Anda di halaman 1dari 10

Interferensi Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Leksikon

Bahasa Daerah
Interferensi Fonologi, Morfologi, Sintaksis,
dan Leksikon Bahasa Daerah

A) Latar Belakang Penulisan


Proses komunikasi merupakan kebutuhan manusia, baik komunikasi berbentuk lisan
maupun tulisan. Komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan interaksi yang dilakukan terhadap lingkungannya, hal tersebut dilakukan untuk
menyampaikan gagasan, ide, pesan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan interaksi. Alat yang
digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa. Senada dengan
pendapatChaer (2010:11) menyatakan sebagai berikut.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki
manusia. Di dalam kehidupannya bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan
alat komunikasi lain selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang
paling baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat komunikasi lain.

Maksud dan tujuan seorang pembicara akan sampai kepada lawan bicara, apabila lawan
bicara mampu menguasai atau mengetahui bahasa yang digunakan pembicaranya.
Pembicara yang tidak menguasai bahasa maka proses komunikasi antarpembicara tidak akan
berjalan dengan baik. Penutur maupun lawan tutur harus sama-sama mengetahui atau menguasai
bahasa yang akan mereka pergunakan dalam komunikasi tersebut, karena pada prinsipnya melalui
bahasalah komunikasi dapat digunakan oleh para pembicara dalam bekerjasama atau kegiatan lain.
Hal ini sesuai pendapat Kridalaksana (dalam Chaer, 2007:32) menyatakan bahwa “Bahasa adalah
sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”.
Komunikasi yang digunakan oleh penutur di Indonesia tidak seluruhnya menggunakan
bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa
komunikasi di daerahnya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa
merupakan kekayaan budaya bahasa.
Bangsa yang kaya akan budaya bahasa dan tradisi, pada prinsipnya mereka memilikibahasa
kesatuan yaitu bahasa Indonesia dan mampu berbahasa Indonesia, walaupun secara
praktis bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi yang digunakan oleh masyarakat
Indonesiadengan ciri khas ragam bahasa dialeknya masing-masing.
Keragaman bahasa tersebut menyebabkan kemampuan komunikatif seseorang
bervariasi. Masyarakat Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan, sekurang-kurangnya
mampu menguasai bahasa Indonesia. Hal ini sesuai pendapat Chaer (2010:35) menyatakan
sebagai berikut.
Rata-rata seorang Indonesia yang pernah menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya
dan bahasa Indonesia. Selain itu, mungkin menguasai satu bahasa daerah lain atau lebih dan juga
bahasa asing, bahasa Inggris atau bahasa lainnya apabila mereka telah memasuki pendidikan
menengah atau pendidikan tinggi.

Masyarakat atau individu sebagai penutur yang mampu berbicara dua bahasa, maka individu
tersebut merupakan bilingualisme atau dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan.
Berdasarkan pemaparan ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa bilingualismemerupakan kemampuan seorang penutur dalam menggunakan dua
bahasa dengan cara penuturan yang sama baiknya.
Secara teoretis bilingualisme harus dilaksanakan melalui praktik tindak tutur yang diujarkan
dengan sama baiknya oleh pengguna kedua bahasa tersebut. Praktik tindak tutur bahasa kedua
yaitu bahasa Indonesia harus dikuasai oleh penutur sebagai bahasa pengantar antarsuku bahasa.
Bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang berfungsi bagi kelangsungan
hidup, maka harus dikuasai oleh penuturnya.
Tuntutan penguasaan bahasa kedua yang dijadikan sebagai bahasa pengantar harus dapat
dipenuhi oleh penutur bilingual, karena hal ini menyangkut kepentingan individu penutur ataupun
lawan tutur di saat kondisi bahasa kedua harus digunakan.
Penutur bilingual tidak hanya dapat dilakukan orang dewasa yang berpengetahuan tinggi dan
berpengalaman dalam bidang bahasa, melainkan siswa yang sedang mengenyam pendidikan pun
harus mampu berbicara secara bilingual, demikian pula siswa pada jenjang tingkat SMP harus
mampu bertindaktutur dengan temannya yang berbeda bahasa daerah, maka siswa dituntut untuk
mampu berbicara dengan menggunakan bahasa kedua/bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia
secara baik dan benar.
B) Pembahasan
Kegiatan bilingual tidak terlepas dari sebuah interferensi, secara makna praktiknya interferensi
yaitu terjadi kontak bahasa Ibu yang mempengaruhi bahasa kedua. Interferensi sering dialami
oleh siswa yang secara kebiasaan sudah terbiasa dengan penggunaan bahasaDaerah sebagai
bahasa pengantarnya antara teman sebahasanya. Penyebab permasalahan masuknya bahasa ibu ke
dalam bahasa kedua tersebut diakibatkan berbagai faktor, adanya keheterogenan latar belakang
hidup, sumber daya manusia atau pengetahuan siswa.Lingkungan sekolah merupakan
tempat mengenyam pendidikan dan berkumpulnya parasiswa melalui tindak tutur dalam
menggunakan bahasa ibu mereka masing-masing yaitu bahasa daerah sangat mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai bahasa pengantar antarteman yang tidak
sebahasa ibu. Faktor lingkungan lain yakni secara geografis terjadi biasanya di daerah perbatasan,
tidaklah mengherankan masyarakat di daerah perbatasan akan menggunakan tiga bahasa
sebagai bahasa pengantar, yaitu dua bahasa daerah dan satu bahasa Indonesia. Dibahas di awal
bahwa interferensi mengandung pengertian campur tangan. Lebih jelas pembahasan
tentang interferensi diuraikan berikut ini.
- Interferensi
Interferensi merupakan proses masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat
melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Mengenai pengertian interferensi secara
komprehensif. Berikut pernyataan beberapa pakar membatasi pengertian interferensi.
Kridalaksana (1985:26) menyatakan sebagai berikut.
Interferensi adalah penyimpangan kaidah-kaidah suatu bahasa yang terjadi pada orang bilingual
sebagai akibat penguasaan dua bahasa. Penyebab interferensi yang lain adalah kurangnya
penguasaan kaidah kebahasaan secara benar.

Alwasilah (1985:131) menyatakan sebagai berikut.


Interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan
pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata
bahasa, dan kosakata.

Soewito (dalam Chaer, 2010:126) menyatakan bahwa “Interferensi dalam bahasa Indonesia
berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa
Indonesia banyak memasuki bahasa-bahasa daerah”.
Kekeliruan pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata berdampak pada gangguan atau
penyimpangan pada system fonemik bahasa penerima.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik simpulan bahwa interferensi
merupakan peristiwa berbahasa yang dilakukan oleh seorang bilingual dengan cara menggunakan
suatu bahasa dengan memasukkan unsur-unsur bahasa lain.
- Faktor Penyebab Timbulnya Interferensi
Kedwibahasaan peserta tutur dapat mengakibatkan terjadinya interferensi, baik yang berupa
bahasa daerah maupun bahasa asing. Dapat dikatakan demikian karena di dalam diri penutur yang
dwibahasawan terjadi kontak bahasa yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya
interferensi. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap
yang kurang positif.
Pendapat lain mengenai penyebab interferensi dikemukakan Jendra (1991:105) sebagai berikut.
Interferensi terjadi karena tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang
menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu
bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi)
atau unsur serapan.

Penuturan-penuturan tersebut terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah bahasa penerima


yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasainya secara tidak
terkontrol. Hal lain yang paling berpengaruh adalah kebiasaan menggunakan sistem bahasa ibu
pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol
bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Kebiasan tersebut dapat terjadi pada
dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya interferensi
karena adanya kekurangpengetahuan terhadap bahasa target, karena kedudukan lawan bicara,
faktor-faktor yang menyangkut pribadi seseorang penutur, karena adanya ketidaktahuan atau
penguasaan bahasa oleh masyarakat tutur.
- Jenis-jenis Interferensi
Penyebab terjadinya interferensi ini kembali kepada kemampuan penutur dalam
bertindaktutur menggunakan bahasa tertentu sehingga dia dipengaruhi oleh bahasa lain. Biasanya
interferensi terjadi pada saat menggunakan bahasa kedua (B2) dengan jenis yang berbeda-beda.
Kridalaksana (1995:57) menyatakan bahwa “Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya”.
Interferensi dalam bidang fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan,
penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf.
Interferensi dalam bidang morfologi, antara lain, terdapat dalam pembentukan kata dengan
afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Umpamanya
dalam bahasa Belanda dan Inggris ada sufiks-isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia yang
menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, sepertineonisasi, tendanisasi.
Chaer (2003:123) mengemukakan bahwa “Bentuk-bentuk tersebut merupakan
penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina
proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi seharusnya peneonan dan penendaan”.
Adanya afiks-sasi pada kata neon dan tenda, merupakan interferensi morfologi
karenakonfiks pe-an dianggap sebagai afiksasi yang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988:66)
menyatakan bahwa “Interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan katanya sesuatu
bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”.
Inteferensi bidang morfologi terjadi pula dari afiks bahasa daerah. Chaer
(2003:123)mengemukakan sebagai berikut.
Penggunaan bentuk-bentuk ketabrak, kejebak, kekecilan, dan kemahalan dalam bahasa Indonesia
juga termasuk kasus interferensi, sebab imbuhan yang digunakan di situ berasal dari bahasa Jawa
atau Sunda dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalahtertabrak, terjebak, terlalu kecil,
dan terlalu mahal.

Interferensi dalam bidang sintaksis, pada bunyi kalimat bahasa Indonesia dari seorang
bilingual Jawa-Indonesia. Bunyi kalimat tersebut “Di sini toko Laris yang mahal sendiri”
(diangkat dari Djoko Kentjono 1982). Kalimat bahasa Indonesia ini berstruktur bahasa Jawa
bunyinya adalah “ Ning kene toko Laris sing larang dhewe”. Kata sendiri dalam bahasa Indonesia
itu merupakan terjemahan dari kata Jawa dhewe. Kata dhewe dalam bahasa Jawa antara lain
memang berarti ‘sendiri’, seperti terdapat dalam kalimat “aku dhewe sing teko” (saya sendiri yang
datang), dan “kowe krungu dhewe” (apakah kamu mendengarnya sendiri). Kata dhewe yang
terdapat diantara kata sing dan adjektifa adalah berarti ‘paling’ seperti singdhuwur dhewe ‘yang
paling tinggi’ dan sing larang dhewe ‘yang paling mahal’. Penggunaan kalimat baku dalam
bahasa Indonesia seharusnya berbunyi “Toko Laris adalah toko yang paling mahal”.
Interferensi dalam bidang leksikal lainnya diambil contoh kalimat dalam bahasa Indonesia
dari seorang bilingual Sunda-Indonesia yang dicontohkan Chaer (2003:263) berikut ini.
Surat itu telah dibaca oleh saya. Kalimat tersebut adalah bentuk terinterferensi oleh bahasa Sunda,
sebab dalam bahasa Sundanya berbunyi: eta surat geus dibaca ku kuring. Dalam bahasa Indonesia
struktur kalimatnya haruslah berbentuk Surat itu sudah saya baca.

Interferensi dipandang sebagai “pengacauan ”karena “merusak” sistem suatu bahasa, tetapi
pada sisi lain interferensi dipandang sebagai suatu mekanisme yang paling penting dan dominan
untuk mengembangkan suatu bahasa yang masih perlu pengembangan. Pada subsistem fonologi,
morfologi dan sintaksis memang interferensi lebih dekat untuk disebut “pengacauan”, tetapi pada
subsistem kosakata dan semantik interferensi mempunyai andil besar dalam pengembanan suatu
bahasa. Interferensi kosakata bahasa resipien menjadi diperkaya oleh kosakata bahasa donor, yang
pada mulanya dianggap sebagai unsur pinjaman, tetapi kemudian tidak lagi karena kosakata itu
telah berintegrasi menjadi bagian dari bahasa resipien.
Jenis interferensi dikemukakan Jendra (1991:109) bahwa “Interferensi meliputi berbagai
aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon)”.
- Ragam Interferensi
Ragam interferensi yang dibahas adalah interferensi fonologi, morfologi, sintaksis,
danleksikon. Keempat jenis interferensi tersebut dijelaskan di bawah ini.
- Interferensi Fonologi
Kridalaksana (1985:57) menyatakan bahwa “Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya”.
Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan
interferensi fonologis perubahan huruf. Seperti pada kata meliat yang diujarkan penutur berbahasa
Jawa. Kata meliat telah terjadi pengurangan huruf /h/. Penjelasan interferensi fonologi merupakan
suatu proses yang berusaha menerangkan perubahan-perubahan morfem atau kata berdasarkan
ciri-ciri pembeda secara fonetis (hal yang berkaitan dengan bunyi). Perubahannya biasa terjadi
seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan,
pelesapan, penyisipan, asimilasi, dan desimilasi.
- Interferensi Morfologi
Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata.
Ramlan (2001:21) menyatakan bahwa “Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau yang mempelajari seluk beluk bentuk kata”.
Pembentukan morfem dengan afiks harus disesuaikan dengan kaidah penggunaan bahasa
Indonesia. Ramlan (2001:63) menyatakan sebagai berikut.
Afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain, Sedangkan afiks adalah
morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks. Afiks bisa
memempati posisi depan, belakang, tengah bahkan di antara morfem dasar.

Pembentukan kata bahasa kedua tidak selamanya sesuai dengan kaidah pembentukannya,
terkadang pembentukannya terinterferensi afiks bahasa Ibu. Prosesafiksasi sering terserap
afiks ke-, ke-an dari bahasa Jawa, misalnya kata ketabrak, kelanggardsb. Bentukan kata tersebut
berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah. Bentukan dengan afiks-afiks
seperti ini sebenarnya tidak perlu, sebab dalam bahasa sudah ada padanannya berupa afiks ter-
. Persentuhan unsur kedua bahasa itu menyebabkan perubahan sistem bahasa, yaitu perubahan
pada struktur kata bahasa yang bersangkutan.Selain berupa penambahan afiks, gejala-gejala
interferensi morfologi lainnya dapat pula berupa reduplikasi, dan pemajemukan.
- Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah) digunakan dalam
pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata,
frase, dan klausa.
Suwito (1988:56) mengemukakan bahwa “Interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri
penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (B1) dengan bahasa lain yang juga
dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing)”.
Bentuk interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, misalnya: Rumahnya ayahnya Ali
yang besar sendiri di kampung itu. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimatatau tata
kalimat bahasa Jawa. Kalimat itu dalam bahasa Jawa adalah Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe
ing kampong iku.
Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah Rumah ayah Ali yang
paling besar di kampung itu. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur
terjadi karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa
daerah.
- Interferensi Leksikon
Interferensi terjadi apabila adanya pencampuran bahasa pertama yang menjadi serpihan
dalam bahasa kedua, baik kata maupun frasa bahasa pertama.
Chaer (2003:263) menyatakan sebagai berikut.
Interferensi yang tampak menonjol adalah pada tuturan fonologi dan leksikon. Kita dengan mudah
dapat menebak seseorang berasal dari mana dengan menyimak lafal dan kosakata yang digunakan
dalam berbahasa kedua.

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa interferensi leksikon terjadi karena
tuturan B2 terinterferensi B1 karena lafal dan kurangnya perbendaharaan penutur pada saat
menuturkan bahasa kedua. Berikut ini contoh interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan
leksikon
“Tadi malam aku ketiduran karena sorenya abis kegiatan ekskul”.

Tuturan tersebut dapat dianalisis berdasarkan kajian interferensi fonologi, morfologi,


sintaksis, dan leksikon berikut ini.
- Interferensi Fonologi
Interferensi fonologi terdapat pada kata habis. Kata tersebut terinterferensi fonologi bahasa
Jawa, karena menghilangnya huruf /h/ pada kata habis, yang seharusnya
diujarkanhabis. Menghilangnya fonem /h/ merupakan kasus interferensi fonologi, karena bunyi
/h/ seharusnya tetap dituturkan.
- Interferensi Morfologi
Interferensi morfologi terdapat pada kata ketiduran. Kata ketiduran terbentuk karena
adanya afiksasi dari bahasa Jawa yaitu konfiks {ke-an} dengan
kata turu menjadi keturuanatau keturon, maka terjadilah interferensi morfologi yang masuk ke
dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi ketiduran. Kata ketiduran merupakan penyimpangan
morfologi, dalam bahasa Indonesia struktur kata tersebut haruslah berbentuk: tertidur.

- Interferensi Sintaksis
Tuturan yang diujarkan siswa I, tidak terinterferensi sintaksis bahasa Jawa, hanya
penggunaan bahasanya masih terinterferensi morfologi.
Tadi malam aku ketiduran karena sorenya habis kegiatan ekskul.

Sebagai koreksi dalam bahasa Indonesia struktur kalimat tersebut berbentuk:


“malam tadi aku tertidur karena sore harinya melaksanakan kegiatan ekstra kulikuler”.

- Interferensi Leksikon
Melalui tuturan siswa I, dapat diidentifikasi tuturan bahasa kedua ini terinterferensi leksikon
bahasa Ibu Jawa. Hal ini dibuktikan pada saat siswa I dalam menuturkan kataketiduran terdengar
pelafalan bahasa Jawa, yakni adanya penuturan bunyi ketidhuran dengan pelafalan dan artikulasi
khas tuturan orang Jawa.

C) Simpulan
Proses komunikasi merupakan kebutuhan manusia, baik komunikasi berbentuk lisan
maupun tulisan. Komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan interaksi yang dilakukan terhadap lingkungannya, hal tersebut dilakukan untuk
menyampaikan gagasan, ide, pesan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan interaksi. Alat yang
digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa.
Penyebab terjadinya interferensi karena adanya kekurangpengetahuan terhadap bahasa
target, karena kedudukan lawan bicara, faktor-faktor yang menyangkut pribadi seseorang penutur,
karena adanya ketidaktahuan atau penguasaan bahasa oleh masyarakat tutur.
Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan
interferensi fonologis perubahan huruf.
- Interferensi Fonologi: Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan,
penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf. Perubahannya biasa terjadi seperti
penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan, pelesapan,
penyisipan, asimilasi, dan desimilasi.
- Interferensi Morfologi: Proses afiksasi terbentuk karena adanya kata yang berasal dari bentuk
dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah.
- Interferensi Sintaksis: Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah)
digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya
dapat berupa kata, frase, dan klausa.
- Interferensi Leksikon terjadi apabila adanya pencampuran bahasa pertama yang menjadi serpihan
dalam bahasa kedua, baik kata maupun frasa bahasa pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

____________.2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.

Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskripsi Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Suwito. 1988. Sosiolinguistik. Surakarta: UNS Press.

Anda mungkin juga menyukai