Anda di halaman 1dari 14

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH

MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA

Syahyuti

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Aspect of land ownership is an essential part of overall current agrarian system because it will determine
level and distribution of social welfare. In agricultural sector, land ownership also determines farm business
activities including products distribution. Frequent land conversion and uncultivated land in Indonesia are the
impacts of ownership system established by the state law influenced by private property and capitalistic economy.
This paper reviews land ownership based on custom laws in some Indonesian ethnics which is in accordance with
land ownership based on Islamic law. Some of the characteristics are: (i) land is unique economic resource and
no absolute land ownership; (ii) inclusiveness; (iii) selling land as market commodity is prohibited, and (iv) people
and work are more valuable than land. Land ownership based on custom and Islamic laws has higher wisdom
and tends to realize welfare and justice for the people.

Key words : land ownership, customary law, Islamic law, state law

ABSTRAK

Aspek penguasaan tanah merupakan bagian yang sangat esensial dalam keseluruhan sistem agraria
yang berlaku, karena akan menentukan tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat di dalamnya. Demikian
pula untuk sektor pertanian, karena faktor penguasaan tanah menjadi penentu kegiatan usahatani serta termasuk
distribusi hasilnya di antara pelakunya. Fenomena tingginya alih fungsi lahan dan lahan terlantar di Indonesia
merupakan dampak dari sistem penguasaan menurut hukum negara yang sangat menjunjung tinggi kepemilikan
pribadi (privat) karena dijiwai sistem ekonomi kapitalis. Dalam tulisan ini dipelajari konsep penguasaan terhadap
tanah yang relatif berbeda, yaitu bentuk penguasaan menurut hukum adat pada beberapa suku bangsa di
Indonesia yang terbukti memiliki banyak kesamaan dengan bentuk penguasaan tanah menurut hukum Islam.
Beberapa cirinya yang utama adalah bahwa tanah merupakan sumberdaya ekonomi yang unik, dimana tidak
mengenal bentuk penguasaan yang mutlak, adanya sifat inklusifitas, larangan untuk memperjual belikan tanah
dalam arti sebagai komoditas pasar, serta lebih dihargainya manusia dan kerja dibandingkan tanah. Penguasaan
tanah menurut hukum adat dan Islam tampaknya memiliki kearifan yang lebih tinggi, yang sesungguhnya akan
lebih mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

Kata kunci : penguasaan tanah, hukum adat, hukum Islam, hukum negara

likan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber


PENDAHULUAN
daya agraria”. Aspek “penguasaan/pemilikan”
jelas berbeda dengan aspek “penggunaan/
Secara konseptual, agraria terdiri atas pemanfaatan”, karena yang pertama berkena-
dua aspek utama yang berbeda, yaitu aspek an dengan bagaimana relasi hukum manusia
“penguasaan dan pemilikan” dan aspek “peng- dengan tanah, sedangkan yang kedua mem-
gunaan dan pemanfaatan”. Hal ini terlihat bicarakan bagaimana tanah (dan sumberdaya
secara tegas dalam batasan tentang reforma agraria lain) digunakan dan dimanfaatkan.
agraria yang terdapat dalam Tap MPR No. IX Hak penguasaan merupakan hal yang
tahun 2001 Pasal 2, yang menyebutkan bah- paling pokok yang terdapat dalam sistem
wa: “Pembaruan agraria mencakup suatu agraria di satu negara maupun di satu kelom-
proses yang berkesinambungan berkenaan pok masyarakat. Penguasaan terhadap tanah
dengan penataan kembali penguasaan, pemi- merupakan permasalahan penting dalam ke-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

14
agrariaan. Dari titik inilah akan ditentukan warga masyarakat. Pada akhirnya, sosialisme
bagaimana struktur agraria yang akan ter- melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi,
bangun, yang akan berkaitan erat dengan termasuk di dalamnya tanah-tanah pertanian
struktur masyarakatnya (Wiradi, 1984). Di oleh negara dan menghilangkan milik swasta.
Indonesia, UUPA No. 5 tahun 1960, menem- Dalam masyarakat sosialis, hal yang menonjol
patkan aspek penguasaan jauh lebih penting adalah kolektivisme atau rasa kebersamaan,
dari aspek penggunaan. Aspek penguasaan dimana alokasi produksi dan cara pendistri-
ditempatkan pada bab khusus (Bab II) dan busian semua sumber-sumber ekonomi diatur
mendominasi seluruh isi UUPA, yaitu dari oleh negara (Achyar, 2005). Selanjutnya,
pasal 16 sampai dengan pasal 51; padahal komunisme lebih bersifat gerakan ideologis
batang tubuh UUPA hanya berisi 58 pasal. yang juga mencoba mendobrak sistem kapi-
Selain jumlah yang lebih dominan, juga ter- talisme. Komunisme adalah bentuk paling
baca dengan mudah bahwa “aspek peng- ekstrem dari sosialisme. Sementara dalam
gunaan” tanah diatur setelah hak penguasaan fasisme, asosiasi-asosiasi yang mencakup
dimiliki (seseorang, pemerintah, ataupun ba- seluruh industri atau sindikat-sindikat pekerja
dan swasta). Hal ini dapat dilihat pada pasal 2 mengoperasikan kegiatan produksi, pemerin-
ayat 2, pasal 4 ayat 2, dan pasal 14 ayat 1. Hal tah melakukan pengendalian dalam bidang
ini dapat dimengerti karena UUPA lahir pada produksi, sedangkan kekayaan dimiliki oleh
saat permasalahan penguasaan tanah menjadi pihak swasta.
sangat penting, yaitu bagaimana “merebut” Dalam konsep ekonomi Islam, manu-
tanah-tanah yang dikuasi pengusaha asing sia tidaklah berada dalam kedudukan untuk
dan pemerintahan kolonial. mendistribusikan sumber-sumber daya semau-
Bentuk penguasaan tanah pada satu nya sendiri. Ada pembatasan yang serius
negara mengikuti ideologi ekonomi yang berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an
dianut negara tersebut. Kita mengenal setidak- dan Sunnah. Dalam Islam, kesejahteraan
nya lima ideologi sistem ekonomi, yaitu kapi- sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya
talisme, sosialisme, komunisme, fasisme, dan ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa.
ekonomi Islam (Achyar, 2005). Secara umum, Tidak seorang pun lebih baik dengan men-
hak kepemilikan (property rights) yang berlaku jadikan orang lain lebih buruk. Dalam konteks
dalam sistem ekonomi kapitalis adalah kepe- ini, manusia tidak hanya makhluk sosial na-
milikan yang tanpa batas. Bentuk kepemilikan mun sekaligus juga makhluk religius. Menurut
tanpa batas ini berlaku untuk benda apa saja Gamal (2006), ilmu Ekonomi Islam sesung-
termasuk tanah. Si pemilik (owner) dapat guhnya menjadi dasar bagi ilmu-ilmu ekonomi
menggunakan dan menguasai miliknya seba- yang berkembang saat ini.
gaimana ia sukai. Konsep dasar sistem eko- Tulisan ini mengkaji satu bentuk pe-
nomi kapitalis adalah kebebasan tanpa batas nguasaan yang sangat berbeda dengan
untuk menciptakan pendapatan pribadi dan bentuk-bentuk pemilikan ekonomi kapitalis,
membelanjakannya sesuai dengan kemauan- yaitu pada kearifan hukum adat yang tam-
nya (personal propensities) (Heilbroner, 1986). paknya memiliki banyak kesejajaran dengan
Motif kepentingan individu yang didorong oleh penguasaan tanah dalam agama Islam,
filsafat liberalisme kemudian melahirkan sis- dimana tanah “tidak dimiliki secara mutlak”.
tem ekonomi pasar bebas, yang pada akhirnya Apa yang dapat disebut dengan suatu
melahirkan ekonomi kapitalis. Dalam konteks ”kearifan Timur” ini tampak lebih berkeadilan
ini, menurut Wiradi (1996), pemilikan tanah dan mengedepankan fungsi sosial dari tanah.
yang disamakan dengan sumber daya eko- Permasalahan ini cukup penting bagi dunia
nomi lain sehingga tanah menjadi ”komoditas”, pertanian, karena dengan menerapkan pola
merupakan akar terjadinya berbagai krisis pemilikan menurut hukum adat dan Islam
ekonomi di tingkat dunia selama ini. misalnya, maka struktur pendapatan dan ke-
Sisi ekstrim yang lain adalah kepemi- sejahteraan petani akan lebih seimbang,
likan tanah di negara sosialis, dimana kepemi- karena adanya perbaikan sistem bagi hasil
likan pribadi hampir seluruhnya telah dicabut menjadi lebih adil.
dan dialihkan ke negara. Pemerintah bertindak Pemaparan akan dimulai dengan
sebagai pihak yang dipercayai oleh seluruh deskripsi tentang konsep penguasaan menurut

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

15
berbagai hukum adat di Indonesia yang tam- kutan telah melepaskan hak penguasaannya
paknya memiliki satu “benang merah” yang atas tanah ulayat tersebut. Sementara hak
khas. Konsep penguasaan tanah menurut pakai membolehkan seseorang untuk mema-
hukum adat perlu diungkap, karena secara kai. sebidang tanah bagi kepentingannya,
ideologis hukum adat menjadi pertimbangan biasanya terhadap tanah sawah dan ladang
pokok dalam menyusun ketentuan penguasa- yang telah dibuka dan dikerjakan terus-
an tanah menurut hukum negara. Dalam menerus dalam waktu yang lama.
tulisan ini diperlihatkan bahwa idealisme yang Sementara Van Dijk (dalam Kaban,
dimiliki hukum-hukum adat (yang sebagian 2004) membagi tiga bentuk hak-hak atas
besar tampaknya justeru tidak mengenal tanah adat yaitu: hak persekutuan atau per-
Islam), memiliki kearifan yang sama dengan tuanan, hak perorangan, dan hak memungut
hukum Islam tentang tanah sebagai sumber- hasil tanah. Perbedaannya adalah sebagai
daya ekonomi yang khas. Pada bagian berikut: Pertama, Hak persekutuan atau hak
terakhir, dipaparkan hukum negara Indonesia pertuanan mempunyai akibat keluar dan
saat ini dalam hal pertanahan. Hukum negara kedalam. Akibat ke dalam antara lain memper-
saat ini bukanlah sebagaimana ada dalam bolehkan anggota persekutuan (etnik, sub
UUPA, namun lebih dipengaruhi hukum barat etnik, atau fam) untuk menarik keuntungan
yang liberal-kapitalis. dari tanah dengan segala yang ada di atasnya,
misalnya mendirikan rumah, berburu, maupun
HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH menggembalakan ternak. Izin hanya sekedar
MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA dipergunakan untuk keperluan hidup keluarga
dan diri sendiri, bukan untuk diperdagangkan.
Akibat keluar ialah larangan terhadap orang
Bentuk hukum penguasaan tanah luar untuk menarik keuntungan dari tanah
pada masyarakat adat dikenal dengan ”hak ulayat, kecuali setelah mendapat izin dan
ulayat”. Ini merupakan istilah yang digunakan sesudah membayar uang pengakuan
secara formal, walaupun sesungguhnya pada (recognitie), serta larangan pembatasan atau
setiap etnik istilah yang digunakan berbeda- berbagai peraturan yang mengikat terhadap
beda. Dalam bahasa hukum maupun ilmiah, orang-orang untuk mendapatkan hak-hak
istilah ”tanah ulayat” selalu digunakan untuk perorangan atas tanah pertanian.
menyebut tanah-tanah yang dikuasai menurut Kedua, Hak perorangan atas tanah
hukum adat pada suatu etnik tertentu. adat terdiri dari hak milik adat (inland
bezitrecht), dimana yang bersangkutan tenaga
Jenis-Jenis Hak Atas Tanah Menurut dan usahanya telah terus menerus diinvesta-
Hukum Adat sikan pada tanah tersebut, sehingga kekuatan-
nya semakin nyata dan diakui oleh anggota
Secara umum, menurut Purbacaraka lainnya. Kekuasaan kaum atau persekutuan
dan Halim (1993), hak atas tanah adat yang semakin menipis sementara kekuasaan per-
terdapat pada berbagai suku di Indoensia orangan semakin kuat. Hak milik ini dapat
dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu: ”hak dibatalkan bila tidak diusahakan lagi, pemilik-
ulayat” dan ”hak pakai”. Hak ulayat merupakan nya pergi meninggalkan tanah tersebut, atau
hak meramu atau mengumpulkan hasil hutan karena tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban
serta hak untuk berburu. Pada hak ulayat yang yang dibebankan.
bersifat komunal ini, pada hakekatnya terdapat
pula hak perorangan untuk menguasai se- Ketiga, Hak memungut hasil tanah
bagian dari objek penguasaan hak ulayat (genotrecht) dan hak menarik hasil. Tanah ini
tersebut. Untuk sementara waktu, seseorang secara prinsip adalah milik komunal kesatuan
berhak mengolah serta menguasai sebidang etnik, namun setiap orang dapat memungut
tanah dengan mengambil hasilnya, tetapi hasil atau mengambil apapun yang dihasilkan
bukan berarti bahwa hak ulayat atas tanah tanaman di atas tanah tersebut.
tersebut menjadi terhapus karenanya. Hak Di suku Minangkabau, tanah ulayat
ulayat tetap melapisi atau mengatasi hak terbagi menjadi tanah ulayat nagari, tanah
pribadi atau perseorangan tersebut. Hak ulayat ulayat suku, dan tanah ulayat kaum (Thalib,
baru pulih kembali bila orang yang bersang- 1985). Ketiga jenis tanah ini disebut sebagai

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

16
”tanah pusaka tinggi”. Di luar itu dikenal ”tanah sesuatu baik yang berada di dalam maupun di
pusako rendah”, yaitu tanah-tanah yang di- atasnya.
peroleh seseorang dari pemberian, hibah, atau Sebagaimana pada suku Minangka-
karena membuka lahan sendiri (menaruko). bau, di masyarakat Dayak juga dikenal pola
Tanah ulayat nagari adalah tanah-tanah penguasaan yang berjenjang yang hampir
dimana terdapat di dalamnya hak penduduk sama persis. Adat Dayak mengakui kepemi-
satu kesatuan ”nagari”, yang pengelolaannya likan tanah adat yang terdiri atas (Jamal et al.,
atau pendistribusiannya dikuasakan kepada 2001): (1) kepemilikan “seko menyeko” atau
penghulu nagari yaitu Kerapatan Adat Nagari kepemilikan perseorangan; (2) kepemilikan
(KAN). Tanah ini ada yang berbentuk fasilitas parene’ant, yang merupakan tanah warisan
umum, juga ada yang masih berupa rimba yang dengan segala isinya menjadi milik dari
sebagai cadangan lahan untuk dibuka suatu beberapa keluarga dalam satu garis ketu-
saat, ketika penduduk nagari sudah membu- runan; (3) kepemilikan saradangan, merupa-
tuhkan. kan kepemilikan oleh suatu kampung; dan (4)
Tanah ulayat suku adalah tanah-tanah kepemilikan binua, yaitu kepemilikan atas
yang dikuasai dan dikelola oleh suatu suku tanah oleh beberapa kampung satuan wilayah
secara turun temurun, yang pengaturannya hukum adat Ketemanggungan.
juga dikuasasi oleh penghulu suku bersang- Konsep “tanah adat” pada Dayak
kutan. Selanjutnya tanah ulayat suku, dalam Kanayatn disebut dengan Palasar Palaya,
perkembangannya dapat menjadi tanah ulayat yang memadukan tanah dengan fungsi-fungsi-
kaum, yang penggunaannya terbagi dalam nya bagi kehidupan manusia. Ada batas-batas
keluarga-keluarga separuik yang lingkupnya teritorial pengelolaan sumberdaya alam pada
lebih kecil lagi. satu kampung (ampu sakampongan). Berbagai
Bentuk hak penguasaan yang berlaku fungsi yang dikenal adalah tanah keramat
sesungguhnya didasari oleh satu tujuan yang (panyugu, padagi, pantulak, dll), tempat ber-
luhur. Di masyarakat Dayak misalnya, tanah buru dan tempat berladang (balubutatu,
tidak hanya berfungsi sebagai benda ekono- bawas), tanah bersawah (tawakng, bancah),
mis belaka, tetapi merupakan basis politik, perkebunan rakyat (kabon gatah, kampokng
sosial, budaya dan spritual. Pada sub suku buah), dan cagar budaya (timawakng). Selain
Dayak Kanayatn, tanah kesatuan hukum adat itu, juga ada tanah colap tornat pusaka (tanah
disebut sebagai “Binua”. Konsep “kabinuaan” yang dingin), yaitu tanah perjanjian adat yang
merupakan konsep geo-politik, yang didalam- turun temurun harus tetap diabadikan (pu-
nya terdapat rakyat yang memiliki seperangkat saka). Tanah ini ada di setiap kampung. Suku
aturan (hukum) dan individu-individu yang Baduy juga mengenal “tanah larangan” yaitu
diangkat oleh rakyat untuk menegakkan aturan daerah yang dilindungi dan tidak sembarang
tersebut. orang dapat masuk dan berbuat sekehen-
Penataan ruang binua merupakan daknya (Permana, 2003).
suatu land use management yang diadaptasi- Konsep tanah komunal, selain yang
kan terhadap sistem pertanian asli terpadu dikuasai secara pribadi, juga dikenal di Bali
(indigenous integrated farming system). Di yang disebut dengan “tanah duwe” yang
dalamnya terdapat tujuh komponen (Djuweng, merupakan milik “desa pakraman” atau desa
1996), di antaranya adalah: kawasan hutan adat di Bali. Juga dikenal “tanah pelaba pura”,
untuk cadangan masa depan, tanah yang yang merupakan tanah untuk membiayai
ditanami pohon buah-buahan (tembawang), keberlanjutan tempat suci pura (Sedjati et al.,
tanah yang ditanami tanaman keras, tanah 2002). Demikian pula di Papua, dimana tanah
pertanian (yang sedang dikerjakan dan sedang diibaratkan sebagai “ibu kandung”. Sebagai
diistirahatkan), tanah pekuburan dan keramat, ibu, tanah memberi kehidupan kepada anak-
perkampungan dan pekarangan, serta sungai anaknya. Selain nilai ekonomi, tanah juga
dan danau untuk per-ikanan. Hak milik atas memiliki nilai kultural-spritual, dengan sistem
tanah menurut adat Dayak dikenal sebagai kepemilikan yang berbentuk komunal. Kepemi-
“hak milik adat turun temurun” yang mencakup likan tanah di Papua berkaitan dengan kebe-
hak mengelola dan mengusahakan segala radaan serta penguasaan suatu etnik atas
wilayah tertentu (Anonimous, 2006a).

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

17
Pengertian Hak Ulayat Menurut Hukum Ketiga, Mereka mempunyai hak untuk
Adat membuka hutan dengan sepengetahuan
Menurut Rizal (2003), hak ulayat yang kepala suku atau kepala masyarakat hukum.
disebut juga dengan hak persekutuan adalah Hubungan hukum antara orang yang mem-
daerah dimana sekelompok masyarakat hu- buka tanah dengan tanah tersebut makin lama
kum adat bertempat tinggal mempertahankan makin kuat, apabila tanah tersebut terus
hidup tempat berlindung yang sifatnya magis- menerus dipelihara/digarap dan akhirnya da-
religius. Masyarakat yang hidup di dalam hak pat menjadi hak milik si pembuka. Sekalipun
ulayat berhak mengerjakan tanah itu, dimana demikian, hak ulayat masyarakat hukum tetap
setiap anggota masyarakat dapat memperoleh ada walaupun melemah. Sebaliknya apabila
bagian tanah dengan batasan-batasan ter- tanah yang dibuka itu tidak diurus atau diter-
tentu. lantarkan, maka tanah akan kembali menjadi
tanah masyarakat hukum. Selain itu, transaksi-
Menurut Van Vollenhoven (dalam transaksi penting mengenai tanah harus
Bushar, 1988) ciri-ciri hak ulayat itu adalah dengan persetujuan kepala suku. Keempat,
sebagai berikut: (a) Tiap anggota dalam Berdasarkan kesepakatan masyarakat hukum
persekutuan hukum (etnik, sub etnik, atau fam) setempat, dapat ditetapkan bagian-bagian
mempunyai wewenang dengan bebas untuk wilayah yang dapat digunakan un-tuk tempat
mengerjakan tanah yang belum digarap, permukiman, makam, pengem-balaan umum,
misalnya dengan membuka tanah untuk dan lain-lain.
mendirikan tempat tinggal baru; (b) Bagi orang
di luar anggota persekutuan hukum, untuk Kelima, Anggota suku lain tidak boleh
mengerjakan tanah harus dengan izin mengambil manfaat daerah hak ulayat, kecuali
persekutuan hukum (=dewan pimpinan adat); de-ngan seizin pimpinan suku atau masyara-
(c) Anggota-anggota persekutuan hukum da- kat hukum, dan dengan memberi sema-cam
lam mengerjakan tanah ulayat itu mempunyai hadiah kecil (uang pemasukan) terlebih
hak yang sama, tapi untuk bukan anggota dahulu. Izin tersebut bersifat sementara, misal-
selalu diwajibkan membayar suatu retribusi nya untuk selama musim panen, namun suku
(uang adat, sewa lunas, sewa hutang, bunga lain tidak dapat mempunyai hak milik atas
pasir dan lain-lain) ataupun menyampaikan tanah tersebut. Sifat istimewa hak ulayat
suatu persembahan (ulutaon, pemohon); (d) terletak pada daya berlakunya secara timbal
Persekutuan hukum sedikit banyak masih balik hak-hak itu terhadap orang lain. Karena
mempunyai campur tangan dalam hal tanah pengelolaan tanah makin memperkuat hubu-
yang sudah dibuka dan ditanami oleh ngan perseorangan dengan sebidang tanah.
seseorang; (e) Persekutuan hukum bertang- Bila hubungan perorangan atas tanah itu
gung jawab atas segala sesuatu yang terjadi berkurang atau bila hubungan itu diabaikan
dalam ulayatnya; (f) Persekutuan hukum tidak terus menerus, maka pulihlah hak masyarakat
dapat memindah tangankan hak penguasaan hukum atas tanah itu dan tanah tersebut
kepada orang lain; (g) Hak ulayat menurut kembali menjadi hak ulayat. Keenam, Apabila
hukum adat ada di tangan suku/masyarakat ada anggota suku bangsa lain ditemukan
hukum/desa. meninggal dunia atau dibunuh di suatu wilayah
yang dikuasai satu suku bangsa, maka suku
Hampir sama dengan di atas, berla- atau masyarakat hukum di wilayah bersang-
kunya hak ulayat ini menurut sistematika Ter kutan bertanggung jawab untuk mencari siapa
Haar (1985) adalah sebagai berikut: Pertama, pembunuhnya atau membayar denda.
Anggota masyarakat hukum bersama-sama
dapat mengambil manfaat atas tanah serta Pengertian “ulayat” di Minangkabau,
tumbuh-tumbuhan maupun hewan liar yang lebih kuat ke arah pengertian sebagai tanah
hidup di atasnya. Kedua, Anggota masyarakat milik komunal seluruh suku Minangkabau.
hukum untuk keperluan sendiri berhak ver- Tanah ulayat adalah pusaka yang diwariskan
buru, mengumpulkan hasil hutan yang turun-temurun, yang haknya berada pada
kemudian dimiliki dengan hak milik bahkan perempuan, namun sebagai pemegang hak
berhak memiliki beberapa pohon yang tumbuh atas tanah ulayat adalah mamak kepala waris.
liar apabila pohon itu dipelihara olehnya. Penguasaan dan pengelolaan tanah ulayat
dimaksudkan untuk melindungi dan memper-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

18
tahankan kehidupan serta keberadaan masya- berada di bawah kewenangan penghulu
rakat (eksistensi kultural), menciptakan tata (Thalib, 1985).
kehidupan, termasuk produksi dan distribusi Dalam banyak suku di Indonesia,
sumber daya agraria yang berkeadilan sosial. diatur sampai dimana hak perseorangan diba-
Selain itu, tanah ulayat juga mengandung tasi. Setiap anggota suku (persekutuan) diberi
unsur religi, kesejarahan dan bahkan unsur hak untuk mengerjakan tanah adat (atau tanah
magis serta bertujuan memakmurkan rakyat di ulayat) di wilayahnya dengan diberi izin yang
dalamnya. disebut dengan hak ”wenang pilih”. Jika se-
Tanah ulayat adalah tanah milik bidang tanah di wilayah persekutuan itu telah
komunal yang tidak boleh dan tidak dapat dikerjakan oleh seseorang warganya secara
didaftarkan atas nama satu atau beberapa terus menerus, maka hubungannya dengan
pihak saja. Penelitian Jamal et al. (2001) tanah itu semakin kuat. Namun apabila suatu
mendapatkan bahwa seluruh tanah di wilayah waktu tanah itu ditinggalkannya, maka hubu-
Minangkabau, yang persis berhimpit dengan ngannya semakin renggang dengan tanah
areal administratif Provinsi Sumatera Barat, tersebut. Sebaliknya, hubungan antara tanah
merupakan ”tanah ulayat” dengan prinsip itu dengan persekutuan menjadi semakin erat
kepemilikan komunal, yang penggunaan dan kembali. Lebih jauh, jika tanah yang telah
pendistribusian penggunaannya tunduk kepa- digarap tersebut ditinggalkan menjadi semak
da pengaturan menurut hukum adat. belukar, maka tanah itu dianggap telah diter-
lantarkan, maka putuslah hubungan seseorang
dengan tanah tersebut. Terlihat disini bahwa
Karakteristik Hak Penguasaan Tanah seseorang tidak pernah benar-benar mengua-
Menurut Hukum Adat sai sebidang tanah secara mutlak.
Secara umum, setidaknya ada empat Meskipun sebidang tanah telah dibuka
karakteristik pokok bentuk penguasaan tanah dan dikerjakan oleh seseorang, namun campur
menurut hukum adat, yaitu tidak adanya tangan persekutuan hukum terhadap tanah
kepemilikan mutlak, penguasaan yang bersifat yang bersangkutan tidak lenyap seluruhnya.
inklusif, larangan untuk memperjual belikan Campur tangan ini menjadi besar kalau hak
tanah (meskipun untuk tanah yang sudah individu menipis. Sebaliknya, campur tangan
dikuasai secara pribadi), serta lebih dihar- ini menipis secara proporsional dengan mem-
gainya manusia dan kerjanya dibanding tanah. besarnya hak individu (Kaban, 2004).
Keempat sifat ini saling mengkait, yang dilan-
dasi oleh paradigma pokok bahwa sesung- Dari penjelasan tersebut dapat ditarik
guhnya tanah adalah sumberdaya yang khas kesimpulan bahwa hak ulayat itu sebenarnya
tidak sebagai mana sumberdaya ekonomi lain. adalah hak dari pada persekutuan hukum atas
Karena jumlahnya yang terbatas, maka tanah wilayahnya, termasuk segala sesuatu (keka-
harus digunakan secara adil, dan harus mam- yaan) yang ada di atasnya. Hal ini dijaga oleh
pu memberi kesejahteraan bagi seluruh orang seluruh anggota masyarakat persekutuan
di muka bumi. Untuk itu, tanah jangan di- dengan cara mentaati aturan-aturan. Demikian
jadikan sebagai komoditas pasar yang bebas. juga tentang pemanfaatannya. Dari hak ulayat
ini pula hak perorangan berasal, tentunya juga
dengan segala pengaturannya. Dengan demi-
Sifat Pertama, Tanah Tidak Dapat Dikuasai kian, dapatlah dikatakan bahwa hak ulayat
Secara Mutlak memagari, meresapi dan memayungi hak-hak
Sifat khas penguasaan tanah menurut yang ada, yang timbul dan berkembang di
hukum adat yang menyatakan bahwa tanah tengah-tengah anggota persekutuan yang me-
tidak dapat dimiliki secara mutlak ditemukan nyangkut tentang tanah.
dalam beberapa literatur. Dalam sistem hukum Sebagai contoh, sifat dari hak ulayat
Minangkabau sebagai contoh, dipisahkan dalam masyarakat hukum adat Minangkabau
antara ”tanah” dan ”ulayat” dengan azas adalah (Umar, 1978): (1) berada pada masya-
terpisah horizontal. Artinya, tanah secara fisik rakat, tidak pada orang tertentu, (2) tidak dapat
adalah tetap milik komunal dan tidak boleh dipindahtangankan selamanya, serta (3) hanya
berpindah tangan kepemilikannya; sedangkan dapat dilepaskan untuk sementara jika ada
pengaturan ulayat (atau pemanfaatannya) alasan-alasan yang diakui oleh adat yang

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

19
biasanya merupakan alasan mendesak (untuk teoritis, kita mengenal setidaknya tiga bentuk
membayar hutang yang besar, menyeleng- kepemilikan, yaitu: (1) kepemilikan mutlak
garakan pemakaman anggota keluarga yang (absolute ownership), (2) kepemilikan secara
meninggal, dan melangsungkan pesta perni- bersama (public ownership), dan (3) kepemi-
kahan anggota keluarga). likan individual (private ownership).
Kedaulatan atas tanah tersusun atas Dalam kepemilikan mutlak, si pemilik
garis keturunan ibu (matrilineal), namun pen- dapat melakukan apapun yang dia mau tanpa
distribusiannya dimusyawarahkan dengan di- batasan (restriction) atau pengekangan
pimpin seorang laki-laki tertua yang disebut (restraint). Dalam konsep Islam, kepemilikan
mamak kepala waris atau “tungganai”. Ia mutlak hanyalah milik Allah. Hanya Allah yang
berwenang dalam pengawasan pemanfaatan dapat melakukan apapun terhadap apa yang
tanah pusaka tinggi tersebut. Ini termasuk ada di bumi. Hanya dia, bukan manusia, yang
untuk tanah ulayat suku, kaum, dan keluarga dapat mengadakan atau meniadakan,
saparuik. Sementara untuk tanah yang tergo- mengambil atau membuang, dan seterusnya.
long sebagai tanah ulayat nagari, pengua- Dalam Alquran disebutkan: "Apapun yang
saannya oleh penghulu yang berada dalam berada di surga dan di bumi adalah milik Allah"
lembaga KAN (Kerapatan Adat Nagari). (Al Quran, Surah al-Najm: 31).
Bahwa tanah dan apa yang di atasnya tidaklah Menurut ketentuan Islam, baik negara
benar-benar dikuasai secara ekslusif oleh se- maupun masyarakat tidak dapat mengklaim
seorang, terlihat pula dari tanah “kompokng” sebidang tanah bila keduanya mengabaikan
pada suku Dayak yang dikuasai oleh keluarga- tanah tersebut melewati batas waktu 3 tahun.
keluarga dan individu, namun semua buah Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan
yang jatuh di tanah tersebut dapat diambil oleh pada kemampuan seseorang untuk mengua-
siapa saja. sainya tetapi atas dasar pemanfaatannya.
Paradigama ini juga ditemukan dalam Sehingga fungsi tanah dalam Islam adalah
konsep penguasaan tanah menurut ketentuan sebagai hak pengelolaan bukan pada pe-
Islam. Dalam dasar-dasar Ekonomi Islam, nguasaan.
sumberdaya alam sebagai sumber kesejah- Pemilikan pribadi (private ownership)
teraan dan perannya merupakan aspek pen- hanya jika seseorang pergi ke sungai dan
ting yang ditekankan dalam Islam. Semua memancing ikan atau menjaringnya, maka
yang ada di alam, baik matahari, bulan, udara itulah milik pribadi (personal property). Sebe-
dan lain-lain; diciptakan untuk menuju kesejah- lum ditangkap, maka semua orang dapat me-
teraan manusia. Semua diciptakan oleh Allah, nangkapnya; namun ketika sudah ditangkap,
dan tak ada seseorang yang dapat memono- tak ada orang lain yang dapat mengklaimnya.
polinya. Salah satu alam tersebut adalah
permukaan bumi (surface of the earth), dimana Islam menghargai personal property
tanah merupakan komponen yang paling dalam batasan tertentu. Dasarnya adalah
bernilai (Afzalurrahman, 2000). Pada prinsip- penghargaan terhadap aspirasi untuk beru-
nya, konsep penguasaan tanah dalam Islam saha secara bebas. Islam ingin memberi
berakar dari konsep bumi (earth), dimana bumi insentif kepada setiap orang untuk bekerja dan
dipandang sebagai satu sumber daya yang mendorong dirinya sesuai kemampuannya
paling bernilai untuk menuju kesejahteraan yang terbaik, dan berharap memperoleh se-
hidup. suatu dari tenaga yang telah dikeluarkannya.
Meskipun ingin setiap orang dapat mempro-
Pada prinsipnya, kata “milik” menun- duktifkan orang lain, namun tidak memboleh-
jukkan bahwa ada relasi antara satu benda kan untuk mendominasi tenaga kerja.
dengan seseorang, sebagai dasar sehingga ia
punya hak untuk menggunakannya (right to Di luar kepemilikan individu yang
use it), untuk mengusainya untuk mengguna- terbatas tersebut, Islam mengenal kepemilikan
kannya (to keep it for his use), untuk men- publik. Dalam kepemilikan secara publik
jualnya (to sell it), atau meminjamkannya (to (public ownership) menurut hukum ekonomi
lend it) kepada orang lain dan menerima sewa. islam, semua sumberdaya alam di atas tanah,
Kepemilikan terhadap buku misalnya, ia ber- di laut, maupun di udara adalah milik publik.
hak memindahkannya ke tempat lain. Secara Tidak ada satu pun orang yang secara pribadi
memilikinya.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

20
Sifat Kedua, Penguasaan Tanah Bersifat pemilikan dan penguasaan atas tanah ulayat
Inklusif (Kaban, 2004).
Tidak adanya kepemilikan mutlak, Hukum ini juga dijumpai di suku
dapat dimaknai sebagai suatu sifat inklusifitas Minangkabau, dimana seseorang dari luar
dalam penguasaan. Dalam pengertian ini, suku Minangkabau dapat mengolah tanah
selain seluruh tanah suku dapat dikuasai oleh ulayat dengan memenuhi persyaratan dan
seluruh anggota suku, tentunya dengan etika tertentu. Bagi mereka yang berasal dari
prosedur tertentu; bahkan orang-orang yang luar suku, maka harus menyampaikan per-
datang dari luar suku pun dapat meman- mohonannya secara terbuka di hadapan ninik
faatkannya. Artinya, orang yang berasal dari mamak, dan selanjutnya harus memenuhi
satu etnis berkesempatan mengerjakan tanah peraturan dan kebiasaan yang berlaku di suku
yang jelas-jelas berada di wilayah suku lain. tersebut, sehingga ia seolah telah menjadi
Hak tersebut tentunya dengan terlebih dahulu warga setempat (Yakub, 1995).
memenuhi kewajiban tertentu, misalnya beru- Contoh lain terjadi di Suku Dayak dan
pa pemberian sejumlah uang maupun upeti Melayu di Kalbar. Pendatang etnik China yang
dan hadiah. Inti dari kewajiban ini sesung- mulai datang di wilayah Kalimantan Barat
guhnya bukan kepada nilai ekonomi dari semenjak tahun 1745, dapat mengolah tanah
pemberian itu, tapi semata merupakan bentuk Suku Dayak dan Melayu dengan meminta izin
pengakuan hukum belaka, bahwa seseorang menggarap. Sebagian dari mereka ada yang
mengajukan diri untuk mengolah sebidang memperoleh hak penggarapan dengan memin-
tanah yang merupakan ulayat dari satu ko- jam (mungkin tanah saradangan dan binua),
munitas suku tertentu. namun sering juga diberikan kepada penda-
Di suku Karo misalnya, hal semacam tang secara cuma-cuma (Jamal et al., 2001).
inipun dijumpai, dimana para pendatang yang Hak kepemilikan (right of property)
tidak semarga dengan marga tanah selaku dalam ketentuan Islam adalah satu bentuk
pendiri desa, juga diberi lahan oleh marga yang khas (special form), dalam upaya
tanah tersebut untuk dimanfaatkan (Kaban, menghindarkan bahaya (the evil effects) dari
2004). Karena para pendatang ini secara terus kepemilikan dengan pola kapitalis, dan seka-
menerus memanfaatkan sebidang lahan ter- ligus mampu memberi insentif dalam usaha
tentu, pada akhirnya tanah-tanah tersebut ekonomi. Ada tiga kondisi dasar untuk tegak-
menjadi ”hak milik” dari pendatang yang nya hak kepemilikan dalam ketentuan Islam,
biasanya terdiri dari berbagai marga. Tiap-tiap yaitu (Anonim, 2006b): (1) kepemilikan tidak
kelompok marga inipun telah mempunyai tem- bertentangan dengan hukum Islam; (2) tidak
pat atau memiliki tanah sendiri yang lazim memberikan kerusakan atau kerugian kepada
disebut dengan Taneh kesain marga Sem- orang yang lain; dan (3) pemilikan tidak
biring, Taneh kesain marga Ginting dan lain tumpang tindih dengan orang lain. Dalam
sebagainya. Tanah kesain ini meliputi tanah Surat Al-Hasyr ayat 7 disebutkan bahwa untuk
untuk perumahan berikut pekarangannya, kesempurnaan hidup masyarakat, selain
serta hutan tempat mengambil hasil hutan bagi hukum yang harus dilaksanakan, begitu pula
masing-masing kelompok marga. tentang upaya memfaedahkan benda-benda
Terhadap orang asing yang ingin yang dibutuhkan, tetapi sangat ditekankan
menggunakan tanah adat harus dengan izin agar tidak jatuh pada kekuasaan beberapa
persekutuan hukum dengan membayar bunga orang saja yang dengan kesempatan yang ada
tanah. Selain meminta izin untuk menggarap, padanya lalu mempersempit gerak pereko-
para pendatang dapat pula dengan cara nomian orang banyak. Anjuran ini sesuai
mengawini salah satu keluarga marga tanah dengan semangat dalam Pasal 33 Undang-
atau turunannya. Dengan posisi sebagai anak Undang Dasar 1945.
beru (menantu) dari marga tanah tersebut,
maka ia dapat memiliki atau menggunakan
tanah di desa tersebut. Hukum Adat dalam Sifat Ketiga, Tanah Tidak Boleh Diperjual
masyarakat Adat Karo pada dasarnya tidak Belikan
membedakan hak antara warga masyarakat- Dalam penelitian Kaban (2004), ”tanah
nya dengan warga luar sehubungan dengan kesain” yang dimiliki pada suku Karo tidak

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

21
boleh diperjual belikan kecuali bangunan yang Jika disandingkan dengan hukum
berada di atasnya. Sehingga, jika salah se- Islam, penguasaan tanah (ownership of land)
orang dari warga persekutuan tidak membu- terbagi atas tiga bentuk, yaitu: (1) tanah-tanah
tuhkan lagi tanah tersebut, maka tanah itu yang dikuasai oleh masyarakat (lands owned
kembali jatuh kepada desa. Ketika seseorang by society), (2) tanah-tanah yang dikuasai oleh
menguasai sebidang tanah, ia dapat secara negara (lands owned by state), serta (3) tanah-
bebas mengolah dan mengelolanya. Namun tanah yang dikuasai secara individual (lands
apabila ditelantarkan, maka tanah tersebut owned by private individuals). Tanah yang
akan kembali menjadi tanah milik persekutuan dikuasai oleh masyarakat tidak dapat dijual
hukum, dan tidak dapat dijual kepada pihak (not salable), bahkan negara sekalipun tidak
lain. Kepala persekutuan hukum, yang disebut berhak menjualnya. Tanah ini dikembangkan
pemangku adat atau Pengulu Desa, selanjut- dan ditanami, tanpa seorangpun boleh
nya akan mengatur pendayagunaannya atau membeli maupun menjualnya. Lahan di
memberikannya kepada warga lain yang mem- Mesopotamia (yang berlokasi antara dua
butuhkan. sungai, sungai Tigris dan Euphrates) di Irak
Di dalam hak ulayat diakui pula ada- misalnya berada di bawah kategori ini.
nya hak atas tanah perseorangan. Wewenang Seluruh tanah yang tidak ditanami
penggunaan tanah selalu disertai dengan ke- (undeveloped fallow lands) dan hutan yang
wajiban, sehingga pemanfaatan tanah tersebut tidak boleh ditanami (uncultivated forests)
tidak hanya berguna bagi individu tetapi juga serta padang gembalaan (pastures) adalah
memberi manfaat bagi warga persekutuan. milik negara. Negara menjaganya untuk
Di Minangkabau, aturan adat terhadap kebutuhan sekarang dan generasi mendatang.
tanah ulayat dapat dikatakan sangat ”keras” Pemberian hak garap kepada individual,
dan ”tegas”, karena tanah tidak boleh diper- kelompok masyarakat, maupun perusahaan
jualbelikan ataupun digadaikan (Pakpahan et dapat saja dilakukan dalam bentuk sewa, jika
al., 1998). Jika sudah pernah tergadai maka itu merupakan bentuk penguasaan yang
wajib ditebus, dan bila pernah terjual wajib terbaik. Negara dapat saja memberikan hak
mengganti bayarannya. Hal ini dinyatakan secara pribadi kepada warganya. Namun
dengan (Yakub, 1995): ”Dijua indak dimakan dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan per-
bali, digadai indak dimakan sando. Gadai sonal ini sangat terbatas secara prinsip. De-
batabuih, juga batauri” (= Dijual tidak bisa, ngan kata lain, kepemilikan pribadi bukan me-
digadai tidak boleh. Apabila tergadai harus rupakan sumber kesejahteraan yang utama.
ditebus, bila terjual harus diganti uangnya).
Suku Dayak di Kalimantan Barat, Sifat Keempat, Manusia dan Hasil Kerjanya
diakui oleh berbagai nara sumber bahwa Lebih Bernilai daripada Tanah
memang tanah sesungguhnya tidak dapat Secara tidak langsung, ketiga sifat
diperjual belikan, meskipun hal ini tidak lagi penguasaan di atas berimplikasi kepada sifat
dipatuhi secara baik (Jamal et al., 2001). bahwa sesungguhnya aspek manusia serta
Bahkan, jika sebagian besar anggota keluarga kerja dan hasil kerja manusia tersebut, meru-
telah meninggalkan kampung, maka salah pakan hal yang jauh lebih bernilai diban-
seorang (biasanya anak tertua) bertanggung dingkan persoalan tanah. Hal ini terlihat dari
jawab untuk mengelola dan menjaga seluruh tingginya penghargaan kepada kerja yang
tanah keluarga tersebut, namun tidak dapat diberikan oleh manusia pada sebidang tanah.
menjualnya ke pihak lain. Di bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa
Dalam penelitian penulis Suku Kaili di dalam beberapa hukum adat disebutkan se-
Sulawesi Tengah (Syahyuti, 2002), jika se- cara jelas, bahwa seseorang dapat menguasai
seorang ingin mengambil alih pengelolaan tanah sepanjang ia masih mengusahakannya
sebidang tanah yang telah dibuka oleh orang secara produktif. Apabila ia meninggalkannya,
sebelumnya, maka ia hanya membayar “uang maka tanah tersebut lepas darinya, dan
mata kapak”. Artinya, ia hanya membayar jasa kembali menjadi tanah komunal.
kepada orang yang telah membersihkan lahan Jika hukum ini dianut, maka kita tidak
tersebut, namun tidak membeli tanah tersebut akan menemukan yang namanya “tuan tanah”
secara mutlak.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

22
yang tidak bekerja dan seringkali juga tidak baiknya dengan jihad berjuang di jalan Allah.
ada share modal apapun, namun selalu Pewarisan (inheritance) adalah satu contoh
memperoleh bagian dari tanah-tanah yang utama dalam mentransfer satu penguasaan
diusahakan orang lain. Sering kali pula, bagian dari satu orang ke orang lain. Motif utamaya
tuan tanah lebih besar dari bagian si adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
penggarap. Dalam hal sewa-menyewa tanah keluarganya. Pola ini sangat alamiah, dan
dalam Islam, digunakan prinsip keadilan dan merupakan motif yang umum.
kebajikan. Ditetapkan suatu peraturan bahwa Produksi berarti diciptakannya man-
uang sewa hendaknya hanya dipungut apabila faat, produksi tidak diartikan sebagai mencip-
telah menghasilkan lebih dari yang dibutuhkan takan secara fisik sesuatu yang tidak ada,
oleh si penggarap. Jadi, sewa diambil setelah karena tidak seorang pun dapat menciptakan
biaya dan kebutuhan hidup pengolah benda. Yang dapat dilakukan oleh manusia
dikeluarkan (Afzalurrahman, 2000). hanyalah membuat barang-barang menjadi
Sebagaimana dalam hukum adat di berguna. Dapat disimpulkan bahwa sistem
Indonesia, dalam Islam, orang yang meng- produktif dalam negara Islam harus dikendali-
garap tanah terlantar (giving life to the dead kan dengan kriteria objektif maupun subjektif.
land) memiliki hak khusus (special claim). Kriteria objektif diukur dengan kesejahteraan
Orang yang telah menghidupkan sepetak la- material, seangkan kriteria subjektif harus
han yang mati menjadi pemilik tanah tersebut. tercermin dalam kesejahteraan yang harus
Ketentuan-ketentuan dasarnya dalam Islam dinilai dari segi etika ekonomi Islam.
adalah: pertama, siapa yang telah mengu- Dalam Islam, faktor produksi tidak ha-
sahakan lahan memiliki hak untuk menguasai nya tunduk kepada tujuan penguangan
(right of ownership). Kedua, orang yang tidak (monetization), tetapi juga pada kerangka
menanami atau membuatnya produktif, maka moral dan etika abadi sebagaimana tertulis
ia tidak dapat mengklaim tanah tersebut. dalam syariat. Tanah tidak dianggap sebagai
Ketiga, tanda-tanda belaka (superficial occu- hak kuno istimewa dari negara dan ke-
pation and marking) tidak cukup untuk kuasaan, tetapi dianggap sebagai sarana
mengklaim kepemilikan, karena mereka harus untuk meningkatkan produksi yang digunakan
membuat tanah tersebut produktif dengan demi kesejahteraan individu dan masyarakat.
bekerja di atasnya. Keempat, seseorang yang
telah mengkalim sepetak lahan, hanya berhak Hanya golongan masyarakat yang
sepanjang ia mengusahakan tanah tersebut menguasai tanah yang sebenarnya dianggap
secara ekonomi (bukan untuk menjualnya). produktif karena dia menghasilkan sesuatu.
Menurut suatu hadits, barang siapa yang Pedagang disebut kelas steril, karena tidak
menghidupkan tanah mati, maka ia paling mempunyai produksi apapun. Tanah kosong
berhak atasnya (Afzalurrahman, 2000). juga dibebankan membayar zakat, adalah
untuk memotivasi pemiliknya agar tanah
Islam sangat menghargai jasa orang tersebut tidak ditelantarkan. Dalam Hadist
lain. Sebagai contoh, untuk air dikenal dua disebutkan bahwa: “hendaklah menanami atau
bentuk, yaitu air yang secara alamiah tersedia menyerahkannya untuk digarap. Barang siapa
(naturally accessible) sehingga bebas diguna- tidak melakukan salah satu dari keduanya,
kan oleh siapa saja yang berada di sungai dan tahan lah tanahnya”.
laut, serta air yang tidak tersedia secara
alamiah (not naturally accessible) karena
membutuhkan usaha tertentu untuk menda- PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM
tangkannya, dengan pompa ataupun saluran NEGARA DI INDONESIA
irigasi.
Prinsip dasar ekonomi Islam adalah
Di zaman Belanda, dikenal dua jenis
bahwa tidak ada sesuatu yang boleh diperoleh
tanah berdasarkan bentuk penguasaan, yaitu
secara gratis. Bahkan, seseorang juga tidak
tanah-tanah yang tunduk kepada hukum
berhak hidup di atas kerja orang lain. Allah
negara dan yang tunduk pada hukum adat.
membenci sumber daya yang ditelantarkan,
Sesuai dengan asas domein negara, maka
dan juga orang pemalas. Orang yang telah
keadaan tanah di Indonesia saat itu terbagi
bekerja keras untuk hidup, di mata Islam sama

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

23
atas apa yang dinamakan dengan tanah dasan masyarakat borjuasi Eropa abad XIX.
domein negara yang bebas dan tanah domein (Bahari, 2005).
negara yang tidak bebas. Tanah domein
Hukum tanah Indonesia, menurut
negara bebas, adalah tanah-tanah yang
Bahari (2005), dimana tanah memiliki fungsi
dikuasai langsung oleh Pemerintah Belanda sosial, sebetulnya merupakan antitesa hukum
seperti pelabuhan, pasar-pasar, tanah-tanah tanah Barat. Implikasinya, tanah tidak dimiliki
instansi dan lain sebagainya. Sedangkan,
secara bebas tanpa intervensi negara. Karena
tanah domein negara yang tidak bebas adalah
jika individu diberi kebebasan dalam pemilikan
tanah adat.
dan penguasaan tanah tanpa ada intervensi
Menurut ketetapan Domein Verklaring negara, akan terjadi praktik akumulasi tanah
Belanda, yang dicantumkan dalam Agraris- tanpa batas yang berkembang menjadi mono-
chewet dengan Stb. 1870 No. 55, dengan asas poli penguasaan tanah pada segelintir orang
pokoknya adalah domein negara; semua tanah dan ketidakmerataan penguasaan dan peman-
yang tidak dapat dibuktikan ada hak eigendom faatan tanah. Unsur sosial tersebut berupaya
di atasnya, maka tanah tersebut merupakan agar tidak terjadi akumulasi dan monopoli
domein negara (milik negara). Sementara tanah oleh segelintir orang. Caranya adalah
tanah yang dikuasai oleh rakyat pribumi (tanah dengan dimasukkannya unsur masyarakat
adat) tidak pernah mendapat hak eigendom atau kebersamaan dalam penggunaan. Kebe-
yang sah. basan individu dikurangi dan dimasukkan
unsur kebersamaan ke dalam hak individu.
Jadi, tanah negara ialah semua tanah
Jadi, dalam hak individu ada hak kebersa-
yang seseorang itu tidak dapat membuktikan
maan. Inilah yang disebut sebagai ”tanah
bahwa tanah tersebut adalah hak miliknya.
mempunyai fungsi sosial”.
Sebaliknya tanah adat adalah tanah yang tidak
tunduk kepada aturan-aturan “eigendom” (hak Jadi, negara berwenang membatasi
milik) atau dengan kata lain tanah adat adalah individu maupun badan hukum dalam pengua-
tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang saan tanah dalam jumlah besar, karena itu
dengan hak “eigendom”. lahirlah peraturan land reform (UU No. 56
Negara dapat mencabut kepemilikan tahun 1960), misalnya orang tidak boleh punya
seseorang. Ini berasal atas dua dasar hukum tanah lebih dari lima hektar (di Jawa) atau
yaitu hak eigendom yang tertuang dalam Pasal tanah absente. Tugas negara yang mewakili
570 Kitab Undang-undang Hukum Perdata kepentingan bersama menjadi lebih luas
yang merupakan warisan UU Agraria 1870 dalam mengusahakan peningkatan kemak-
(Agrarische Wet), serta UUPA 1960 Pasal 6, muran yang adil dan merata atau disebut
sebagai welfare state (Harsono, 2002).
18 dan 27. Pasal 18 menyatakan "untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan Persoalan paradigma menjadi hal
bangsa dan negara serta kepentingan bersa- penting berkenaan dengan pemaknaan yang
ma dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat terbagi menjadi dua kubu, yaitu paradigma hak
dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang menguasai negara atas sumber daya agraria
layak dan menurut cara yang diatur dengan sebagai pengertian dari Pasal 33 Ayat (3) UUD
undang-undang". Isi dari hak eigendom hampir 1945. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 mengan-
sama dengan pasal ini. dung pemaknaan paradigma yang dubius yai-
Sistem hukum negara di Indonesia ini tu: "dikuasai oleh negara" yang dapat diartikan
"state based agrarian resource management"
tampak berada di tengah antara dua ekstrim,
yaitu hukum adat dan Islam di satu sisi, dan yang berarti manajemen pengelolaan sumber
hukum barat (kapitalis) di sisi ekstrim lainnya. daya agraria yang berbasis pada negara.
Menurut hukum tanah barat, tanah dapat Konsekuensi negara dalam hal ini
dimiliki secara bebas. Ini bersumber dari pemerintah secara sentralistik, birokratik me-
Burgerlijk Wetboek Belanda yang disusun miliki kewenangan untuk mengatur segala se-
berdasar Code Civil Perancis. Dasar filosofi suatu yang bersangkut paut dengan pengelo-
Code Civil Perancis menganut konsep indi- laan agraria. Orde Baru yang mengedepankan
vidualistik-liberal yang merupakan sebuah lan- ekonomi, mendorong investasi modal dengan
konsekuensi kemudahan untuk aktivitas per-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

24
olehan tanah. Praktik pembebasan tanah men- Konsep Penguasaan Tanah Menurut UUPA
dorong terjadinya akumulasi secara timpang No 5 Tahun 1960
penguasaan tanah secara besar-besaran. Membicarakan bentuk-bentuk pengua-
Jika dicermati, maksud pasal 33 UUD saan tanah di Indonesia tidak bisa dilepaskan
1945 memiliki kesesuaian dengan ajaran Islam dari UUPA No 5 tahun 1960, meskipun
yang terkandung dalam Alquran. Menurut UUD sesungguhnya bentuk-bentuk penguasaan
1945 Pasal 33, dimana pada pasal 1 yang yang berjalan tidak seluruhnya mengikuti
menyebutkan bahwa perekonomiam disusun UUPA tersebut. Strategi atau politik agraria
sebagai usaha bersama berdasar atas asas dalam UUPA menganut politik agraria populis,
kekeluargaan. Pasal 2, cabang-cabang pro- yaitu menentang strategi kapitalis yang dapat
duksi yang penting bagi negara dan yang menyebabkan penghisapan manusia atas ma-
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai nusia (exploitation de l’homme par l’homme)
oleh negara. Pasal 3, bumi dan air dan dan menentang strategi sosialis karena
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dianggap menegasikan hak-hak individual atas
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk tanah. Artinya, jika negara menerapkan ini,
sebesar-besar kemakmuran rakyat. maka terdapat perbedaan penguasaan atas
Khusus untuk Pasal 3, terbaca bahwa lahan dibandingkan dengan negara-negara
bumi dikuasai oleh negara. Bumi yaitu planet lain.
serta permukaanya yang terdiri dari lautan, Beberapa perbedaan penguasaan
daratan, dan udara yang melingkupi, semua- atas lahan tersebut adalah: (1) Hak bangsa
nya harus dikuasai atau menurut ketentuan Indonesia atas tanah airnya bersifat abadi
hukum negara yang sesungguhnya terdiri dari (pasal 1 ayat 3 UUPA), yang berarti sepanjang
orang banyak pada lingkungan daerah ter- bangsa Indonesia masih ada dan wilayah
tentu, didirikan menurut kehendak dan kebu- Indonesia masih ada, tidak ada kekuasaan
tuhan orang banyak itu. Artinya, hak milik apapun yang dapat memutuskan hubungan
pribadi atas tanah permukaan bumi bahkan hak bangsa Indonesia atas tanah airnya.
hak pakainya juga harus patuh pada kekua- Hubungan ini memungkinkan adanya hak
saan dan keizinan negara. Tegasnya, UUD milik, hak pakai, Hak Guna Usaha, Hak Guna
1945 itu tadi tidak mengakui adanya hak milik Bangunan dan hak-hak atas tanah lain yang
orang seorang atas sebidang tanah pun di dapat dipegang oleh perorangan ataupun
muka bumi ini. Semua tanah harus diper- badan hukum; (2) Hanya warga negara
gunakan untuk kesempurnaan rakyat banyak Indonesia saja yang dapat memiliki hak atas
menurut program atas sistem perekonomian tanah atas dasar hak milik (pasal 21 ayat 1
demokrasi yang dilaksanakan pemerintah UUPA), sedangkan warga negara asing tidak
sebagai petugas negara. (pasal 26 ayat 6 UUPA).
Hal ini tentu tidak sejalan dengan ba- Dalam UUPA, asas domein (hak milik
nyaknya jual beli tanah, sewa menyewa, dan mutlak negara atas tanah) dihapuskan dan
sertifikat tanah privat. Semua ini membuktikan diganti dengan hak menguasai dari negara,
adanya pengakuan pemerintah atas tanah yang digunakan untuk mencapai sebesar-
pribadi, bukan hanya berupa hak pakai namun besarnya kemakmuran rakyat (pasal 2 ayat 3
sekaligus bertantangan dengan maksud Pasal UUPA). Hak menguasai ini dapat didelegasi-
33 ayat 3 UUD1945. kan kepada daerah-daerah swatantra (pro-
Sebagai akibat dari hak milik pribadi vinsi, kabupaten/ kota, kecamatan dan desa)
atas tanah yang diakui pemerintah, maka dan bahkan pada suatu komunitas adat.
terjadi ketimpangan. Semua tanah ada pemi- Sebagaimana prinsip dalam hukum
liknya yang tidak mengizinkan dipakai oleh adat dan Islam, dalam UUPA juga disebutkan
orang lain walaupun tanah itu tertinggal bahwa tanah mengandung fungsi sosial (pasal
kosong jadi semak belukar. Sementara itu, ada 6 UUPA). Menurut Fauzi (1999), prinsip tanah
pula para pemilik tanah luas yang memper- berfungsi sosial ini berarti bahwa setiap hak
sewakan sebagian tanahnya untuk dipakai atas tanah yang ada pada seseorang
sebagai tempat perumahan atau pabrik. (kelompok) tidak dibenarkan semata-mata
Mereka hidup dari hasil menyewakan tanah demi kepentingan pribadi (kelompok), apalagi
tanpa bekerja apa-apa. sampai merugikan masyarakat. Dengan kata

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

25
lain, penggunaannya harus bermanfaat bagi vensi nilai-nilai kapitalisme melalui globalisasi;
kepentingan umum. maka bentuk penguasaan yang akhirnya ber-
UUPA bermaksud memperkuat dan laku di Indonesia semakin jauh meninggalkan
memperluas hak milik tanah bagi setiap warga hukum adat dan Islam, yang sesungguhnya
negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita. akan lebih mampu menjamin keadilan dan
Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap kesejahteraan. Setidaknya ada empat ciri
privat bezit, hak milik sebagai hak yang terkuat penguasaan tanah menurut hukum adat di
bersifat perseorangan dan turun temurun. Indonesia yaitu: tidak mengenal kepemilikan
UUPA juga bermaksud mengakhiri sistem tuan mutlak, bersifat inklusif, larangan memperjual
tanah dan menghapuskan pemilikan dan belikan tanah, serta lebih dihargainya manusia
pengusaan tanah secara besar-besaran de- dan kerjanya dibanding sumberdaya tanah.
ngan tak terbatas dengan menyelenggarakan Keempat sifat ini juga ditemukan dalam hukum
batas maksimum dan minimum untuk setiap Islam.
keluarga. Sesungguhnya penguasaan menurut
Memang diakui, bahwa UUPA sendiri hukum adat dan Islam akan lebih tepat untuk
telah tegas menyebutkan hukum agraria kesejahteraan masyarakat, karena meng-
bersandar pada hukum adat. Selain daripada hindari tanah yang terlantar dan juga bagi hasil
itu, hak ulayatpun tetap diakui keberadaannya. yang lebih adil. Dalam dokumen RPPK
Namun pengakuan terhadap hak ulayat dalam disebutkan bahwa lahan terlantar yang saat ini
UUPA tersebut bertolak pangkal pada ada di Indonesia mencapai luas 9,7 juta ha,
pengakuan bahwa hak ulayat tersebut masih yaitu lahan yang telah dikuasai oleh satu pihak
ada dalam kenyataan di masyarakat hukum namun belum dimanfaatkan. Jika merujuk
adat yang bersangkutan. Pengakuan ini tidak kepada hukum adat dan Islam, maka lahan-
hanya demi kepentingan masyarakat hukum lahan tersebut harus dibagikan dan digarap
adat semata-mata melainkan karena hak oleh yang membutuhkan, tanpa perlu mem-
ulayat tersebut masih relevan bagi mereka dan bayar kewajiban apapun.
loyal kepada kepentingan bangsa dan negara DAFTAR PUSTAKA
tanpa diskriminasi.
Achyar, Eldine. 2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Islam. (http://www.uika-bogor.ac.id/jur07.
htm, 25 Oktober 2005).
Afzalurrahman. 2000. Muhammad Sebagai Seorang
Dari uraian di atas terlihat adanya Pedagang (Muhammad as Trader).
kesejajaran antara sifat penguasaan menurut Penerbit Yayasan Swarna Bhumy, Jakarta.
hukum adat di Indonesia dengan hukum Islam, Ananimous. 2006b. Guidelines of Islamic Economy.
yang bersebarangan dengan bentuk pengua- (http://www.al-islam.org/philosophyofislam/
saan menurut sistem ekonomi kapitalis. 17.htm, 12 Mei 2006).
Sementara, UUPA sesungguhnya berupaya Anonimous. 2006a. Membangun Papua, Bukan
menjembatani antara konsep penguasaan Membangun di Papua. (www.pu.go.id/
kapitalis dengan hukum adat, namun karena balitbang/puslitbangsebranmas, 25 April
tidak diimplementasikan, maka penguasaan 2006).
tanah yang akhirnya berlaku di Indonesia saat Bahari, Syaiful. 2005. Negara dan Hak Rakyat atas
ini lebih kuat mengadopsi hukum kapitalis Tanah. Kompas, 13 Mei 2005.
yang diwadahi melalui hukum tanah oleh
Bushar, Muhammad. 1988. Asas-Asas Hukum Adat
pemerintah. Masuknya bentuk penguasaan Suatu Pengantar, Pradnya Paramita,
secara individual mutlak ke Indonesia diawali Jakarta.
dari keluarnya UU Agraria tahun 1870 yang
Djuweng, Stefanus. 1996. Kalimantan: Dulu, Seka-
bertujuan menghilangkan hak-hak masyarakat rang, dan Masa Depan. Oktober, 1996.
adat dengan menetapkan bahwa setiap tanah Institut Dayakologi.
di Hindia Belanda yang tidak dibebani milik
Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika
pihak lain adalah tanah negara.
Perjalanan Politik Agraria Indonesia.
Karena kuatnya tekanan hukum formal Yogyakarta: Insist Press, KPA, dan
negara, dan dibarengi dengan kuatnya inter- Pustaka Pelajar.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 1, Juli 2006 : 14 - 27

26
Gamal, Merza. 2006. Model Dinamika Sosial Rizal, Syamsul. 2003. Kebijaksanaan Agraria
Ekonomi Islami: Solusi Pembangunan Sebelum dan Sesudah Keluarnya UUPA.
Kesejahteraan Berkeseimbangan dan Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata,
Berkeadilan. Badan Penerbit Universitas Universitas Sumatera Utara. Medan.
Riau (Unri Press), Pekanbaru. Sedjati, Wahyuning.K; Tri Pranadji; Syahyuti; Budi
Harsono, Boedi. 2002. Menuju Penyempurnaan Wiryono; dan Herlina Tarigan. 2002.
Hukum Tanah Nasiona Dalam Hubungan- Strategi Keorganisasian Petani untuk
nya dengan Tap MPR RI Nomor IX Tahun Pengembangan Kemandirian Perekono-
2001, makalah pada Seminar Nasional mian Pedesaan, di Bali, Kalimantan
Pertanahan 2002 “Pembaruan Agraria”. Selatan, dan DIY. Pusat Penelitian dan
STPN Yogyakarta, tanggal 16 Juli 2002. Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Heilbroner, Robert L. 1986. Tokoh-Tokoh Besar Bogor.
Pemikir Ekonomi. UI Press. Syahyuti. 2002. Pembentukan Struktur Agraria pada
Jamal, Erizal; Tri Pranadji; Aten M. Hurun; Adi Masyarakat Pinggiran Hutan. Tesis pada
Setyanto; Roosgandha E. Manurung; dan Jurusan Sosiologi Pedesaan. IPB, Bogor.
Yusuf Nopirin. 2001. Struktur dan Dina- Ter Haar. 1985. Asas-Asas dan Susunan Hukum
mika Penguasaan Lahan pada Komunitas Adat, Sumur Batu, Bandung.
Lokal. Laporan Penelitian PSE no. 526, Thalib, Sajuti. 1985. Hubungan Tanah Adat dengan
Bogor. Hukum Agraria di Minangkabau. Bina
Kaban, Maria. 2004. Keberadaan Hak Masyarakat Aksara, Jakarta.
Adat Atas Tanah di Tanah Karo. Fakultas Umar, Ali. 1978. Hukum Adat dan Lembaga-
Hukum Universitas Sumatera Utara, Lembaga Hukum Adat daerah Sumatera
Universitas Sumatera Utara. Medan. Barat. Laporan Penelitian, Kerjasama BPN
Pakpahan, MD. et al. 1998. Traditional Community dengan FH Unand, Padang.
Land Occupancy Pattern and Land Wiradi, Gunawan. 1984. Pola Penguasaan Tanah
Registration Problem: Case Studies in dan Reforma Agraria. (Hal 290-1). Dalam
West Sumatera, Central Kalimantan, and S.M.P. Tjondronegoro dan G. Wiradi (eds).
West Nusa Tenggara. Study Report 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola
volume I December 1998. Center for Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari
Societal Development Studies in Masa ke Masa. Yayasan Obor Indonesia
Cooperation with The National Land dan PT Gramedia, Jakarta.
Agency. Jakarta.
Wiradi, Gunawan. 1996. Jangan Perlakukan Tanah
Permana, Cecep Eka. 2003. Religi dalam Tradisi sebagai Komoditi. Jurnal “Analisis Sosial.
Bercocok Tanam Sederhana. Jurusan Edisi 3 Juli 1996.
ArkeologiFIBUI. (http://www.arkeologi.net/
index1.php?id=view_news&ct_ news=45, Yakub, B. Nurdin. 1995. Hukum Kekerabatan
10 Mei 2006). Minangkabau. CV Pustaka Indonesia,
Jakarta.
Purbacaraka, Purnadi dan Ridwan Halim. 1993.
Sendi-Sendi Hukum Agraria. Penerbit
Ghalia Indonesia.

NILAI-NILAI KEARIFAN PADA KONSEP PENGUASAAN TANAH MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA Syahyuti

27

Anda mungkin juga menyukai