Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara global stroke merupakan penyakit urutan kedua yang dapat


meyebabkan kematian serta kecacatan serius. Penyakit stroke adalah gangguan
fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami gangguan sehingga
mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan
baik (Arum, 2015). World Health Organization (WHO) menyatakan stroke atau
Cerebrovascular disease adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih (Arifianto, Sarosa & Setyawati, 2014).

Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya


menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda
dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita
stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini diperberat dengan adanya
pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang orang usia lanjut kini
bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak menyerang anak-anak usia
muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu World Health Organization(WHO, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika
Serikat. Mengacu pada laporan American Heart Association, sekitar 795.000
orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini,
610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000
merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat
yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya

1
menderita cacat menetap Centers for Disease Control and Prevention ( CFDCP,
2009).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat
setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh
mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia,
namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke
meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi
kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena
stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan
kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian
khusus. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir
seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun,
Setiap tahun 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke
(DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat,
Khususnya Ruang ICU pada bulan Januari – Maret 2015, pasien
dengan masalah Stroke Haemoragik berjumlah 6 orang dari 429 pasien (1,39%),
selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras,
gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Stroke


Hemoragik ?

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke


Haemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta
mencari solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke
Haemoragik.

3
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa.
Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20%
pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya.
Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam sensasi atau
rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-
gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai
macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional,
intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan.
Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak
besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak
depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene
and Norman D.Harris, 2008 ).

Gambar 2.1 Anatomi Otak

1. Otak Besar (Serebrum)


Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia.

4
Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas
mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas
Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus frontalis
yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.

5
2. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot
dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga
berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
3. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak
tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi
posisi atau kedudukan tubuh.
4. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi
menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus
yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan
agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
5. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan
sumsum tulang belakang.

2.1.2 Definisi

Stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak


mengalami gangguan sehingga mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang
dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Stroke dapat juga diartikan
sebagai kondisi otak yang mengalami kerusakan karena aliran atau suplai
darah ke otak terhambat oleh adanya sumbatan (ischemic stroke) atau
perdarahan (haemorrhagic stroke) (Arum, 2015). Ischemic stroke (non
hemoragik)/cerebro vaskuler accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak disebabkan
karena adanya thrombus atau emboli (Oktavianus, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya

6
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskular (Ode, 2012). Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan stroke
adalah gangguan fungsi otak karena penyumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah menuju otak. Hal ini menyebabkan pasokan darah
dan oksigen menuju ke otak menjadi berkurang.

2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi dalam


2 tipe yaitu :
1. Stroke Hemorrhagic

Stroke ini terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
otak tertentu. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal akut yang
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan karena trauma kapitis melainkan pecahnya pembuluh arteri,
vena dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :

a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intrasebral ialah keadaan pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak, jika peningkatan TIK terjadi secara
cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak.
b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid ialah keadaan pecahnya arteri dan keluarnya
darah ke ruang subaraknoid yang menyebabkan TIK meningkat secara
mendadak, menurunnya respon terhadap nyeri dan vasospasme pembuluh
darah cerebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan sensorik, afasia dll)
(Wijaya & Putri, 2013).

7
2. Stroke Ischemic atau Stroke Non Hemoragik
Stroke ischemic terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan sebagian atau seluruh aliran darah ke otak terhenti. Hal ini
disebabkan oleh plak aterosklerosis ataupun trombus.

Stroke ischemic dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Stroke trombotik : terjadi akibat sumbatan oleh trombus/bekuan darah.


b. Stroke embolik : terjadi akibat tertutupnya pembuluh darah oleh materi
asing seperti plak aterosklerosis ataupun trombus yang terbawa dalam aliran
darah
c. Hipoperfusion sistemik : terjadi akibat aliran darah ke seluruh tubuh
berkurang karena adanya gangguan denyut jantung (Pudiastuti, 2011).

2.1.4 Etiologi
1. Trombosis Cerebral
Trombosis Cerebral terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang
dapat menimbulkan udema dan kongesti di sekitarnya.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak :


a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

1) Hypercoagulasi pada polysitemia


Hypercoagulasi pada polysitemia merupakan keadaan dimana
darah bertambah kental, peningkatan viscositas atau hematokrit dapat
memperlambat aliran darah serebral.

2) Arteritis (peradanga pada arteri)


2 Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

8
berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral.

3 Haemoragi
Haemoragi atau perdarahan dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan sehingga terjadi infark, udema dan mungkin herniasi
otak.

4 Hypoksia Umum

a. Hipertensi yang parah


b. Cardiac pulmonary arrest (henti curah jantung - paru)
c. Curah jantung turun akibat aritmia

5 Hipoksia Setempat
a. Spasme arteri serebral yang disertai peradangan subarachnoid
b. Vasokonstriksiarteri otak disertai sakit kepala migrain (Nugroho,
Putri & Kirana, 2016)

2.1.4 Faktor Risiko


1 Faktor Risiko Medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke, antara lain :
a.Arterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah
b. Adanya riwayat stroke dalam keluarga (faktor keturunan)
c.Migrain atau sakit kepala sebelah
d. Hipertensi
e.DiabetesMilitus
f. Penyakit jantung
g. Penyakit vaskuler perifer

9
2 Faktor Risiko Perilaku
a. Kebiasaan merokok
b. Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol
c. Kebiasaan menyantap makanan cepat saji (fast food dan junk food)
d. Kurangnya aktivitas gerak atau olahraga
e. Stres
f. Kontrasepsi oral
g. Narkoba
h. Obesitas (Pudiastuti, 2011).

2.1.5 Patofisiologi dan Pathway

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak

dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Faktor pencetus pada stroke
non hemoragik dapat berupa adanya trombus, embolus, udara dan plak
aterosklerotik sedangkan untuk stroke hemoragik hipertensi menjadi faktor
pencetus utama. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah yang mengakibatkan iskemia jaringan
otak yang disupalai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, edema,
kongesti disekitar area dan nekrosis (Nugroho, 2016).

Umumnya perdarahan pada otak disebabkan oleh hipertensi pembuluh


darah. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan
setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan terjadinya destruksi massa otak,

10
peningkatan TIK dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Batticaca, 2008).

Sirkulasi serebral yang terhambat dapat berkembang menjadi anoksia


cerebral, selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan TIK dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar dan periode iskemik akibat menurnnya tekanan perfusi
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
danperdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak
(Muttaqin, 2008).

2.1.6 Manifestasi Klinik


1 Jika terjadi peningkatan Tekanan Intra Cranial( TIK) maka akan terjadi :
a. Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons
terhadap stimulus.
b. Perubahan gerak ekstremitas : kelemahan sampai paralysis
c. Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.
Unilateral
tanda dari perdarahan cerebral

d. Perubahan tanda vital : peningkatan progresif tekanan darah, nadi


rendah (bradikardi), tekanan nadi melebar, nafas irreguler,
peningkatan suhu tubuh.
e. Keluhan pusing kepala
f. Muntah projectile (tanpa adanya rangsangan)
g. Penurunan cerebro blood flow
h. Kejang

2 Kelumpuhan dan kelemahan


3 Penurunan penglihatan
4 Defisit kognitif dan bahasa (komunikasi)
5 Pelo/disartria

11
6 Kerusakan nervus kranialis
7 Inkontinensia alvi dan urin (Padila, 2012).

2.1.7 Penatalaksanaan

1 Penatalaksanaan Medis
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit
b. Mencegah peningkatan Tekanan Intra Cranial (TIK):

1) Pemberian antihipertensi
2) Pemberian diuretika untuk menurunkan edema
3) Pemberian vasodilator perifer untuk meningkatkan aliran darah
serebral (ADS)
4) Pemberian antikoagulan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya trombus
5) Pemberian diazepam untuk kejang
6) Pemberian anti tukak
7) Pemberian manitol untuk mengurangi udema otak
8) Kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan peningkatan
tekanan dalam otak
c. Tindakan operatif
1) Endosterektomi karotis
Endosterektomi karotis yaitu tindakan pembedahan untuk
membentuk kembali artei karotis dengan membuka arteri karotis di
leher

2) Revaskularisasi
Revaskularisasi merupakan tindakan pembedahan untuk
memperbaiki sistem vaskularisasi

3) Kraniotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif
(Padila, 2012).

12
2 Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapan
lendir.
b. Pemberian oksigen
c. Mengendalikan tekanan darah klien dalam batas normal
d. Memperbaiki aritmia jantung
e. Perawatan kandung kemih
f. Memberikan kenyamanan pada klien dengan pemberian posisi yang
tepat dan lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
g. Lakukan latihan gerak aktif maupun pasif (Muttaqin, 2008)
h. Kurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
i. Kontrol diabetes dan berat badan.
j. Koreksi adanya adanya kelainan gas darah
k. Perhatikan pemenuhan nutrisi (kalori) dan keseimbangan cairan
elektrolit.
l. Posisikan kepala dengan ditinggikan 30° (Nugroho, 2011).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1 CT Scan (Computed Tomography Scan)

CT Scan digunakan untuk memperlihatkan edema,


hematoma, iskemik dan adanya infark.

2 MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan MRI dilakukan dengan menggunakan


gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak.

3 Angiogram

Angiogram digunakan untuk membantu menentukan penyebab


stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri,

13
oklusi/ruptur.

4 Ekokardiogram

Ekokardiogram merupakan pemeriksaan dengan


menggunakan gelombang suara pada jantung. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui fungsi katup-katup jantung,
mengetahui ketebalan dinding jantung dan melihat adanya
gumpalan darah yang dapat menyebakan stroke.

5 Lumbal Puncture atau Fungsi Lumbal

Lumbal Puncture atau fungsi Lumbal digunakan untuk


mengidentifikasi adanya tekanan normal hemoragik, Malformasi
Arterial Artirivena (MAV).

6 Ultrasonografi Doppler
Ultrasonografi doppler adalah sebuah tes untuk
mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis atau aliran darah).

7 EEG (Electro ensefalography)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah


dengan melihat gelombang pada otak
8 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini digunakan untuk memonitor reaksi obat


terhadap tubuh (Pudiastuti, 2011).

2.1.9 Komplikasi
1. Gangguan Komunikasi
a. Disfasia Reseptif

14
Disfasia Reseptif adalah kesulitan memahami perkataan orang
lain walaupun perkataan tersebut sering kali digunakan oleh pas
b. Disfasia Ekspresif
Disfasia Ekspresif adalah keadaan dimana penderita stroke
mengerti perkataan lawan bicara, tetapi mengalami kesulitan ketika
mengekspresikan apa yang akan dikatakan.
c. Disartria
Disartria adalah kesulitan berbicara pada penderita stroke
seperti tercekat di lidah dan tidak bisa diungkapkan atau bisa
diungkapkan tapi terdengar aneh, seperti orang mabuk.
d. Disleksia
Disleksia adalah kesulitan dalam mengeja kata dan membaca.
e. Preservasi
Preservasi adalah kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata
yang runtut dan bervariasi sehingga terjadi pengulangan kata-kata
yang tidak sesuai.
2. Kesulitan Menelan
Beberapa pasien setelah mengalami stroke terjadi permasalahan
ketika mengunyah, kemudian merasa sakit ketika harus menelan
makanan tersebut bahkan tak jarang akan menimbulkan aspirasi.

3. Inkontinensia
Inkontinensia adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol
eliminasi urin maupun alvi. Inkontinensia terjadi akibat kerusakan pada
bagian otak yang mengatur eliminasi urin dan alvi sehingga menyebabkan
hilangnya kontrol sadar terhadap kedua kegiatan tersebut.

4. Luka Tekan
Luka tekan adalah kerusakan jaringan karena adanya kompresi
jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan adanya tekanan dari luar
dalam waktu yang lama, hal ini mengakibatkan pembuluh darah menjadi
tertekan dan aliran darah berkurang sehingga sel-sel kulit menjadi mati
karena kekurangan nutrisi. Faktor-faktor yang mempengaruhi luka tekan
diantaranya adanya :

15
a. Mobilitas dan Aktivitas
b. Penurunan Sensori Persepsi
c. Kelembaban
d. Tenaga yang Merobek (shear)
e. Gesekan (friction)
f. Usia
g. Temperatur Kulit (Arum, 2015).

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.

17
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.

6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri

18
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada
pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
dan kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan
kesadaran
2. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut
nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integument
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu

19
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger,
cyanosis
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu
mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan
d. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed
rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
e. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
f. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.

9. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
1. Nervus olfaktorius
Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
2. Nervus optikus
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.

20
3. Nervus okulomotorius, troklear, dan abducen
Pasien stroke yang mengalami paralisis pada satu sisi
otototot okularis akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemapuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4. Nervus trigeminus
Beberapa keadaan stroke dapat menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah.
5. Nervus fasialis
ersepsi pengecapan pada pasien stroke dalam batas normal,
wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat
6. Nervus vestibulokoklearis
Tidak ditemukan adanya tuli konduksi maupun tuli persepsi
7. Nervus glosofaringeus & vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan adanya kesulitan
membuka mulut
8. Nervus accesories
Tidak ditemukan artrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
9. Nervus hipoglosus
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi
serta indra pengecapan normal.
10. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.
11. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
12. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

21
13. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik.
3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke.
b) Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250
mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari
kelainan pada darah itu sendiri.
b. Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi
kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan,
mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
a) Gangguan perfusi jaringan otak

22
b) Gangguan mobilitas fisik
c) Gangguan persepsi
d) Gangguan komunikasi verbal otak.
e) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
f) Resiko gangguan nutrisi
g) Kurangnya pemenuhan perawatan diri
h) Resiko gangguan integritas kulit
i) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
j) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin)

3.3 INTERVENSI DAN RASIONAL


a) Gangguan perfusi jaringan otak
Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil :

1. Klien tidak gelisah.


2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3. GCS E: 4 V:5 M: 6.
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+).
5. Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit).
Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


peningkatan TIK dan akibatnya.
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat.
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial
tiap dua jam.
4. Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis).
5. Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

23
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional :

1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.


2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.
7. Memperbaiki sel yang masih viable.

b. Gangguan mobilitas fisik


Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi kontraktur sendi.
2. Bertambahnya kekuatan otot.
3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Rencana tindakan :

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam.


2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit.
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya.
5. Tinggikan kepala dan tangan.
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

24
Rasional :

1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah


yang jelek pada daerah yang tertekan.
2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan.

c. Gangguan persepsi sensori


Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
1. Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
2. Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang.
Rencana tindakan :

1. Tentukan kondisi patologis klien.


2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
3. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama.
4. Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia,
bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek.
Rasional :

1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai


penetapan rencana tindakan.
2. Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi
klien.
3. Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
4. Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5. Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.

25
d. Gangguan komunikasi verbal
Tujuan :
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

Kriteria hasil :

1. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.


2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isarat.
Rencana tindakan :

1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.


2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”.
4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional :

1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.


2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
4. Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi.
6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

e. Kurangnya perawatan diri


Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil:

26
1. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rencana tindakan :

1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan


perawatan diri.
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional :

1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan


kebutuhan secara individual.
2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin
untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan.
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara kontinyu.
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

f. Resiko gangguan nutrisi


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan nutrisi.

27
Kriteria hasil :

1. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.


2. Hb dan albumin dalam batas normal.
Rencana tindakan :

1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek


batuk.
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah
makan.
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan.
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang.
Rasional :

1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.


2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler.
4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak.

28
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan.
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
g. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
Tujuan :
Klien tidak mengalami kopnstipasi.

Kriteria hasil :

1. Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
2. Konsistensifses lunak.
3. Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ).
4. Bising usus normal ( 15-30 kali permenit ).
Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.


2. Auskultasi bising usus.
3. Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat.
4. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
5. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional :

1. Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi.


2. Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3. Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi regular.
4. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.

29
5. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus
oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.
6. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

h. Resiko gangguan integritas kulit


Tujuan :
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.

Kriteria hasil :

1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.


2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Rencana tindakan :

1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan


mobilisasi jika mungkin.
2. Rubah posisi tiap 2 jam.
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional :

1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.


2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.

30
6. Mempertahankan keutuhan kulit.

i. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Tujuan:
Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
1. Klien tidak sesak nafas
2. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
3. Tidak retraksi otot bantu pernafasan
4. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Rencana tindakan:

1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali
3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
4. Observasi pola dan frekuensi nafas
5. Auskultasi suara nafas
6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional:

1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya


ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret
4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

j. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri)


Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :

31
1. Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensi
2. Tidak ada distensi bladder.
Rencana tindakan :

1. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.


2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
3. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
5. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Rasional :

1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung


kemih yang berlebih.
2. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih.
5. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.

3.4 IMPLEMENTASI

Implementasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang


dilakukan oleh seorang perawat sesuai dengan rencana yang telah disusun
(Padila, 2012).

3.5 EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.


Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus–menerus dengan
melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini

32
diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(Padila, 2012).

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami
gangguan sehingga mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak
terpenuhi dengan baik. Stroke dapat juga diartikan sebagai kondisi otak yang
mengalami kerusakan karena aliran atau suplai darah ke otak terhambat oleh
adanya sumbatan (ischemic stroke) atau perdarahan (haemorrhagic stroke) (Arum,
2015). Ischemic stroke (non hemoragik)/cerebro vaskuler accident (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak disebabkan karena adanya thrombus atau emboli (Oktavianus, 2014).

4.2 Saran
Untuk penderita tekanan darah tinggi biasanya tidak diberikan
antikoagulan dan juga pada pasien dengan perdarahan otak, karena akan
menambah resiko terjadinya perdarahan kedalam otak.

Selain itu, penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infuse
untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stoke in evolution, diberikan
antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi
komplikasi.

Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki


alirandarah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena
itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.

Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke


ringanatau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko
terjadinyastroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami
stroke berulang.

Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada


penderitastroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita
strokeyang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas)

34
untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu
perhatiankhusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit
(untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekana.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arifianto,Aji Seto, Sarosa,Moechammad, Setyawati,Onny. 2014. Klasifikasi


Stroke Berdasarkan Kelainan Patologis dengan Learning Vector
Quantization. Jurnal EECCIS Vol.8, No.2.

Arum, Seria Puspita. 2015. Stroke : Kenali Cegah dan Obati. Yogyakarta :
Notebook

Batticaca,Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Bulecheck, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. 2016 .


Singapore : Elsevier

Herdman Heather T & Kamitsuru Shigemi. Nursing Diagnoses : Definitions and


Classification 2015-2017. Edisi 10. 2015. Jakarta : EGC

Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan


Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho Taufan, Putri,Bunga Tamara & Putri,Dara Kirana. 2016. Teori Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika

Ode,Sarif La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Salemba


Medika

Oktavianus. 2014. Asuhan Keperawatan pada Sistem Neurobehavior. Yogyakarta


: Graha Ilmu

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Pudiastuti. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Sunardi. 2012. Posisi Kepala dalam Stabilitasi Tekanan Intrakranial.

36
Wijaya,Andra Saferi& Putri,Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2.
Yogyakarta : Nuha Medika

World Healt Organization (WHO). 2016. Global NCD Target Prevent Heart
Attacks and Strokes Through Drug Theraphy and Counselling

37
14
15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai