Anda di halaman 1dari 2

.

Dekarboksilasi oksidatif

Dekarboksilasi oksidatif merupakan suatu tahapan proses katabolisme


(reaksi pemecahan / pembongkaran senyawa kimia kompleks yang mengandung energi tinggi
menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah) yang merupakan lanjutan
dari proses glikolisis (proses pengubahan molekul sumber energi, yaitu glukosa yang mempunyai
6 atom C manjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu asam piruvat yang mempunyai 3 atom
C). Menurut Wapedia (2010) dekarboksilasi merujuk pada reaksi kimia yang menyebabkan
gugus karboksil (-COOH) terlepas dari senyawa semula menjadi karbon dioksida (CO2).

Setelah melalui reaksi glikolisis, jika terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat
akan menjalani tahapan reaksi selanjutnya, yaitu siklus Krebs yang bertempat di matriks
mitokondria. Jika tidak terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat akan menjalani
reaksi fermentasi. Akan tetapi, asam piruvat yang mandapat molekul oksigen yang cukup dan
akan meneruskan tahapan reaksi tidak dapat begitu saja masuk ke dalam siklus Krebs, karena
asam piruvat memiliki atom C terlalu banyak, yaitu 3 buah. Persyaratan molekul yang dapat
menjalani siklus Krebs adalah molekul tersebut harus mempunyai dua atom C (2 C). Karena itu,
asam piruvat akan menjalani reaksi dekarboksilasi oksidatif (Joker 2009).

Menurut Nurqonaah (2009), Dekarbosilasi adalah reaksi yang mengubah asam piruvat yang
beratom 3 C menjadi senyawa baru yang beratom C dua buah, yaitu asetil koenzim-A (asetil ko-
A). Reaksi dekarboksilasi oksidatif ini (disingkat DO) sering juga disebut sebagai tahap
persiapan untuk masuk ke siklus Krebs. Reaksi DO ini mengambil tempat di intermembran
mitokondria.

Pertama-tama, molekul asam cuka yang dihasilkan reaksi glikolisis akan melepaskan satu gugus
karboksilnya yang sudah teroksidasi sempurna dan mengandung sedikit energi, yaitu dalam
bentuk molekul CO2. Setelah itu, 2 atom karbon yang tersisa dari piruvat akan dioksidasi
menjadi asetat (bentuk ionisasi asam asetat). Selanjutnya, asetat akan mendapat transfer elektron
dari NAD+ yang tereduksi menjadi NADH. Kemudian, koenzim A (suatu senyawa yang
mengandung sulfur yang berasal dari vitamin B) diikat oleh asetat dengan ikatan yang tidak
stabil dan membentuk gugus asetil yang sangat reaktif, yaitu asetil koenzim-A, yang siap
memberikan asetatnya ke dalam siklus Krebs untuk proses oksidasi lebih lanjut. Selama reaksi
transisi ini, satu molekul glukosa yang telah menjadi 2 molekul asam piruvat lewat reaksi
glikolisis menghasilkan 2 molekul NADH.
Gambar 1. Dekarboksilasi Oksidatif

2. Biogenic Amines

Biogenic amines (Amina biogenic) adalah komponen biologis aktif


yang dihasilkan oleh proses dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat pada
beberapa bahan pangan seperti ikan, produk olahan ikan, daging, anggur, keju dan
lain-lain. Menurut Setiadin (2005), senyawa ini dijumpai dengan level yang rendah pada
binatang, tumbuhan dan mikroorganisme. Pada konsentrasi yang tinggi mereka bersifat
racun. Menurut Dionex (2007), BA dalam makanan rata-rata tidak berbahaya, tapi
konsumsi dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan hipotensi (histamin, putresin,
kadaverina), hipertensi (tyramine), migrain (tyramine, Phenylethylamine), mual, ruam,
pusing, peningkatan cardiac output, dan peningkatan respirasi. Biogenic Amines (BA)
dihasilkan dalam proses mikroba, sayuran, dan metabolisme hewan. Struktur kimia BA
dapat berupa: alifatik (putresin, kadaverina, spermine, spermidine), aromatik (tyramine,
phenylethylamine), heterocyclic (histamin, tryptamine). BA merupakan sumber nitrogen
dan prekursor untuk sintesis hormon, alkaloides, asam nukleat, dan protein. Mereka
juga dapat mempengaruhi proses dalam organisme seperti pengaturan suhu tubuh,
asupan gizi, kenaikan atau penurunan tekanan darah (Karovičová dan Kohajdová
2003). Serta beberapa dari mereka memainkan peran utama dalam banyak fungsi
fisiologis manusia dan hewan, seperti volume lambung, pH lambung dan aktivitas otak
(Munoz 2008).

Anda mungkin juga menyukai