fase yaitu (Yueniwati, 2017):
a. Fase inisiasi
Karsinogen kimia seperti golongan alkilating dapat langsung
menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, yang disebut
karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan
polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan
(diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit
elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif. Tempat yang diserang
adalah asam nukleat (DNA/RNA) atau protein dalam sel terutama di atom
nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan Glutation juga dapat diserang, dalam
beberapa kasus reaksi ini dikatalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-
transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi
genetik. RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi
DNA yang dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA
disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut
epigenetik.
Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik.
Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang
menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh,
perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap
gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi
lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya.
Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen
sampai berbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit saja. Sel
berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi atau
dapat terjadi kematian sel atau reparasi DNA yang rusak oleh enzim sel
menjadi sel yang normal kembali. Karsinogen kima dapat
didetoksifikasi/dinon-aktifkan kemudian dapat langsung diekskresikan.
Tetapi dari proses penon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang
karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA, dapat terjadi replikasi DNA
melalui satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA menjadi
permanen dan hal ini disebut fiksasi lesi. Waktu yang dibutuhkan dari
pertama kali saat sel diserang karsinogen sampai terjadinya fiksasi lesi
(terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Pada jaringan
yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka
yang dalam proses penyembuhan) atau jaringan yang berproliferasi terus-
menerus (misalnya sum-sum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa
terangsang dari luar pun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan
belum diketahui apakah akibat terjadinya peradangan membantu
pertumbuhan sel atau menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh. Sel
yang terinisiasi dapat mengalami kematian, bila tidak, maka sel dapat
masuk ke fase promosi/ pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan
histologis dan biokimiawi dan hanya terlihat nekrosis sel dengan
meningkatnya proliferasi sel.
b. Fase promosi
Sel yang terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat
yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi
perubahan ke arah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi. Jika
promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini
akan berproliferasi. Jadi, promotor adalah zat proliferatif. Fase promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel
preneoplasma oleh stimulus zat lain (pormotr). Berdasarkan percobaan,
fase ini berlangsung selama bertahun-tahun (≥10 tahun) dan terjadi secara
reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom.
Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan,
sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan
terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya
lebih besar. Kebanyakan sel-sel prenepolasma beregresi menjadi sel
berdiferensiasi normal, tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan
progresif menjadi sel-sel neoplasma yang irreversibel. Pada akhir fase
promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi yang abnormal.
c. Fase progresi
Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel
preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi
stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada populasi sel-sel terjadi
ekspansi secara spontan dan irreversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif
terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel
berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis thorak yang
kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia hingga
berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk
metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai
sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih
awal yang frekuensinya makin menurun dengan bertambahnya progresifitas
lesi tersebut. Batas yang pasti pada perubahan lesi preneoplasma menjadi
neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini, gambaran histologis dan
klinis menunjukkan keganasan.
b. Peningkatan TIK
Terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya yaitu: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekita tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan
perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial
dan meningkatkan TIK. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospial, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan TIK yang tidak segera ditangani
mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Herniasi ulkus muncul jika
girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura
tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan menesefalon,
menyebabkan hilangnya kesadaran dan saraf kranial III.
Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti pernapasan dapat terjadi dengan cepat. Perubahan
fisiologis lainnya yaitu bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi) dan gangguan pernapasan.
Glioma
Lobus Cerebello
Lobus Frontal Lobus Temporal Lobus Parietal Batang Serebelum
Oksipital Pontin Angle
Otak
1. Perubahan 1. Hemianopsia, 1. Gangguan 1. Homonymous 1. Nervus VIII Neuropati 1. Gangguan
kepribadian seperti yaitu sensorik dan hemianopsia yaitu acustic cranial berjalan dan
depresi dan penyempitan motorik yang yang neurinoma dengan gejala
masalah psikis bidang kontralateral kontralateral 2. Gejala awal gejala- peningkatan
2. Jika jaras motorik penglihatan 2. Homonymous 2. Gangguan berupa gejala TIK seperti
ditekan oleh tumor 2. Gejala hemianopsia penglihatan gangguan seperti mual,
hemiparese kontra neuropshyciatric 3. Lesi pada yang fungsi diplopia, muntah dan
lateral dapat seperti amnesia, lobus berkembang pendengaran facial nyeri kepala
menimbulkan hypergraphia dominan menjadi weakness 2. Nyeri
kejang fokal. dan Déjà vu dapat object dan kepala khas
Gejala ini biasanya 3. Lesi pada lobus menimbulkan agnosia dysarthria di daerah
ditemukan pada dominan dapat gejala oksipital
stadium lanjut menimbulkan disfasia yang
3. Jika menekan gejala afasia 4. Lesi yang menjalar ke
permukaan media tidak leher dan
dapat dominan spasme dari
menyebabkan dapat otot-otot
inkontinensia menimbulkan servikal
4. Pada lobus geographic
dominan dapat agnosia dan
menimbulkan dressing
gejala afasia apraxia
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
yaitu:
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula
darah, dan elektrolit lengkap
b. Radiologi
CT Scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakan diagnosis dan sangat baik untuk menentukan klasifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dengan kontras dapat melihat
gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentoral, namun memiliki keterbatasan dalam menentukan klasifikasi.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Foto polos
e. Biopsi stereotatik
f. Angiografi serebral
g. Ekoensefalogram
Dapat memberikan informasi mengenai pergeseran kandungan
intraserebral
h. EEG (elektroensefalogram)
Dapat memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron
i. Arterigrafi atau ventricolugram
Untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna
1.1.9 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
b. Non Farmakologi
1. Pembedahan
2. Radiotherapy
Kasus malignant glioma dilanjutkan dengan interstitial
radiotherapy/ brachytherapy dengan radioaktif Irridium192 atau
Iodine-125 langsung ke tumor.
3. Chemotherapy
Temozolomide dilakukan pada kasus Anaplastic
Oliogodendroglioma (grade III)
1.2 Clinical Pathway
Etiologi
Tumor otak
Kompensasi batang otak Statis vena serebral Bergesernya ginus medialis labis temporal
ke inferion melalui insisura tentorial
Iritasi pusat vagal di Obstruksi sistem serebral
medulla oblongata Obstruksi drainage vena Herniasi serebral
retina
Muntah proyektil
Menekan mesensefalon
Papil edema
Risiko gangguan
keseimbangan cairan dan Kompresi Hilangnya
Kompresi saraf optikus (N.III/IV)
elektrolit medulla kesadaran
oblongata
Defisit nutrisi Gangguan penglihatan
Devi, M. 2014. Asuhan keperawatan pada an. r dengan gangguan sistem persarafan:
post kraniofaringioma di melati rsud dr. moewardi surakarta
Hari :
Tanggal : 2019
Jember, 2019
TIM PEMBIMBING
Mengetahui,
Kepala Ruang IGD
RSD Dr. Soebandi Jember (a.n)
Hari :
Tanggal : 2019
Jember, 2019
TIM PEMBIMBING
Mengetahui,
Kepala Ruang IGD
RSD Dr. Soebandi Jember (a.n)