Anda di halaman 1dari 4

Sastia Maja Adhitio Dr. Neng Dara Affiah, M.

Si
11181110000065 Teori Sosial Modern

IDENTITAS BUKU

Judul : Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

Penulis : Dr. Neng Dara Affiah, M.Si

Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

ISBN : 978-602-433-555-7

Cetakan : Cetakan Pertama, Desember 2017

Tebal : 200 halaman; 14,5 x 21 cm

Buku ini adalah buku kedua yang ditulis oleh Dr. Neng Dara Affiah, M. Si. Buku yang
beliau ciptakan ini merupakan pencampuran dari berbagi macam tulisan yang pernah dimuat
di berbagai buku, jurnal, dan surat kabar yang ditulis antara rentang waktu 1998-2016. Beliau
merupakan pengasuh pondok pesantren Annizhomiyyah, Pandeglang, Banten. Beliau berhasil
mendapatkan gelar doktornya pada tahun 2014 di FISIP Universitas Indonesia. Disertasi
doktoral beliau berjudul: “Gerakan Perempuan Muslim Progresif di Indonesia Sebagai Gerakan
Sosial Baru: Studi Kasus Organisasi-Organisasi di Jawa Tahun 1990-2010.”

Dalam buku ini, khususnya pada bagian ketiga: Perempuan, Islam, dan Negara beliau
membahas Feminisme dan Islam di Indonesia: Paradigma Ilmu Pengetahuan dan
Pelembagaannya. Feminisme, merupakan teori yang bertujuan untuk mengarahkan gerakan
politis perempuan, atau memahami kebutuhan subrordinasi perempuan dan pengucilan
perempuan dalam berbagai sosial dan kebudayaan. Jadi feminisme merupakan sebuah teori
yang menjelaskan kondisi kehidupan yang dijalani oleh kaum perempuan. Adapun Feminisme
dan Islam, yang berkembang pada tahun 1990-an. Feminisme Islam ini mendasarkan teori nya
berdasarkan sumber-sumber utama dalam ajaran agama Islam. Yakni Al-Quran, Hadits, dan
Hukum Islam. Bagi umat Islam, Al-Quran merupakan teks yang menjadi sumber kebenaran.
Selain Al-Quran, terdapat Hadits yang merupakan perkataan atau cerita-cerita yang merujuk
pada ucapan dan perilaku Nabi Muhammad SAW.

Sumber ketiga dalam feminisme islam yakni hukum islam, yang merupakan formulasi
hukum yang menerjemahkan aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits dengan
cara melalui proses ijtihad dengan metode ijma, dan qiyas. Kritik utama dalam hukum islam
ini ada pada peraturannya yang mengucilkan perempuan seperti poligami dan ketaatan pada
suami yang harus diperbarui atau dihapus dalam hukum islam. Seharusnya hukum islam dapat
menyetarakan posisi perempuan secara adil.

Ada tiga tokoh dari Mesir yang menginspirasi pelajar muslim di Indonesia, yakni:
Qasim Amin, Rifaah Tahtowi, dan Muhammad Abduh. Ketiga tokoh ini telah bersepakat
bahwa perempuan yang bebas, terpelajar, dan mandiri adalah syarat utama dari kebangkitan
umat islam.

Gerakan perempuan islam pada masa Orde Baru dan masa Era Reformasi dapat dilihat
dari beberapa faktor: 1. Situasi politik yang represif dibawah kepemimpinan Soeharto, yang
menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga dan mengabaikan peranannya sebagai
warga negara yang memiliki hak-hak publik. 2. Indonesia mengesahkan konvensi segala
bentuk diskriminasi terhadap perempuan. 3. Dan faktor lain adalah terjalinnya interaksi antara
sarjana dan aktivis muslim Indonesia dengan dunia luar.

Dalam Pelembagaan Feminisme dan Islam terdapat dua model organisasi yang dapat
menegakan hak-hak perempuan, pertama paradigma yang diintegrasikan ke dalam kerja-kerja
organisasi, seperti JIL, P3M, TWI, dll. Kedua, kerja-kerja organisasi dengan fokus feminisme
dan islam lalu menerjemahkannya kedalam bahasa yang sederhana, serta mensosialisasikannya
melalui berbagai media pendidikan dan lembaga layanan perempuan yang menjadi korban
kekerasan.

Pada bagian kedua, beliau membahas mengenai Gerakan Perempuan dalam Pembaruan
Pemikiran Islam di Indonesia. Dalam kongres Perempuan pada tahun 1928, terdapat organisasi
Walfadjri melontarkan pemikirannya tentang perlunya pembaruan hukum perkawinan dalam
Islam. Contoh: hak cerai bagi perempuan, usia nikah perempuan, dan perlindungan laki-laki
terhadap keluarga.
[Type here]

Agus Salim dalam kongres JIB 1925 di Yogyakarta menyampaikan bahwa masyarakat
islam mempunyai kecendrungan memisahkan perempuan diwilayah publik. Tindakan tersebut
menurut Salim adalah tradisi Arab dimana praktek yang sama dilakukan oleh agama Nasrani
dan Yahudi. Selain itu Harun Nasution dengan bukunya: Islam ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, menjelaskan bahwa Islam adalah agama menempatkan perempuan berkedudukan
setara dengan laki-laki. Adapula tokoh-tokoh pesanten yang memperjuangkan hak-hak
perempuan, seperti Kyai Hussein Muhammad, pengurus Pesantren Daarut Tauhid yang
mengembangkan pemberdayaan perempuan. Bagian ini juga menjelaskan bagaimana
perubahan sosial menjadi kebijakan negara, seperti peraturan-peraturan daerah yang bernuansa
islami, contoh: kewajiban mengenakan jilbab/hijab.

Pada bagian ketiga, beliau membahas tentang Marginalisasi dan Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak pada Kelompok Agama Minoritas sebagai Tantangan Gerakan
Perempuan. Misalnya yang terjadi pada kelompok perempuan Ahmadiyah, ada beberapa
bentuk kekerasan, seperti: kekerasan seksual, pengucilan, penurunan kesehatan dan gangguan
jiwa, kehilangan akses ekonomi, kehilangan hak untuk berkeluarga, sampai dengan
kehilangan status kependudukan. Dan adapula bentuk kekerasan yang didapatkan oleh anak-
anak mereka, seperti: reproduksi kebencian sesama anak dan diskriminasi dalam bidang
pendidikan.

Dalam bab keempat, membahas mengenai Patriarki dan Sektarian: Wajah Dakwah
Dalam Komunitas Islam. Beliau membahas mengenai potret komunitas, ada beberapa yang
mendorong terbuatnya komunitas ini, seperti: dorongan mempelajari pengetahuan islam,
bentuk pengamalan ajaran islam, dan membangun kolektivitas, kohesivitas, dan komunitas.
Dan dijelaskan pula bagaimana cara untuk memperkecil isi dakwah-dakwah agar tidak
sektarian serta memiliki kepekaaan terhadap gender.

Dalam bab kelima, beliau membahas Organisasi Kekerasan dan Teror Rahim. Disini
beliau berbincang kepada adiknya, Nong Darol Mahmuda. Beliau mengatakan bahwa ia tidak
sanggup melihat organisasi masyarakat yang selalu melakukan tindak kekerasan atas nama
agama. Misalnya seperti meneriakkan kalimat Allahu Akbar tetapi dengan wajah yang beringas
dan merusak tempat-tempat yang mereka anggap haram.

Dalam bab keenam, beliau membahas mengenai Peran Pria Dalam Perjuangan
Perempuan. Disini beliau menjelaskan bahwa tidak hanya perempuan yang memperjuangkan
hak-hak mereka, tetapi ada beberapa tokoh laki-laki yang ikut serta dalam memperjuangkan
keadilan bagi perempuan seperti, Haji Agus Salim dalam JIB 1925, Soekarno yang jelas
mendukung sikap Agus Salim, Mansour Faqih (mengenalkan konsep kesetaraan gender), KH.
Hussein Muhammad (mantan komnas perempuan), dan Faqihuddin Abdul Kodir
(memperjuangkan kasus kekerasan perempuan).

Pada bab ketujuh ini, beliau membahas mengenai Keperawanan dalam Perspektif
Islam. Keperawanan dalam Islam sendiri dijelaskan pada tiga perspektif, yakni status seorang
perempuan, berhubungan dengan usaha menghindari praktek seksual sebelum nikah, dan
konsturksi harga diri seorang perempuan dalam masyarakat patriarki. Para penganut patriarki
biasanya memilih perempuan karena selaput daranya yang masih utuh ketimbang tertarik
terhadap kepribadiannya.

Dan pada bagian terakhir ini, beliau membahas mengenai Incest dalam Perspektif
Agama-Agama. Incest merupakan praktek seksual yang dilakukan oleh seseorang terhadap
anggota keluarganya sendiri. Misal ayah terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, dsb. Incest
ini muncul karena adanya kecendrungan neorotik seseorang, dan terjadi karena adanya
tekanan-tekanan psikologis dan sosial ketika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, dan akhirnya merusak orang-orang terdekatnya.

Dalam Agama Islam sendiri, telah dijelaskan di Al-Quran dalam Surah An-nisa: 23. Al-
Quran melarang para laki-laki mengawini ibu, anak perempuan, saudara perempuan, mertua
perempuan, bibi, keponakan dalam hal sepersusuan dan seterusnya. Dalam Agama Yahudi juga
melarang laki-laki mengawini para perempuan dalam empat generasi keluarga. Jika diabaikan,
pelaku akan mendapatkan hukuman yang berat hingga pembunuhan (Blu Greenberg: 1990).

Anda mungkin juga menyukai