Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TUMOR OTAK DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSD DR. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Devi Humairah Irawan, S.Kep
NIM 182311101161

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Devi Humairah Irawan


NIM : 182311101161
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUMOR
OTAK DI RUANG ICU RSD DR. SOEBANDI JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal : 2019

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik

.................................................... …................................................
NIP. NIP.

Mengetahui,
Kepala Ruang ICU
RSD Dr. Soebandi Jember

.......................................................
NIP.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Teori ..................................................................................... 1
1.1.1 Definisi .................................................................................. 1
1.1.2 Epidemiologi ......................................................................... 2
1.1.3 Etiologi .................................................................................. 2
1.1.4 Klasifikasi ............................................................................. 3
1.1.5 Patofisiologi .......................................................................... 4
1.1.6 Manifestasi Klinik ................................................................. 5
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 5
1.1.8 Kemungkinan Komplikasi .................................................... 5
1.1.9 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi ........... 6
1.2 Clinical Pathway ............................................................................. 7
1.3 Proses Keperawatan ........................................................................ 8
1.3.6 Pengkajian ............................................................................. 8
1.3.7 Diagnosa Keperawatan yang sering muncul ......................... 11
1.3.8 Intervensi Keperawatan dan evaluasi .................................... 14
1.4 Discharge Planning .......................................................................... 17
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KELOLAAN
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Teori Tumor Otak


1.1.1 Definisi
Tumor pada sistem saraf pusat terdiri atas tumor otak, saraf kranial, cranial
meninges, spinal cord dan spinal meninges. Tumor otak merupakan pertumbuhan
jaringan abnormal dengan sel yang terus tumbuh dan bermultiplikasi secara tidak
terkontol. Tumor otak termasuk neoplasma yang berasal dari parenkim otak,
meningen, dan dari glandula pituitari atau struktur tulang intrakranial yang secara
tidak langsung dapat mempengaruhi jaringan otak. Tumor otak dapat bersifat jinak
(benigna) maupun ganas (maligna). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya
dapat berupa tumor primer yang berasal dari jaringan otak itu sendiri, maupun
tumor sekunder (matastase) yakni tumor yang berasal dari organ-organ lain seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain (McFaline-Figueroa dan Lee,
2018).
Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol menyebabkan penekanan dan
kerusakan pada sel-sel lainnya dan mengganggu fungsi kerja otak bagian tersebut.
Tekanan pada sel otak sekitar disebabkan oleh tekanan berlawanan oleh tulang
tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf. Akibatnya tumor
akan merusak jaringan otak (Yueniwati, 2017).
1.1.2 Epidemiologi
Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4%. Prevalensi
cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering dijumpai pada
wanita. Tumor ganas merupakan penyebab kematian ketujuh pada semua umur
dengan proporsi 5,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI,
2008). Tumor sistem saraf pusat mengambil peranan sebesar 2-5% dari semua jenis
tumor dengan 80% diantaranya terjadi di intrakarnal dan 20% di medulla spinalis.
Pada anak-anak 70% tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk
serebelum, mesencephalon, pons dan medulla oblongata (Mollah dkk, 2010).
Neoplasma saraf juga cenderung berkembang pada golongan umu tertentu.
Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang
dewasa, misalnya medullaoblastoma. Glioma batang otak lebih sering ditemui pada
anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Tumor orak primer yang bersifat jinak
lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita.
Insiden tumor otak ganas bervariasi antara 4-10/100.00 penduduk. Insiden
tersebut meningkat dengan bertambahnya usia yaitu 4/100.000 penduduk hingga
usia 19 tahun, 5/100.000 penduduk di usia hingga 35 tahun, 12/100.000 penduduk
di usia hingga 55 tahun, dan 20/100.000 penduduk di usia hingga 75 tahun
(Mckean-cowdin dkk., 2017)

Prevalensi meningkat di negara berkembang (laki-laki 5,8/100.000


penduduk; wanita 4,1/100.000 penduduk) dibandingkan negara yang kurang
berkembang (laki-laki 3/100.000 penduduk; wanita 2,1/100.000 penduduk).
Setidaknya ada 21.810 orang terdiagnosis tumor ganas primer, 11.780 pada laki-
laki dan 10.030 pada wanita. Kejadian tumor otak ganas primer seperti glioma
memang banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, sedangkan pada
wanita banyak terjadi tumor otak yang jinak terutama meningioma (El-Zein dkk,
2005).
Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma
(41%), meningioma (17%), edenoma hipofisis (13%) dan neurilemioma (12&).
Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.
Epindimoma hampir selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis
sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di
lobus parietalis. Oliogodendroma lebih sering ditemukan di lobus frontalis,
sedangkan spongioblastoma sering kali menyerang di bagian garis tengah seperti
korpus kolosum atau pons.

1.1.3 Etiologi
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tumor otak
yakni sebagai berikut (Yueniwati, 2017).:
a. Hereditas
Sindrom hereditas seperti von Recklinghausen’s Disease, tuberous
sclerosis, retinoblastoma, multiple endocrine neoplasma dapat
meningkatkan risiko tumor otak. Gen yang terlibat dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu tumor-suppressor genes dan oncogenes. Selain itu, sindroma
seperti Turcot dapat menimbulkan kecenderungan genetika untuk glioma,
tetapi hanya 2%.
b. Radiasi
Radiasi ionizing radiation dapat menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas, dan nerve sheath tumor. Selain itu,
paparan terhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.
c. Substansi-substansi karsinogenik
Terdapat substansi karsinogenik seperti nitrosamides dan nitrosoureas yang
dapat menyebabkan tumor sistem saraf pusat, diantaranya seperti:

Substansi, Ditemukan di Frase Kategori Kategori


simbol Risiko Karsinogen Mutagen
Hazard
Safrole T Daun kayu manis, pala, R45-22- 2 3
bunga pala, adas manis, 68
dan lainnya
Estragole Xn Selasih, tarragon adas, R22-40- 3 3
adas manis, dan lainnya 43-68
Methyl Kuncup cengkeh, bay R22-40- 3 3
eugenol Xn WI, pimento leaf dan 68
berri, minyak mawar,
kenanga, citronella Sri
Lanka dan lainnya

d. Virus
Infeksi virus juga dipercaya dapat menyebabkan tumor otak, contohnya
virus Epstein-barr
e. Gaya hidup
Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan yang diawetkan seperti
daging asap atau acar berkorelasi dengan peningkatan risiko tumor otak.
Selain itu, risiko tumor otak menurun pada individu yang mengonsumsi
lebih banyak buah dan sayur

1.1.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan lokasi:
1. Tumor supratentorial:
a) Hemisfer otak:
 Glioma: gliomablastoma multiforme, astrositoma,
oligodendroglioma
 Meningioma: tumor metastasis
b) Tumor struktur median: adenoma hipofisis, tumor grandula
pinealis, kraniofaringioma
2. Tumor infratentorial:
a) Schwannoma akustikus
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma
3. Tumor medulla spinalis:
a) Ekstadural: metastasis
b) Intradural
c) Ekstramedular: meningioma, neurofibroma
d) Intramedural: ependinoma, astrositoma
b. Berdasakan jenis tumor:
1. Jinak: acoustic neuroma, meningioma
2. Malignant: astrocytoma (grade 2, 3, 4), oligondedroglioma.

1.1.5 Patofisiologi
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia, fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari hari pertama kali
terpapar suatu karsinogen sampat terlihat kanker secara klinis. Fase ini terbagi
menjadi tiga fase yaitu (Yueniwati, 2017):
a. Fase inisiasi
Karsinogen kimia seperti golongan alkilating dapat langsung
menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, yang disebut
karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan
polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan
(diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit
elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif. Tempat yang diserang
adalah asam nukleat (DNA/RNA) atau protein dalam sel terutama di atom
nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan Glutation juga dapat diserang, dalam
beberapa kasus reaksi ini dikatalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-
transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi
genetik. RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi
DNA yang dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA
disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut
epigenetik.
Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik.
Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang
menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh,
perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap
gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi
lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya.
Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen
sampai berbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit saja. Sel
berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi atau
dapat terjadi kematian sel atau reparasi DNA yang rusak oleh enzim sel
menjadi sel yang normal kembali. Karsinogen kima dapat
didetoksifikasi/dinon-aktifkan kemudian dapat langsung diekskresikan.
Tetapi dari proses penon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang
karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA, dapat terjadi replikasi DNA
melalui satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA menjadi
permanen dan hal ini disebut fiksasi lesi. Waktu yang dibutuhkan dari
pertama kali saat sel diserang karsinogen sampai terjadinya fiksasi lesi
(terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Pada jaringan
yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka
yang dalam proses penyembuhan) atau jaringan yang berproliferasi terus-
menerus (misalnya sum-sum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa
terangsang dari luar pun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan
belum diketahui apakah akibat terjadinya peradangan membantu
pertumbuhan sel atau menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh. Sel
yang terinisiasi dapat mengalami kematian, bila tidak, maka sel dapat
masuk ke fase promosi/ pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan
histologis dan biokimiawi dan hanya terlihat nekrosis sel dengan
meningkatnya proliferasi sel.

b. Fase promosi
Sel yang terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat
yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi
perubahan ke arah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi. Jika
promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini
akan berproliferasi. Jadi, promotor adalah zat proliferatif. Fase promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel
preneoplasma oleh stimulus zat lain (pormotr). Berdasarkan percobaan,
fase ini berlangsung selama bertahun-tahun (≥10 tahun) dan terjadi secara
reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom.
Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan,
sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan
terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya
lebih besar. Kebanyakan sel-sel prenepolasma beregresi menjadi sel
berdiferensiasi normal, tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan
progresif menjadi sel-sel neoplasma yang irreversibel. Pada akhir fase
promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi yang abnormal.
c. Fase progresi
Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel
preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi
stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada populasi sel-sel terjadi
ekspansi secara spontan dan irreversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif
terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel
berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis thorak yang
kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia hingga
berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk
metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai
sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih
awal yang frekuensinya makin menurun dengan bertambahnya progresifitas
lesi tersebut. Batas yang pasti pada perubahan lesi preneoplasma menjadi
neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini, gambaran histologis dan
klinis menunjukkan keganasan.

Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif.


Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor (Devi, 2014), diantaranya:
a. Gangguan fokal
Terjadi akibat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau infasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Disfungsi
paling besar terjadi pada tumor dengan pertumbuhan paling cepat, seperti
gliomablastoma multiforme. Akibatnya terjadi perubahan suplai darah yang
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.
Epilepsi sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dngan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menejan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal, seperti bicara
terganggu, berdesis dan afasia.

b. Peningkatan TIK
Terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya yaitu: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekita tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan
perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial
dan meningkatkan TIK. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospial, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan TIK yang tidak segera ditangani
mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Herniasi ulkus muncul jika
girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura
tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan menesefalon,
menyebabkan hilangnya kesadaran dan saraf kranial III.
Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti pernapasan dapat terjadi dengan cepat. Perubahan
fisiologis lainnya yaitu bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi) dan gangguan pernapasan.

1.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala umum yang biasa dialami oleh seseorang dengan tumor otak antara
lain terjadinya perubahan mental yang ringan (psikomotor asthenia). Perubahan
tersebut berupa emosi, labil, mudah tersinggung, pelupa, mengalami perlambatan
aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas. Selain itu, bisa
ditemukan gejala ansietas dan depresi. Gejala tersebut berjalan progresif dan dapat
dijumpai pada 2/3 kasus. Sebesar 30% diperkirakan gejala awal tumor otak adalah
sakit kepala. Sifat sakit kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan
berdenyut. Umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur
pagi serta keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Adanya
nyeri kepala sering kali disertai dengan terjadinya muntah pada 30% kasus. Gejala
lainnya yaitu rasa mengantuk yang merupakan salah satu gejala sentral, hal ini
dapat bertambah parah hingga menyebabkan pingsan dan bisa berakhir koma.
Gejala tumor otak yang spesifik yaitu:

Glioma
Lobus Cerebello
Lobus Frontal Lobus Temporal Lobus Parietal Batang Serebelum
Oksipital Pontin Angle
Otak
1. Perubahan 1. Hemianopsia, 1. Gangguan 1. Homonymous 1. Nervus VIII Neuropati 1. Gangguan
kepribadian seperti yaitu sensorik dan hemianopsia yaitu acustic cranial berjalan dan
depresi dan penyempitan motorik yang yang neurinoma dengan gejala
masalah psikis bidang kontralateral kontralateral 2. Gejala awal gejala- peningkatan
2. Jika jaras motorik penglihatan 2. Homonymous 2. Gangguan berupa gejala TIK seperti
ditekan oleh tumor 2. Gejala hemianopsia penglihatan gangguan seperti mual,
hemiparese kontra neuropshyciatric 3. Lesi pada yang fungsi diplopia, muntah dan
lateral dapat seperti amnesia, lobus berkembang pendengaran facial nyeri kepala
menimbulkan hypergraphia dominan menjadi weakness 2. Nyeri
kejang fokal. dan Déjà vu dapat object dan kepala khas
Gejala ini biasanya 3. Lesi pada lobus menimbulkan agnosia dysarthria di daerah
ditemukan pada dominan dapat gejala oksipital
stadium lanjut menimbulkan disfasia yang
3. Jika menekan gejala afasia 4. Lesi yang menjalar ke
permukaan media tidak leher dan
dapat dominan spasme dari
menyebabkan dapat otot-otot
inkontinensia menimbulkan servikal
4. Pada lobus geographic
dominan dapat agnosia dan
menimbulkan dressing
gejala afasia apraxia
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
yaitu:
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula
darah, dan elektrolit lengkap
b. Radiologi
CT Scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakan diagnosis dan sangat baik untuk menentukan klasifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dengan kontras dapat melihat
gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentoral, namun memiliki keterbatasan dalam menentukan klasifikasi.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Foto polos
e. Biopsi stereotatik
f. Angiografi serebral
g. Ekoensefalogram
Dapat memberikan informasi mengenai pergeseran kandungan
intraserebral
h. EEG (elektroensefalogram)
Dapat memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron
i. Arterigrafi atau ventricolugram
Untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna

1.1.8 Kemungkinan Komplikasi


Kemungkinan komplikasi pada tumor otak yaitu (Devi, 2014):
a. Edema serebral
Terjadi akibat adanya peningkatan cairan otak secara berlebihan yang
menumpuk di sekitar lesi sehingga menyebabkan efek massa bertambah.
Hal ini bisa terjadi secara ekstrasel atau vasogenik atau intrasel.
b. Herniasi otak
Ditandai dengan meningkatnya cairan intrakranial yang terdiri dari hernias
sentral, singuli, dan unkus
c. Hidrosefalus
Ditandai dengan meningkatnya TIK yang disebabkan oleh adanya ekspansi
massa yang ada di dalam rongga kranium yang tertutup
d. Epilepsi
e. Metastase

1.1.9 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
b. Non Farmakologi
1. Pembedahan
2. Radiotherapy
Kasus malignant glioma dilanjutkan dengan interstitial
radiotherapy/ brachytherapy dengan radioaktif Irridium192 atau
Iodine-125 langsung ke tumor.
3. Chemotherapy
Temozolomide dilakukan pada kasus Anaplastic
Oliogodendroglioma (grade III)
1.2 Clinical Pathway
Etiologi

Pertumbuhan sel otak abnormal

Tumor otak

Mengganggu fungsi spesifik


bagian otak tempat tumor Massa dalam otak bertambah

Obstruksi sirkulasi cairan


Timbul manifestasi klinik/gejala Penekanan jaringan otak serebrospinal dari ventrikel
lokal sesuai fokal tumor terhadap sirkulasi darah & O2 lateral ke sub araknodi

Tumor di cerebellum, Penurunan suplai O2 ke Hidrosefalus


hipotalamus, fossaposterior jaringan otak akibat obstruksi
sirkulasi otak

Hipoksia serebral Kerusakan pembuluh


darah otak

Kompensasi Perubahan perfusi Akumulasi CO2 di Perpindahan cairan


takipnea jaringan cerebral serebral (CO2 intravaskuler ke
reseptor jaringan serebral
Pol nafas tidak vasodilatasi
Kompensasi (butuh waktu berhari-hari
efektif sampai berbulan-bulan) dengan cara: ↑ volume
1. ↓ volume darag intrakranial intrakranial
2. ↓ volume cairan serebsospinal
Penurunan
3. ↓ kandungan cairan intra sel ↑ TIK Hipervolemia
Kapasitas Adaptif
4. Mengurangi sel-sel parenkim
Intrakranial

Kompensasi kurang cepat Nyeri kepala

Kompensasi batang otak Statis vena serebral Bergesernya ginus medialis labis temporal
ke inferion melalui insisura tentorial
Iritasi pusat vagal di Obstruksi sistem serebral
medulla oblongata Obstruksi drainage vena Herniasi serebral
retina
Muntah proyektil
Menekan mesensefalon
Papil edema
Risiko gangguan
keseimbangan cairan dan Kompresi Hilangnya
Kompresi saraf optikus (N.III/IV)
elektrolit medulla kesadaran
oblongata
Defisit nutrisi Gangguan penglihatan

Henti Penurunan nervus


Perubahan persepsi napas okulomotorius (NIII)
1.3 Proses Keperawatan
1.3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien terdiri dari, usia (sering terjadi pada orang dewasa), jenis
kelamin (sering terjadi pada laki-laki), jenis pekerjaan dan alamat rumah
(letak geografis).
b. Keluhan utama
Klien tumor otak biasanya sering mengeluhkan nyeri kepala, mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat massa pada kranial
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit tumor sebelumnya yang berpotensi untuk metastase,
cedera kepala dan lainnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa
f. Pengkajian Keperawatan:
1) Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang pekerjaan yang berhubungan dengan munculnya gejala
Selulitis dan hambatan istirahat/tidur sebelum dan setelah sakit serta
mobilisasi di tempat tidur
2) Sirkulasi
Kaji peningkatan frekuensi pernapasan (RR), adanya syok dan edema
3) Eliminasi
Kaji adanya perubahan pola BAK dan BAB
4) Makanan dan cairan
Kaji adanya mual, muntah, anoreksia, dan kebutuhan cairan serta nutrisi
5) Aman dan nyaman
Kaji kondisi yang menyebabkan tidak nyaman
g. Pemeriksaan Fisik:
1) Sistem Kardiovaskular
Pasien Tumor otak dapat mengalami bradikadi dan hipertensi
2) Sistem Respirasi
Frekuensi napas dapat meningkat (takipneu) dan dapat menurun
(dipsneu), potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
3) Sistem Gastrointestinal
Pola makan dapat terganggu, nafsu makan berkurang, dan mual muntah.
Kemungkinan frekuensi BAB menjadi berkurang dari keadaan
sebelumnya. Mukosa bibir kering dapat terjadi sebagai tanda kurangnya
cairan dan nutrisi
4) Sistem Persarafan
Kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan atau
kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
5) Sistem Muskuloskeletal
Klien tumor otak dapat mengalami hiperekstensi, kelemahan sendi
6) Sistem Integumen
Suhu tubuh bisa berubah, pada tahap awal pasien mengeluh demam,
edema, kemerahan dan nyeri tekan pada area kepala.
7) Sistem Urinaria
Kaji pola eliminasi urin warna urin, bau urin dan volume urin output
serta kemampuan BAK
8) Sistem Indra
Klien Tumor otak dapat mengalami penurunan lapang pandang,
penglihatan kabur, tinitus, penurunan pendengaran dan halusinasi
9) Sistem Hormonal
Amenorea, rambut rontok dan DM
1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan
b. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan lesi
akibat tumor
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
f. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
1.3.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan perawatan pola nafas menjadi lebih Manajemen Jalan Napas (I.01011)
b/d kelemahan otot efektif dengan kriteria hasil: - Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
pernapasan - Klien menunjukkan kepatenan jalan nafas (tidak - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
merasa tercekik, irama dan RR dalam batas normal, - Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi, wheezing,
tidak ada suara nafas abnormal) ronkhi kering)
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas - Monitor sputum (jumlah, watna, aroma)
- Tidak ada pernapasan cuping hidung - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-til dan chin-lift
- Kedalaman napas membaik (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada (bila perlu)
- Lakukan suction < 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum suction endotrakeal
- Anjurkan asupan cairan 2000m;/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2. Gangguan ventilasi Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, pasien Dukungan Ventilasi (I.01002)
spontan b/d kelelahan mampu bernafas secara adekuat dengan kriteria hasil: - Observasi adanya kelelahan otot bantu napas
otot pernapasan - Volume tidal dalam batas normal (±500 ml) - Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR, kedalaman
- Tidak gelisah nafas, penggunaan otot bantu nafas tambahan, saturasi oksigen)
- HR dalam batas normal (60-80x/menit) - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- PCO2 dalam batas normal (38-42 mmHg) - Berikan posisi semi fowler atau fowler
- PO2 dalam batas normal (75-100 mmHg) - Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
- Gunakan bag-valve mask (bila perlu)
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator (bila perlu)
Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012)
- Monitor posisi selang ETT, terutama setelah mengubah posisi
- Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
- Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan, drainase,
perdarahan)
- Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan sesudah penghisapan
- Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik)
1,5 kali volume tidal
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan
(bukan secara berkala/rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 jam
- Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi, kasa,
pelembap bibir)
- Lakukan perawatan stoma trakeostomi
- Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan
- Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan
3. Penurunan kapasitas Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, Managemen Peningkatan TIK (I.06194)
adaptif intrakranial b/d kapasitas intrakranial dapat meningkat dengan kriteria - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex: lesi, gangguan
lesi akibat tumor hasil: metabolisme, edema serebral)
- Fungsi kognitif membaik
- Tidak ada sakit kepala - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (ex: TD meningkat, tekanan
- Tidak ada gelisah, agitasi, muntah nadi melebar, bradikardia, pola napas irreguler, kesadaran
- Tidak ada postur deserebrasi (ekstensi) menurun)
- Tidak ada papilefema - Monitor MAP, CVP, gelombang ICP
- TD, HR dan RR dalam batas normal - Monitor status pernapasan
- Respon pupil positif - Monitor intake dan output cairan
- Refleks neurologis membaik - Monitor cairan serebro-spinalis (ex: warna, konsistensi)
- TIK membaik (mendekati batas normal) - Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi Fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Kolaborasi pemberian sedasi, anti konvulsan, diuretik osmosis dan
pelunak tinja (bila perlu)
1.4 Discharge Planning
a. Konsultasikan tindakan (pembedahan, kemoterapi dan radiasi)
b. Terapi hormone
c. Konsultasikan perawatan yang harus dilakukan selama di rumah serta
larangan yang harus dialkukan serta lakukan gaya hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


ELSIVIER.

Devi, M. 2014. Asuhan keperawatan pada an. r dengan gangguan sistem persarafan:
post kraniofaringioma di melati rsud dr. moewardi surakarta

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc.


Diagnosis Keperwatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.

McFaline-Figueroa, J. R. dan E. Q. Lee. 2018. Brain tumors. The American Journal


of Medicine. 131(8):874–882.

Mckean-cowdin, R., P. Razavi, dan S. Preston-martin. 2017. Brain Tumors.


International Encyclopedia of Public Health. 2017. Halaman 263–271.

Yueniwati, Y. 2017. Pencitraan Pada Tumor Otak: Modalitas Dan Interpretasinya.


Edisi Edisi Pert. Malang: UB Media.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Dimas Wiyo Setiaji


NIM : 182311101156
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA
TUMPUL ABDOMEN DI RUANG IGD RSD DR. SOEBANDI
JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal : 2019

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik

.................................................... Ns. Lia Rahmawati, S.Kep


NIP. NIP. 203200904 2 19860218

Mengetahui,
Kepala Ruang IGD
RSD Dr. Soebandi Jember (a.n)

Ns. Judi Nugroho, S.Kep., M.Kes


NIP. 19700729 199603 1 002
LEMBAR PENGESAHAN

Resume harian berikut disusun oleh:

Nama : Dimas Wiyo Setiaji


NIM : 182311101156
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA
TUMPUL ABDOMEN, HEPATITIS, HIPERTENSI HEART
FAILURE DI RUANG IGD RSD DR. SOEBANDI JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal : 2019

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik

.................................................... Ns. Lia Rahmawati, S.Kep


NIP. NIP. 203200904 2 19860218

Mengetahui,
Kepala Ruang IGD
RSD Dr. Soebandi Jember (a.n)

Ns. Judi Nugroho, S.Kep., M.Kes


NIP. 19700729 199603 1 002

Anda mungkin juga menyukai