Anda di halaman 1dari 99

ht

tp
s:
//b
an
te
n.
bp
s.
go
.id
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
STUDI PENYUSUNAN
INDEKS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA
PROVINSI BANTEN 2017

ISBN : 978-623-7114-01-7
No. Publikasi : 36550.1901
Katalog BPS : 3201006.36

o .id
.g
Ukuran Buku : 17,6 X 25 cm
Jumlah Halaman ps
: viii + 89 Halaman
b
n.

Naskah : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis


e

Statistik
a nt

Gambar Kover : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis


//b
s:

Diterbitkan oleh : © Badan Pusat Statistik Provinsi Banten


tp

Dicetak oleh : CV. Dharmaputra


ht

"Dilarang mengumumkan, mendistribusikan,


mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau
seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari
Badan Pusat Statistik"
Kata Pengantar

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa, atas
terbitnya publikasi Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan
Rumahtangga Provinsi Banten 2017. Publikasi ini memuat hasil studi
pengembangan model, berupa penyusunan Indeks Ketahanan Pangan

.id
Rumahtangga (IKP). IKP yang disusun mencakup 3 (tiga) dimensi ketahanan

o
pangan, yaitu : ketersediaan pangan, keterjangkauan/akses pangan dan

.g
pemanfaatan pangan. b ps
Publikasi studi IKP ini menyajikan capaian pembangunan ketahanan pangan
n.

di Provinsi Banten menurut dimensi, aspek dan indikator ketahanan pangan


e
nt

tahun 2017. Selain itu, juga dilakukan analisis singkat mengenai IKP menurut
a
//b

dimensi ketahanan pangan. Ditampilkan pula keterbandingan antar daerah,


untuk melihat capaian pembangunan ketahanan pangan Kabupaten/Kota.
s:
tp

Disadari, hasil studi IKP yang dimuat dalam publikasi ini masih banyak
ht

kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran demi perbaikan di masa
mendatang sangat diharapkan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan, sehingga
publikasi studi IKP ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Serang, Januari 2019

Kepala Badan Pusat Statistik


Provinsi Banten,

Ir. Agoes Soebeno, M.Si.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


iii
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Daftar Isi

Kata Pengantar …………………………………………………………………….. iii


Daftar Isi ……………………………………………………………………………… v
Daftar Tabel …………………………………………………………………………. Vii
Daftar Gambar ……………………………………………………………………… viii

.id
Bab I. Pendahuluan ………………………………………………………… 1

o
Latar Belakang ….…………………………………………………… 3

.g
SDGs dan Ketahanan Pangan ……………………………….... 4
b ps
Nawa Cita, RPJMN dan Ketahanan Pangan ………………. 6
RPJMD dan Ketahanan Pangan ……………………………….. 7
n.

Tujuan Studi ……….……………………………………………...… 8


e

Keterbatasan Studi ..…………………………………………...… 8


nt

Sistematika Penulisan ……………………………………………. 9


a
//b

Bab II. Tinjauan Pustaka ………..………………………………………… 11


s:

Definisi Ketahanan Pangan ……………………………………… 13


tp

Ketahanan Pangan Menurut UU No.18 Tahun 2012 ..… 15


ht

Pengukuran Ketahanan Pangan ...…………………………… 16


Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia ..… 18
Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian .…. 20
Bab III. Metodologi ……………..……………………………………..…….. 25
Data dan Dimensi Ketahanan Pangan ……………………… 27
Dimensi Ketersediaan pangan (Aspek Kecukupan
Pangan) ………………………………………………………………… 29
Dimensi Keterjangkauan/Akses Pangan (Aspek
Keterjangkauan Fisik, Ekonomi, Sosial) ……………………. 31
Dimensi Pemanfaatan Pangan …………………………………. 34
Bobot Untuk Dimensi, Aspek dan Indikator …..…………. 37
Penghitungan Indeks Ketahanan Pangan
Rumahtangga ……………..………………………………………. 38

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


v
Provinsi Banten 2017
Daftar Isi

Bab IV. Hasil-Hasil IKP ……………………………………………………… 41


Ketersediaan Pangan ................................................ 44
…………………………………………………………………….
Kemampuan Menjangkau Pangan ………………….….……. 45
46
Pemanfaatan Pangan …………………………………………….. 49

.id
Ketahanan Pangan Banten ………….….……….……………… 52
Ketahanan Pangan Regional Banten …….…………………. 56

o
.g
Bab V. Kesimpulan ………………………………………………………….. 59

Daftar Pustaka ..…………………………………………………………………….


b ps 63
n.

Lampiran ……………………………………………………………………………… 67
e
a nt
//b
s:
tp
ht

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


vi
Provinsi Banten 2017
Daftar Tabel

Tabel 2.1. Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan


Indonesia ………..………………………………………………… 19
Tabel 2.2. Besaran, Peringkat dan Status Ketahanan Pangan
Banten Menurut Kabupaten/Kota dan Dimensi

.id
Ketahanan Pangan Hasil Sensus Pertanian 2013 …….. 22

o
Tabel 3.1. Dimensi dan Aspek Ketahanan Pangan Menurut

.g
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
ps
serta Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga
(IKP) 2017 ………………………………………………………….
b
28
n.

Tabel 3.2. Bobot untuk Dimensi, Aspek dan Indikator Indeks


Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) 2017 ………...… 37
e
nt

Tabel 4.1. Persentase Rumahtangga di Banten Menurut


a
//b

Indikator dalam Dimensi Ketersediaan Pangan,


2017 ………………………………………………………………….. 45
s:

Tabel 4.2. Persentase Rumahtangga di Banten Menurut


tp

Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala


ht

Rumahtangga dan Indikator dalam Dimensi


Ketersediaan Pangan, 2017 …………………………………. 46

Tabel 4.3. Persentase Rumahtangga di Banten Menurut


Indikator dalam Dimensi Keterjangkauan/Akses
Pangan, 2017 ……………………………………………………… 48
Tabel 4.4. Persentase Rumahtangga di Banten Menurut
Indikator dalam Dimensi Pemanfaatan Pangan,
2017 ………………………………………………………………….. 50
Tabel 4.5. Capaian Skor Dimensi Pemanfaatan Pangan
Rumahtangga Di Banten, 2017 …….……………………… 54
Tabel 4.6. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga di Banten
Menurut Dimensi Ketahanan Pangan dan
Kabupaten/Kota, 2017 …..……………………………………… 57

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


vii
Provinsi Banten 2017
Daftar Gambar

Gambar 2.1. Bagan Konseptual Ketahanan Pangan


Rumahtangga .………………………………………………. 17

Gambar 4.1. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP)


Banten Menurut Dimensi Ketahanan Pangan,

.id
2017 ………………………………………………….………… 53

o
Gambar 4.2. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP)

.g
Banten Menurut Lapangan Usaha Pekerjaan
b ps
Utama Rumahtangga, 2017 ……………………………… 55
Gambar 4.3. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP)
n.

Banten Menurut Status Pekerjaan Utama


e

Rumahtangga, 2017 ……………………………………….. 56


a nt
//b
s:
tp
ht

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


viii
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
PENDAHULUAN
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Bab I

Pendahuluan

Latar Belakang

Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam


pembangunan, karena pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar

.id
bagi manusia. Dalam pemenuhannya, pangan merupakan hak asasi yang
dijamin dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, sebagai

o
.g
komponen utama untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
ps
Adapun ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam
b
jumlah yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman
n.

dikonsumsi bagi setiap warga negara, untuk menopang aktivitasnya sehari-


e
nt

hari sepanjang waktu.


a
//b

Mengingat pentingnya ketahanan pangan, setiap negara pada umumnya


s:

akan lebih mendahulukan pembangunan ketahanan pangan, sebagai fondasi


tp

bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Indonesia sendiri selalu berupaya


ht

untuk mewujudkan ketahanan pangan, baik pada tingkat nasional dan


wilayah, maupun rumahtangga. Kondisi ini setidaknya terlihat dari peringkat
Indonesia dalam indeks ketahanan pangan global (Global Food Security
Index – GFSI), yang terus meningkat. Dimana, Indonesia berada di posisi ke
74 pada tahun 2015, posisi 71 pada tahun 2016, dan posisi ke 69 pada tahun
2017. Meningkatnya ketahanan pangan Indonesia ini, terjadi seiring dengan
membaiknya capaian posisi tiga pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan
(availability), keterjangkauan (affordability), serta kualitas dan keamanan
(quality and safety).

Sementara itu, Banten menjadi salah satu provinsi andalan Indonesia dalam
penyediaan pangan. Berdasarkan data BPS (Statistik Indonesia 2018),
Banten pada tahun 2015 mampu menyumbang 2,2 juta ton GKG, sehingga

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


3
Provinsi Banten 2017
Bab I Pendahuluan

menduduki peringkat kesebelas sebagai produsen beras di Indonesia. Selain


itu, Banten pada tahun 2017 juga sebagai produsen daging sapi terbesar ke
empat di Indonesia. Hanya saja, menurut Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan Indonesia tahun 2015, yang dihasilkan atas kerjasama antara Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian bersama dengan World Food
Programme, Banten berada pada prioritas 3 hingga 4, atau kerentanan
pangan dan gizi kategori sedang.

Terwujudnya ketahanan pangan di suatu wilayah adalah hasil kerja dari


suatu sistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan, distribusi

.id
dan konsumsi. Dengan demikian, terwujudnya ketahanan pangan merupakan

o
prestasi tersendiri bagi pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Oleh

.g
ps
karena itu, ketahananan pangan menjadi salah satu indikator kinerja dalam
b
RPJMD suatu daerah, termasuk Banten. Implikasinya, ada kebutuhan untuk
n.

menyediakan suatu indikator yang mampu menggambarkan keberhasilan


e
nt

pembangunan ketahanan pangan, dalam hal ini berupa indeks ketahanan


a

pangan rumahtangga.
//b
s:
tp

SDGs dan Ketahahan Pangan


ht

Sustainable Development Goals (SGDs) adalah suatu kesepakatan global


mengenai pembangunan berkelanjutan yang disahkan oleh PBB (Persatuan
Bangsa Bangsa) pada September 2015. SGDs merupakan rencana aksi untuk
mencapai 17 tujuan dan 169 target dalam 15 tahun ke depan, terhitung
sejak 2016 hingga 2030. SGDs memiliki prinsip tidak ada satu orang pun
yang terlewatkan atau “No one is Left Behind”. SDGs bertujuan untuk
menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
menjaga kualitas lingkungan hidup, serta pembangunan yang inklusif dan
terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas
kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


4
Provinsi Banten 2017
Pendahuluan Bab I

Dalam SDGs, perhatian pada ketahanan pangan difokuskan pada tujuan


kedua (zero hunger atau tanpa kelaparan), yakni mengentaskan kelaparan,
mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang baik, serta mendukung
pertanian berkelanjutan. Target yang berkaitan dengan ketahanan pangan
adalah target 2A dan target 2B. Target 2A bertujuan untuk mengentaskan
kelaparan dan memastikan adanya akses bagi seluruh rakyat terhadap
pangan yang aman, bernutrisi, dan berkecukupan sepanjang tahun. Adapun
target 2B, untuk mengakhiri segala macam bentuk kekurangan gizi termasuk
gizi buruk.

.id
Ketahanan pangan juga memiliki hubungan yang sinergis dengan beragam

o
.g
tujuan lain yang ada dalam SDGs, terutama tujuan pertama, ketiga, dan
ps
keenam. Dengan mengakhiri kelaparan, peningkatan ketahanan pangan dan
b
nutrisi yang lebih baik, serta mendukung pertanian berkelanjutan dapat
n.

mengatasi masalah kemiskinan (tujuan pertama). Kondisi yang demikian


e
nt

dapat terjadi karena pemenuhan nutrisi dan gizi yang sudah tercukupi,
a
//b

membuat kualitas, produktivitas, serta daya saing masyarakat mengalami


peningkatan. Akibatnya, mereka mampu memperoleh pekerjaan dengan
s:
tp

upah yang lebih baik, sehingga dapat keluar dari jurang kemiskinan.
ht

Ketersediaan pangan akan mempengaruhi status kesehatan fisik, mental,


serta produktivitas penduduk. Bila masih ada kelaparan, status gizi
masyarakat akan menurun sehingga menyebabkan mereka mudah terkena
penyakit. Akibatnya, kualitas kesehatan dan tingkat kesejahteraan
masyarakat akan menurun pula. Itulah sebabnya ketahanan pangan dapat
memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi
semua (tujuan ketiga).

Mengakhiri kelaparan, meningkatkan ketahanan pangan, serta mendukung


pertanian berkelanjutan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih
serta sanitasi (tujuan keenam). Hal ini karena, bila masih ada kelaparan dan
ketidaktahanan pangan, masyarakat akan cenderung mengeksploitasi tanah

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


5
Provinsi Banten 2017
Bab I Pendahuluan

untuk keperluan pertanian. Akibatnya, keberadaan hutan sering kali


dikorbankan, baik dengan cara dimusnahkan atau dilakukan penebangan liar
agar menghasilkan uang untuk membeli kebutuhan pangan. Ketika hutan
sudah banyak yang rusak, maka akan terjadi banjir dan berakibat pada
sanitasi yang buruk dan hilangnya sumber air bersih. Begitu juga sebaliknya,
jika penyediaan air bersih dan sanitasi terjamin akan dapat mengakhiri
kelaparan, mendukung ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan.

.id
Nawa Cita, RPJMN dan Ketahanan Pangan

o
.g
Nawa Cita adalah sembilan agenda prioritas yang menjadi visi-misi Presiden
ps
Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sembilan agenda ini merupakan
b
upaya untuk melanjutkan semangat dan cita-cita Bung Karno yang dikenal
n.

dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam


e
nt

ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.


a
//b

Kesembilan agenda prioritas tersebut selanjutnya dijabarkan dalam strategi


s:

pembangunan yang digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka


tp

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang terdiri dari empat bagian


ht

utama, yakni : (1) norma pembangunan; (2) tiga dimensi pembangunan; (3)
kondisi perlu agar pembangunan dapat berlangsung; serta (4) program-
program quick wins.

Ketahanan pangan menjadi salah satu dari tiga dimensi pembangunan.


Dimensi tersebut adalah dimensi pembangunan sektor unggulan, dengan
prioritas : sektor kedaulatan pangan dengan melaksanakan program
peningkatan produksi dalam negeri meliputi produksi padi, jagung, kedelai,
gula, daging sapi, dan ikan; program pembangunan dan peningkatan
jaringan irigasi air permukaan, air tanah, dan air rawa; program rehabilitasi
jaringan irigasi permukaan, air tanah, dan rawa; program pembangunan dan
peningkatan irigasi tambak; serta program pembangunan waduk.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


6
Provinsi Banten 2017
Pendahuluan Bab I

RPJMD dan Ketahanan Pangan

Seperti halnya visi-misi Presiden dan Wakil Presiden, visi-misi Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten juga dijabarkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Banten 2017-2022. Dimana, pada saat ini
RPJMD tersebut telah diundangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi Banten No. 7 Tahun 2017.

Ada lima agenda prioritas yang menjadi visi-misi Gubernur dan Wakil
Gubernur Banten. Kelima agenda tersebut masing-masing adalah : Pertama,

.id
menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kedua,

o
membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur. Ketiga, meningkatkan

.g
akses dan pemerataan pelayanan
b pspendidikan berkualitas. Keempat,
meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas.
n.

Kelima, meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.


e
nt

Agenda yang berkaitan dengan Ketahanan pangan, terdapat pada agenda


a
//b

kedua “membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur” dan agenda


s:

kelima “meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi”.


tp

Tujuan agenda prioritas kedua menitikberatkan kepada pembangunan jalan


ht

dan pasar guna memperlancar akses pangan, serta pembangunan


bendungan dan irigasi untuk pengairan pertanian. Selain itu, ada pula
penyediaan air baku untuk keperluan minum atau masak masyarakat.

Sementara itu, agenda prioritas kelima mempunyai tujuan untuk


meningkatkan kelancaran distribusi dan penguatan cadangan pangan.
Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan ketersediaan pangan, serta
menyediakan informasi pasokan, harga, dan akses pangan komoditas pangan
strategis. Indikator sasaran ini dapat dilihat pada indeks ketahanan pangan
beserta dimensi pembentuknya.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


7
Provinsi Banten 2017
Bab I Pendahuluan

Tujuan Studi

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Provinsi Banten


2017 dilaksanakan dalam upaya untuk mengisi kekosongan akan kebutuhan
data target dan capaian pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Banten.
Target dan Capaian ketahanan pangan dimaksud, direpresentasikan dalam
suatu indeks yang selanjutnya akan disebut sebagai Indeks Ketahanan
Pangan Rumahtangga (IKP), beserta dimensi ketahanan pangan yang
menjadi pembentuknya.

.id
Data IKP yang yang dihasilkan dalam studi ini, diharapkan dapat digunakan

o
oleh Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Banten.

.g
ps
Dengan demikian, kebutuhan akan data dan target capaian pembangunan
b
ketahanan pangan menjadi terpenuhi. Implikasinya, angka IKP tersebut ke
n.

depan harus dihitung secara rutin.


e
a nt
//b

Keterbatasan Studi
s:
tp

Angka IKP yang disajikan dalam publikasi ini merupakan hasil studi yang
ht

dilakukan oleh BPS Provinsi Banten. Dimana, pemilihan aspek dan indikator
ketahanan pangannya disesuaikan dengan ketersediaan data yang ada pada
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Sensus Pertanian 2013
Listing (ST2013-L) dan sensus Potensi Desa 2014 (Podes 2014). Oleh karena
itu, angka IKP yang dihasilkan hanya memiliki keterbandingan antar wilayah
dalam lingkup Provinsi Banten saja.

Angka IKP yang dihasilkan juga tidak benar-benar tepat menggambarkan


kondisi ketahanan pangannya. Hal ini karena untuk dimensi keterjangkauan/
akses pangan, terutama indikator pangan diproduksi di desa/kelurahan
setempat, masih menggunakan data ST2013-Listing yang kebanyakan sudah
tidak sesuai lagi untuk kondisi sekarang.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


8
Provinsi Banten 2017
Pendahuluan Bab I

Sistematika Penulisan

Publikasi Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Provinsi Banten 2017


terdiri dari lima bab. Bab I. Menyajikan pendahuluan yang menguraikan
secara rinci latar belakang, tujuan dan keterbatasan studi, serta sistematika
penulisan. Selain itu juga dibahas hubungan antara ketahanan pangan
dengan SDGs, ketahanan pangan dengan Nawacita dan RPJMN 2015-2019,
serta ketahanan pangan dengan RPJMD Banten 2017-2022.

Pada Bab II, disajikan tinjauan pustaka IKP, yang berisi uraian tentang

.id
konsep dan teori ketahanan pangan, serta temuan terdahulu mengenai

o
penghitungan indeks ketahanan pangan rumahtangga.

.g
ps
Bab III, disajikan metodologi penghitungan IKP, yang berisi uraian tentang
b
n.

metode penghitungan masing-masing dimensi, aspek dan indikator.


e
nt

Selanjutnya pada Bab IV disajikan hasil-hasil IKP Banten, yang meliputi


a

status ketahanan pangan dan capaian menurut dimensi, serta capaian IKP
//b

berdasarkan karakteristik pekerjaan utama rumahtangga. Selain itu, juga


s:

dibahas posisi IKP Banten menurut kabupaten/kota.


tp
ht

Sementara Bab V, adalah kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan


publikasi studi ini.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


9
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
TINJAUAN PUSTAKA
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Bab II

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mempelajari konsep dan teori


ketahanan pangan. Selain itu, juga dipelajari metodologi dan temuan
mengenai penghitungan indeks ketahanan pangan rumahtangga, terutama
indeks ketahanan pangan rumahtangga pertanian hasil Sensus Pertanian

.id
2013 (ST2013), yang pernah dirilis oleh BPS pada tahun 2014.

o
.g
Definisi Ketahanan Pangan
b ps
n.

Definisi ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya


e
nt

Conference of Food and Agriculture tahun 1943, yang mencanangkan konsep


a

secure, adequate and suitable supply of food for everyone. Beragam


//b

definisi ketahanan pangan telah dikeluarkan, termasuk oleh lembaga atau


s:

organisasi internasional dan level nasional. Berbagai definisi ketahanan


tp
ht

pangan ini antara lain sebagai berikut :

a. First World Food Conference (1974) dan United Nations (1975),


mendefinisikan ketahanan pangan sebagai ketersediaan pangan dunia
yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan konsumsi
pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga.

b. FAO (Food and Agricultural Organization), pada tahun 1992


mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi pada saat semua orang
dalam segala waktu, memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman
dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Definisi ketahanan
pangan ini selanjutnya dijelaskan dalam 4 pilar, yakni food availability,
physicial and economic access to food, stability of supply and access, and
food utilization.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


13
Provinsi Banten 2017
Bab II Tinjauan Pustaka

c. USAID (1992), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika


seluruh orang pada setiap saat, memiliki akses secara fisik dan ekonomi
untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
produktif.

d. International Conference in Nutrition (FAO/WHO, 1992), mendefinisikan


ketahanan pangan sebagai akses setiap rumahtangga atau individu
untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup
sehat.

.id
e. World Bank (1996), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses
oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk

o
.g
kehidupan yang sehat dan aktif.

f. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan


b ps
Nasional (DEPTAN, 1996),
n.

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kemampuan untuk memenuhi


e

kebutuhan pangan anggota rumahtangga dalam jumlah, mutu, dan


nt

ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu ke waktu agar dapat
a
//b

hidup sehat.
s:

g. OXFAM (2001), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika


tp

setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah
ht

pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang sehat dan
aktif. Ada dua kandungan makna yang tercantum di sini, yakni
ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas, dan akses dalam artian
hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran, maupun klaim.

h. FIVIMS (Food Security and Vulnerability Information and Mapping


Systems, 2005) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika
semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial, dan ekonomi
memiliki akses pada pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan
(food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


14
Provinsi Banten 2017
Tinjauan Pustaka Bab II

Ketahanan Pangan Menurut UU No. 18 Tahun 2012

Ketahanan pangan menurut Undang-Undang nomor : 18 tahun 2012 adalah


kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan,
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat
hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.

Ada 3 dimensi yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan

.id
pangan rumahtangga yaitu :

o
.g
1. Ketersediaan pangan
ps
2. Keterjangkauan atau akses Pangan
b
n.

3. Pemanfaatan pangan
e
a nt

Fungsi subsistem ketersediaan ini menjamin pasokan pangan untuk


//b

memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman,


s:

maupun keamanan. Dimensi ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan


tp
ht

dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut


masalah produksi, stok, cadangan serta keseimbangan impor dan ekspor
pangan, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi
pangan sebagian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah,
pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta
stabil dari waktu ke waktu.

Dimensi keterjangkauan atau akses pangan mencakup upaya memperlancar


proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu, serta stabilitas
pangan. Kondisi yang demikian ditujukan untuk meningkatkan daya akses
masyarakat terhadap pangan yang cukup. Hal ini karena surplus pangan
pada tingkat wilayah, belum tentu menjamin kecukupan pangan bagi
individu/masyarakatnya.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


15
Provinsi Banten 2017
Bab II Tinjauan Pustaka

Subsistem keterjangkauan ini menyangkut aspek aksesibilitas secara fisik,


ekonomi maupun sosial atas pangan secara merata sepanjang waktu. Akses
pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumahtangga untuk secara
periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui berbagai sumber
atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi pangan dan
bantuan pangan. Adapun akses fisik berupa infrastruktur maupun kondisi
sumber daya alam dan lingkungan.

Subsistem pemanfaatan pangan berfungsi mengarahkan agar pola konsumsi


pangan memenuhi kaidah mutu, keragaman dan keseimbangan gizi,

.id
keamanan dan halal serta efisiensi untuk mencegah pemborosan. Sementara

o
.g
dimensi pemanfaatan pangan menyangkut pendidikan masyarakat, agar
ps
mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat
b
mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat
n.

kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan gizi yang


e
nt

cukup dan berimbang, akan tidak efektif bagi pembentukan manusia yang
a
//b

sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif.


s:
tp

Pengukuran Ketahanan Pangan


ht

Pengukuran ketahanan pangan rumahtangga dapat dilakukan dengan dua


cara, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif ini merupakan
pendekatan baru yang praktis dalam penggunaan serta mudah dianalisa dan
diinterpretasikan, dibandingkan metode kuantitatif yang telah lama
digunakan untuk mengukur ketahanan pangan.

Metode kualitatif tersebut menggali dan mengukur persepsi rumahtangga


tentang ketahanan pangan, frekuensi dan beratnya kekurangan pangan yang
dialami, serta strategi coping yang dilakukan oleh rumahtangga dalam
menghadapi masalah kekurangan pangan (Kennedy, 2002).

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


16
Provinsi Banten 2017
Tinjauan Pustaka Bab II

Sementara itu pengukuran ketahanan pangan dengan menggunakan metode


kuantitatif, dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil survei
pengeluaran rumahtangga. Terdapat banyak indikator yang digunakan untuk
mengukur ketahanan pangan rumahtangga jenis ini. Oleh karena itu, Chung
et al (1997), telah merangkum berbagai indikator ketahanan pangan
rumahtangga dalam sebuah bagan konseptual yang dapat dilihat pada
Gambar 2.1 di bawah ini :

.id
Gambar 2.1.

o
.g
Bagan Konseptual Ketahanan Pangan Rumahtangga
b ps
Sumberdaya :
n.

Fisik, Manusia,
Sosial
e

Ketersediaan
nt

Pangan
a

Produksi Pangan
//b

Akses Fisik : Distribusi


s:
tp

Akses Ekonomi :
ht

Akses Pangan Pendapatan

Akses Sosial

Konsumsi
Pangan
Pemanfaatan
Pangan
Status Gizi : anak
Output dan dewasa

Sumber : Chung et;al., 1997

Berdasarkan bagan konseptual tersebut, dapat digambarkan bahwa


ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub sistem
ketersediaan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Kinerja dari masing-
masing subsistem tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


17
Provinsi Banten 2017
Bab II Tinjauan Pustaka

(distribusi) masyarakat terhadap pangan serta pengaturan menu pangan


keluarga dalam mengkonsumsi pangan. Kinerja dari ketiga subsistem ini
akan terlihat pada status gizi masyarakat yang dapat dideteksi antara lain
dari status gizi anak usia di bawah lima tahun (balita).

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia (A Food Security and


Vulnerability Atlas of Indonesia, FSVA), disusun oleh Dewan Ketahanan

.id
Pangan bekerja sama dengan World Food Programme (WFP). FSVA dibuat

o
.g
berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses
ps
terhadap pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah
b
tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil
n.

produksi domestik, impor/ perdagangan maupun bantuan pangan.


e
nt

Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan


a

melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan


//b

pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan
s:

bantuan pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2010).


tp
ht

Akses pangan adalah kemampuan rumahtangga untuk memperoleh cukup


pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah,
pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya.
Pemanfaatan pangan merupakan penggunaan pangan oleh rumahtangga,
dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi
(Dewan Ketahanan Pangan, 2010).

Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional dan


provinsi tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada tingkat
rumahtangga dan individu. Pangan mungkin tersedia dan dapat diakses oleh
semua orang. Namun, sebagian anggota rumahtangga mungkin tidak
mendapat manfaat secara maksimal apabila kelompok ini tidak memperoleh
distribusi pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun keragaman atau

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


18
Provinsi Banten 2017
Tinjauan Pustaka Bab II

apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan,


karena penyiapan makanan yang tidak tepat atau sedang sakit.

Tabel 2.1.

Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia

Aspek Parameter/Indikator

(1) (2)

Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap

.id
Ketersediaan Pangan
produksi pangan

o
.g
Persentase penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan
Akses Pangan dan
ps
Persentase desa yang tidak bisa dilalui kendaraan
b
Penghidupan roda empat
e n.

Persentase rumahtangga tanpa akses terhadap


nt

listrik
a
//b

Persentase rumahtangga tanpa akses ke air bersih


s:
tp

Persentase perempuan buta huruf


ht

Persentase rumahtangga dengan akses ke fasilitas


Pemanfaatan Pangan kesehatan > 5 km

Persentase berat badan balita di bawah standar

Angka harapan hidup

Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumahtangga,


dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi
(konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga
meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk
penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


19
Provinsi Banten 2017
Bab II Tinjauan Pustaka

higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu


yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam
rumahtangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan,
kehamilan, menyusui, dll), dan prioritas kesehatan masing-masing anggota
rumahtangga (Dewan Ketahanan Pangan, 2010)

FSVA dikembangkan dengan menggunakan 9 indikator kerawanan pangan.


Peta komposit kerawanan pangan ini dihasilkan dari kombinasi semua
indikator kerawanan pangan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan
Principal Component Analysis. Peta dibuat dengan menggunakan pola warna

.id
yang seragam yaitu gradasi warna merah dan hijau. Gradasi warna merah

o
.g
menunjukkan variasi tingkat kerawanan pangan dan gradasi warna hijau
ps
menggambarkan kondisi yang lebih baik. Pada kedua kelompok warna
b
tersebut, warna yang semakin tua menunjukkan tingkat yang lebih tinggi
n.

dalam hal ketahanan atau kerawanan pangan. Adapun Indikator yang


e
nt

digunakan dalam peta ketahanan dan kerentanan pangan Indonesia dapat


a
//b

dilihat pada Tabel 2.1 di atas.


s:
tp

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian


ht

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian (IKP) merupakan indeks


ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga yang dihasilkan oleh BPS pada
tahun 2014. IKP disusun dari hasil Survei Pendapatan Petani SPP 2014, yang
menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam Sensus Pertanian 2013. Data
IKP dapat menjelaskan ketahanan pangan suatu daerah.

IKP dbentuk dari tiga dimensi ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan,
keterjangkauan/akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Keterbatasan data
pada SPP-ST2013 menyebabkan IKP dihitung melalui pendekatan skoring
jawaban-jawaban pada kuesioner yang dikelompokkan menjadi tiga dimensi.
Keterbatasan itu pula menyebabkan dimensi ketersediaan pangan hanya
diwakili oleh aspek kecukupan pangan. Dimensi keterjangkauan/akses

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


20
Provinsi Banten 2017
Tinjauan Pustaka Bab II

pangan diwakili aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial. Sementara


untuk dimensi pemanfaatan pangan diwakili oleh dua aspek, yaitu aspek
kecukupan asupan serta aspek kualitas air.

Aspek kecukupan pangan dilihat dari tiga indikator yaitu kecukupan


persediaan pangan, tidak kekurangan pangan dan ketakutan kekurangan
pangan. Aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial diperoleh dari tiga
indikator yaitu indikator pangan yang diproduksi di kecamatan, indikator
tidak mengalami kesulitan menjangkau pembelian serta indikator harga
pembelian tidak tinggi.

o .id
Adapun aspek kecukupan asupan dideteksi dari indikator tidak ada balita

.g
ps
yang kurang gizi atau berat badan yang rendah serta indikator tidak adanya
balita yang meninggal karena sakit. Adapun aspek kualitas air diwakili oleh
b
n.

indikator sumber air minum utama dan indikator sumber air untuk memasak.
e

Semakin baik kualitas air yang dimanfaatkan oleh rumahtangga, akan


a nt

menghindarkan anggota rumahtangga mengalami kesehatan yang buruk.


//b
s:

Masing-masing aspek dibuat skoring, yang kemudian dikonversikan dalam


tp

bentuk persentase. Selanjutnya, IKP diperoleh dari rata-rata persentase


ht

ketiga dimensi tersebut. Dengan batasan satu standar deviasi, dibuatlah


pengkategorian IKP daerah, yaitu Kurang Tahan Pangan, Cukup Tahan
Pangan dan Tahan Pangan Tinggi.

Alhasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan


rumahtangga pada beberapa provinsi. Secara umum, nilai IKP Kawasan
Timur Indonesia masih tertinggal dibandingkan Kawasan Barat Indonesia.
Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa yang nilainya di
atas rata-rata nilai IKP Nasional (www.bps.go.id, Indeks Ketahanan Pangan).

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


21
Provinsi Banten 2017
Bab II Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil perhitungan IKP ini, Banten menempati peringkat 12 di


Indonesia dengan skor mencapai 80,60 (Cukup Tahan Pangan). Sementara
Kota Serang berada pada posisi 219 dari 514 kabupaten/kota yang ada di
Indonesia. Untuk kabupaten/kota lainnya, dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2.

Besaran, Peringkat dan Status Ketahanan Pangan Banten


Menurut Kabupaten/Kota dan Dimensi Ketahanan Pangan
Hasil Sensus Pertanian 2013

o .id
Dimensi

.g
Kabupaten/kota
Ketersediaan
Pangan
b ps
Keterjangkauan/
Akses Pangan
Pemanfaatan
Pangan
n.

(1) (2) (3) (3)


e

Pandeglang 88,37 87,47 69,00


a nt

Lebak 90,42 82,88 67,55


//b
s:

Tangerang 86,18 78,80 83,04


tp

Serang 86,87 70,31 77,79


ht

Kota Tangerang 90,27 71,12 85,82

Kota Cilegon 97,85 81,74 81,47

Kota Serang 87,39 75,99 78,46

Kota Tangerang Selatan 87,12 50,67 73,38

Banten 88,49 80,09 73,21

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2014

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


22
Provinsi Banten 2017
Tinjauan Pustaka Bab II

Tabel 2.2.

Besaran, Peringkat dan Status Ketahanan Pangan Banten


Menurut Kabupaten/Kota dan Dimensi Ketahanan Pangan
Hasil Sensus Pertanian 2013

Lanjutan

Peringkat
Provinsi atau
Kabupaten/Kota IKP Status Kabupaten/Kota
Pada Level
Nasional

.id
(1) (2) (3) (3)

Pandeglang 81,61 Cukup 199

o
.g
Lebak 80,29 Cukup 227
b ps
Tangerang 82,68 Cukup 167
e n.

Serang 78,32 Cukup 291


a nt

Kota Tangerang 82,40 Cukup 173


//b
s:

Kota Cilegon 87,02 Tinggi 47


tp

Kota Serang 80,61 Cukup 219


ht

Kota Tangerang Selatan 70,39 Kurang 453

Banten 80,60 Cukup 12

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2014

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


23
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
METODOLOGI
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Bab III

Metodologi

Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang pangan


menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling utama. Dengan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

.id
Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber

o
daya manusia yang berkualitas.

.g
ps
Dalam undang-undang yang sama, juga disebutkan bahwa ketahanan
b
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
n.

perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik


e
nt

jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau


a
//b

serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,


untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
s:
tp

Untuk mengetahui ketahanan pangan rumahtangga di suatu daerah,


ht

dilakukan pendekatan dengan menghitung Indeks Ketahanan Pangan. Indeks


ketahanan pangan ini terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi ketersediaan
pangan, dimensi keterjangkauan/akses pangan, dan dimensi pemanfaatan
pangan. Adapun metode penghitungan indeksnya, mengikuti metode
penghitungan yang telah dilakukan oleh BPS ketika menyusun indeks
ketahanan pangan rumahtangga pertanian hasil ST2013-SPP.

Data dan Dimensi Ketahanan Pangan

Penghitungan indeks ketahanan pangan rumahtangga 2017 ini menggunakan


data hasil Susenas Maret 2017, yang digabung dengan data Podes 2014 dan
data ST2013-Listing. Penggabungan data dilakukan dengan memperhatikan

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


27
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

lokasi sampel rumahtangga Susenas Maret 2017, yang dalam hal ini adalah
desa/kelurahan.

Tabel 3.1.

Dimensi dan Aspek Ketahanan Pangan


Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan serta
Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) 2017

Aspek

.id
Dimensi
UU No. 18 Tahun 2012 IKP 2017

o
.g
(1) (2) (3)

Ketersediaan Pangan • Kecukupan jumlah/ ps• Kecukupan jumlah/


kuantitas kuantitas
b
n.

• Kecukupan mutu
• Kecukupan pangan
e
nt

• Keberagaman pangan
dan kecukupan gizi
a
//b

Keterjangkauan/ • Keterjangkauan fisik, • Keterjangkauan fisik,


s:

Akses Pangan ekonomi, sosial ekonomi, sosial


• Kesesuaian agama
tp

dan keyakinan
ht

• Kesesuaian dengan
budaya

Pemanfaatan Pangan • Kecukupan asupan • Kecukupan asupan


• Kualitas pengolahan • Kualitas Air
pangan
• Kualitas sanitasi dan
higiene
• Kualitas Air

Betapapun juga, data hasil pengabungan di atas memiliki keterbatasan. Oleh


karena itu, tidak semua aspek dalam tiap dimensi ketahanan pangan
terwakili dalam penghitungan indeks ketahanan pangan ini (Tabel 3.1).
Untuk dimensi ketersediaan pangan dan dimensi keterjangkauan/akses
pangan, masing-masing hanya diwakili satu aspek, yaitu aspek kecukupan

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


28
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

pangan dan aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, sosial. Sementara untuk


dimensi pemanfaatan pangan, diwakili oleh aspek kecukupan asupan serta
aspek kualitas air.

Dimensi Ketersediaan Pangan (Aspek Kecukupan Pangan)

Pengertian ketersediaan pangan dalam UU No.18 tahun 2012 adalah kondisi


tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan
nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi

.id
kebutuhan. Dimensi ketersediaan pangan diwakili oleh aspek kecukupan

o
.g
pangan dilihat dari dua indikator, yaitu kecukupan persediaan pangan dan
tidak kekurangan pangan.
b ps
n.

1. Indikator Kecukupan Persediaan Pangan


e
nt

Kecukupan persediaan pangan yang dimaksud adalah apakah


a

kebutuhan akan pangan selama setahun yang lalu telah tercukupi dalam
//b

rumahtangga tersebut.
s:
tp

Pengukuran indikator persediaan pangan ini didekati dengan data


ht

Susenas Maret 2017, yakni dari pertanyaan-pertanyaan pada Rincian


1501, Rincian 1502 dan Rincian 1503.

❖ Rincian 1501. “Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya


khawatir tidak akan memiliki cukup makanan untuk disantap karena
kurangnya uang atau sumber daya lainnya?”

❖ Rincian 1502. “Selama setahun terakhir, apakah ada saat di mana


anda/art lainnya khawatir tidak dapat menyantap makanan sehat dan
bergizi karena kurangnya uang atau sumber daya lainnya?”

❖ Rincian 1503. “Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya


hanya menyantap sedikit jenis makanan karena tidak memiliki uang
atau sumber daya lainnya?”

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


29
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

Aturan pemberian skor untuk indikator kecukupan persediaan pangan ini


adalah sebagai berikut :

❖ 3, bila responden memberikan jawaban “Tidak” untuk ketiga


pertanyaan tersebut,

❖ 2, bila menjawab “Tidak” untuk dua pertanyaan,

❖ 1, bila menjawab “Tidak” satu pertanyaan,

❖ 0, bila menjawab “Ya/Tidak Tahu/Menolak Menjawab” untuk ketiga


pertanyaan di atas.

o .id
2. Indikator Tidak Kekurangan Pangan

.g
ps
Kekurangan pangan merupakan kondisi tidak mampu mengkonsumsi
b
makanan sesuai kebiasaannya atau tidak mampu mempertahankan pola
n.

makan normal setiap saat selama periode setahun yang lalu dan
e
nt

merubah pola makan secara terpaksa seperti melewatkan makan,


a

makan lebih sedikit, makan lebih murah, dan mungkin makanan kurang
//b

bergizi.
s:
tp

Pengukuran indikator tidak kekurangan pangan ini didekati dengan data


ht

Susenas Maret 2017, yakni dari pertanyaan-pertanyaan pada Rincian


1506, Rincian 1507 dan Rincian 1508.

❖ Rincian 1506. “Selama setahun terakhir, apakah rumahtangga


kehabisan makanan karena kurangnya uang atau sumber daya
lainnya?”

❖ Rincian 1507. “Selama setahun terakhir, apakah ada anda/art lainnya


merasa lapar tapi tidak makan karena kurangnya uang atau sumber
daya lainnya untuk mendapatkan makanan?”

❖ Rincian 1508. “Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya


tidak makan seharian karena tidak memiliki uang atau sumber daya
lainnya?”

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


30
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

Aturan pemberian skor untuk indikator tidak kekurangan pangan ini


adalah sebagai berikut :

❖ 3, bila responden memberikan jawaban “Tidak” untuk ketiga


pertanyaan tersebut,

❖ 2, bila menjawab “Tidak” untuk dua pertanyaan,

❖ 1, bila menjawab “Tidak” satu pertanyaan,

❖ 0, bila menjawab “Ya/Tidak Tahu/Menolak Menjawab” untuk ketiga


pertanyaan di atas.

o .id
.g
ps
Dimensi Keterjangkauan/Akses Pangan (Aspek Keterjangkauan
b
Fisik, Ekonomi, dan Sosial)
e n.

Akses Pangan adalah kemampuan rumahtangga untuk memperoleh cukup


nt

pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter,
a
//b

hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah


s:

mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumahtangga memiliki akses


tp

yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui


ht

mekanisme tersebut di atas.

Akses pangan tergantung pada daya beli rumahtangga yang ditentukan oleh
sumber penghidupan rumahtangga tersebut. Sumber penghidupan
rumahtangga terdiri dari kemampuan rumahtangga, modal/aset (sumber
daya alam, fisik, sumber daya manusia, ekonomi dan sosial) dan
penghasilan, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
misalnya pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Rumahtangga
yang tidak memiliki sumber penghidupan yang memadai dan
berkesinambungan, sewaktu-waktu dapat berubah, menjadi tidak
berkecukupan, tidak stabil dan daya beli menjadi sangat terbatas, yang
menyebabkan tetap miskin dan rentan terhadap kerawanan pangan.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


31
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

Dimensi keterjangkauan atau akses pangan terdiri dari satu aspek yaitu
aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial. Aspek ini dibentuk oleh tiga
indikator yaitu indikator pangan yang diproduksi di desa/kelurahan setempat,
indikator tidak mengalami kesulitan menjangkau lokasi pembelian dan
indikator harga pembelian tidak tinggi.

1. Indikator Pangan Diproduksi di Desa/Kelurahan Setempat

Pangan yang sebagian besar diproduksi di lingkungan setempat


menunjukkan kemudahan akses memperoleh pangan. Jika sebagian

.id
besar pangan diproduksi di desa/kelurahan setempat, maka akan

o
memudahkan orang-orang sekitar dalam mencukupi kebutuhannya.

.g
Tempat tinggal yang dekat dengan tempat produksi akan memudahkan
ps
untuk mendapatkan pangan. Selain itu, persediaan pangan akan terus
b
n.

ada karena mudahnya akses yang dapat dijangkau, tanpa perlu mencari
e

ke tempat yang lebih jauh.


a nt

Indikator pangan diproduksi di desa/kelurahan setempat ini diukur


//b

dengan menggunakan data hasil ST2013-Listing, yaitu keberadaan


s:

rumahtangga usaha pertanian tanaman pangan dan rumahtangga usaha


tp

peternakan pada suatu desa/kelurahan. Bila di suatu desa/kelurahan


ht

terdapat kedua usaha rumahtangga tersebut, diberikan skor 2. Jika


hanya salah satu, skornya adalah 1. Adapun bila tidak ada sama sekali,
diberikan skor 0.

2. Indikator Tidak Mengalami Kesulitan Menjangkau Lokasi Pembelian

Ketersediaan yang cukup di suatu wilayah belum tentu menggambarkan


wilayah tersebut bebas kerawanan pangan. Rendahnya aksesibilitas
untuk mendapatkan pangan, bisa menjadi penyebab kerawanan
pangan. Sebaliknya, kemudahan dalam mengakses lokasi pembelian
akan memudahkan perolehan pangan yang dibutuhkan.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


32
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

Ada tidaknya kesulitan menjangkau lokasi pembelian pangan diukur


dengan menggunakan data Podes 2014. Dalam hal ini, adalah
banyaknya lokasi pasar dengan bangunan permanen (Rincian 1204a)
dan bangunan semi permanen (Rincian 1204b) di suatu desa/kelurahan,
serta perkiraan jarak ke pasar dengan bangunan permanen dan semi
permanen terdekat bila desa/kelurahan tersebut tidak memiliki kedua
jenis pasar tersebut (Rincian 1204c).

Aturan pemberian skor untuk indikator ada tidaknya kesulitan dalam


menjangkau lokasi pembelian adalah sebagai berikut :

o .id
❖ 3, bila terdapat pasar dengan bangunan permanen dan atau pasar

.g
dengan bangunan semi permanen,
b ps
❖ 2, bila sama sekali tidak ada kedua jenis pasar tersebut dan jaraknya
n.

ke pasar terdekat maksimal 1 km,


e
nt

❖ 1, bila sama sekali tidak ada kedua jenis pasar tersebut dan jaraknya
a
//b

ke pasar terdekat antara 1 sampai 2,5 km,


s:

❖ 0, bila sama sekali tidak ada kedua jenis pasar tersebut dan jaraknya
tp

ke pasar terdekat lebih dari 2,5 km.


ht

3. Indikator Harga Pembelian Tidak Tinggi

Indikator ketiga yang mengukur dimensi keterjangkauan/akses pangan


adalah harga pembelian. Ketersediaan pangan yang cukup dan lokasi
pembelian pangan yang mudah dijangkau, namun dengan harga
pembelian pangan yang tinggi dapat menyebabkan kerawanan pangan.
Oleh karena itu, harga pembelian tidak tinggi ini dapat menunjukkan
keterjangkauan terhadap kondisi ekonomi rumahtangga.

Sementara itu rumahtangga dengan kondisi ekonomi yang baik, akan


memudahkan mereka mendapatkan pangan meskipun dengan harga
yang tinggi. Berbeda dengan rumahtangga yang kondisi ekonominya
buruk atau berkategori miskin. Harga yang terlalu tinggi akan

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


33
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

menyulitkan rumahtangga untuk membeli kebutuhan pangannya.


Bahkan dengan harga pembelian yang relatif rendah pun, mereka yang
berkategori miskin dapat pula mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pangan.

Dengan demikian, indikator harga pembelian tidak tinggi dapat didekati


dengan menggunakan konsep atau batasan kemiskinan. Dalam hal ini,
harga pembelian pangan bagi rumahtangga akan tidak tinggi, bila
rumahtangga tersebut memiliki pengeluaran per kapita melebihi garis
kemiskinan (Skor 1). Sebaliknya, jika memiliki pengeluaran per kapita di

.id
bawah garis kemiskinan akan diberikan skor 0.

o
.g
Dimensi Pemanfaatan Pangan
b ps
e n.

Pemanfaatan pangan meliputi penggunaan pangan oleh rumahtangga serta


nt

meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk


a
//b

penggunaan air serta meliputi status kesehatan anggota rumahtangga.


s:

Dimensi pemanfaatan pangan sendiri diwakili dua aspek. Pertama, aspek


tp

kecukupan asupan untuk melihat status kesehatan yang diukur dengan dua
ht

indikator, yaitu kecukupan asupan kalori dan kecukupan asupan protein.


Kedua, aspek kualitas air yang diukur oleh dua indikator, yakni kualitas
sumber air utama untuk minum dan sumber air utama untuk masak.

1. Indikator Kecukupan Asupan Kalori (Aspek Kecukupan Asupan)

Asupan kalori merupakan salah satu indikator yang dapat mendeteksi


ketahanan pangan penduduk atau rumahtangga, dari sisi pemanfaatan
pangan. Hal ini karena asupan kalori mempengaruhi derajat kesehatan,
menjadikan seseorang rentan penyakit, gizi buruk dan balita pendek
(stunting).

Aturan pemberian skor untuk indikator asupan kalori adalah sebagai


berikut :

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


34
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

❖ 2, bila mengkonsumsi minimal 2.000 kkal per kapita sehari,

❖ 1, bila mengkonsumsi 1.400 kkal s.d 1.999,99 kkal per kapita sehari,

❖ 0, bila mengkonsumsi kurang dari 1.400 kkal per kapita sehari.

2. Indikator Kecukupan Asupan Protein (Aspek Kecukupan Asupan)

Bersaman asupan kalori, asupan protein menjadi salah satu indikator


yang dapat mendeteksi ketahanan pangan penduduk atau
rumahtangga, dari sisi pemanfaatan pangan. Hal ini karena asupan

.id
kalori mempengaruhi derajat kesehatan, menjadikan seseorang rentan
penyakit, gizi buruk dan balita pendek (stunting).

o
.g
Aturan pemberian skor untuk indikator asupan protein adalah sebagai
berikut :
b ps
n.

❖ 2, bila mengkonsumsi lebih dari 100 persen AKG per kapita sehari,
e
nt

❖ 1, bila mengkonsumsi 80% AKG s.d 99,99% AKG per kapita sehari,
a
//b

❖ 0, bila mengkonsumsi kurang dari 80% AKG per kapita sehari.


s:
tp

3. Indikator Sumber Air Utama untuk Minum (Aspek Kualitas Air)


ht

Selain kecukupan asupan, aspek lain yang mewakili dimensi


pemanfaatan pangan adalah kualitas air. Salah satu indikator yang
mengukur kualitas air adalah sumber air utama untuk minum. Indikator
ini menggunakan data Susenas Maret 2017, tepatnya pada Rincian
1611A, yaitu “Apa sumber air utama yang digunakan rumahtangga
untuk minum?”. Adapun aturan pemberian skornya, sebagai berikut :

❖ 3, untuk jawaban air kemasan bermerk, air isi ulang dan ledeng,

❖ 2, bagi yang menjawab sumur bor/pompa, sumur terlindung/tidak


terlindung dan mata air terlindung/tidak terlindung, dengan jarak ke
tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat minimal 10 m.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


35
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

❖ 1, untuk sumur bor/pompa, sumur terlindung/tidak terlindung dan


mata air terlindung/tidak terlindung, dengan jarak ke tempat
penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat kurang dari 10 m.

❖ 0, bagi jawaban air permukaan (sungai/danau/waduk/kolam/irigasi).

4. Indikator Sumber Air Utama untuk Masak (Aspek Kualitas Air)

Indikator kedua yang mengukur aspek kualitas air adalah sumber air
utama untuk masak. Pemanfaatan air untuk masak menggambarkan
dimensi pemanfaatan pangan rumahtangga. Air yang digunakan untuk

.id
memasak, baik atau tidaknya akan memengaruhi kesehatan bagi

o
.g
anggota rumahtangga. Semakin baik kualitas air yang dimanfaatkan
ps
untuk memasak akan menghindarkan anggota rumahtangga mengalami
b
kesehatan yang buruk.
e n.

Seperti indikator sumber air utama untuk minum, sumber air utama
nt

untuk masak juga menggunakan data Susenas Maret 2017, yaitu


a
//b

Rincian 1616A yang berisi pertanyaan “Apa sumber air utama yang
s:

digunakan rumahtangga untuk memasak?”. Dengan pemberian skor


tp

mengikuti aturan sebagai berikut :


ht

❖ 3, untuk jawaban air kemasan bermerk, air isi ulang dan ledeng,

❖ 2, bagi yang menjawab sumur bor/pompa, sumur terlindung/tidak


terlindung dan mata air terlindung/tidak terlindung, dengan jarak ke
tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat minimal 10 m.

❖ 1, untuk sumur bor/pompa, sumur terlindung/tidak terlindung dan


mata air terlindung/tidak terlindung, dengan jarak ke tempat
penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat kurang dari 10 m.

❖ 0, bagi jawaban air permukaan (sungai/danau/waduk/kolam/irigasi)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


36
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

Bobot untuk Dimensi, Aspek dan Indikator

Tabel 3.2.

Bobot untuk Dimensi, Aspek dan Indikator


Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) 2017

Dimensi Aspek Indikator

(1) (2) (3)

Ketersediaan Pangan • Kecukupan jumlah/ • Kecukupan persediaan

.id
(Bobot = ⅓) kuantitas pangan (Bobot = ½)

o
• Tidak kekurangan

.g
pangan (Bobot = ½)

Keterjangkauan/Akses
b ps
• Keterjangkauan fisik, • Pangan diproduksi di
Pangan ekonomi, dan sosial desa/kelurahan
n.

(Bobot = ⅓) setempat (Bobot = ⅓)


e
nt

• Tidak mengalami
kesulitan menjangkau
a

lokasi pembelian
//b

(Bobot = ⅓)
s:

• Harga pembelian tidak


tinggi (Bobot = ⅓)
tp
ht

Pemanfaatan Pangan • Kecukupan asupan • Kecukupan asupan kalori


(Bobot = ⅓) (Bobot = ½) (Bobot = ½)

• Kecukupan asupan
protein (Bobot = ½)

• Kualitas Air • Sumber utama air untuk


(Bobot = ½) minum (Bobot = ½)

• Sumber utama air untuk


masak (Bobot = ½)

Untuk menghitung indeks ketahanan pangan rumahtangga, diperlukan


penimbang atau bobot bagi setiap dimensi, aspek dan indikator yang
digunakan. Dengan menganggap bahwa setiap dimensi, aspek dan indikator
sama pentingnya, maka untuk setiap dimensi, setiap aspek dalam satu

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


37
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

dimensi dan setiap indikator dalam satu aspek masing-masing akan memiliki
bobot yang sama, seperti terlihat pada Tabel 3.2 di atas.

Penghitungan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga

Untuk setiap rumahtangga, dilakukan penghitungan indeks ketahanan


dengan formula sebagai berikut :

1. Indeks Dimensi Ketersediaan Pangan (IKP_X1)

.id
Dimensi ketersediaan pangan hanya terdiri dari satu aspek dan dua

o
.g
indikator. Dengan rumus penghitungan indeks dimensinya adalah
sebagai berikut :
b ps
n.

X
e
nt

11k
k=1
IKP_X1 = × 100%
a

6
//b
s:

Keterangan :
tp

X11k = Skor indikator ke-k untuk aspek kecukupan pangan dalam


ht

dimensi ketersediaan pangan

k = 1, 2 (indikator untuk aspek kecukupan pangan)

2. Indeks Dimensi Keterjangkauan/Akses Pangan (IKP_X2)

Dimensi keterjangkauan/akses pangan terdiri dari satu aspek dan tiga


indikator. Dengan penghitungan indeks dimensinya mengikuti formulasi
berikut :
3

θ X
k=1
k 21k
IKP_X 2 = × 100%
18

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


38
Provinsi Banten 2017
Metodologi Bab III

Keterangan :

X21k = Skor indikator ke-k untuk aspek keterjangkauan fisik, ekonomi,


sosial dalam dimensi keterjangkauan/akses pangan
k = 1, 2,3 (indikator untuk aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan
sosial)
1 = 3
2 = 2
3 = 6

3. Indeks Dimensi Pemanfaatan Pangan (IKP_X3)

.id
Dimensi pemanfaatan pangan terdiri dari dua aspek, dengan masing-

o
.g
masing aspek terdiri dari dua indikator. Oleh karena itu sebelum
ps
menghitung indeks dimensinya, terlebih dahulu dilakukan penghitungan
b
indeks masing-masing aspek, yaitu :
e n.
nt

X
a

31k
//b

k=1
IKP_X31 = × 100%
4
s:
tp

Keterangan :
ht

IKP_X31 = Indeks aspek kecukupan asupan dalam dimensi pemanfaatan


pangan
X31k = Skor indikator ke-k untuk aspek kecukupan asupan dalam
dimensi pemanfaatan pangan
k = 1, 2,3 (indikator untuk aspek kecukupan asupan)

X
k=1
32k
IKP_X32 = × 100%
6
Keterangan :

IKP_X32 = Indeks aspek kualitas air dalam dimensi pemanfaatan pangan

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


39
Provinsi Banten 2017
Bab III Metodologi

X32k = Skor indikator ke-k untuk aspek kualitas air dalam dimensi
pemanfaatan pangan
k = 1, 2,3 (indikator untuk aspek kualitas air)

Adapun rumus penghitungan indeks dimensinya adalah sebagai berikut :

X31 + X32
IKP_X3 =
2
4. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP)

o .id
Indeks ketahanan pangan rumahtangga merupakan rata-rata dari ketiga

.g
indeks dimensi ketahanan pangan, yaitu : b ps
n.

IKP_X1 + IKP_X 2 + IKP_X3


IKP =
e

3
a nt

5. Kategorisasi Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


//b
s:

Untuk melihat apakah ketahanan pangan rata-rata rumahtangga di


tp

suatu kabupaten/kota rendah atau tinggi, dilakukan kategorisasi


ht

terhadap indeks ketahanan pangan rumahtangga. Dalam hal ini,


kategorisasinya mengikuti aturan sebagai berikut :

✓ Kurang tahan pangan, jika IKP < 70,

✓ Cukup tahan pangan, jika 70 ≤ IKP < 80,

✓ Tahan pangan tinggi, jika 80 ≤ IKP < 90,

✓ Tahan pangan sangat tinggi, IKP ≥ 90,

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


40
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
HASIL-HASIL IKP
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Bab IV

Hasil-Hasil IKP
R
Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa, yang secara mandiri
menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat
dan masyarakat. Kedaulatan pangan masuk dalam agenda pembangunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN) 2015-2019.

.id
Adapun ketahanan pangan merupakan langkah awal dalam usaha
pembangunan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan sendiri diartikan

o
.g
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
ps
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
b
jumlah maupun mutu, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
e n.

tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,


nt

untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Undang-
a
//b

Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan).


s:

Ketahanan pangan terdiri dari tiga pilar, yaitu ketersediaan, keterjangkauan


tp

dan pemanfaatan. Ketersediaan dalam arti bahwa pangan cukup tersedia


ht

untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi bagi masyarakat, rumahtangga,


dan perseorangan secara berkelanjutan. Tersedia tidak hanya dalam hal
volume, akan tetapi juga beragam, terjamin keamanan, mutu, dan gizi nya,
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
Sementara keterjangkauan dimaknai bahwa pasokan pangan terdistribusi
secara merata ke seluruh wilayah dengan harga yang stabil dan terjangkau
serta berkelanjutan. Adapun pemanfaatan diartikan bahwa rumahtangga
mampu mengakses cukup pangan dan mengelola konsumsi nya sesuai
kaidah gizi dan kesehatan. Peningkatan ketahanan pangan sangat diperlukan
karena pangan adalah kebutuhan paling mendasar bagi manusia, yang
pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi manusia.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


43
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator penting untuk melihat


tingkat ketahanan pangan suatu masyarakat, rumahtangga, atau
perseorangan. Ketersediaan pangan adalah perbandingan antar jumlah
pangan yang tersedia dengan jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi.
Berdasarkan data produksi, cadangan pangan dan estimasi ekspor-impor
diperoleh hasil situasi ketersediaan pangan di Banten tahun 2017 yaitu
ketersediaan energi sebesar 2.903 kkal per kapita per hari dan ketersediaan

.id
protein 87,3 gram per kapita per hari. Berarti, kondisi ketersediaan pangan
Banten menurut hasil analisis NBM Tahun 2017 tersebut tampak cukup baik.

o
.g
Hal ini karena acuan standar ideal ketersediaan pangan untuk energi adalah
ps
sebesar 2.400 kkal per kapita per hari dan protein 63 gram per kapita per
b
hari (www.disketapang.bantenprov.go.id, 11 Oktober 2018).
e n.
nt

Sayangnya, kondisi yang berbeda ditemui bila melihat ketersediaan pangan


a

pada tingkat rumahtangga. Dimana, hasil Susenas Maret 2017 menunjukkan


//b

bahwa terdapat 8,32 persen rumahtangga di Banten yang tidak mempunyai


s:

kecukupan persediaan pangan. Selain itu, persentase rumahtangga yang


tp

pernah mengalami kekurangan pangan juga masih cukup besar, yaitu


ht

mencapai 2,04 persen (Tabel 4.1).

Bila diamati menurut kabupaten/kota, terlihat bahwa Kabupaten Pandeglang


dan Kabupaten Lebak yang merupakan daerah sentra pertanian, justru
memiliki jumlah rumahtangga dengan tingkat ketersediaan pangan yang
tidak mencukupi, relatif lebih banyak dibandingkan kabupaten/kota lain yang
ada di Banten. Adapun Kota Cilegon dan Kota Serang mempunyai persentase
tertinggi untuk kategori rumahtangga yang pernah mengalami kekurangan
pangan dalam setahun terakhir.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


44
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

Tabel 4.1.

Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Indikator dalam Dimensi Ketersediaan Pangan, 2017

Dimensi Ketersediaan Pangan

Kabupaten/Kota Tidak Mempunyai Mengalami


Cukup Persediaan Kekurangan
Pangan Pangan
(1) (2) (3)

.id
1. Pandeglang 11,29 1,59

o
.g
2. Lebak 10,69 0,77

3. Tangerang
b ps 8,88 2,58
n.

4. Serang 5,13 1,34


e
nt

5. Kota Tangerang 10,05 3,03


a
//b

6. Kota Cilegon 10,28 4,07


s:

7. Kota Serang 9,69 3,50


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 2,44 0,45

Banten 8,32 2,04

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Bila dilihat menurut lapangan usaha pekerjaan utama kepala rumahtangga


(Tabel 4.2), 12,44 persen dari rumahtangga dengan kepala rumahtangga
yang bekerja/berusaha pada lapangan usaha pertanian ternyata tidak
mempunyai cukup persediaan pangan, padahal mereka jelas-jelas
menghasilkan produk pertanian. Namun demikian, persentase rumahtangga
yang pernah mengalami kukurangan pangannya tetep lebih rendah daripada
rata-rata rumahtangga keseluruhan yang mencapai 2,04 persen.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


45
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Tabel 4.2.

Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga dan
Indikator dalam Dimensi Ketersediaan Pangan, 2017

Dimensi Ketersediaan Pangan

Sumber Pendapatan Utama Tidak Mempunyai Mengalami


Cukup Persediaan Kekurangan
Pangan Pangan

.id
(1) (2) (3)

o
A. Bekerja/Berusaha 7,98 1,82

.g
1. Pertanian
b ps
12,44 1,88

2. Industri Pengolahan 6,76 1,46


e n.

3. Bangunan/Konstruksi 8,88 3,26


a nt

4. Perdagangan, Hotel, dan


7,52 1,44
//b

Restoran
s:

5. Pengangkutan dan Komunikasi 8,89 1,96


tp

6. Lembaga Keuangan, Persewaan


ht

2,93 1,06
dan Jasa Perusahaan

7. Jasa-Jasa 5,93 1,75

8. Lainnya 5,35 4,30

B. Tidak Bekerja/Berusaha 10,28 3,32

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Kemampuan Menjangkau Pangan

Kemampuan menjangkau pangan atau aksesibilitas rumahtangga terhadap


pangan adalah kemampuan rumahtangga untuk secara periodik memenuhi
sejumlah pangan yang dibutuhkan. Kemampuan tersebut terutama

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


46
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

dipengaruhi oleh daya beli, yang ditentukan oleh besarnya pendapatan dan
harga pangan. Aksesibilitas pangan rumahtangga merupakan aspek kritis
dalam perwujudan ketahanan pangan, karena menjadi salah satu pilar
ketahanan pangan, selain ketersediaan dan pemanfaatan pangan. Dengan
kata lain, meski secara fisik pangan tersedia namun jika rumahtangga tidak
mampu mengaksesnya, maka ketahanan pangan tidak akan terwujud.
Kemampuan akses pangan rumahtangga dikatakan baik apabila
rumahtangga mampu menjangkau pangan yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan gizi anggotanya setiap saat.

.id
Sementara itu Hasil ST2013-Listing menunjukkan bahwa rumahtangga di

o
.g
Banten lebih mudah mengakses pangan lokal. Hal ini terlihat dari tingginya
ps
persentase rumahtangga yang menyatakan bahwa pangan yang dikonsumsi
b
memang diproduksi di desa/kelurahan tempat tinggal mereka, yakni sebesar
n.

95,68 persen (Tabel 4.3). Bahkan untuk Kota Serang, persentase yang
e
nt

menyatakannya mencapai 100 persen. Kondisi ini menandakan bila setiap


a
//b

desa/kelurahan di Kota Serang masih terdapat usaha rumahtangga pertanian


tanaman pangan dan peternakan sebagai sumber produksi pangan.
s:
tp

Berbeda dengan akses kepada pangan lokal, rumahtangga di Banten


ht

sepertinya mengalami sedikit kesulitan menjangkau lokasi pembelian atau


tempat dimana pangan diperjualbelikan. Hal ini setidaknya terlihat dari
persentase rumahtangga yang mengalami kesulitan dalam menjangkau lokasi
pembelian, yang sebesar 13,46 persen. Bahkan, untuk Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Lebak, persentase rumahtangga yang kesulitan
menjangkau lokasi pembelian sangat tinggi sekali. Kondisi yang demikian
disebabkan oleh kurangnya infrastruktur pasar, baik pasar dengan bangunan
permanen maupun semi permanen. Selain itu, jaraknya yang jauh terhadap
lokasi pasar terdekat, juga turut menyulitkan mereka untuk mengaksesnya.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


47
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Tabel 4.3.

Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Indikator dalam Dimensi Keterjangkauan/Akses Pangan, 2017

Dimensi Keterjangkauan/Akses Pangan

Kabupaten/Kota Pangan Kesulitan


Harga
Diproduksi di Menjangkau
Pembelian
Desa/Kelurahan Lokasi
Tidak Tinggi
Setempat Pembelian

.id
(1) (2) (3) (4)

1. Pandeglang 98,90 38,95 98,23

o
.g
2. Lebak 98,77 44,53 98,58
b ps
3. Tangerang 98,45 4,36 94,48
en.

4. Serang 98,34 15,55 99,07


a nt

5. Kota Tangerang 82,64 1,12 95,60


//b
s:

6. Kota Cilegon 99,08 17,33 97,91


tp

7. Kota Serang 100,00 23,33 99,25


ht

8. Kota Tangerang Selatan 98,56 0,00 98,81

Banten 95,68 13,46 96,95

Sumber : Data ST2013-Listing, Podes 2014, Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Meskipun sedikit kesulitan dalam menjangkau lokasi pembelian, namun


rumahtangga di Banten tidak mengalami kesulitan untuk mengakses pangan
yang telah tersedia secara fisik, karena harganya tidak tinggi atau mahal.
Kondisi demikian ditandai oleh persentase rumahtangga yang merasa bahwa
harga pembelian pangan tidak tinggi/mahal, yang mencapai 96,95 persen.
Persentase rumahtangga yang merasa harga pangan tidak tinggi/mahal ini,

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


48
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

tersebar merata di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Banten. Hanya saja


untuk rumahtangga yang tinggal di Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang, mereka yang merasa bahwa harga pangan lebih tinggi/mahal
dibandingkan yang tinggal di kabupaten/kota lain.

Pemanfaatan Pangan

Ketahanan pangan tidak hanya bertumpu kepada penyediaan pangan tingkat


wilayah, tetapi juga ketersediaan pangan tingkat daerah dan rumahtangga,

.id
dan bahkan bagi individu dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Masalah

o
.g
produksi pangan yang hanya terkonsentrasi di wilayah tertentu dan pada
ps
waktu-waktu tertentu, mengakibatkan konsentrasi ketersediaan hanya di
b
sentra-sentra produksi dan pada masa-masa panen pula.
e n.

Di sisi lain, pola konsumsi yang relatif sama antar-individu, antar-waktu, dan
nt

antar-daerah menyebabkan adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi


a
//b

defisit pangan. Oleh karena itu mekanisme pasar dan distribusi antar lokasi
s:

serta antar waktu dengan mengandalkan cadangan persediaan pangan, akan


tp

mempengaruhi keseimbangan antara ketersediaan dan konsumsi pangan.


ht

Keseimbangan yang terbentuk antara ketersediaan dan konsumsi pangan ini,


pada akhirnya akan menentukan harga yang terjadi di pasar.

Faktor keseimbangan yang tercermin pada harga, sangat berkaitan erat


dengan daya beli rumahtangga terhadap pangan. Oleh karena itu, meskipun
pangan secara fisik tersedia di pasar namun apabila harga terlalu tinggi dan
tidak terjangkau oleh daya beli rumahtangga, maka rumahtangga tersebut
tidak akan dapat mengakses pangan yang tersedia. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan terjadinya kerawanan pangan atau minimal kekurangan gizi
atau bahkan berujung pada kematian.

Ketahanan pangan juga mempengaruhi status gizi masyarakat. Jika


ketahanan pangan kurang, status gizi masyarakat cenderung menjadi kurang

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


49
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

sehingga menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Oleh karena itu,


rumahtangga yang ketahanan pangannya mencukupi, rata-rata memiliki
status gizi baik.

Tabel 4.4.

Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Indikator dalam Dimensi Pemanfaatan Pangan, 2017

Dimensi Pemanfaatan Pangan

.id
Aspek Kecukupan
Aspek Kualitas Air

o
Asupan

.g
Sumber Air Sumber Air
Kabupaten/Kota
b ps Minum Masak
Utama dari Utama dari
Asupan Asupan
n.

Air Air
Kalori < Protein <
Permukaan Permukaan
e

1.400 kkal 80% AKG


(Sungai/ (Sungai/
nt

Hujan/ Hujan/
a

Lainnya) Lainnya)
//b

(1) (2) (3) (4) (5)


s:

1. Pandeglang 0,97 8,77 2,93 3,85


tp
ht

2. Lebak 4,48 16,71 4,16 3,82

3. Tangerang 5,20 11,55 0,31 1,45

4. Serang 4,49 18,02 1,42 4,53

5. Kota Tangerang 5,65 11,55 0,38 0,47

6. Kota Cilegon 4,74 13,20 0,07 1,94

7. Kota Serang 3,97 13,79 0,49 2,07

8. Kota Tangerang Selatan 3,10 5,83 0,00 0,00

Banten 4,35 11,93 1,07 1,94

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


50
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

Sementara itu asupan kalori dan asupan protein yang menjadi indikator
aspek kecukupan pangan dalam dimensi pemanfaatan pangan, dapat
digunakan untuk melihat tingkat kecukupan gizi rumahtangga. Hal ini karena
rendahnya asupan kalori dan protein berdampak kepada derajat kesehatan,
rentan penyakit, gizi buruk, dan balita pendek (stunting).

Berdasarkan data Susenas Maret 2017, persentase rumahtangga di Banten


dengan asupan kalori kurang dari 1.400 kkal per kapita per hari sebesar 4,35
persen. Adapun rumahtangga dengan asupan protein kurang dari 80% AKG
per kapita per hari cukup tinggi, yakni mencapai 11,93 persen. Dilihat

.id
menurut kabupaten/kota, Kota Tangerang memiliki persentase rumahtangga

o
.g
tertinggi dalam hal asupan kalori kurang dari 1.400 kkal per kapita per hari.
ps
Sementara Kabupaten Serang memiliki persentase tertinggi untuk asupan
b
protein kurang dari 80% AKG per kapita per hari (Tabel 4.4).
e n.

Ketahanan pangan juga tidak terlepas dari keberadaan dan aksesibilitas air
nt

bersih. Keduanya saling terkait dan berperan sentral di tengah kebutuhan


a
//b

pangan yang semakin meningkat. Dari sisi pemanfaatan, air bersih dalam
s:

jumlah yang cukup, berkualitas dan aman dikonsumsi, dibutuhkan untuk


tp

pengolahan pangan dan pemenuhan kesehatan serta produktivitas manusia.


ht

Persentase rumahtangga di Banten sendiri yang menggunakan air


permukaan (sungai/hujan/lainnya) sebagai sumber air minum ataupun untuk
memasak masing-masing mencapai 1,07 persen dan 1,94 persen. Dilihat
menurut wilayah tempat tinggal, persentase rumahtangga yang
menggunakan sumber air sungai/hujan/lainnya sebagai sumber air minum
atau untuk keperluan memasak di wilayah kabupaten, pada umumnya lebih
banyak dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah kota. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa rumahatangga yang tinggal di wilayah kabupaten
selain kekurangan infrastruktur air bersih khususnya air ledeng, juga kurang
memiliki akses terhadap fasilitas air kemasan/isi ulang, pompa/sumur bor,
karena pengadaannya memerlukan biaya yang cukup mahal.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


51
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Ketahanan Pangan Banten

Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan rumahtangga di suatu wilayah


dilakukan pengukuran Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga. Indeks
ketahanan pangan rumahtangga ini mengacu kepada Undang-Undang No. 18
tahun 2012 tentang Pangan, yaitu dengan menggabungkan tiga dimensi
ketahanan pangan, yakni ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan
pemanfaatan pangan.

Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi

.id
dalam negeri dan cadangan pangan nasional, serta impor apabila kedua

o
sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Dimensi ketersediaan

.g
pangan diwakili oleh satu aspek yaitu aspek kecukupan pangan, dengan
ps
menggunakan indikator kecukupan persediaan pangan dan indikator tidak
b
n.

kekurangan pangan.
e
nt

Keterjangkauan pangan adalah kemampuan rumahtangga untuk memperoleh


a
//b

cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian,
barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan. Dimensi keterjangkauan
s:
tp

pangan terdiri dari satu aspek yaitu aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan
ht

sosial. Aspek ini dibentuk oleh tiga indikator yaitu indikator pangan
diproduksi di desa/kelurahan setempat, indikator tidak mengalami kesulitan
menjangkau lokasi pembelian, dan indikator harga pembelian tidak tinggi.

Pemanfaatan pangan mencakup penggunaan pangan oleh rumahtangga


yang meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan,
termasuk penggunaan air bersih serta status kesehatan anggota
rumahtangga. Dimensi pemanfaatan pangan diwakili dua aspek yaitu
kecukupan asupan untuk melihat status kesehatan yang diukur dengan dua
indikator yaitu kecukupan asupan kalori dan kecukupan asupan protein.
Aspek yang kedua adalah kualitas air yang diukur dengan dua indikator yaitu
sumber air minum utama dan sumber air masak utama.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


52
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

Gambar 4.1.

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) Banten


Menurut Dimensi Ketahanan Pangan, 2017

100
88,81
82,09 81,03
80 72,14

60

o .id
40

.g
20
b ps
n.

0
e
nt

Ketersediaan Keterjangkauan Pemanfaatan Indeks Ketahanan


Pangan Pangan Pangan Pangan
a
//b

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)


s:
tp
ht

Dari hasil penghitungan indeks ketahanan pangan rumahtangga, dapat


diketahui bahwa Banten memiliki tingkat ketahanan pangan rumahtangga
yang tinggi, dengan nilai IKP mencapai 81,03. Hanya saja, nilai indeks
dimensi pemanfaatan pangannya terlihat cukup rendah, yakni hanya 72,14.
Dengan demikian, meskipun memiliki ketahanan pangan yang tinggi, namun
masalah pemanfaatan pangan harus mendapat perhatian khusus.

Dari sisi dimensi pemanfaatan pangan, nilainya yang rendah itu disebabkan
oleh skor sumber air masak utama yang rendah (Tabel 4.5). Melihat nilai
skor yang dihasilkan, dapat dipastikan bahwa rumahtangga di Banten banyak
yang tidak menggunakan air ledeng (meteran/eceran) dan air isi ulang,
sebagai sumber air utama untuk masak. Tidak menggunakan air ledeng,
karena infrastruktur tersebut biasanya tidak tersedia di daerah perdesaan.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


53
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Sementara tidak mengkonsumsi air isi ulang, kemungkinan karena


rumahtangga lebih senang memanfaatkan sumber air lainnya untuk
keperluan memasak.

Tabel 4.5.

Capaian Skor Pemanfaatan Pangan Rumahtangga di Banten, 2017

Skor

Dimensi/Indikator

.id
Nilai
Nilai Capaian
Maksimal
Indikator (persen)

o
Indikator

.g
(1) (2) (3) (4)
1. Dimensi Pemanfaatan Pangan
b ps
n.

a. Asupan kalori < 1.400 kkal 1,63 2 81,50


e
nt

b. Asupan protein < 80% AKG 1,57 2 78,50


a
//b

c. Sumber air minum utama 2,26 3 75,33


s:

d. Sumber air masak utama 1,58 3 52,67


tp
ht

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)

Sementara itu bila diamati menurut lapangan usaha pekerjaan utama kepala
rumahtangga, terlihat bahwa ketahanan pangan rumahtangga tertinggi
dimiliki oleh rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang bekerja/
berusaha dalam bidang atau lapangan usaha lembaga keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan serta lapangan usaha industri pengolahan, dengan nilai
IKP masing-masing mencapai 86,23 dan 83,79. Sebaliknya, rumahtangga
dengan kepala rumahtangga yang bekerja/berusaha dalam lapangan usaha
pertanian justru mempunyai tingkat ketahanan pangan terendah, dengan
nilai IKP hanya sebesar 74,72 (Gambar 4.2).

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


54
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

Gambar 4.2.

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) Banten


Menurut Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Rumahtangga, 2017

90
86,23
83,79
82,66 82,48
81,42 80,73
80 78,39
74,72

.id
70

o
.g
60
b ps
e n.

50
nt

Pertanian Industri Bangunan Perdagangan, Pengangkutan Lembaga Jasa-Jasa Lainnya


Pengolahan Hotel dan dan Keuangan,
a

Restoran Komunikasi Persewaan


//b

dan Jasa
Perusahaan
s:
tp

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)


ht

Bila diperhatikan menurut status pekejaan utama kepala rumahtangga,


terlihat bahwa rumahtangga dengan kepala rumahtangga sebagai buruh/
pegawai/karyawan memiliki tingkat ketahanan pangan tertinggi, sedangkan
yang terendah diduduki oleh rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang
menjadi pekerja bebas (Gambar 4.3).

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


55
Provinsi Banten 2017
Bab IV Hasil-Hasil IKP

Gambar 4.3.

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) Banten


Menurut Status Pekerjaan Utama Rumahtangga, 2017

Buruh/Karyawan/ Pegawai
83,27
Pekerja Keluarga atau Tidak
Dibayar 82,13

Pekerja Bebas 76,15

.id
Berusaha dibantu buruh
tetap/buruh dibayar 80,68

o
.g
Berusaha dibantu buruh tidak
tetap/buruh tidak dibayar 77,04

Berusaha Sendiri
b ps 79,96
n.

50 60 70 80 90
e
nt
a

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)


//b
s:
tp

Ketahanan Pangan Regional Banten


ht

Tabel 4.6, menyajikan data IKP Kabupaten/Kota di Banten. Terlihat bahwa


jumlah kabupaten/kota yang memiliki tingkat ketahanan pangan berkategori
tinggi sama banyaknya dengan jumlah kabupaten/kota yang mempunyai
ketahanan pangan kategori cukup. Berdasarkan urutan peringkat, ketahanan
pangan kategori tinggi terdapat pada Kota Tangerang Selatan, Kota
Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Cilegon, sedangkan kategori
cukup berada di Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Pandeglang,
dan Kabupaten Lebak.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


56
Provinsi Banten 2017
Hasil-Hasil IKP Bab IV

Tabel 4.6.

Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) di Banten


Menurut Dimensi Ketahanan Pangan dan Kabupaten/Kota, 2017

Dimensi

Keterjang-
Kabupaten/Kota Keterse- Peman- IKP Kategori
kauan/
diaan faatan
Akses
Pangan Pangan
Pangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

.id
1. Pandeglang 83,73 76,39 68,61 76,24 Cukup

o
.g
2. Lebak 85,26 77,03 64,05 75,43 Cukup

3. Tangerang 87,88 83,24


b ps 73,45 81,58 Tinggi
n.

4. Serang 89,28 81,15 66,75 79,08 Cukup


e
nt

5. Kota Tangerang 89,92 84,70 77,38 84,00 Tinggi


a
//b

6. Kota Cilegon 87,91 81,68 74,44 81,34 Tinggi


s:

7. Kota Serang 86,67 78,10 70,88 78,54 Cukup


tp
ht

8. Kota Tangerang
96,22 86,54 75,41 86,05 Tinggi
Selatan

Banten 88,81 82,09 72,14 81,03 Tinggi

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)

Tinggi rendahnya tingkat ketahanan pangan rumahtangga kabupaten/kota,


dapat dilihat pula dari dimensi pembentuknya. Kota Tangerang Selatan selain
memiliki ketahanan pangan yang tertinggi, juga memiliki indeks ketersediaan
pangan dan indeks keterjangkauan/akses pangan yang tertinggi diantara
Kabupaten/Kota lain di Banten. Namun, untuk indeks dimensi pemanfaatan
pangan, Kota Tangerang mampu mengalahkan Kota Tangerang Selatan yang
peringkatnya berada satu tingkat di bawah Kota Tangerang (Tabel 4.6).

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


57
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
KESIMPULAN
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Bab V

Kesimpulan

Untuk menjamin pemenuhan pangan bagi segenap penduduk atau


rumahtangga di seluruh Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan UU No.
18 tahun 2012 tentang Pangan yang salah satu isinya berkaitan dengan
perwujudan Ketahanan Pangan secara berkelanjutan. Sayangnya, kecukupan

.id
persediaan pangan yang menjadi salah satu pilar ketahanan pangan, masih

o
menimbulkan tanda tanya. Hal ini karena, terdapat 8,32 persen rumahtangga

.g
di Banten yang tidak mempunyai kecukupan persediaan pangan. Bahkan,
ps
persentase yang pernah mengalami kekurangan pangan juga cukup besar,
b
n.

yakni mencapai 2,04 persen.


e
nt

Bila diamati menurut kabupaten/kota, terlihat bahwa Kabupaten Pandeglang


a
//b

dan Kabupaten Lebak yang merupakan daerah sentra pertanian, justru


memiliki jumlah rumahtangga dengan tingkat ketersediaan pangan yang
s:
tp

tidak mencukupi, relatif lebih banyak dibandingkan kabupaten/kota lain yang


ht

ada di Banten. Adapun Kota Cilegon dan Kota Serang mempunyai persentase
tertinggi untuk kategori rumahtangga yang pernah mengalami kekurangan
pangan dalam setahun terakhir.

Kemampuan menjangkau pangan atau aksesibilitas rumahtangga terhadap


pangan adalah kemampuan rumahtangga untuk secara periodik memenuhi
sejumlah pangan yang dibutuhkan. Kemampuan tersebut, terutama
dipengaruhi oleh daya beli, yang ditentukan oleh besarnya pendapatan dan
harga pangan. Hanya saja, keterjangkauan terhadap pangan ini terkendala
oleh lokasi pembelian pangan. Hal ini ditandai oleh persentase rumahtangga
yang mengalami kesulitan untuk menjangkau lokasi pembelian, yakni sebesar
13,46 persen.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


61
Provinsi Banten 2017
Bab V Kesimpulan

Adapun pemanfaatan pangan yang juga menjadi pilar ketahanan pangan,


diartikan sebagai kemampuan rumahtangga dalam mengakses cukup pangan
dan mengelola konsumsinya sesuai kaidah gizi dan kesehatan. Sayangnya
masih ada rumahtangga yang tidak mampu memanfaatkan pangan yang
secara fisik tersedia di pasar. Kondisi ini setidaknya ditunjukkan dengan
adanya rumahtangga yang mempunyai asupan kalori kalori kurang dari 1.400
kkal per kapita per hari sebesar 4,35 persen dan rumahtangga dengan
asupan protein kurang dari 80% AKG per kapita per hari mencapai 11,93
persen. Dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Tangerang memiliki

.id
persentase rumahtangga tertinggi dalam hal asupan kalori kurang dari 1.400

o
kkal per kapita per hari. Sementara Kabupaten Serang memiliki persentase

.g
tertinggi untuk asupan protein kurang dari 80% AKG per kapita per hari.
b ps
Tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Banten secara umum termasuk
n.

dalam kategori tinggi, dengan nilai indeks mencapai 81,03. Dengan


e
nt

rumahtangga yang kepala rumahtangganya yang bekerja/berusaha dalam


a
//b

bidang atau lapangan usaha lembaga keuangan, persewaan dan jasa


perusahaan serta lapangan usaha industri pengolahan, memiliki tingkat
s:
tp

ketahanan pangan tertinggi. Sebaliknya, rumahtangga dengan kepala


ht

rumahtangga yang bekerja/berusaha dalam lapangan usaha pertanian justru


mempunyai tingkat ketahanan pangan terendah.

Bila diamati menurut status pekejaan utama kepala rumahtangga, terlihat


bahwa rumahtangga dengan kepala rumahtangga sebagai buruh/pegawai/
karyawan memiliki tingkat ketahanan pangan tertinggi, sedangkan yang
terendah diduduki oleh rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang
menjadi pekerja bebas.

Berdasarkan urutan peringkat, ketahanan pangan kategori tinggi terdapat


pada Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan
Kota Cilegon, sedangkan kategori cukup berada di Kabupaten Serang, Kota
Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak.

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


62
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
DAFTAR PUSTAKA
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Daftar Pustaka

BPS Provinsi Banten. 2014. Analisis Sosial Ekonomi Petani Di Banten: Hasil
Survei Pendapatan Petani-Sensus Pertanian 2013. Kota Serang:
BPS Provinsi Banten.

.id
Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Programme. 2010. Panduan
Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, A

o
.g
Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia (FSVA). Jakarta:
Dewan Ketahanan Pangan.
b ps
n.

Rivani, Edmira. 2011. Penentuan Dimensi serta Indikator Ketahanan Pangan


e
nt

di Indonesia: Kaji Ulang Metode Dewan Ketahanan Pangan World


a

Food Program. Jurnal Widyariset, Vol. 14 No. 1, 2011. Jakarta:


//b

Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat


s:

Jenderal DPR RI
tp
ht

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan RI dan World Food Programme


United Nation.“Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia.”
Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Programme
United Nation, 2015.

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) (2008), “An
Introduction to the Basic Concepts of Food Security”, Food Security
Information for Action, Practical Guides, Published by the EC - FAO
Food Security Programme, www.foodsec.org/docs/
concepts_guide.pdf

FAO, IFAD and WFP. (2013). The State of Food Insecurity in the World 2013:
The multiple dimensions of food security. Rome, FAO

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


65
Provinsi Banten 2017
Daftar Pustaka

FAO (2006), “Food Security”, Policy Brief, FAO‟s Agriculture and


Development Economics Division (ESA) with support from the FAO
Netherlands Partnership Programme (FNPP) and the EC-FAO Food
Security Programme, June 2006, Issue 2

Rahaviana, Kartika Adella. 2014. Analisi Pemetaan Kerawanan Pangan di


Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi.
Surakarta : Program Studi Geografi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

.id
Nurhemi, Shinta R.I Soekro, dan Guruh Suryani R. 2014. Pemetaan

o
.g
Ketahanan Pangan di Indonesia : Pendekatan TFP dan Indeks
Ketahanan Pangan. Bank Indonesia.
b ps
n.

Setiawan, Deby Eryani., M.H Dewi Susilowati, Hafid Setiadi. 2017. Pola
e

Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten. Jakarta :


nt

Program Studi Geografi, Universitas Indonesia.


a
//b
s:
tp
ht

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


66
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
LAMPIRAN
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id
Lampiran

Lampiran 1. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Tingkat Kecukupan Ketersediaan Pangan dan
Kabupaten/Kota, 2017

.id
Tingkat Kecukupan Persediaan Pangan

o
.g
Kabupaten/Kota
Tidak
Mempunyai
b ps Kurang Cukup Lebih

(1) (2) (3) (4) (5)


n.

1. Pandeglang
e

11,29 11,92 25,55 51,24


a nt

2. Lebak 10,69 11,31 23,71 54,29


//b

3. Tangerang 8,88 8,17 13,95 69,00


s:
tp

4. Serang 5,13 9,06 18,62 67,19


ht

5. Kota Tangerang 10,05 4,50 8,91 76,53

6. Kota Cilegon 10,28 4,44 13,17 72,10

7. Kota Serang 9,69 7,22 16,14 66,94

8. Kota Tangerang Selatan 2,44 3,38 5,45 88,73

Banten 8,32 7,46 14,62 69,61

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


69
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 2. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Tingkat Kecukupan Ketersediaan Pangan dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Tingkat Kecukupan Persediaan Pangan


Lapangan Usaha
Tidak
Kurang Cukup Lebih
Mempunyai

(1) (2) (3) (4) (5)

.id
A. Bekerja/Berusaha 7,98 7,45 14,76 69,81

o
1. Pertanian 12,44 14,36 23,83 49,38

.g
2. Industri Penolahan 6,76 4,00
b ps 11,63 77,61

3. Bangunan 8,88 7,81 20,72 62,59


e n.

4. Perdagangan, Hotel
nt

7,52 5,99 12,80 73,69


dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

8,89 8,20 12,57 70,34


Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 2,93 2,08 8,01 86,98


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 5,35 7,89 11,56 75,20

8. Lainnya 12,06 4,23 15,42 68,29

B. Tidak Bekerja/Berusaha 10,28 7,49 13,82 68,41

Total (A+B) 8,32 7,46 14,62 69,61

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


70
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 3. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Tingkat Kekurangan Pangan dan
Kabupaten/Kota, 2017

Tingkat Kekurangan Pangan


Kabupaten/Kota
Tidak
Sering Jarang Pernah
Pernah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pandeglang

.id
1,59 2,47 4,67 91,27

o
2. Lebak 0,77 2,17 3,39 93,67

.g
3. Tangerang 2,58
b ps 2,40 3,27 91,75
n.

4. Serang 1,34 1,61 4,93 92,12


e
nt

5. Kota Tangerang 3,03 0,73 1,88 94,36


a
//b

6. Kota Cilegon 4,07 2,44 2,58 90,92


s:

7. Kota Serang 3,50 2,66 4,52 89,32


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 0,45 0,04 1,72 97,78

Banten 2,04 1,67 3,17 93,12

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


71
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 4. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Tingkat Kekurangan Pangan dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Tingkat Kekurangan Pangan


Lapangan Usaha
Tidak
Sering Jarang Pernah
Pernah

(1) (2) (3) (4) (5)

.id
A. Bekerja/Berusaha 1,82 1,51 3,17 93,50

o
1. Pertanian 1,88 2,86 5,06 90,20

.g
2. Industri Penolahan 1,46 0,83
b ps 2,59 95,12

3. Bangunan 3,26 2,44 5,68 88,61


n.
e

4. Perdagangan, Hotel
nt

1,44 1,10 2,10 95,37


dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

1,96 2,42 3,13 92,49


Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 1,06 0,28 0,55 98,11


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 1,75 0,77 2,32 95,17

8. Lainnya 4,30 2,85 5,75 87,10

B. Tidak Bekerja/Berusaha 3,32 2,62 3,20 90,86

Total (A+B) 2,04 1,67 3,17 93,12

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


72
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 5. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Pangan Diproduksi di Desa/Kelurahan Setempat dan
Kabupaten/Kota, 2017

Pangan Diproduksi di Desa/Kelurahan Setempat


Kabupaten/Kota
Ya Tidak

(1) (2) (3)

1. Pandeglang

.id
98,90 0,00

o
2. Lebak 98,77 0,00

.g
3. Tangerang
b ps
98,45 0,00
n.

4. Serang 98,34 0,00


e
nt

5. Kota Tangerang 82,64 2,59


a
//b

6. Kota Cilegon 99,08 0,00


s:

7. Kota Serang 100,00 0,00


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 98,56 0,00

Banten 95,68 0,48

Sumber : ST2013-Listing (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


73
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 6. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Pangan Diproduksi di Desa/Kelurahan Setempat dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Pangan Diproduksi di Desa/Kelurahan Setempat


Lapangan Usaha
Ya Tidak

(1) (2) (3)

.id
A. Bekerja/Berusaha 95,69 0,48

o
1. Pertanian 99,25 0,00

.g
2. Industri Penolahan 94,79 ps
b 0,72

3. Bangunan 97,19 0,00


e n.

4. Perdagangan, Hotel
nt

93,84 0,80
dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

96,72 0,00
Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 92,16 2,12


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 95,58 0,11

8. Lainnya 93,06 1,98

B. Tidak Bekerja/Berusaha 95,60 0,48

Total (A+B) 95,68 0,48

Sumber : ST2013-Listing (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


74
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 7. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Kesulitan Menjangkau Lokasi Pembelian dan
Kabupaten/Kota, 2017

Kesulitas Menjangkau Lokasi Pembelian


Kabupaten/Kota
Sangat
Sulit Agak Sulit Mudah
Mudah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pandeglang

.id
38,95 40,84 7,01 13,21

o
2. Lebak 44,53 30,35 6,30 18,82

.g
3. Tangerang 4,36
b ps 54,03 10,84 30,77
n.

4. Serang 15,55 54,24 9,24 20,97


e
nt

5. Kota Tangerang 1,12 27,85 35,55 35,48


a
//b

6. Kota Cilegon 17,33 30,96 43,27 8,43


s:

7. Kota Serang 23,33 57,95 8,97 9,75


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 0,00 48,36 18,72 32,92

Banten 13,46 43,98 16,49 26,07

Sumber : Podes 2014 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


75
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 8. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Kesulitan Menjangkau Lokasi Pembelian dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Kesulitas Menjangkau Lokasi Pembelian


Lapangan Usaha
Sangat
Sulit Agak Sulit Mudah
Mudah

(1) (2) (3) (4) (5)

.id
A. Bekerja/Berusaha 13,78 43,68 16,24 26,30

o
1. Pertanian 35,06 42,82 6,24 15,88

.g
2. Industri Penolahan 6,91 47,41
b ps 18,29 27,38

3. Bangunan 16,48 43,22 15,20 25,09


n.
e

4. Perdagangan, Hotel
nt

9,41 43,18 16,93 30,48


dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

9,95 43,95 19,29 26,81


Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 2,56 43,93 23,78 29,73


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 8,73 41,32 19,74 30,22

8. Lainnya 18,16 37,74 19,58 24,53

B. Tidak Bekerja/Berusaha 11,59 45,75 17,95 24,71

Total (A+B) 13,46 43,98 16,49 26,07

Sumber : Podes 2014 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


76
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 9. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Harga Pembelian Pangan dan
Kabupaten/Kota, 2017

Harga Pembelian Pangan


Kabupaten/Kota
Tinggi Tidak Tinggi

(1) (2) (3)

1. Pandeglang

.id
1,77 98,23

o
2. Lebak 1,42 98,58

.g
3. Tangerang
b ps
5,52 94,48
n.

4. Serang 0,93 99,07


e
nt

5. Kota Tangerang 4,40 95,60


a
//b

6. Kota Cilegon 2,09 97,91


s:

7. Kota Serang 0,75 99,25


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 1,19 98,81

Banten 3,05 96,95

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


77
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 10. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Harga Pembelian Pangan dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Harga Pembelian Pangan


Lapangan Usaha
Tinggi Tidak Tinggi

(1) (2) (3)

.id
A. Bekerja/Berusaha 3,05 96,95

o
1. Pertanian 3,53 96,47

.g
2. Industri Penolahan 2,78 ps
b 97,22

3. Bangunan 3,42 96,58


e n.

4. Perdagangan, Hotel
nt

3,00 97,00
dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

1,17 98,83
Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 1,39 98,61


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 4,23 95,77

8. Lainnya 2,03 97,97

B. Tidak Bekerja/Berusaha 3,03 96,97

Total (A+B) 3,05 96,95

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


78
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 11. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Asupan Kalori dan
Kabupaten/Kota, 2017

Asupan Kalori
Kabupaten/Kota
1.400 kkal-
<1.400 kkal ≥2.000 kkal
1.999,99 kkal

(1) (2) (3) (4)

1. Pandeglang

.id
0,97 20,04 78,99

o
2. Lebak 4,48 22,79 72,73

.g
3. Tangerang 5,20
b ps 26,77 68,03
n.

4. Serang 4,49 29,58 65,93


e
nt

5. Kota Tangerang 5,65 31,88 62,47


a
//b

6. Kota Cilegon 4,74 25,87 69,39


s:

7. Kota Serang 3,97 29,37 66,65


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 3,10 32,33 64,57

Banten 4,35 27,81 67,83

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


79
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 12. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Asupan Kalori dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Asupan Kalori
Lapangan Usaha
1.400 kkal-
<1.400 kkal ≥2.000 kkal
1.999,99 kkal

(1) (2) (3) (4)

.id
A. Bekerja/Berusaha 4,43 27,33 68,24

o
1. Pertanian 3,18 24,99 71,83

.g
2. Industri Penolahan 4,71 ps
b 24,06 71,23

3. Bangunan 6,40 32,71 60,88


e n.

4. Perdagangan, Hotel
nt

5,18 25,73 69,09


dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

3,79 29,98 66,24


Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 0,95 33,65 65,40


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 4,62 30,59 64,79

8. Lainnya 4,49 27,03 68,48

B. Tidak Bekerja/Berusaha 3,91 30,65 65,45

Total (A+B) 4,35 27,81 67,83

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


80
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 13. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Asupan Protein dan
Kabupaten/Kota, 2017

Asupan Protein
Kabupaten/Kota
80% AKG –
< 80% AKG ≥100% AKG
99,99% AKG

(1) (2) (3) (4)

1. Pandeglang

.id
8,77 24,70 66,53

o
2. Lebak 16,71 23,77 59,52

.g
3. Tangerang 11,55
b ps 16,74 71,71
n.

4. Serang 18,02 22,61 59,36


e
nt

5. Kota Tangerang 11,55 16,25 72,20


a
//b

6. Kota Cilegon 13,20 17,28 69,52


s:

7. Kota Serang 13,79 17,84 68,37


tp
ht

8. Kota Tangerang Selatan 5,83 17,94 76,24

Banten 11,93 19,07 69,00

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


81
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 14. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Asupan Protein dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Asupan Protein
Lapangan Usaha
80% AKG –
< 80% AKG ≥100% AKG
99,99% AKG

(1) (2) (3) (4)

.id
A. Bekerja/Berusaha 11,64 19,11 69,25

o
1. Pertanian 15,03 25,50 59,48

.g
2. Industri Penolahan 8,82 ps
b 16,44 74,74

3. Bangunan 17,56 22,33 60,11


e n.

4. Perdagangan, Hotel
nt

10,52 17,18 72,31


dan Restoran
a

5. Pengangkutan dan
//b

10,97 20,94 68,09


Komunikasi
s:

6. Lembaga Keuangan,
tp

Persewaan dan Jasa 5,62 14,38 80,00


Perusahaan
ht

7. Jasa-Jasa 12,36 16,95 70,69

8. Lainnya 9,87 20,15 69,98

B. Tidak Bekerja/Berusaha 13,66 18,82 67,51

Total (A+B) 11,93 19,07 69,00

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


82
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 15. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Sumber Air Utama Untuk Minum dan
Kabupaten/Kota, 2017

Sumber Utama Air Minum

Sumur dan Sumur dan


Air Sungai/
Mata Air Mata Air
Danau/ Air
Kabupaten/Kota dengan dengan
Waduk/ Kemasan,
Jarak ke Jarak ke
Kolam/ Air Isi
Penam- Penam-
Irigasi, Ulang,

.id
pungan pungan
Air Hujan, Ledeng
Kotoran Kotoran
Lainnya

o
<10 m ≥10 m

.g
(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pandeglang 2,93
b ps 43,01 34,31 19,76
n.

2. Lebak 4,16 47,92 33,53 14,39


e
nt

3. Tangerang 0,31 21,77 13,62 64,29


a
//b

4. Serang 1,42 35,14 15,64 47,80


s:

5. Kota Tangerang
tp

0,38 11,80 9,48 78,34


ht

6. Kota Cilegon 0,07 16,59 7,24 76,10

7. Kota Serang 0,49 23,43 13,12 62,95

8. Kota Tangerang Selatan 0,00 19,86 24,81 55,33

Banten 1,07 25,91 18,52 54,50

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


83
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 16. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Sumber Air Utama Untuk Minum dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Sumber Utama Air Minum

Sumur dan Sumur dan


Air Sungai/
Mata Air Mata Air
Danau/ Air
Lapangan Usaha dengan dengan
Waduk/ Kemasan,
Jarak ke Jarak ke
Kolam/ Air Isi
Penam- Penam-
Irigasi, Ulang,

.id
pungan pungan
Air Hujan, Ledeng
Kotoran Kotoran
Lainnya

o
<10 m ≥10 m

.g
(1) (2) (3) (4) (5)

A. Bekerja/Berusaha 1,10 26,00


b ps 18,46 54,44
n.

1. Pertanian 3,77 43,21 30,42 22,60


e
nt

2. Industri Penolahan 0,25 18,45 11,01 70,29


a
//b

3. Bangunan 1,05 32,24 16,91 49,79


s:

4. Perdagangan, Hotel
0,42 22,71 16,01 60,86
dan Restoran
tp
ht

5. Pengangkutan dan
1,15 25,74 19,19 53,92
Komunikasi

6. Lembaga Keuangan,
Persewaan dan Jasa 0,00 14,84 16,10 69,06
Perusahaan

7. Jasa-Jasa 0,74 23,17 19,03 57,06

8. Lainnya 0,00 18,25 23,61 58,14

B. Tidak Bekerja/Berusaha 0,91 25,35 18,88 54,85

Total (A+B) 1,07 25,91 18,52 54,50

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


84
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 17. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Sumber Air Utama Untuk Masak dan
Kabupaten/Kota, 2017

Sumber Utama Air Masak

Sumur dan Sumur dan


Air Sungai/
Mata Air Mata Air
Danau/ Air
Kabupaten/Kota dengan dengan
Waduk/ Kemasan,
Jarak ke Jarak ke
Kolam/ Air Isi
Penam- Penam-
Irigasi, Ulang,

.id
pungan pungan
Air Hujan, Ledeng
Kotoran Kotoran
Lainnya

o
<10 m ≥10 m

.g
(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pandeglang 3,85
b ps 50,47 38,81 6,87
n.

2. Lebak 3,82 54,95 34,34 6,89


e
nt

3. Tangerang 1,45 53,92 34,80 9,82


a
//b

4. Serang 4,53 62,24 25,00 8,23


s:

5. Kota Tangerang
tp

0,47 39,26 33,47 26,80


ht

6. Kota Cilegon 1,94 57,10 27,70 13,26

7. Kota Serang 2,07 66,77 25,40 5,76

8. Kota Tangerang Selatan 0,00 42,25 44,21 13,54

Banten 1,94 51,03 34,40 12,63

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


85
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 18. Persentase Rumahtangga di Banten


Menurut Sumber Air Utama Untuk Masak dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Sumber Utama Air Masak

Sumur dan Sumur dan


Air Sungai/
Mata Air Mata Air
Danau/ Air
Lapangan Usaha dengan dengan
Waduk/ Kemasan,
Jarak ke Jarak ke
Kolam/ Air Isi
Penam- Penam-
Irigasi, Ulang,

.id
pungan pungan
Air Hujan, Ledeng
Kotoran Kotoran
Lainnya

o
<10 m ≥10 m

.g
(1) (2) (3) (4) (5)

A. Bekerja/Berusaha 1,96 51,33


b ps 34,25 12,46
n.

1. Pertanian 5,46 54,57 35,34 4,62


e
nt

2. Industri Penolahan 1,18 51,65 29,98 17,18


a
//b

3. Bangunan 1,60 56,49 35,43 6,48


s:

4. Perdagangan, Hotel
0,95 51,29 35,30 12,46
dan Restoran
tp
ht

5. Pengangkutan dan
1,30 50,19 36,35 12,16
Komunikasi

6. Lembaga Keuangan,
Persewaan dan Jasa 0,00 44,35 34,51 21,14
Perusahaan

7. Jasa-Jasa 1,47 48,76 35,87 13,90

8. Lainnya 2,68 42,13 33,32 21,86

B. Tidak Bekerja/Berusaha 1,83 49,26 35,29 13,62

Total (A+B) 1,94 51,03 34,40 12,63

Sumber : Susenas Maret 2017 (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


86
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 19. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga (IKP) Banten


Menurut Dimensi Ketahanan Pangan dan
Kabupaten/Kota, 2017

Dimensi Ketahanan Pangan

Kabupaten/Kota Keterjang- IKP


Keterse- Peman-
kauan/
diaan faatan
Akses
Pangan Pangan
Pangan

.id
(1) (2) (3) (4) (5)

o
1. Pandeglang 83,73 76,39 68,61 76,24

.g
2. Lebak 85,26
b ps 77,03 64,05 75,43
n.

3. Tangerang 87,88 83,24 73,45 81,58


e
nt

4. Serang 89,28 81,15 66,75 79,08


a
//b

5. Kota Tangerang 89,92 84,70 77,38 84,00


s:

6. Kota Cilegon 87,91 81,68 74,44 81,34


tp
ht

7. Kota Serang 86,67 78,10 70,88 78,54

8. Kota Tangerang Selatan 96,22 86,54 75,41 86,05

Banten 88,81 82,09 72,14 81,03

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


87
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 20. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Banten


Menurut Dimensi Ketahanan Pangan dan
Lapangan Usaha Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Dimensi Ketahanan Pangan

Lapangan Usaha Keterjang- IKP


Keterse- Peman-
kauan/
diaan faatan
Akses
Pangan Pangan
Pangan

.id
(1) (2) (3) (4) (5)

o
A. Bekerja/Berusaha 89,12 82,08 72,18 81,14

.g
1. Pertanian 82,29 76,80
b ps 65,05 74,72

2. Industri Penolahan
n.

91,91 83,21 76,19 83,79


e

3. Bangunan 86,11 81,60 67,35 78,39


a nt

4. Perdagangan, Hotel
//b

90,68 83,23 73,88 82,66


dan Restoran
s:

5. Pengangkutan dan
88,42 83,84 72,12 81,42
tp

Komunikasi
ht

6. Lembaga Keuangan,
Persewaan dan Jasa 95,79 84,62 78,27 86,23
Perusahaan

7. Jasa-Jasa 91,25 83,55 72,69 82,48

8. Lainnya 85,93 81,22 75,03 80,73

B. Tidak Bekerja/Berusaha 86,99 82,15 71,88 80,39

Total (A+B) 88,81 82,09 72,14 81,03

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


88
Provinsi Banten 2017
Lampiran

Lampiran 21. Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga Banten


Menurut Dimensi Ketahanan Pangan dan
Status Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga, 2017

Dimensi Ketahanan Pangan

Indeks
Status/Kedudukan dalam Keterjang-
Keterse- Peman- Ketahanan
Pekerjaan Utama kauan/
diaan faatan Pangan
Akses
Pangan Pangan
Pangan

.id
(1) (2) (3) (4) (5)

o
Berusaha sendiri 87,83 81,17 70,76 79,96

.g
Berusaha dibantu buruh
tidak tetap/buruh tidak 85,60
b ps 78,53 66,93 77,04
dibayar
n.

Berusaha dibantu buruh


e

86,18 82,32 73,55 80,68


tetap/ buruh dibayar
a nt

Pekerja bebas 82,92 79,64 65,79 76,15


//b

Pekerja keluarga atau tidak


89,91 84,45 72,03 82,13
s:

dibayar
tp

Buruh/karyawan/pegawai 91,56 83,49 74,78 83,27


ht

Total 89,12 82,08 72,18 81,14

Sumber : Hasil Penghitungan IKP (Data diolah)

Studi Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan Rumahtangga


89
Provinsi Banten 2017
ht
tp
s:
//b
a nt
e n.
bps
.g
o .id

Anda mungkin juga menyukai