Anda di halaman 1dari 10

1

BAHAYA YANG DI TIMBUL AKIBAT SERING MENGKONSUMSI


ANTIBIOTIK

1. LATAR BELAKANG
Dalam era globalisasi ini, obat mungkin sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat luas. Obat digunakan sebagai pendukung di dalam dunia kesehatan.
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau
paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Menurut Ansel
(1989), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat telah
memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Obat telah
menurunkan angka kematian dan angka kesakitan dengan cara menyelamatkan
jiwa, menurunkan jumlah pasien dan meningkatkan kesehatan, tetapi hanya jika
obat tersebut aman, berkhasiat, bermutu dan digunakan dengan benar. Obat yang
tidak aman, tidak berkhasiat, tidak bermutu dan tidak digunakan dengan benar
dapat menimbulkan berbagai masalah bagi kesehatan, kegagalan pengobatan
bahkan kematian dan dalam jangka panjang akan membuang berbagai sumber
(dana dan manusia) yang sebenarnya terbatas (WHO 2004).
Masyarakat dalam menggunakan obat harus memperhatikan beberapa hal
dalam kemasan yaitu nama produk, bahan yang terkandung di dalamnya, kategori
obat, aturan pemakaian, dosis, efek samping, serta tanggal kadaluarsanya. Namun
seringkali dijumpai masyarakat mengkonsumsi obat dengan cara yang tidak rasional.
Perilaku seperti ini dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai
obat dan kesehatan (Sanjoyo, 2010).
Antibiotik ditemukan pertama kali oleh sarjana Inggris Dr.Alexander
Flemming yaitu antibiotik Penisilin pada tahun 1928 di London. Penemuan ini
digunakan pada tahun 1941 oleh Dr.Florey. Selanjutnya antibiotik dikembangkan
oleh para peneliti diseluruh dunia. Nah antibiotik dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu : Penisilin, Sefalosporin,Aminoglikosida,Kloromfenikol.
Tetrasiklin,Makrolida,Rifampicin dan asam ausidat, Polipeptida, dll
2

Antibiotik merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi


akibat bakteri (NHS, 2012). Antibiotik dan obat-obat sejenisnya yang disebut agen
antimikrobial, sejak tahun 1940 telah dikenal dapat menurunkan angka penyakit dan
kematian akibat penyakit infeksi (CDC, 2010). Penggunaan antibiotik yang rasional,
merujuk pada ketepatan dosis, pemilihan antibiotik, dan bentuk sediaan yang
seharusnya diberikan kepada pasien (WHO, 2010). Indikasi penggunaan antibiotik
ada tiga, yaitu sebagai terapi definitif, terapi empiris, dan terapi profilaksis. Antibiotik
sebagai terapi/pengobatan definitif digunakan untuk menghentikan adanya infeksi
bakteri. Antibiotik sebagai terapi empiris, yaitu digunakan untuk kasus-kasus yang
kritis, dimana waktu tidak adekuat untuk menunggu identifikasi dan isolasi bakteri.
Sedangkan, antibiotik sebagai terapi profilaksis dikarenakan penggunaannya yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi spesifik yang dapat terjadi akibat efek
dari suatu tindakan invasif (Kakkilaya, 2008).

Penggunaan antibiotik memiliki banyak keuntungan jika digunakan dengan


benar dan tepat (CDC, 2010). Antibiotik tidak dapat digunakan untuk melawan
infeksi virus, seperti pada kondisi flu, bronkitis, dan beberapa infeksi telinga.
Penggunaan antibiotik yang tidak dibutuhkan dapat menyebabkan resistensi antibiotik
(CDC, 2013). Penggunaan antibiotik yang rasional penting untuk diperhatikan
dikarenakan efek sampingnya yang cukup membahayakan bagi pasien dan dapat
menyebabkan resistensi antibiotik. Kesuksesan hasil akhir dari pengobatan dengan
antibiotik tergantung dari pemilihan agen antibakterial yang digunakan. Pada proses
pemilihan antibiotik tersebut, ada tiga hal penting yang harus diketahui, yaitu agen
penyebab, pasien, dan antibiotik itu sendiri (Lim, 1998). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ketepatan penggunaan antibiotik pada masyarakat. Salah satu faktor
yang penting adalah tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik itu sendiri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tersebut, seperti tingkat
pendidikan dari masyarakat, penjelasan oleh dokter, serta anggapan-anggapan lain
yang menimbulkan adanya kesalahan saat mengonsumsi antibiotik .
Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu:
1. Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang
unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis,
3

dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam,


carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam.
Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
- Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan
bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang
rendah terhadap batang gram negatif.
- Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. Golongan ini aktif
terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus,
bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.
- Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin
antipseudomonas) Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan
mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung,2007).
2. KEKEBALAN TUBUH PADA BAKTERI ( RESISTENSI BANTERI )
Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan
antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten.
Contohnya, pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan
oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk. Adapun faktor -
faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah:
‐ Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans
‐ Ketidakmampuan system untuk mengontrol kualitas suplai obat
‐ Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat
‐ Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakti
‐ Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan
Beberapa penyakit yang kemungkinan akan muncul dalam kondisi orang yang
mengalami resisten antibiotik ini seperti infeksi yang sulit diobati sehingga
memerlukan antibiotik yang lebih tinggi lagi. Kondisi tersebut tentu tidak baik
bagi tubuh manusia.
Bibit penyakit yang resisten itu dikenal dengan nama superbugs.
Superbugs ini dapat menjadi masalah serius bagi kesehatan, baik bagi si penderita
maupun masyarakat luas. Bila ada anggota masyarakat di suatu lingkungan
mengonsumsi antibiotik secara berlebihan (tidak rasional), lingkungan tersebut
4

potensial terinfeksi oleh kuman yang sudah resisten antibiotik.


Infeksi akibat superbugs ini memerlukan antibiotik yang jauh lebih kuat.
Pasien harus dirawat di rumah sakit karena antibiotiknya harus diberikan melalui
cairan infus. Antibiotik ini berisiko menimbulkan efek samping kesehatan yang
lebih berat. Selain itu, dalam waktu cepat, bakterinya akan kebal kembali terhadap
antibiotik yang superkuat tadi.
3. GANGGUAN FUNGSI ORGAN TUBUH
Pada orang yang sering mengkonsumsi antibiotik dapat menyebabkan
gejala gangguan fungsi organ seperti gangguan fungsi jantung dan ginjal. Efek
yang di timbulkan akibat mengkonsumsi antibiotik dapat mengakibatkan kondisi
jantung yang berdebar- debar , sakit kepala bahkan dapat menyebabkan penyakit
kuning yang dapat mempengaruhi fungsi organ hati dan dapat mempengaruhi
gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan penyakit gagal ginjal. Infeksi ginjal
atau pielonefritis adalah penyakit yang menyebabkan rasa sakit yang tidak
nyaman karena berpindahnya bakteri dari kandung kemih menuju ginjal, baik
salah satu atau bisa juga kedua-duanya. Gangguan yang lain juga dapat
mempengaruhi sistem saraf dan sistem pencernaan. Gangguan yang di sebabkan
akibat sistem saraf seperti kesemutan dan gangguan yang ditimbulkan di dalam
sistem pencernaan seperti nyeri di perut, kram, kembung dan diare.
4. INFEKSI YANG DI ALAMI OLEH PEREMPUAN
Penggunaan antibiotik pada kalangan perempuan sangat rentan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi pada organ intim yang akhirnya bisa berujung
pada timbulnya gatal-gatal, keputihan, atau munculnya cairan dan bau pada
vagina. Dan salah satu penyakit yang di maksud adalah vaginitis yaitu infeksi
atau inflamasi yang terjadi pada vagina. Kondisi ini umumnya disertai dengan
indikasi yang meliputi munculnya keputihan atau perubahan warna, jumlah
keputihan yang Anda alami, bau yang ditimbulkan, iritasi atau gatal-gatal pada
vagina, rasa sakit saat berhubungan seks atau buang air kecil, serta flek atau
pendarahan ringan.
Penyebab dan Faktor Risiko Vaginitis :
Jenis vaginitis yang dialami pasien umumnya ditentukan berdasarkan
penyebabnya yang sebagian besar dapat berupa:
5

 Infeksi jamur atau bakteri. Pada kondisi normal, vagina memang memiliki
sebagian kecil sel-sel jamur atau bakteri tanpa menyebabkan gangguan apa
pun. Tetapi infeksi akan terjadi jika jamur atau bakteri tersebut
berkembang biak tanpa terkendali.

 Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, chlamydia (klamidia),


dan herpes genital.
 Iritasi akibat bahan-bahan kimia, misalnya karena kandungan sabun,
pewangi pakaian, atau kondom yang memicu reaksi alergi.
 Membasuh bagian dalam vagina.

 Atrofi vagina, yaitu penipisan dinding vagina karena penurunan kadar


estrogen setelah menopause.

 Selain penyebabnya yang beragam, terdapat banyak faktor lain yang bisa
meningkatkan risiko Anda untuk mengidap vaginitis. Faktor-faktor risiko
tersebut meliputi:
 Perubahan hormon, misalnya karena menopause, hamil, atau
menggunakan metode kontrasepsi hormonal.
 Aktif berhubungan seks, terutama jika Anda memiliki lebih dari satu
pasangan.

 Mengidap penyakit menular seksual.

 Efek samping obat-obatan, contohnya antibiotik dan kortikosteroid.

 Penyakit diabetes yang tidak diobati dengan baik.


 Menggunakan produk pembersih daerah intim, misalnya sabun sirih.

 Mengenakan pakaian lembap atau ketat.

5. TIMBULNYA ALERGI
Obat antibiotik berasal dari seluruhnya atau sebagian dari strain
bakteri atau jamur. Ketika bakteri tubuh, menyebabkan gangguan fungsinya, dan
sistem kekebalan tubuh melemah untuk melawannya, antibiotik yang kuat yang
diresepkan untuk membantu sistem kekebalan tubuh. Ini mungkin membunuh
bakteri atau menghambat pertumbuhan mereka. Sebuah catatan yang perlu
6

diingat adalah bahwa antibiotik hanya dapat mengurangi infeksi yang


disebabkan oleh bakteri, dan bukan oleh virus yang menyebabkan pilek dan
flu.Ketika digunakan secara tepat, antibiotik dapat menyelamatkan nyawa, tetapi
dapat menyebabkan komplikasi jika digunakan sembarangan. Namun, ada saat-
saat ketika tubuh menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap
antibiotik, bahkan ketika digunakan dengan hati-hati.:
Reaksi alergi terhadap antibiotik sangat tergantung pada jenis dan
jumlah antibiotik dipakai. Dalam kebanyakan kasus, gejala alergi antibiotik terjadi
setelah 24 jam. Berapa lama reaksi alergi yang terakhir adalah
seringkali pertanyaan pertama yang terlintas dalam pikiran ketika seseorang
mulai mengalami alergi. Ini biasanya berlangsung selama beberapa jamsetelah
mengambil pengobatan.
Berikut merupakan gejala yang di timbulkan oleh antibiotik :
1. Kesulitan bernapas
2. Batuk
3. Kemerahan, pembengkakan dan gatal-gatal
4. Ruam yang menyakitkan baik dalam bentuk sederhana atau gatal-gatal
Beberapa orang memiliki kemungkinan lebih tinggi
terkena alergi antibiotik. Ini termasukorang-orang dalam kelompok usia 20-49
tahun, dan orang-orang yang rentan terhadap alergi umum atau memiliki
beberapa alergi antibiotik lainnya. Orang yang memiliki penyakit kronis atau
memiliki anggota keluarga yang menderita alergi antibiotik juga rentan
terhadapreaksi alergi tersebut.
6. STEVENS JOHNSON SYNDROME (SJS)
syndrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital atau
dengan kata lain , reaksi yang melibatkan kulit dan mukosa (selaput lendir) yang
berat dan mengancam jiwa ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air
danerosi/pengelupasan dari selaput lendir.
Penyakit ini menyerang selaput lendir, meliputi selaput bening mata,
bibir bagian dalam dan rongga mulut, genital dan anus. Adapun gejala- gejala
awalnya bisa mirip dengan flu, seperti demam, gangguan saat menelan, pegal-
pegal atau nyeri di tubuh, sakit kepala, dan sesak napas, hanya saja ada tanda
7

kemerahan atau ruam merah pada kulit, munculnya bintil berisi air (seperti
cacar) yang terasa sakit bahkan hingga menyebabkan kulit mengelupas dan
melepuh. Pada perkembangannya biasanya penderita sampai tidak bisa membuka
mata dan mulutnya karena terjadinya gangguang atau infeksi di selaput lendir,
selain itu di beberapa kasus juga bisa mengakibatkan penderita susah buang air
kecil dan fesesnya berwarna hitam. .
Adapun penyebab SJS ini paling banyak dipicu oleh penggunaan obat-
obatan atau dengan kata lain, penyebab SJS ini adalah karena alergi obat-obat
tertentu, biasanya adalah penggunaan obat antibiotik. Selain alergi obat penyebab
lainnya adalah karena adanya infeksi virus, bakteri, atau jamur tertentu, karena
makanan seperti coklat, ketidak cocokan lingkungan misal udara dingin, panas
matahari dan bahkan bisa juga dipicu oleh penyakit keganasan lainnya
misallupusataukanker.
7. MENGGANGGU SISTEM KEKEBALAN TUBUH.
Beberapa jaringan tubuh seperti kulit, selaput lendir, dan usus merupakan
tempat berkembang biaknya mikroorganisme dan bakteri yang baik bagi tubuh.
Penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat memberantas serta
menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Hal tersebut akan berakibat
tubuh kekurangan vitamin, terutama vitamin K dan vitamin B12, sehingga
berdampak rentannya tubuh terhadap serangan penyakit menular.
Dengan adanya penurunan kekebalan tubuh atau biasa yang di sebut
penurunan imun dengan seperti itu biasanya masyarakat aakan mengkonsumi
antibiotik yang menyebabkan bakteri terus berkembang di dalam tubuh .
8. BAHAYA YANG BERKEPANJANGAN
Dan inilah yang paling dikhawatirkan oleh banyak kalangan dimana
pemakaian antibiotik dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan efek
samping yang serius mulai dari terjadinya kerusakan hati atau disfungsi hati,
penurunan sel darah putih, terjadinya kerusakan pada otak, tendon pecah, koma,
aritmia jantung, bahkan sampai menimbulkan kematian.
Bahkan pada kasus yang sering terjadi apabila penggunaan antibiotik secara
berlebihan aadalah timbulnya penyakit yang berkepanjangan seperti kerusakan
ginjal dan berbagai oragan lainnya.
8

Penggunann antibiotik yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan


berbagai penyakit seperti gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti
kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah
menurun. Risiko kelainan hati muncul pada pemakaian antibiotik eritromisin,
flucloxacillin, nitrofurantoin, trimetoprim, dan sulfonamid.
Golongan amoxycillin dan kelompok makrolod dapat menimbulkan
allergic hepatitis (peradangan hati). Sementara antibiotik golongan
aminoglycoside, imipenem/meropenem, ciprofloxacin juga dapat menyebabkan
gangguan ginjal.
9

9. KESIMPULAN
Pada dasarnya penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan
berbagai efek yang dapat merugikan tubuh kita. Antibiotik tanpa penggunaan
resep yang tepat dapat memicu penyakit yang berkepanjangan yang dapat
menyerang bagian organ tubuh manusia seperti kerusakan ginjal, penurunan
fungsi hati, penurunan fungsi jantung dan dapat menyebabkan resistensi bakteri (
kekebalan tubuh pada bakteri ) sehingga perlu antibiotik yang lebih tinggi dari
sebelumnya.
10

DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/14936/2/BAB_1.pdf

http://eprints.undip.ac.id/8075/1/Novi_Pratikta_Wilianti.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39872/5/Chapter%20I.pdf

http://www.academia.edu/7180157/MAKALAH_auc_tetrasiklin_pdf

Anda mungkin juga menyukai