JLBG
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
Journal of Environment and Geological Hazards
ISSN: 2086-7794
Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015
e-mail: jlbg_geo@yahoo.com
Agusta Kurniawan
Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika-Sumatra Barat, Indonesia
Naskah diterima 21 Mei 2015, selesai direvisi 02 Oktober 2015, dan disetujui 15 Oktober2015 2015
e-mail: agusta.kurniawan@bmkg.go.id
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan memberi gambaran tentang perlunya sinergi dan harmonisasi antar sektor dalam perencanaan dan
pengelolaan tata ruang. Studi kasus dilakukan di kawasan Dieng Plateau menggunakan metode pendekatan survei lapang
an dan analisis. Tekanan populasi di kawasan ini telah menyebabkan terjadinya tekanan lahan yang memicu peningkatan
aktivitas di sektor pertanian, khususnya komoditas kentang. Aktivitas tersebut disertai dengan pemanfaatan pupuk organik
maupun anorganik untuk meningkatkan produktivitas. Hasil analisis lima dari enam sampel air sumur di sekitar lokasi
studi menunjukkan kadar nitrat dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi. Tingginya kadar nitrat dan COD
dalam air sumur memberikan indikasi yang cukup kuat yaitu telah terjadi kontaminasi air akibat aktivitas pertanian. Oleh
karena itu, untuk mencapai kesinambungan sumber daya di Dieng Plateau, maka perlu adanya sinergi dan harmonisai
antarsektor, khususnya sektor sumber daya air dan lahan.
Kata kunci: COD, Dieng Plateau, nitrat, produktivitas pertanian
ABSTRACT
This paper aims to provide an overview of the need for the synergy and harmonize between sectosr in the spatial planning and its
management. The case study was conducted in Dieng Plateau using the method of survey and analytical approach. The population
pressure influenced the land pressure in this location. It has triggered the increase of agricultural activities, particularly in potato
commodities. Its activities use organic and inorganic fertilizers to improve productivity. The analysis result of five of six water
samples taken from the shallow dug well around the Dieng Plateau showed the high concentration of nitrate and COD (Chemical
Oxygen Demand). High concentration of nitrate and COD in water sample provides a strong enough indication that water con-
tamination occurred as a result of the agricultural activities. Therefore, in order to achieve sustainability of resources in the Dieng
Plateau, hence the synergy and harmony between sectors are needed, especially water and land resources sectors.
Keywords: COD, Dieng Plateau, nitrate, agricultural activitie
199
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
Gambar 1. Profil Gunung Marapi dan Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang
200
Studi Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatra Barat Tanggal 3 Agustus 2011
Terhadap Hasil Pengukuran Gas SO2 dan Partikel (Pm10 Dan Tsp) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global
Bukit Kototabang - Agusta Kurniawan
Gambar 3. Kondisi lingkungan sekitar di Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang yang masih bersih
(sebagai latar belakang adalah Gunung Singgalang).
201
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
202
Studi Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatra Barat Tanggal 3 Agustus 2011
Terhadap Hasil Pengukuran Gas SO2 dan Partikel (Pm10 Dan Tsp) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global
Bukit Kototabang - Agusta Kurniawan
Model ini merupakan salah satu produk dari NOAA Asam sulfat ini akan bersifat korosif terhadap logam,
(National Oceanic and Atmospheric Administra- bangunan, dan juga bisa membuat logam-logam ter-
tion), dan pada tulisan ini model tersebut dipergu- larut kembali dalam bentuk oksidasi tinggi, sehingga
nakan untuk memperkirakan arah letusan abu vul- beracun bagi makhluk hidup (Sutamihardja dan
kanik Gunung Marapi yang terjadi pada 3 Agustus Murniawati, 2008; Andrews drr., 1996). Walaupun
2011(Draxler drr., 2009). gas SO2 (sulfur dioksida) mempunyai kelarutan yang
kecil dalam air, namun dalam jumlah mol yang sama
dengan gas lain (misal: CO2, NO2), gas ini mampu
HASIL DAN PEMBAHASAN menaikkan keasaman/menurunkan pH air hujan se-
cara signifikan dibandingkan dengan gas lain tersebut
Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang
(Andrews drr., 1996).
merupakan stasiun referensi udara bersih dan meman-
tau secara terus menerus kondisi udara ambien bersih Nilai rata-rata konsentrasi gas SO2 (Gambar 4) sebe-
yang mewakili daerah terpencil di dunia, khususnya di lum letusan abu vulkanik Gunung Marapi (pada 1
daerah ekuator. Oleh karena itu, pengukuran gas mau- Juli 2011 sampai 2 Agustus 2011) sebesar 0,50 ppb,
pun partikel akan sangat sensitif terhadap perubahan dan maksimum tercapai pada tanggal 30 Juli 2011
aktivitas antropogenik ataupun aktivitas alami seperti sebesar 0,86 ppb. Nilai rata-rata konsentrasi gas SO2
letusan abu vulkanik gunung berapi. (Gambar 4) setelah letusan (pada 4 sampai 10 Agus-
tus 2011) sebesar 0,50 ppb, dan maksimum tercapai
Data yang digunakan pada tulisan ini berbasis harian
pada tanggal 5 Agustus 2011 sebesar 0,80 ppb. Data
(aggregat harian). Sebagai data pembanding (data ref-
tersebut menunjukkan bahwa letusan abu vulkanik
erensi) digunakan data harian parameter sebelum ter-
Gunung Marapi tidak memengaruhi pengukuran
jadinya letusan abu vulkanik Gunung Marapi, yaitu
gas SO2 di Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit
data bulan Juli 2011, sedangkan sebagai data pengu-
Kototabang. Adanya fluktuasi konsentrasi gas SO2
jian (data sampel) digunakan data harian setelah letu-
yang teramati sebelum letusan abu vulkanik Gunung
san awal abu vulkanik Gunung Marapi (awal meletus
Marapi merupakan variabilitas harian akibat adanya
pada 3 Agustus 2011 pada pukul 09.00 WIB). Ada
aktivitas antropogenik di sekitar Stasiun Pemantau
tiga parameter yang dianalisis pada tulisan ini, yaitu
Atmosfer Global Bukit Kototabang. Kenaikan kon-
konsentrasi gas SO2 dinyatakan dalam ppb, konsen-
sentrasi gas SO2 setelah letusan abu vulkanik Gu-
trasi partikel PM10dinyatakan dalam mg/m3 atau
nung Marapi yang masih dalam orde ppb (part per
µg/m3, dan konsentrasi TSP (Suspended Particulate
bilion) bukan merupakan pengaruh material letusan
Matter) yang dinyatakan sebagai berat debu (g).
Gunung Marapi, tetapi merupakan variabilitas har-
Pengukuran Konsentrasi Gas SO2 ian. Dari analisis tersebut dapat dikatakan letusan
abu vulkanik Gunung Marapi tidak berpengaruh
Parameter gas SO2 (sulfur dioksida) diamati pada pen- terhadap pengukuran gas SO2 di Stasiun Pemantau
gukuran ini karena gas SO2 sebagai salah satu param- Atmosfer Global Bukit Kototabang.
eter deposisi asam, yang menyebabkan kerusakan pada
lingkungan. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah Pengukuran Konsentrasi PM10
terbakar.Bila bertemu dengan udara yang mengand-
Parameter partikel dalam hal ini adalah PM10 (par-
ung uap air akan bereaksi membentuk asam sulfit
tikel debu berukuran 10 mikron ke bawah). Parameter
(H2SO3) (Sutamihardja dan Murniawati, 2008).
203
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
Gambar 4. Konsentrasi harian gas SO2 di SPAG Bukit Kototabang, kiri: sebelum dan kanan: setelah, letusan abu
vulkanik Gunung Marapi pada 3 Agustus 2011
ini penting untuk diamati karena partikel ini berpen- akibat perambahan dan pembakaran hutan di sekitar
garuh terhadap kesehatan manusia (berpotensi meng- stasiun, dan adanya transpor polutan hasil kebakaran
ganggu pernapasan dan jarak pandang (visibilitas) hutan di Pulau Sumatra, khususnya di Jambi dan
(Kurniawan drr., 2011; Miroslav danVladimir,1999). Riau. Setelah letusan abu vulkanik Gunung Marapi
Selain itu, partikel ini cenderung mempunyai sebaran pada tanggal 2 sampai 10 Agustus 2011 (Gambar 5),
atau distribusi yang jauh dari sumber awal polutan- konsentrasi PM10 rata-rata harian di SPAG Bukit
nya. Letusan abu vulkanik gunung berapi sangat ber- Kototabang sebesar 0,024 mg/m3 udara, dan menca-
potensi mengeluarkan partikel PM10 ini. pai maksimum tercapai pada 3 Agustus 2011sebesar
0,060 mg/m3 udara.
Sebelum letusan abu vulkanik Gunung Marapi pada
1 Juli sampai 2 Agustus 2011 (Gambar 5), konsen- Kecenderungan tinggi setelah letusan abu vulkanik
trasi PM10 rata-rata harian di SPAG Bukit Koto- Gunung Marapi dan menurun sampai 7 Agustus
tabang sebesar 0,029 mg/m3 udara, dan mencapai 2011 dan menaik lagi sampai 11 Agustus 2011 (Gam-
konsentrasi maksimum sebesar 0,076 mg/m3 udara bar 5), bukan akibat dari letusan abu vulkanik Gu-
pada 29 Juli 2011. Tingginya konsentrasi PM10 pada nung Marapi, tetapi merupakan variabilitas rata-rata
awal Juli 2011 dan pada akhir bulan Juli 2011 (Gam- harian konsentrasi PM10 akibat aktivitas antropoge-
bar 5), kemungkinan besar adalah aktivitas antro- nik di stasiun GAW Bukit Kototabang dan transpor
pogenik di sekitar stasiun GAW Bukit Kototabang, polutan akibat kebakaran hutan di Pulau Sumatra.
Gambar 5. Konsentrasi harian PM10 di SPAG Bukit Kototabang, kiri: sebelum dan kanan: setelah, letusan abu vulkanik
Gunung Marapi pada 3 Agustus 2011. Baku mutu udara ambien menurut PP no 41 tahun 1999 adalah 120 µg/m3
204
Studi Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatra Barat Tanggal 3 Agustus 2011
Terhadap Hasil Pengukuran Gas SO2 dan Partikel (Pm10 Dan Tsp) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global
Bukit Kototabang - Agusta Kurniawan
Letusan abu vulkanik Gunung Marapi ternyata ti- Hal itu karena aktivitas antropogenik di sekitar stasiun
dak berpengaruh secara nyata terhadap pengukuran GAW Bukit Kototabang dan transpor polutan akibat
partikel PM10 di Stasiun Pemantau Atmosfer Global kebakaran hutan di Pulau Sumatra. Sementara sebagai
Bukit Kototabang, terlihat bahwa nilai rata-rata dan data sampel atau data TSP setelah letusan abu vulkanik
nilai maksimum konsentrasi harian PM10 setelah Gunung Marapi (Gambar 6) hanya diukur tiga kali,
letusan abu vulkanik Gunung Marapi terukur lebih yaitu 5, 7, dan 11 Agustus 2011. Nilai rata-rata be-
rendah dibandingkan nilai rata-rata dan nilai maksi- rat SPM setelah letusan abu vulkanik Gunung Marapi
mum konsentrasi harian PM10 sebelum letusan abu sebesar 0,0609 gram dan mencapai maksimum pada
vulkanik Gunung Marapi. 17 Agustus 2011 sebesar 0,0821 gram. Walaupun nilai
rata-rata berat TSP setelah letusan abu vulkanik Gu-
Pengukuran Berat TSP (Total Suspended Partikel ) nung Marapi lebih tinggi daripada nilai rata-rata be-
Partikelyang diukur adalah Total Suspended Partikel rat TSP sebelum letusan Gunung Marapi, namun itu
(TSP), merupakan partikel debu (aerosol) yang dapat tidak menunjukkan bahwa letusan abu vulkanik ber-
mengendap dan biasanya berukuran sampai 100 mik- pengaruh secara signifikan terhadap pengukuran TSP
ron. Partikel ini diamati karena debu vulkanik mem- di Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kotota-
punyai cenderung berukuran besar dan mudah men- bang. Nilai maksimum berat TSP sebelum letusan abu
gendap. vulkanik Gunung Marapi (0,1100 gram) lebih tinggi
daripada nilai maksimum berat TSP setelah letusan
Pengukuran sampel TSP dilakukan selama 24 jam,
abu vulkanik Gunung Marapi (0,0821 gram).Letu-
dengan jadwal mingguan, dan sebagai data sebelum le-
san abu vulkanik mengeluarkan material ke udara yang
tusan abu vulkanik Gunung Marapi diukur dari 7 Mei
banyak, sehingga penurunan nilai maksimum berat
2011 sampai 30 Juli 2011, namun ada beberapa hari
TSP sebelum dikurangi sesudah letusan abu vulkanik,
pada tanggal tersebut data tidak tersedia. Konsentrasi
merupakan bukti yang lebih masuk akal bahwa letu-
TSP dalam tulisan ini dinyatakan sebagai berat dalam
san abu vulkanik Gunung Marapi tidak berpengaruh
gram. Berat TSP diperoleh dengan cara menghitung
secara signifikan terdapat pengukuran TSP di Stasiun
berat filter setelah dipasang dikurangi berat filter awal.
Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang.
Berat TSP rata-rata sebelum letusan abu vulkanik Gu-
nung Marapi sebesar 0,048 gram, dengan nilai maksi- Citra Satelit OMI (Ozon Monitoring Instrument)
mum tercapai pada 6 Juli 2011 sebesar 0,1100 gram pada Satelit Aura
(Gambar 6). Ternyata pola yang sama pada penguku-
Citra satelit OMI digunakan untuk melihat konsen-
ran partikel PM10 teramati juga pada pengukuran TSP,
trasi kolom SO2 di atas Pulau Sumatra untuk dapat
pada 6 Juli 2011, pengukuran TSP mencapai puncak.
membantu menjelaskan fenomena konsentrasi gas
Gambar 6. Konsentrasi TSP di SPAG Bukit Kototabang, kiri: sebelum dan kanan: setelah, letusan abu vulkanik Gunung
Marapi pada 3 Agustus 2011.Baku mutu udara ambien menurut PP no 41 tahun 1999 adalah 230 µg/m3 atau 0,230 mg/
m3.
205
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
(SO2) di stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit banyak mengandung gas SO2 dan partikel-partikel
Kototabang yang terukur lebih kecil setelah letusan yang berukuran sampai 100 mikrometer seharusnya
abu vulkanik dibandingkan dengan konsentrasi se- terbawa terbang menuju ke SPAG Bukit Kototabang,
belum letusan abu vulkanik Gunung Marapi pada 3 ternyata tidak demikian. Data fluktuatif nilai pengu-
Agustus 2011. kuran gas SO2 dan partikel (PM10 dan SPM) meru-
pakan variabilitas harian, dan banyak dipengaruhi
Citra satelit OMI juga mendukung data pengamatan
oleh transpor polutan dari daerah lain seperti keba-
partikel dan gas di stasiun GAW Bukit Kototabang,
karan, kegiatan antropogenik di sekitar SPAG Bukit
yang menunjukkan bahwa tidak teramati kenaikan
Kototabang, dan bukan akibat dari letusan abu vul-
yang signifikan akibat letusan abu vulkanik Gunung
kanik Gunung Marapi. Data Citra Satelit OMI pada
Marapi 3 Agustus 2011, terutama pada pengukuran
saat dan setelah letusan didukung dengan output dari
konsentrasi gas SO2 yang disebabkan oleh material
Model Hysplit Volcanic Ash (dari NOAA) sangat ses-
abu vulkanik yang bergerak menuju ke barat ke arah
uai dengan data observasi di Stasiun Pemantau At-
pantai Sumatra, bukan menuju ke arah timur ke Sta-
mosfer Global Bukit Kototabang. Arah dan lintasan
siun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang
abu vulkanik letusan abu vulkanik Gunung Marapi
(Gambar 7). Pada hari berikutnya pada tanggal 4
ke arah barat atau ke arah pantai Sumatra, bukan ke
Agustus 2011, kondisi kolom atmosfer sudah lebih
arah timur (ke arah SPAG Bukit Kototabang), se-
bersih.
hingga semua parameter pengukuran partikel dan gas
Model HYSPLIT Volcanic Ash (NOAA) di SPAG Bukit Kototabang, terukur rendah .
206
Studi Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatra Barat Tanggal 3 Agustus 2011
Terhadap Hasil Pengukuran Gas SO2 dan Partikel (Pm10 Dan Tsp) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global
Bukit Kototabang - Agusta Kurniawan
Gambar 7. Citra Satelit OMI menunjukkan kolom konsentrasi SO2 di Pulau Sumatra, atas: saat terjadi
letusan abu vulkanik Gunung Marapi pada 3 Agustus 2011, bawah pada 4 Agustus 2011 (http://so2.gsfc.
nasa.gov/, diakses 8 Agustus 2011)
207
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
Gambar 8. Hasil running Hysplit Volcanic Ash Model dari NOAA, dengan skenario Gunung Marapi me-
letus pada 29 Agustus 2011, selama 1 jam (http://ready.arl.noaa.gov/READYVolcAsh.php).
208
Studi Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatra Barat Tanggal 3 Agustus 2011
Terhadap Hasil Pengukuran Gas SO2 dan Partikel (Pm10 Dan Tsp) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global
Bukit Kototabang - Agusta Kurniawan
ses online melalui http://ready.arl.noaa.gov/READY- Megasains Volume I No.4 Desember 2010, hal.:218-229.
VolcAsh.php. Kurniawan, A., 2014, Pengaruh Letusan Gunung
Sinabung pada 15 September 2013 terhadap pengukuran
deposisi asam di SPAG Bukit Kototabang, Jurnal Lingkun-
DAFTAR PUSTAKA
gan dan Bencana Geologi, Vol. 5 No.1 April 2014:19 – 38.
Andrews, J. E., Brimblecambe, P. Jickells, T. D., dan Liss,
Kurniawan, E., Nuraliyanti, Ahmad, Mizani, dan Se-
P. S., 1996. An Introduction to Environmental Chemistry.
tiawan, Budi, 2011. Karakteristik PM10 Di Wilayah Ke-
School of Environmental Sciences. University of East Anglia,
mayoran. Megasains Volume 2 No.2 Juni 2011, h.83-91.
Blackwell Sciences, UK.
Lokasi Stasiun Pemantau Atmosfer Global (berskala glob-
,Alan.T. D.P. S. Citra OMI dari Satelit Aura. http://so2.
al) di dunia, http://www.gawsis.de[25 September 2013].
gsfc.nasa.gov/ [8 Agustus 2011].
Met One Instruments, Inc., 2001. BAM 1020 Particulate
Delmelle, Pierre, Stix, John, Charles, P. Bourque, A., Bax-
Monitor Operation Manual. Oregon.
ter, Peter J., Alvarez, Julios Garcia, Barquer, Jorge, 2001.
Dry Deposition and Heavy Acid Loading in the Vicinity of Miroslav, R. dan Vladimir. B. N., 1999. Practical Environ-
Masaya Volcano, a Major Sulfur and Chlorine Source in Ni- mental Analysis. The Royal Society of Chemistry, Cambridge.
caragua, Environmental Science & Technology, Vol. 35,
Output Model Hysplit Volcanic Ash diperoleh dari NOAA.
No. 7, h. 1289-1293.
http://ready.arl.noaa.gov/READYVolcAsh.php.
Draxler, R., Stunder, B., Rolph, G., Stein, A., dan Taylor.
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Baku
A, 2009. Hysplit4 User's Guide, Version 4.9, NOAA Tech-
Mutu Udara Ambien.
nical Memorandum.
Robock, Alan, 2002. Volcanic Eruptions, Volume 1, The
?Fotoletusan Gunung Marapi di Sumatra Barat. http://
Earth system: physical and chemical dimensions of global en-
rafjitsu.blogspot.com/2011/08/aktivitas-gunung-marapi-
vironmental change,pp 738–744, John Wiley & Sons, Ltd,
meningkat.html [16 April 2012].
Chicheste.
?Informasi tentang Gunung Marapi. http://catros.word-
A.Stunder, Barbara B. dan Draxler, R., 20140. HYSPLIT
press.com/2007/05/11/gunung-marapi/, [16 April 2012].
model description and operational set up for benchmark case
?Informasi tentang Gunung Marapi. http://id.wikipedia. study, Workshop on Ash Dispersal Forecast and Civil Avia-
org/wiki/Gunung_marapi [16 April 2012]. tion, Geneva, Switzerland.
Informasi tentang Gunung Marapi http://www.bnpb.go.id/ Sutamihardja, R.T.M. dan Murniawati,Tati, 2008. Depo-
website/asp/berita_list.asp?id=636, [17 April 2012]. sisi Asam (Acid deposition). Materi Training Deposisi Asam
di Pusarpedal, 28 - 30 Oktober 2008.
Kurniawan, A., 2010. , Pengaruh Letusan GunungSinabung
Terhadap Pengukuran Deposisi Asam Di Bukit Kototabang.
209
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 119-210
210