Anda di halaman 1dari 14

DAMPAK HALUSINASI TERHADAP TERJADINYA

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau
penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
(Keliat, 2010).
Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera
terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik.
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Farida, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang
hanya mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya
rangsang eksternal (dunia luar) yang sesuai.
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) dlm Damaiyati (2012) Halusinasi terdiri dari 8
dengan karakteristik sbb:
a. Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi pendengaran dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti namun sering terdengar sebagai
sebuah kata/kalimat yang bermakna.

1
b. Halusinasi Penglihatan (visual, Optik)
Halusinasi penglihatan lebih sering terjadi pada keadaan delirium
biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
timbul rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan .
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.
d. Halusinasi Pengecapan (Gaustatorik)
Biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita
merasa mengecap sesuatu
e. Halusinasi Perabaan (taktil)
Halusinasi perabaan Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti
ada ulat yang bergerak dibawah kulit.
f. Halusinasi seksual ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi Kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak.
h. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada. Misalnya merasa dirinya terpecah dua
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya segala sesuatu yang
dialaminya seperti dalam impian
3. Tanda Dan Gejala Halusinasi
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri

2
d. Mengerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang
l. Sulit berhubungan dengan orang lain
m. Ekspresi muka tegang’mudah tersinggung, jengkel dan marah
n. Tampak tremor dan berkeringat
o. Curiga dan bermusuhan
p. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
q. Ketakutan
r. Tidak dapat mengurus diri
4. Manifestasi klinik (Dalami, 2009)
a. Halusinasi Penglihatan
1) Melirik mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang dibicarakan
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain atau
benda
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau seseorang yang tidak
tampak
4) Mengerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab sesuatu
b. Halusinasi Pendengaran
1) tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain,
benda mati atau stimulus yang tidak tampak
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
c. Halusinasi Penciuman
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak

3
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api
atau darah
d. Halusinasi Pengecapan
1) Meludahkan makanan atau minuman
2) Menolak makan, minum atau minum obat
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
5. Tahapan Halusinasi
a. Stage I : Sleep disoerder
Karakteristiknya; klien merasa banyak masalah, ingin menghindar
dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa banyak maslah,
masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi.
b. Stage II : Comforting
Karakteristiknya : mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya
perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Kecenderungan
nyaman dengan halusinasinya.
c. Stage III : Condemning
Karakteristiknya ; pengalaman sensori menjadi sering datang . Klien
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan, menarik diri dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Stage IV : Controlling severe level of Anxiety
Karakteristiknya; Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila
halusinasinya berakhir.
(Fase gangguan Psikotik dimulai)
e. Stage V : Conquering Panic level of Anxiety
Karakteristiknya; pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
terasa terancam dengan datangnya suara-suara bila klien tidak dapat

4
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung minimal 4 jam atau seharian bila tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik
6. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan yaitu tugas perkembangan klien terganggu
misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga, mudah
frustrasi, hilang percaya diri dan rentan thd stress
2) Faktor Sosiokultural yaitu sesorang yang merasa tidak diterima
lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan , kesepian,
dan tidak percaya pada lingkungannya
3) Faktor Psikologis yaitu tipe kepribadian lemah dan tidak
bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat
adiktif. Tdk mampu mengambil keputusan yg tepat
4) Faktor genetik dan pola asuh. Hasil penelitian bahwa anak sehat
yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia
5) Faktor biologis yaitu adanya stress yang berlebihan akan
dihasilkan zat bersifat hausinogenikneurokimia
b. Faktor Presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar
biasa. Pengguna obat-obatan, demam tinggi hingga terjadi
delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk tidur
dan dalam jangka waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih
yang tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa
dan menakutkan yang tidak dapat dikontrol dan menentang,

5
sehingga menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
3) Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha ego sendiri melawan implus yang menekan dan
menimbulkan kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil
seluruh perhatian klien.
4) Dimensi social
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri,
harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga
klien cenderung menyendiri dan hanya bertuju pada diri sendiri.
5) Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,
mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan
kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta
menurunnya kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat
saat halusinasi menguasai dirinya, klien akan kehilangan kontrol
terhadap kehidupanya.
7. Rentang Respon Halusinasi

Respon adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Ggn pikir
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi Prilaku
dgn pengalaman berlbhan disorganisasi
atau kurang Isolasi sosial
Hubungan sosial Perilaku aneh
Menarik diri

6
a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah atau
menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya sungguh –
sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra.
g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari dengan orang lain.
h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh
norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat
atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.
k. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.
l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dan
berinteraksi.

7
8. Mekanisme Koping (Dalami, 2009)
a. Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti perilaku perkembangan anak
b. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
c. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis
9. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping
yang tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi
yang timbul karena kondisi di atas adalah klien cnderung akan menarik
diri dari lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika
berlangsung lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien
akan semakin menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena
adanya hal yang tidak nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh
klien merusak diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk,
2005).
10. Masalah keperawatan Halusinasi
Keliat dkk (2005) menerangkan bahwa 4 masalah keperawatan pada
gangguan halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan
sensori atau persepsi, isolasi sosial: menarik diri, gangguan pemeliharaan
kesehatan.
11. Tindakan keperawatan Pasien Halusinasi
Berdasarkan Dermawan & Rusdi (2013) tindakan keperawatan
pada pasien halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan
tindakan keperawatan untuk keluarga.

8
a. Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi
1) Tujuan tindakan meliputi pasien mampu mengenali halusinasi
yang dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien
mengikuti program pengobatan secara obtimal.
2) Tindakan keperawatan meliputi:
a) Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, dapat dilakukan
dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
munculdan respon pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,
dapat melatih pasien dalam 4 cara yang dapat mengendalikan
halusinasi, diantaranya adalah :
(1) Menghardik halusiasi
Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Pasien dilatin untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika
ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan
dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Kemungkinan halusinasi yang muncul kembali tetap
ada, namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut
untuk mengikuti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahap
tindakan keperawatan meliputi menjelaskan cara
menghardik,
Memperagakan cara menghardik, meminta pasien
memperagakan ulang, memamtau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku pasien.
(2) Bercakap-cakap dengan orang lain

9
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-
cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah
dengan menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap
dengan orang lain.
(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak
akan memiliki bayak waktu luang untu sendiri yang dapat
mencetuskan halusinasi. Pasein dapt menyusun jadwal dari
bangun pagi sampai tidur malam. Tahapannya adalah
menjelaskan pentingnya beraktivitas, yang teratur untuk
mengatasi halusinasi. Mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan pasien, melatih melakukan aktivitas, menyusun
jadwal aktivitas sehari-hari, membantu pelaksanaan jadwal
kegiatan, memberi penguata pada perilaku yang positif.
(4) Menggunakan obat secara teratur
Untuk menghindari kekambuhan atau muncul
kembali halusinasi, pasien perlu memgkonsumsi obat
secara teratur dengan tindakan menjelaskan manfaat obat,
menjelaskan akibat putus obat, menjelaskan cara
mendapatkan obat atau berobat dan jelaskan cara
menggunakan dengan 5 benar (benar obat, benar pasien,
benar cara, benar waktu, benar dosis).

3) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan


(SP):

10
a) SP 1 P : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan menghardik.
b) SP 2 P : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
c) SP 3 P : melatih pasien mengontrol halusinasi melaksanakan
aktivitas terjadwal.
d) SP 4 P : melatih pasien menggunakan obat secara teratur.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga meliputi:
Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar
keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah serta keluarga dapat menjadi sisitem pendukung
yang efektif untuk pasien.
1) Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat
di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi
untuk sembuh. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada
kelurga agar menjadi pendukung yang efektif pada pasien.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP):
a) SP 1 keluarga : pendidikan kesehatan tentang gangguan
halusinasi.
b) SP 2 keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien
langsung didepan pasien.
c) SP 3 keluarga : membuat perencanaan pulang bersama
keluarga.
B. Dampak Halusinasi Terhadap Terjadinya Resiko Perilaku Kekerasan
1. Halusinasi Terhadap Terjadinya Resiko Perilaku Kekerasan
Dampak dari perubahan sensori persepsi halusinasi adalah resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan adalah suatu perilaku

11
mal adaptive dalam memanifestasikan perasaan marah yang dialami
seseorang. Perilaku tersebut dapat berupa mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah sendiri
merupakan suatu hal yang wajar sepanjang perilaku yang
dimanifestasikan berada pada rentang adaptif.

Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekersan (Akibat)

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi (Masalah Utama)

Isolasi sosial (Penyebab)

Harga Diri Rendah

Respon pasien dengan halusinasi dan resiko perilaku kekerasan


berupa perasaan senang atau takut terhadap halusinasi, curiga terhadap
orang lain, bosan, afek labil, mudah tersinggung, merasa tidak nyaman,
merasa jengkel, mengungkapkan keinginan memukul orang lain, marah,
frustasi, murung.
Dampak perilaku pasien dengan halusinasi bisa berupa perilaku
kekerasan, mencederai diri sendiri dan orang lain. Jika tidak ditangani
dengan baikdapat berakibat terjadinya resiko perubahan sensori persepsi :
halusinasi atau bahkan perilaku kekerasan mencederai diri sendiri akibat

12
dari harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin
pasien akan mengakhiri hidupnya.
2. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Afnuhazi, 2015). Menurut Erwina (2012)
perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan
secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang
lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi (Keliat et al.,
2011).
3. Tanda Dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Halusinasi
a. Sulit tidur
b. gelisah
c. Mata Melotot/ Pandangan Tajam
d. Tangan Mengepal
e. Rahang Mengatup dengan kuat
f. Wajah memerah dan tegang
g. Mengancam
h. Berkata-kata kasar
i. Berbicara dengan Nada keras, kasar dan ketus
j. Mengamuk

13
DAFTAR PUSTAKA

Azizah. (2011). Buku Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta :


Graha Ilmu.
Dalami, Dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.
Keliat, Budi Ana. (2010). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakara: EGC.
Keliat, Budi Ana. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakara:
EGC.
Kusumawati, F. dan Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Riyadi, Sujono. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta : EGC.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC.

Yosep, Iyus. (2009). Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama.

14

Anda mungkin juga menyukai