Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PERENCANAAN PELAT BETON PRATEGANG KOMPOSIT

STATIS TAK TENTU


Benny Sandika1 dan Johannes Tarigan2
1
Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email:benny_sandhika@yahoo.com@student.usu.ac.id
2
Staf Pengajar Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email: johannes.tarigan@usu.ac.id

ABSTRAK

Penggunaan beton prategang pada era konstruksi modern ini bukanlah suatu hal yang baru. Prategang
banyak dipakai karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh dibandingkan dengan beton konvensional (beton
bertulang biasa). Diantaranya yang utama adalah kemungkinan untuk menjadikannya pracetak, yang menjadikan
struktur dapat dirakit dan mempersingkat waktu karena pelaksanaan yang tidak harus dicor di tempat. Salah satu
bentuk penggunaan prategang yang umum adalah dalam bentuk pelat. Dalam tugas akhir ini akan membahas pelat
beton prategang pasca tarik yang akan dilihat perbandingan dan pengaruhnya apabila beton prategang tersebut
berkomposit dengan bondek. Pelat yang dipakai adalah pelat menerus di atas tumpuan sederhana. Dimana
perencanaan pelat dengan menggunakan pelat satu arah (one way slab). Untuk penginstalasian pelat beton prategang
komposit, dipakai bondek yang berfungsi untuk melengkapi struktur. Bondek dipakai sebagai dasar dalam
pengecoran. Sehingga dalam pelaksanaannya, bondek sering dipasang sebagai satu kesatuan dengan pelat
(monolith). Hasil dari pemakain bondek berkomposit dengan beton prategang pasca tarik dapat mengurangi
kebutuhan gaya prategang sebesar 10.98% untuk gaya prategang awal, dan 10.97% untuk gaya prategang akhir.
Selain itu dapat mengurangi lendutan sebesar 6.486% serta mengurangi tegangan yang terjadi pada tepi atas pelat
sebesar 10.647%, dan pada tepi bawah pelat sebesar 9.934%.

Kata kunci: prategang, bondek, pelat, komposit.

ABSTRACT

The use of prestressed concrete in the construction of the modern era is not a new thing. Prestressed widely
used because of the many advantages to be gained compared with conventional concrete (ordinary reinforced
concrete). Among the main thing is the possibility to make precast, which makes the structure can be assembled and
shorten the time of the execution of that should not be cast-in-place. One common form of prestressed use is in the
form of plates. In this thesis will discuss post-tensile prestressed concrete slab that will be seen when the
comparison and the effect of prestressed concrete is berkomposit with bondeck. Plates used is constantly on top of
the pedestal plate is simple. Where the plates by using plate planning one direction (one way slab). For installation
of prestressed concrete composite plate, which serves bondeck used to complete the structure. Bondeck used as the
basis for casting. Thus, in practice, bondeck often installed as a single unit with plate (monolith). The results of the
usage bondeck berkomposit with prestressed concrete can reduce the need for post-tensile prestressed force of
10.98% for initial prestressed force, and 10.97% for the final prestressed force. Moreover, it can reduce the
deflection by 6486% and reduce stress that occurs at the edges of the plates at 10 647%, and the lower edge of the
plate by 9934%.
Keywords: prestressed, bondeck, plate, composite.

1. PENDAHULUAN
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik (kuat tariknya
bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya). Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur
terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah (Edward G. Nawy. 2001). Pada struktur dengan bentang yang
panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak di daerah
yang mempunyai tegangan lentur, geser, atu puntir yang tinggi (Budiadi, Andri. 2008). Penggunaan beton prategang
pada era konstruksi modern ini bukanlah suatu hal yang baru. Prategang banyak dipakai karena banyak keuntungan
yang dapat diperoleh dibandingkan dengan beton konvensional (beton bertulang biasa). Diantaranya yang utama
adalah kemungkinan untuk menjadikannya pracetak, yang menjadikan struktur dapat dirakit dan mempersingkat
waktu karena pelaksanaan yang tidak bersifat di tempat. Selain itu beban yang ada dipikul oleh kombinasi beton itu
sendiri dengan kabel prategang, dimana kabel yang dipakai untuk beban yang sama dapat menghasilkan dimensi
yang lebih kecil daripada pemakaian beton konvensional. Selain itu beton prategeng dapat juga dicor di tempat,
dimana prategang mungkin akan dikombinasikan dengan material lain atau untuk menjamin kekakuan struktur.

Salah satu bentuk penggunaan prategang yang umum adalah dalam bentuk pelat. Dimana pelat dapat
didimensi untuk bentang yang panjang dan bersifat pracetak yang pengecoran dilakukan di tempat lain, sementara
balok dan kolom sedang dicor di tempat pada waktu yang bersamaan. Mungkin yang menjadi pertimbangan adalah
biaya penginstalasian yang cukup besar, yang membuat pilihan jatuh pada beton konvensional untuk struktur dengan
bentang yang relatif kecil. Kemudian dalam penginstalasian pelat beton prategang, dapat dipakai bondek yang
berfungsi untuk melengkapi struktur. Bondek dipakai sebagai dasar dalam pengecoran. Sehingga dalam
pelaksanaannya, bondek sering dipasang sebagai satu kesatuan denga pelat (monolith). Sehingga dari segi struktur,
menambah dimensi dari pelat dan tentunya juga mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung yang sebenarnya
dari pelat. Selain itu, bondek juga dapat menambah kekuatan tarik dari struktur monolith untuk daerah momen
positif (tarik). Untuk itu, perlu adanya tinjauan untuk mengetahuai peningkatan kekuatan yang ada pada struktur
yang dapat meningkatkan angka keamanan struktur. Selain hal di atas, dalam pelaksanaan konstruksi para perencana
sering selalu mendasarkan perencanaannya pada konsep aman dan ekonomis. Hal ini sangat menguntungkan dalam
pelaksanaannya nanti, terutama dari segi material. Tetapi satu hal yang juga tidak kalah penting, ialah faktor
kenyamanan pemakaian struktur setelah selesai dikerjakan.

Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan
lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser atau puntir yang tinggi. Untuk
mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain, maka dilakukan penegangan pada sturktur beton
bertulang. Sistem penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1872 saat PH. Jackson, seorang insinyur dai
California mendapatkan hak paten untuk sistem sruktural yang menggunakan tie rod untuk membuat balok atau
pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1988, C. W. Doehring dari Jerman memperoleh hak paten untuk pemberian
prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian tegangan tersebut tidak
benar-benar sukses karena hilangnya prategang dengan berjalannya waktu. J. Lud dari Norwegia dan G. R. Steiner
dari Amerika Serikat telah berupaya untuk memecahkan masalah ini pada abad keda puluh, namun tidak berhasil.
Sesudah selang waktu yang panjang, pada saat hanya sedikit kemajuan karena sulitnya mendapatkan baja
berkekuatan tinggi utnuk mengatasi masalah kehilangan prategang, R. R. Dill dari Alexandria, mengetahui adanya
pengaruh susut dan rangkak (aliran material transversal) pada beton terhadap hilangnya prategang. Selanjutnya, dia
mengambangkan pemberian pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat mengganti
kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjang komponen
struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis
mengambangkan pinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar horizontal
disekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah retak akibat tekanan cairan internal.
Setelah itu, pemberian prategang pada tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat, dengan ribuan tangki
penyimpanan air, cairan dan gas dibangun dan banyak sekali pipa tekanan prategang yang dibuat (Raju, N. Krishna.
Trans.. Suryadi. 1988).

Pemberian prategang linier terus berkambang di Eropa dan Prancis, khususnya dikembangkan oleh Eugene
Freyssinet, pada tahun 1926 sampai 1928. Dia menguslkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang
dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktalitas tinggi. Pada tahun 1940, dia memperkenalkan
sistem Freyssinet yang sangat terkenal dengan menggunakan jangkar konus untuk tendon 12 kawat. Selama Perang
Dunia II dan setelah itu, pembangunan kembali secara cepat jembatan-jempbatan utama yang hancur selama perang
menjadi suatu kebutuhan. G. Magnel dari Ghent, Belgia, dan Y. Guyon dari Paris mengembangkan dan
menggunakan konsep pemberian prategang untuk desain dan pelaksaan banyak jembatan di Eropa Barat dan
Tengah. Sistem Magnel juga menggunakan blok-blok untuk menjangkar kawat-kawat prategang. Blok-blok tersebut
berbeda dengan yang digunakan dalam sistem Freyssinet dalam hal bentuknya yang datar, sehingga memungkinkan
pemberian tegangan pada dua kawat sekaligus. P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengmbangkan
konsep pemberian prategang parsial tahun 1930-an sampai 1960-an. F. Leonhardt dai Jerman, V. Mikhailov dari
Rusia, dan T. Y. Lin dari Amerika Serikat juga memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan
tentang desain beton prategang (Nawy, Edward G. Trans.. Suryoatmono, Bambang. 2001).

Bondek adalah sejenis profil baja yang telah diterima oleh industri konstruksi sebagai bahan yang kuat,
efisien dan multifungsi untuk sistem yang seimbang. Bondek telah digunakan dan mempunyai pengaruh yang besar
untuk banyak proyek. Kegunaan bondek antara lain:

1. Sebagai cetakan, bondek digunakan sebagai pelat pengganti perancah bagi pelaksanaan pengecoran in stu
(di tempat). Sehingga pemakaian bondek sebagai cetakan dapat menghemat bekisting terutama dari waktu
pembuatan bekisting dan juga dapat menambah bentuk artistik dari pelat karena permukaan bondek yang
heterogen.
2. Sebagai perkuatan, bondek memiliki kekuatan tarik yang tinggi sehingga dapat membantu perkuatan
struktur. Bondek yang ditempatkan pada bagian luar pelat, dapat berfungsi sebagai tulangan luar yang
dapat memikul beban lentur dan dapat memikul beban geser horizontal karena kohesi yang kuat antara
beton dengan bondek.
3. Sebagai shear connector (penghubung geser), bentuk bondek yang memiliki sudut yang bukan siku-siku
memungkinkan bondek dapat berfungsi sebagai shear connector karena beton mengisi sudut-sudut bondek
pada saat pengecoran berlangsung sehingga pada saat geser dikerjakan, maka struktur monolit ini tidk akan
mudah bergeser.

Adapun keunggulan dari bondek adalah sebagai berikut:

1. Merupakan pendukung pelat dengan kekuatan tarik yang besar dan lendutan yang kecil.
2. Cepat dan mudah dipasang hanya dengan waktu penanganan yang singkat.
3. Bekerja komposit dengan pelat sehingga menghemat biaya beton dan tulangan yang dibutuhkan.
4. Pemasangan sementara untuk langit-langit tanpa pengecoran terhadap pelat beton.
5. Mekanisme dari bondek yang saling mengunci menyediakan lengkungan horizontal untuk mempercepat
pemasangan.

Tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur komposit ntuk memikul daya layan yang terjadi dapat dihitung
dengan menggunakan potongan gabungan menggunakan metode luas yang ditransformasi. Dalam metode luas
transformasi adalah umum untuk mentransformasi luas komponen yang terikat kepada komponen yang mengikat
(ditransformasi ke komponen yang dominan). Dalam kasus ini, luasan bondek ditransformasi ke beton prategang.
Luasan ditransformasi dengan mengalihkan luasan bondeck dengan suatu angka ekivalensi (𝜂).

2. METODOLOGI
Pada struktur komposit, komponen pracetak digunakan bersama-sama dengan beton cor setempat sehingga
keduanya berperilaku sebagai suatu kesatuan (monolith) terhadap beban yang bekerja. Di antara komponen pracetak
dan beton cor setempat dihubungkan dengan suatu mekanisme untuk mentransfer gaya geser. Tegangan akibat
beban mati pada balok pracetak dapat dikurangi dengan memberi tahanan ketika mengecor beton. Hal ini sering
disebut dengan propped construction. Jika balok pracetak tidak ditahan ketika mengecor beton, maka konstruksi
struktur komposit seperti itu disebut unproppedconstruction. Tegangan yang terjadi pada struktur unpropped
construction adalah akibat berat sendiri dari pracetak dan pelat cor setempat. Tegangan ini dihitung dengan
persamaan lentur sederhana sampai terjadiretak pada penampang. Sebelum beton cor setempat mengeras, seluruh
beban yang bekerja ditahan oleh balok pracetak. Beban yang bekerja disamping berat sendiri dari balok pracetak
adalah juga beban dari beton cor setempat basah, serta beban tambahan dari sistem konstruksi. Setelah beton cor
mengeras, seluruh penampang diasumsikan menjadi satu (monolith) dan keuatannya merupakan kekuatan gabungan
dari beton prategang dan beton cor setempat.

Persyaratan penting pada struktur komposit adalah bagian pracetak dan cor setempat bekerja bersama-sama
dalam satu kesatuan. Untuk memperoleh kesatuan, ikatan yang kuat antara kedua bagian adalah hal yang sangat
penting. Ketika struktur komposit menerima beban lentur, gaya geser horizontal bekerja pada pertemuan kedua
permukaan antara komponen pracetak dan cor setempat. Jika gaya geser horizontal dapat ditahan tanpa slip, struktur
komposit dapat dianggap sebagai suatu kesatuan monolit. Tegangan dan regangan dari struktur komposit dapat
dihitung menggunakan properti penampang gabungan yang dihitung dengan metode transformasi area. Untuk
mendesain struktur komposit, tahapan pembebanan berikut perlu diperhatikan:

1. Prategang awal pada saat transfer pada bagian pracetak. Tegangan ditentukan dari prategang awal dan berat
sendiri balok pracetak.
2. Setelah balok pracetak dipasang, sebelum beban yang lain bekerja. Beban yang bekerja adalah prategang
efektif dan berat balok pracetak.
3. Prategang efektif dan berta sendiri balok pracetak ditambah beban mati tambahan sebelum terjadi aksi
komposit.
4. Pengaruh langsung dari beban mati atau beban hidup dan tambahan gaya prategang setelah terjadi aksi
komposit.
5. Pengaruh susut dan rangkak jangka panjang pada beton dan relaksasi dari baja prategang pada penampang
komposit.
6. Kondisi beban batas pada penampang komposit. Kekuatan batas terhadap lentur, geser, dan puntir
dilakukan pada penampang komposit.

Lendutan struktur komposit dihitung dengan mempertimbangkan tahap pembebanan dan perbedaan
modulus elastisitas antara beton pracetak dengan beton cor setempat. Lendutan awal dihitung dengan menggunakan
penampang dan modulus elastisitas balok pracetak untuk unpropped struktur. Lendutan akibat beban hidup dihitung
dengan menggunakan penampang komposit. Untuk propped struktur, lendutan akibat beban mati pelat dihitung
dengan menggunakan penampang komposit. Jika harga modulus elastisitasnya berbeda, maka digunakan haga rata-
rata ekuivalennya. Menurut Timoshenko S , Woinowsky – Krieger. 2001,

𝑞𝑙 2
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜓𝑜(𝑢) , dimana:
8

1−sech 𝑢
𝜓𝑜 = 𝑢²
2

5𝑞𝑙 4
𝑊𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑓𝑜(𝑢) , dimana:
384 𝐷

𝑢²
sech 𝑢−1+ 2
𝑓𝑜 𝑢 = 5𝑢 4
24

Untuk mencari tegangan:

𝑆 4𝑢 4 𝐷 𝐸.𝑢² ℎ 2
𝜎1 = = =
ℎ ℎ𝑙² 3(𝑙−𝑣²) 𝑙

ℎ 2
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 3 4 𝑞
6
𝜎2 = 𝜓𝑜 dimana: 𝜎 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜎1 + 𝜎 2
ℎ² 𝑙

q2
q1

A B C D
a1 a2 a3

Gambar I.2 Model Pembebanan Pada Struktur Bentang Menerus

q1

A B C D
a1 a2 a3
Gambar I.3 Pembebanan q1

q2

A B C D
a1 a2 a3

Gambar I.4 Pembebanan q2

Tegangan yang terjadi pada tepi atas dan bawah pelat akan dihitung dengan persamaan-persamaan yang
dipergunakan dalam beton prategang. Lendutan yang terjadi pada struktur akan dihitung berdasarkan momen yang
terjadi pada pelat.

Menurut Timoshenko S, Woinowsky – Krieger. 2001, apabila a1 = a2 = a3 = a, dan bentang bagian tengah
dibebani secarat merata, sedang bentang sampingnya tanpa pembebanan, maka kemiringan permukaan lendutan
sepanjang tepi x2 = a/2 adalah:

𝛿𝑤 2𝑞𝑏 ³ (−1) (𝑚 −1)/2 𝑚𝑥𝑦 𝛽𝑚



= 𝑚 =1,3,5,… 𝑐𝑜𝑠 − tanh 𝛽𝑚 (1)
𝛿𝑥 2 𝑥2=𝑎/2 𝜋4𝐷 𝑚4 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚

𝑚𝜋𝑎 𝑎
Dimana 𝛽𝑚 = . Karena kontinuitas pelat, momen lentur Mx akan didistribusikan sepanjang tepi 𝑥2 = ± , maka
2𝑏 2
momen ini dalam bentuk deret:
∞ (𝑚 −1)/2 𝑚𝜋𝑦
(𝑀𝑥)𝑥2=𝑎/2 = 𝑚 =1,3,5,…(−1) 𝐸𝑚 𝑐𝑜𝑠 (2)
𝑏

Lendutan w1 yang ditimbulkan oleh momen-momen dan kemiringan sepanjang tepi x2 = a/2 adalah:

𝛿𝑤 −𝑏 (−1) (𝑚 −1)/2 𝑚𝑥𝑦 𝛽𝑚



= 𝑚 =1,3,5,… 𝐸𝑚 𝑐𝑜𝑠 tanh 𝛽𝑚 + (3)
𝛿𝑥 2 𝑥2=𝑎/2 2𝜋𝐷 𝑚 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚

Dengan menganggap bentang sebagai pelat persegi panjang yang ditumpu sederhana dan dilenturkan oleh momen
yang didistribusikan sepanjang tepi x3 = -a/2, menurut Timoshenko S, Woinowsky – Krieger. 2001akan diperoleh
lendutan pelat w2 dalam bentuk:

𝑤2 =
𝑏² ∞ 𝑚𝜋𝑦 (−1)(𝑚 −1)/2 1 𝑚𝜋𝑥 3 𝑚𝜋𝑥 3 𝑚𝜋𝑥 3
4𝜋𝐷 𝑚 =1,3,5,… 𝐸𝑚 𝑐𝑜𝑠
𝑏 𝑚² cosh 𝛽𝑚
𝛽𝑚 tanh 𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑠ℎ
𝑏

𝑏
𝑠𝑖𝑛
𝑏

1 𝑚𝜋𝑥 3 𝑚𝜋𝑥 3 𝑚𝜋𝑥 3
𝛽𝑚 coth 𝛽𝑚 sinh − 𝑐𝑜𝑠ℎ (4)
sinh 𝛽𝑚 𝑏 𝑏 𝑏

Kemiringan yang berpadanan sepanjang tepi x3 = -a/2 adalah:


𝑚 −1
𝛿𝑤 𝑏 ∞ 𝐸𝑚 𝑚𝜋𝑦 𝛽𝑚 𝛽𝑚
= 𝑚 =1,3,5,… 𝑚 −1 2 𝑐𝑜𝑠 tanh 𝛽𝑚 = 𝑐𝑜𝑡ℎ𝛽𝑚 + − (5)
𝛿𝑥 2 𝑥2=𝑎 4𝜋𝐷 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚
2

Persamaan untuk menghitung koefisien Em adalah:


𝛿𝑤 𝛿𝑤 1 𝛿𝑤 2
+ = (6)
𝛿𝑥 2 𝑥2=𝑎 𝛿𝑥 2 𝑥2=𝑎 𝛿𝑥 2 𝑥2=−𝑎
2 2 2
Persamaan ini berlaku untuk harga y yang sembarang, maka untuk harga m yang sembarang menurut Timoshenko S,
Woinowsky – Krieger. 2001 akan didapat persamaan:
2𝑞𝑏 ³ 1 𝛽𝑚 𝑏 𝐸𝑚 𝛽𝑚 𝑏 𝐸𝑚 𝛽𝑚 𝛽𝑚
− tanh 𝛽𝑚 − tanh 𝛽𝑚 + = tanh 𝛽𝑚 + 𝑐𝑜𝑡ℎ𝛽𝑚 + −
𝜋4𝐷 𝑚 4 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 2𝜋𝐷 𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 4𝜋𝐷 𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚
(3.59)
8𝑞𝑏 ² 𝛽𝑚 −𝑡𝑎𝑛 ℎ𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚
𝐸𝑚 = (7)
𝜋 3 𝑚³ 3 𝑡𝑎𝑛 ℎ𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 +coth 𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 +3𝛽𝑚 −𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑡 ℎ²𝛽𝑚

Em akan berkurang apabila m bertambah dan mendekati nilai−2𝑞𝑏²/𝜋³𝑚³. Besarnya momen pada y = 0 pada
pertengahan lebar pelat adalah:
𝑚 −1

𝑀𝑥 𝑥2=± ,𝑦=0
𝑎 = 𝑚 =1,3,5,… 𝐸𝑚 −1 2 (8)
2

Apabila b = a, maka akan diperoleh 𝛽𝑚 = 𝑚𝜋/2 sehingga:


8𝑞𝑎 ² 8𝑞𝑎 ² 8𝑞𝑎 ²
𝐸1 = − 0.15555 𝐸2 = − 0.0092 𝐸3 = − 0.0020
𝜋³ 𝜋³ 𝜋³

𝑀𝑥 𝑥2=± ,𝑦=0
𝑎 = −0.0381𝑞𝑎² (9)
2

Jika bentang sisi dibebani secara merata, maka permukaaan lendutannya tidak simetris lagi terhadap sumbu vertikal
yang simetris terhadap pelat, dan distribusi momen lentur sepanjang garis ss dan tt tidak identik. Misal:
𝑚 −1
∞ 𝑚𝜋𝑦
(𝑀𝑥)𝑥1=𝑎 = 𝑚 =1,3,5,… −1 2 𝐸𝑚 𝑐𝑜𝑠 (10)
2 𝑏

𝑚 −1
∞ 𝑚𝜋𝑦
(𝑀𝑥)𝑥1=𝑎 = 𝑚 =1,3,5,… −1 2 𝐹𝑚 𝑐𝑜𝑠 (11)
2 𝑏

Untuk menghitung Em dan Fm untuk a1 = a2 = a3 = a adalah:


𝛿𝑤
=
𝛿𝑥 2 𝑥1=𝑎
2
𝑚 −1 𝑚 −1
2𝑞𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦 𝛽𝑚 𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦
cos − tanh 𝛽𝑚 − 𝑚 =1,3,5,… 𝐸𝑚 cosh tanh 𝛽𝑚 + 𝑐𝑜𝑡ℎ𝛽𝑚 +
4𝜋𝐷 𝑚 =1,3,5,… 𝑚4 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 4𝜋𝐷 𝑚4 𝑏
𝛽𝑚 𝛽𝑚

𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚

𝑚 −1
𝛿𝑤 𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦 𝛽𝑚
= 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐸𝑚 + 𝐹𝑚 + tanh 𝛽𝑚 + (𝐸𝑚 − 𝐹𝑚) 𝑐𝑜𝑡ℎ 𝛽𝑚 −
𝛿𝑥 2 𝑥1=−𝑎 4𝜋𝐷 𝑚4 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚
2
𝛽𝑚
(12)
𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚

Sistem persamaan untuk menghitung EM dan Fm menurut Timoshenko S, Woinowsky – Krieger. 2001:
8𝑞𝑏 2
𝐴𝑚 = + 𝐸𝑚 𝐵𝑚 + 𝐶𝑚 = −𝐵𝑚 𝐸𝑚 + 𝐹𝑚 − 𝐶𝑚 𝐸𝑚 − 𝐹𝑚 (13)
𝜋3𝑚 2

Dengan menggunakan notasi:


𝛽𝑚 𝛽𝑚 𝛽𝑚
𝐴𝑚 = − tanh 𝛽𝑚, 𝐵𝑚 = − + tanh 𝛽𝑚, 𝐶𝑚 = − coth 𝛽𝑚,
𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚

maka kemiringanpermukaan lendutan bagian tengah bentang, yatiu pada garis tt adalah:
𝑚 −1
𝛿𝑤 𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦 𝛽𝑚
=− 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐸𝑚 + 𝐹𝑚 + tanh 𝛽𝑚 + (𝐹𝑚 − 𝐸𝑚) 𝑐𝑜𝑡ℎ 𝛽𝑚 −
𝛿𝑥 2 𝑥2=−𝑎 4𝜋𝐷 𝑚 𝑏 𝑐𝑜𝑠 ℎ²𝛽𝑚
2
𝛽𝑚
(3.68)
𝑠𝑖𝑛 ℎ²𝛽𝑚
𝐵𝑚 𝐸𝑚 + 𝐹𝑚 + 𝐶𝑚 𝐹𝑚 − 𝐸𝑚 = −(𝐵𝑚 + 𝐶𝑚)𝐹𝑚 (14)
𝐶𝑚 −𝐵𝑚
𝐹𝑚 = 𝐸𝑚 (15)
2(𝐵𝑚 +𝐶𝑚 )

8𝑞𝑏 2 2(𝐵𝑚 +𝐶𝑚 )


𝐸𝑚 = 𝐴𝑚 (16)
𝜋 3 𝑚 3 𝐶𝑚 −𝐵𝑚 ²−4(𝐵𝑚 +𝐶𝑚 )²

a1/2 a2/2
t
s
b/2
0i oi + 1
xI + 1 xi + 1
b/2
y y
s t

ai ai + 1

qi
qi + 1

a1 ai+1

Gambar III.4 Gambar Bentang yang Berdekatan


𝑚 −1
∞ 𝑚𝜋𝑦
𝑀𝑥𝑖−1 = 𝑚 =1,3,5,… −1 2 𝐸𝑚𝑖−1 𝑐𝑜𝑠 (17)
𝑏

𝑚 −1
∞ 𝑚𝜋𝑦
𝑀𝑥𝑖 = 𝑚 =1,3,5,… −1 2 𝐸𝑚𝑖 𝑐𝑜𝑠 (18)
𝑏

𝑚 −1
∞ 𝑚𝜋𝑦
𝑀𝑥𝑖+1 = 𝑚 =1,3,5,… −1 2 𝐸𝑚𝑖+1 𝑐𝑜𝑠 (19)
𝑏

𝑚 −1 𝑚 −1
𝛿𝑤 2𝑞𝑖 +1𝑏³ ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦 𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦
= 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐴𝑖+1
𝑚 − 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐸𝑚𝑖 + 𝐸𝑚𝑖+1 𝐵𝑚𝑖+1 −
𝛿𝑥 2 𝑥𝑖 +1=−(𝑎𝑖 +1)/2 𝜋4𝐷 𝑚4 𝑏 𝜋4𝐷 𝑚 𝑏
(𝐸𝑚𝑖 + 𝐸𝑚𝑖+1 )𝐶𝑚𝑖+1 (20)

Dengan cara yang sama untuk bentangan I, akan diperoleh:


(𝑚 −1) (𝑚 −1)
𝛿𝑤 2𝑞𝑖 +𝑏³ ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦 𝑏 ∞ −1 2 𝑚𝜋𝑦
= 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐴𝑖+1
𝑚 + 𝑚 =1,3,5,… cos 𝐸𝑚𝑖−1 + 𝐸𝑚𝑖 𝐵𝑚𝑖 −
𝛿𝑥 2 𝑥1=−𝑎𝑖 /2 𝜋4𝐷 𝑚4 𝑏 𝜋4𝐷 𝑚 𝑏
(𝐸𝑚𝑖 + 𝐸𝑚𝑖−1 )𝐶𝑚𝑖 (21)

Dari persyaratan kontinuitas, diperoleh:


𝛿𝑤 𝛿𝑤
= (22)
𝛿𝑥 2 𝑥𝑖 +1=−(𝑎𝑖 +1)/2 𝛿𝑥 2 𝑥1=−𝑎𝑖 /2

Setiap nilai y harus dipenuhi, dapat kita peroleh persamaan untuk menghitung 𝐸𝑚𝑖−1 , 𝐸𝑚𝑖 , 𝐸𝑚𝑖+1 yaitu:
8𝑏²
𝐸𝑚𝑖−1 𝐵𝑚𝑖 − 𝐶𝑚𝑖 + 𝐸𝑚𝑖 𝐵𝑚𝑖 + 𝐶𝑚𝑖 + 𝐵𝑚𝑖+1 + 𝐶𝑚𝑖+1 + 𝐸𝑚𝑖−1 𝐵𝑚𝑖+1 − 𝐶𝑚𝑖+1 = 𝑞𝑖 + 1𝐴𝑖+1
𝑚 + 𝑞𝑖𝐴𝑖+1
𝑚 (23)
𝜋³𝑚³
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk perencanaan pelat beton prategang pascatarik non komposit, perencanaan awal pada pelat terdiri dari
penentuan tebal pelat dan menentukan perkuatan untuk menahan beban yang bekerja. Selain itu ketebalan pelat yang
telah diberikan harus juga dipertimbangkan ketahanan pelat terhadap api. Untuk daya tahan terhadap api, ketebalan
yang diperlukan pelat baik kosong, memakai perkuatan, ataupun prategang pada dasarnya adalah sama. Ketebalan
minimum yang direkomendasikan adalah 3 sampai 7 inchi (7,62 sampai 17,78cm) untuk daya tahan api yang
berlangsung 1 sampai 4 jam untuk berbagai jenis agregat. Untuk daya tahan yang sama terhadap api, tebal bersih
selimut pelindung berkisar mulai ¾ sampai 1 ¼ in (18,75sampai 31,75mm) untuk pelat terkekang, dan berkisar
antara ¾ sampai 2 in (18,75 sampai 50,8 mm) untuk pelat tidak terkekang. Panjang bentang pada pelat satu arah
maupun pelat dua arah sampai 150 ft (45,72m) untuk segala arah.
Gaya prategang rata-rata adalah gaya prategang akhir dibagi luas total beton. Untuk pelat prategang dengan
tendon tidak terbungkus, gaya prategang minimum adalah 125 psi (0,86 Mpa) dan maksimum 500 psi (3,5 Mpa).
Nilai minimum dimaksudkan untuk membatasi gaya tarik yang kurang dan mengantisipasi crack, sementara nilai
maksimum untuk membatasi perpendekan elastis yang berlebih dan rangkak. Untuk struktur yang digunakan
menjadi tempat parkir, dimana daya tahan terhadap bahan kiumia sangat diperhatikan, gaya prategang berkisar
antara 175 sampai 200 psi (1,2 sampai 1,4 Mpa). Nilai aktual gaya prategang untuk pelat datar pada umumnya
berkisar antara 175 sampai 300 psi (1,2 sampai 2,1 Mpa). Perencanaan akan dilakukan berdasarkan SK-SNI-03-
2002, dimana direncanakan pelat dengan balok pinggir dan tegangan leleh perkuatan fy = 400 Mpa. Perencanaan
dilakukan dengan tebal pelat, 250mm. Akan diperoleh pelat dengan ketebalan yang aman. Jadi, tegangan-tegangan
yang terjadi pada tahap kedua saat balok mendukung beban kerja adalah:

 Tegangan pada tepi atas balok = −7.568 𝑀𝑝𝑎 − 4.717 𝑀𝑝𝑎


= −12.285 𝑀𝑝𝑎
 Tegangan pada tepi bawah balok = −14.241 + 4.607
= −9.634 𝑀𝑝𝑎
𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑤1 + 𝑤2 = −2.689 + 9.056 = 6.367 𝑚𝑚
Sedangkan untuk perencanaan pelat beton prategang pascatarik komposit, tegangan-tegangan yang terjadi pada
tahap kedua saat balok mendukung beban kerja adalah:
 Tegangan pada tepi atas balok = +2.322 𝑀𝑝𝑎 − 13.299 𝑀𝑝𝑎
= −10.977 𝑀𝑝𝑎
 Tegangan pada tepi bawah balok = −21.899 Mpa + 13.222𝑀𝑝𝑎
= −8.677 𝑀𝑝𝑎
𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑤1 + 𝑤2 = −2.671 + 8.625 = 5.954 𝑚𝑚

1. Perbandingan Kebutuhan Gaya Prategang

Selisih gaya terhadap non-komposit


Gaya prategang awal (kN) Gaya prategang akhir (kN)
(%)

Tebal
Gaya
pelat (mm) Gaya
Non-komposit komposit Non-komposit komposit prategang
prategang akhir
awal

250 965.986 859.88 772.789 687.904 10.98 10.97

2. Perbandingan lendutan

Lendutan pelat non-komposit (mm) Lendutan pelat komposit (mm) Selisih


Tebal pelat
lendutan
(mm)
(%)
w1 w2 w total w1 w2 w total

250 −2.689 9.056 6.367 −2.671 8.625 5.954 6.486


3. Perbandingan tegangan yang terjadi

Tepi atas pelat (Mpa) Selisih Tepi bawah pelat (Mpa)


Tebal pelat Selisih tegangan
tegangan
(mm) (%)
(%)
Non- Non-
komposit komposit
komposit komposit
250 −12.285 −10.977 10.647 −9.634 −8.677 9.934

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan:
1. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pemakaian bondek berkomposit dengan beton prategang pasca
tarik dapat mngurangi kebutuhan gaya prategang sebesar 10.98% untuk gaya prategang awal, dan 10.97%
untuk gaya prategang akhir. Selain itu dapat mengurangi lendutan sebesar 6.486% serta mengurangi
tegangan yang terjadi pada tepi atas pelat sebesar 10.647%, dan pada tepi bawah pelat sebesar 9.934%.
2. Pemakaian bondek dapat digunakan sebagai cetakan atau bekisting permanen untuk pelat sekaligus
berfungsi sebagai tulangan luar. Bondek sangat cocok untuk bentang panjang, dan semakin tidak berguna
apabila tebal pelat yang dipakai semakin besar.

Saran:
1. Penambahan kekuatan struktur akibat komposit bondek dengan pelat beton prategang dapat diperhitungkan
dalam perencanaan struktur.
2. Tebal pelat untuk komposit dapat diperkecil berdasarkan hasil tegangan dan lendutan selama masih aman
terhadap lendutan dan tegangan ijin.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung :
Badan Standarisasi Nasional

Budiadi, Andri. 2008. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta : Penerbit ANDI

Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete, Third Edition. Trans.. Suryoatmono, Bambang. Beton Prategang:
Suatu Pendekatan Mendasar. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete, Third Edition. Trans.. Suryoatmono, Bambang. Beton Prategang:
Suatu Pendekatan Mendasar. Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Raju, N. Krishna. 1988. Prestressed Concrete, Second Edition. Trans.. Suryadi. Beton Prategang. Edisi kedua,
Jakarta: Erlangga

Sandika, Benny. 2013. Analisa Perencanaan Pelat Beton Prategang Komposit Statis Tak Tentu. Medan

Timoshenko S – Woinowsky – Krieger. 2001. Teori Pelat dan Cangkang, Edisi Kedua, Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai