Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


LABORATORIUM FARMASI FISIKA

STABILITAS OBAT

OLEH KELOMPOK II

1. MICHELLE VIRGINIA 7. NURUL DIAN ABDILLAH


2. MIFTAKHATUL JANNAH 8. PRIMAYUDHA
3. MUHAMMAD IRSAL JUMADIL 9. RINI INDRIANI JUHARDI
4. MUZDALIFAH 10. SRI AMBARWATI
5. NURFADILLAH SN 11. SRI WULANDARI
6. NUR FAUZIAH 12. TIFFANNY JULIA T

KELAS : C.2 (2015)

TGL/HARI PRAKTEK : JUMAT

PEMBIMBING : MULI SUKMAWATY, S.Farm.,Apt


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi
kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan.
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-
alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan
rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu
ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi.
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-
masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan.
Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban,
dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan.
Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah
kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara
sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu
sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar
dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional
ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya.
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau
basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi
tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. Kestabilan dari
suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai
ketangan pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu
yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat
tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena
itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan-
bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan
suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum
memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan. Kestabilan suatu sediaan
farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan mengamati
perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi.
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang
yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Kestabilan dan tak tercampurkan.
Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat
melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan
bentuk fisik dan kima yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
Disolusi
Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat
dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular. Proses absorpsi,
distribusi, dan eliminasi. Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat
ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat
setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan
dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan. Kerja obat pada tingkat
molekular obat. Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap
timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju. Kecepatan dekomposisi
obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula satu atau lebih reaktan dan
ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde ke satu
dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam. Kecepatan
terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde dua,
yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya.
B. Maksud dan Tujuan Percobaan
Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan stabilitas obat yaitu mengetahui tingkat reaksi
penguraian zat aktif dan mampu memperkirakan masa kedaluarsa zat aktif
Tujuan Percobaan:
a. Mampu menentukan tingkat reaksi penguraian zat aktif
b. Mampu memperkirakan masa kadaluarsa zat aktif
C. Prinsip Percobaan
Berdasarkan penguraian obat oleh perubahan suhu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Pada umunya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam
penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah :
1. Kecepatan reaksi
2. Farktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara penentuannya
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah

kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih bersisa 90% tidak dapat

lagi disebut sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90% disebut umur obat.

Barang kali paling nyata adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi.

Bahkan bentuk-bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil dalam air

dari harus dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan

menggunakan suatu penyalutan pelindung tahan air menyelimuti tablet atau

dengan menutup dan menjaga obat dalam wadah yang tertutup rapat. (Connors,et

al.,1986).

Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau
basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa
ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu yang
lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan –

bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan

suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum

memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan. (Ansel, 1989)

Untuk obat-obat tertentu 1 bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih

stabil dari pada lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum

diprakarsai percobaan uji stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin

merupakan katalisator pada kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya

tidak akan stabil dalam mengubah penampilan fisik bahan obat. (Ansel, 1989)

Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas


dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi.
Kestabilan suatu obat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

panas, cahaya, oksigen, kelembaban, pengaruh pH dan mikroorganisme. Sebagai

contoh kestabilan suatu obat dapat dipercepat dengan meningkatkan suhunya.

Dengan demikian batas waktu kadaluarsa dari suatu obat dapat diketahui dengan

tepat. (Ansel, 1989)

Interkonversi bentuk hidrat dan anhidrat dari ampicilin dapat memiliki


efek yang berkaitan pada laju pelarutan dari formulasi berarti berkaitan dengan
ketersediaan hayati. Bentuk dari anhidrat lebih larut dibandingkan dengan berat
murni kelarutannya pada suhu 37o C telah ditentukan bagian fungsi dari pil untuk
ke suatu bentuk kristal. (Martin, 1990)
Perbedaan bahan obat karena susunan kimianya masing-masing
memasukkan pengaruhnya dalam sistem biologi. Beberapa bulan dihubungkan
dengan lainnya secara kimiawi dan memasukkan pengaruh yang sama. Modifikasi
bahan obat yang ada secara kimia dapat menghasilkan senyawa baru dengan
kelebihan-kelebihan terapeutiknya dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang
paten. Jadi suatu ciri senyawa mungkin diolah secara sintesis dari suatu susunan
aktifitas dasar farmakologi untuk mendapatkan bahan-bahan obat yang lebih baik
dalam satu kelompok senyawa . senyawa-senyawa yang mempunyai kelebihan
terhadap lainnya akan didahulukan pengembangan & pemakaian. (Voight, R.,
1994)
B. Uraian Bahan
1. Asetosal
NR : ACIDUM ACETYSALICYLICUM
NL : Asetosal
Pemerain : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, rasa asam
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol
(95%)P, larut dalam klroform P dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
K/P : sebagai sampel yang dilarutkan

2. Natrium Sitrat
NR : NATRII CITRAS
NL : Natrium Sitrat
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk halus putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, praktis tidak larut dalam etanol (95%)P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
K/P : Sebagai sampel yang dilarutkan
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan:
1. Buret
2. Erlenmeyer

Bahan yang digunakan:

1. Asetosal
2. Natrium sitrat
B. Cara Kerja
1. Buatlah larutan baku NaOH 0,1 N.
2. Pembuatan larutan asetosal.
a. Timbang 2 g asetosal dan 4 g natrium sitrat.
b. Larutkan natrium sitrat dalamair panas, dinginkan.
c. Larutkan asetosal dalam larutan natrium sitrat tersebut, kemudian
tambahkan air sampai 100 mL menggunakan labu ukur 100 mL.
3. Setting penangas air.
4. Siapkan 9 (Sembilan) Erlenmeyer.
5. Empat (4) erlenmeyer bertuliskan 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40
menit (untuk penggunaan di penangas).
6. Empat (4) erlenmeyer bertuliskan 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40
menit (untuk penggunaan di kulkas).
7. Satu (1) erlenmeyer untuk dititrasi awal (blanko) sebagai 0 menit.
8. Ukur 10 mL aetosal-natrium sitrat larutan menggunakan pipet volume, lalu
masukkan ke tiap-tiap Erlenmeyer.
9. Tempatkan empat (4) erlenmeyer (nomor 4) di penangas air.
10. Tempatkan empat (4) erlenmeyer (nomor 4) di kulkas.
11. Titrasi awal dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan
penambahan indicator fenolptelein sebanyak 3 tetes. Catat volume akhir
titrasi.
12. Sepuluh (10) menit kemudian, ambil Erlenmeyer 10 menit lalu titrasi
dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan penambhan indicator
fenolptelein sebanyak 3 tetes. Catat volume akhir titrasi.
13. Lakukan percobaan yang sama dengan 20 menit, 30 menit dan 40 menit.
14. Perhitungan
Asetosal sama asetat + asam salisilat
a. Carilah kadar masing-masing suhu dalm 10 mL larutan
b. Masing masing suhu buat log kadar

No Waktu Kadar Log Kadar

Penangas Kulkas Penangas Kulkas

1 0 menit 237,88 mg 2,37 2,37

2 40 menit 337,38 mg 231,66 mg 2,52 2,36

3 30 menit 323,39 mg 231,66 mg 2,50 2,36

4 20 menit 300,07 mg 234,77 mg 2,47 2,37

5 10 menit 262,75 mg 226,99 mg 2,41 2,35

Masukkan dalam persamaan regresi yang akan menghasilkan persamaan

Y = a + bx
c. Diperoleh nilai a, b dan r
d. Masukkan dalm rumus
K = b × 2,303
15. Tentukan waktu paruh pada tiap suhu
𝟎,𝟔𝟗𝟑
t1/2 =
𝑲
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Pengamatan
Jenis Titrasi Volume Volume
Volume awal Volume akhir
Titrasi Awal 0 menit 15,3 15,3
Penangas 10 menit 0,0 16,9 16,9
Penangas 20 menit 0,0 19,3 19,3
Penangas 30 menit 0,0 20,8 20,8
Penangas 40 menit 0,0 21,7 21,7
Kulkas 10 menit 0,0 14,6 14,6
Kulkas 20 menit 0,0 15,1 15,1
Kulkas 30 menit 0,0 14,9 14,9
Kulkas 40 menit 0,0 14,9 14,9

B. Pembahasan

Metode pengujian stabilitas obat dengan kenaikan temperatur tidak dapat


diterapkan untuk semua jenis sediaan terutama untuk produk yang mengandung
bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada pemanasan,
protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang yang meleleh
pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Oleh karena itu, praktikan harus
teliti dalam memilih metode pengujian stabilitas suatu obat atau suatu sediaan
obat.
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya bisa

diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan mutu yang lama untuk

sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam

jangka waktu yang dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dan

zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh

karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan

suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut

optimum.

Dan juga digunakan variasi waktu yaitu 0, 10, 20, 30, 40 menit untuk

mengetahui dimana pada setiap waktu, kestabilan suatu sediaan atau obat makin

berkurang atau batas kadaluarsa suatu obat semakin cepat.

Dari praktikum ini diperoleh hasil untuk volume titrasi awal 0 menit adalah

15,3 ml , penangas 10 menit adalah 16,9 ml , penangas 20 menit adalah 19,3 ml,

penangas 30 menit adalah 20,8 ml, penangas 40 menit adalah 21,7 ml, kulkas 10

menit adalah 14,6 ml, kulkas 20 menit adalah 15,1 ml, kulkas 30 menit adalah

14,9 ml, kulkas 40 menit adalah 14,9 ml.

Aplikasi stabilitas obat dalam bidang farmasi yakni kestabilan suatu zat

merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu

sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi

dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama dapat mengalami

penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya

hasil urai tersebut bersifat toksis sehingga membahayakan jiwa pasien. Oleh
karena itu perlu diketahui faktor-faktor mempengaruhi kestabilan suatu zat

sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan

obat terjaga.

Selain temperatur, stabilitas obat dapat dipengaruhi juga oleh efek pengemasan
dan penyimpanan. Sediaan berupa larutan masa simpannya relatif lebih singkat
dibandingkan dengan bentuk sediaan padat, karena sediaan larutan mudah terurai
dan bereaksi dengan keadaan sekitarnya atau lingkungannya (suhu dan cahaya).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

No Waktu Volume titrasi Kadar Log Kadar

Penangas Kulkas Penangas Kulkas Penangas Kulkas

1 0 menit 15,3 15,3 237,88 mg 237,88 mg 2,37 2,37

2 40 menit 16,9 14,6 337,38 mg 231,66 mg 2,52 2,36

3 30 menit 19,3 15,1 323,39 mg 231,66 mg 2,50 2,36

4 20 menit 20,8 14,9 300,07 mg 234,77 mg 2,47 2,37

5 10 menit 21,7 14,9 262,75 mg 226,99 mg 2,41 2,35

Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan


bahwa stabilitas obat sangat di pengaruhi oleh perubahan suhu, semakin tinggi
suhu maka stabilitas suatu obat menurun. Semakin lama pemanasan maka
semakin turun stabilitas obat Expired date cairan koefisien berkurang dengan
bertambahnya suhu.Dari hasil percobaan juga dapat diketahui bahwa stabiltas
untuk obat asetosal pada suhu panas, dan waktu paruh dari asetosal menjukkan
bahwa stabilitas obat dalam kulkas adalah sekitar 1,99 jam.

B. Saran
Di dalam lab praktikan harus teliti dan berhati-hati agar hasil yang
diperoleh sesuai dengan literatur dan perhitungan harus dilakukan dengan
seksama.
Daftar Pustaka

Ansel, Howard C. 1985. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI EDISI


IV. UI press. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, III,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514 – 1587
Martin. A, 1993, Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah
Mada University Press, Jogjakarta.
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Jogjakarta.
DIAGRAM

Y-Values
3.5

2.5

2
Y-Values
1.5 y = -0.9121x + 3.7839
Linear (Y-Values)
R² = 0.4722
1

0.5

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

PERHITUNGAN

Untuk 0 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 15,3 . 0,0863 . 180,16

= 237,88 mg

Log = 2,37

Penangas

1. Untuk 10 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 16,9 . 0,0863 . 180,16

= 262,75 mg

Log = 2,41

2. Untuk 20 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 19,3 . 0,0863 . 180,16

= 300,07 mg

Log = 2,47

3. Untuk 30 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 20,8 . 0,0863 . 180,16

= 323,39 mg

Log = 2,50

4. Untuk 40 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE
= 21,7 . 0,0863 . 180,16

= 337,38 mg

Log = 2,52

Kulkas

1. Untuk 10 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 14,6 . 0,0863 . 180,16

= 226,99 mg

Log = 2,35

2. Untuk 20 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 15,1 . 0,0863 . 180,16

= 234,77 mg

Log = 2,37

3. Untuk 30 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE
= 14,9 . 0,0863 . 180,16

= 231,66 mg

Log = 2,36

4. Untuk 40 menit

Mgrek KHP = Mgrek NaOH


𝑤
=V.N
𝐵𝐸

w = V . N . BE

= 14,9 . 0,0863 . 180,16

= 231,66 mg

Log = 2,36

Nilai a = 1,777

Nilai b = 2,52 x 10-3

=0,00252

Nilai r = 0,99

K= b x 2,303

=2,52 x 10-3 x 2,303

= 5,8035 x 10-3

=0,005803

0,693
T1/2=
𝐾
0,693
=
0,005803

= 119,48 menit =1,99 jam

Anda mungkin juga menyukai