Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.

2 2016

IMPLEMENTASI METODE BACKPROPAGATION UNTUK


MENGIDENTIFIKASI JENIS BIJI KAKAO YANG CACAT
BERDASARKAN BENTUK BIJI
S Nurmuslimah
Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Teknologi Informasi,
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS)
Jl. Arief Rachman Hakim 100, Surabaya 60111
E-mail : emil_lime15@yahoo.com.id

ABSTRAK

Dari ilmu pengetahuan memungkinkan kita dapat menerapkan ke dalam sebuah program yang berbasis
komputerisasi yang digunakan untuk mengidentifikasi mutu produk pertanian secara lebih efektif dan
efisien. Salah satu contohnya untuk menentukan kualitas pada biji kakao. Dalam pembuatan sistem
perangkat lunak yang dibangun mulai dengan pengambilan gambar dari file untuk menampilkan pada
sistem antarmuka. Selanjutnya citra gambar diolah menggunakan deteksi tepi sobel untuk mendapatkan
nilai data numerik. Selanjutnya data – data tersebut digunakan sebagai data input training Jaringan
Syaraf Tiruan Backpropagation. Setelah data training didapatkan, selanjutnya data tersebut digunakan
untuk proses testing. Dari proses testing diharapkan output dari sistem yang dibuat mampu memberikan
informasi tentang kualitas biji kakao.
Dalam percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Backpropagation dengan
alpha=0.6, toleransi kesalahan=0.0001, dan target=0.9 menghasilkan sistem yang mempunyai tingkat
akurasi sebesar (76 %) dan mempunyai tingkat error / kesalahan sebanyak (24 %) dalam menentukan
kualitas biji kakao.

Kata Kunci: Biji Kakao, Image Processing, Backpropagation

ABSTRACT

Science allows us to identify quality of agriculture products effectively and efficiently using a
computerized based program. One of them is determine type of defect in cocoa bean. Software
development is starting choosing file to display on system interface. Further image processing images
using sobel edge detection to obtain numerical data values. Further data are used as data input neural
network training backpropagation. Once the data training obtained, then the data is used for training
testing process. The testing process is expected outputs of the system provide information about type of
defects in beans.
In the experiments that have been done using Backpropagation method with alpha = 0.6. error tolerance
= 0.0001, and target = 0.9 produce a system that has a level of accuracy (76%) and have a higher error /
mistake as many (38%) in determining the quality of cocoa beans.

Keyword: Cocoa beans, Image Processing, Backpropagation

1. PENDAHULUAN
Pengetahuan dan pemanfaatan citra digital berkembang pesat, tidak saja di bidang
kedokteran, industri manufaktur, dan kesehatan, tetapi juga di bidang pertanian untuk
mengidentifikasi dan mengawasi mutu, cemaran dan sortasi atau pengkelasan. Dari ilmu
pengetahuan tersebut memungkinkan kita dapat menerapkannya ke dalam sebuah program
yang berbasis komputerisasi yang digunakan untuk mengidentifikasi mutu produk pertanian
secara lebih efektif dan efisien. Salah satu contohnya untuk menentukan jenis cacat pada biji
kakao.
Pemeriksaan pada umumnya dilakukan dengan cara melihat langsung jenis cacat pada biji
kakao dengan memilih satu per satu biji kakao. Penglihatan manusia harus secara tepat dapat
melihat objek cacat pada permukaan biji kakao. Secara kasat mata, seorang manusia tanpa perlu
pengetahuan yang khusus dapat membedakan mana biji kakao yang tanpa cacat dengan biji

91 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

kakao yang mempunyai cacat. Biasanya, mereka hanya berbekal pengalaman dan pengetahuan
yang diperoleh sebelumnya. Akan tetapi penglihatan manusia pun mempunyai keterbatasan
bahwa mata manusia pun akan mengalami kelelahan apalagi menghadapi biji kakao yang
besarnya hanya sekian.

2. DASAR TEORI

2.1 Biji Kakao


Kakao (Theobroma cacao) adalah tanaman bawah hutan yang berasal dari hutan hujan
tropika Amerika Selatan. Pembungaan terpicu sebagai tanggapan terhadap perubahan musim.
Produksi puncak tercapai pada saat pohon mencapai umur 4–5 tahun, dan dapat bertahan selama
20 tahun atau lebih jika pengelolaannya baik.
Adapun proses pengolahan biji kakao menjadi cokelat adalah[1] :
1. Pemeraman buah
Buah yang telah dipanen dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan kelas
kematangannya. Biasanya dilakukan pemeraman untuk memperoleh keseragaman
kematangan buah dan memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman
dilakukan di tempat yang teduh, lamanya sekitar 5-7 hari.
2. Pemecahan buah
Buah kakao dipecah atau dibelah untuk mendapatkan biji kakao. Pemecahan buah dapat
menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya. Perlu
diingat untuk menghindari kontak langsung biji kakao dengan benda-benda logam karena
dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu.
3. Fermentasi
Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga
perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,
peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji dan untuk melepaskan
selaput lendir. Selain itu untuk menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur.
Dalam proses fermentasi terjadi penurunan berat sampai 25%.
4. Perendaman dan Pencucian
Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi dan
memperbaiki kenampakan biji. Perendaman berpengaruh terhadap proses pengeringan dan
rendemen. Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut
sehingga kulitnya lebih tipis dan rendamannya berkurang. Sehingga proses pengeringan
menjadi lebih cepat.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam biji dari 60% sampai pada
kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak ditumbuhi
cendawan. Pengeringan dapat dilakukan dengan dengan menjemur di bawah sinar matahari
atau secara buatan dengan menggunakan mesin pengering atau kombinasi keduanya.
6. Penyortiran/Pengelompokan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya.
Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang, sehingga biji tidak
terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan
yang dapat memisahkan biji kakao dari kotoran. Pengelompokan kakao berdasarkan mutu :
Mutu A : dalam 100 g biji terdapat 90-100 butir biji
Mutu B : dalam 100 g biji terdapat 100-110 butir biji
Mutu C : dalam 100 g biji terdapat 110-120 butir biji
7. Penyimpanan
Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap karung goni diisi 60 kg biji
kakao kering kemudian karung tersebut disimpan dalam ruangan yang bersih, kering dan
memiliki lubang pergantian udara. Antara lantai dan wadah biji kakao diberi jarak ± 8 cm
dan jarak dari dinding ± 60 cm. Biji kakao dapat disimpan selama ± 3 bulan.

92 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

2.2 Citra
Citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Gambar 1 adalah citra
buah kakao yang masih belum dikupas kulitnya, dan gambar di sebelah kanannya adalah citra
biji kakao yang sudah kering. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi
menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra.
Citra yang dimaksudkan di dalam keseluruhan isi buku ini adalah “citra diam” (still
images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Gambar 1 adalah dua buah citra
diam. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja.

2.3 Deteksi Tepi (Edge Detection)


Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-
tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah :
• Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra
• Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya
efek dari proses akuisisi citra
Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai
perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.[2]

Gambar 1. Deteksi tepi


2.4 Artificial Neural Network
Artificial Neural Network (ANN) merupakan sistem pemrosesan informasi yang
mempunyai karakteristik tertentu menyerupai jaringan syaraf biologi manusia.
Jaringan syaraf tiruan dikembangkan sebagai model matematis dari syaraf biologis
dengan berdasarkan asumsi bahwa [3] :
a. Pemrosesan terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.
b. Sinyal dilewatkan antar neuron melalui penghubung.
c. Setiap penghubung memiliki bobot yang akan mengalikan sinyal yang lewat.
d. Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal output.
Jaringan syaraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada arsitekturnya,
yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma trainingnya, yaitu cara penentuan
nilai bobot pada penghubung.

2.5 Algoritma Umum Jaringan Syaraf Tiruan


Algoritma umum jaringan syaraf tiruan dalam pembelajaran/ pelatihan adalah sebagai
berikut[4]:
1. Inisialisasi bobot jaringan. Set i=1
2. Masukkan contoh ke-I (dari sekumpulan contoh pembelajaran yang terdapat pada set
pelatihan) ke dalam jaringan pada lapisan input.
3. Cari tingkat aktifasi unit-unit output menggunakan algoritma aplikasi.
If kinerja jaringan memenuhi standar yang ditentukan sebelumnya (memenuhi syarat berhenti).
Then exit
4. Update bobot-bobot dengan menggunakan aturan pembelajaran jaringan.
5. If i = n, then reset i = 1
Else i = i-1
6. Kembali ke langkah 2

2.6 Metode Backpropagation


Algoritma pelatihan Backpropagation atau propagasi balik, pertama kali dirumuskan
Werbos dan dipopulerkan oleh RumelHard dan McClelland untuk dipakai pada Jaringan Syaraf

93 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

Tiruan. Algoritma ini termasuk metode pelatihan supervised dan didesain untuk operasi pada
jaringan feed forward multi lapis.
Metode Backpropagation ini banyak diaplikasikan pada aplikasi pengaturan karena proses
pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu : Jika keluaran memberikan hasil
yang salah maka panimbang (weight) dikoreksi supaya galatnya apat diperkecil dan respon
jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati harga yang benar. Backpropagation juga
berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan tersembunyi (hidden layer).[5]
Tahap pelatihan ini merupakan langkah bagaimana suatu jaringan syaraf itu berlatih, yaitu
dengan cara melakukan perubahan bobot (sambungan antara lapisan yang membentuk jaringan
melalui masing-masing unitnya). Sedangkan pemecahan masalah baru akan dilakukan jika
proses pelatihan tersebut selesai. Fase tersebut adalah fase mapping atau proses
pengujian/testing.
Jaringan syaraf tiruan backpropagation, terdiri dari banyak lapisan (multilayer neural
network ):
1. Lapisan input (1 buah). Lapisan input terdiri dari neuron atau unit-unit input, mulai dari
unit input 1 sampai unit input n.
2. Lapisan tersembunyi (minimal 1). Lapisan tersembunyi terdiri dari unit-unit tersembunyi 1
sampai unit tersembunyi p.
Lapisan output (1 buah). Lapisan output terdiri dari unit-unit output mulai dari unit output
1 sampai unit output m,n,p, m masing-masing adalah bilangan integer sembarang menurut
arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dirancang. V0j dan W0k masing-masing adalah bias unit
tersembunyi ke-j dan untuk unit output ke-k. Bias V0j dan W0k berprilaku seperti bobot dimana
output bias ini selalu sama dengan 1. Vij adalah bobot koneksi antara unit ke-i lapisan input
dengan unit ke-j lapisan tersembunyi, sedangkan Wjk adalah bobot koneksi antara unit ke-i
lapisan tersembunyi dengan unit ke-j lapisan output.
Dalam jaringan syaraf tiruan Backpropagation setiap unit berada pada lapisan tersembunyi.
Hal serupa berlaku pula pada lapisan tersembunyi. Setiap unit yang berada pada lapisan
tersembunyi terhubung pada setiap unit yang ada dilapisan output.
Y1 Yk ………... Ym
………...

W0m Unit Output


W01 W0k
Wpm
W11 Wjk Wj1 Wjm W1p Wjm Error
Wjk Wpk

Bias
Z1 Zj ………... Zp
………...

Unit
V01
Tersembunyi
Vij
Vnj
V0j V11
V1j Vi1 V1p Vn1 Vnp
Vip

Bias X1 Xi ………... Xn
………...

Unit Input

Gambar 2. Arsitektur Backpropagation[5]


3. METODOLOGI
Dalam pembuatan sistem perangkat lunak yang dibangun dimulai dengan pengambilan
gambar dari file untuk menampilkan pada sistem antarmuka. Selanjutnya citra gambar diolah
menggunakan image processing untuk mendapatkan nilai data numerik. Selanjutnya data-data
tersebut digunakan sebagai data input learning Jaringan Syaraf Tiruan dan validasi. Setelah data
learning didapatkan selanjutnya data learning tersebut digunakan untuk proses testing.

3.1 Sistem pengambilan citra


Data yang diambil disesuaikan dengan syarat-syarat capture yang baik. Dimana proses
capture dilakukan sebagai berikut:

94 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

1. Biji kakao di-capture dengan menggunakan sebuah kotak penutup dengan bahan dasar
kardus yang didalamnya berwarna putih, seperti pada gambar berikut. Hal ini dimaksudkan
agar pencahayaan yang rata tanpa terpengaruh oleh bias dari cahaya lampu atau sekitarnya.
2. Bjij kakao di-capture pada jarak dan posisi yang sudah ditentukan pada kotak penutup,
sepeti pada gambar berikut. Ini dilakukan untuk memberikan jarak dan posisi pengambilan
citra yang sama rata pada setiap citra yang di-capture.
3. Citra biji kakao yang digunakan sebagai input pada sistem ini adalah dari hasil
penangkapan dengan menggunakan kamera SLR merk NIKON D5000.

3.2 Pengolahan Citra


Pada tahap ini citra gambar diolah dengan urutan seperti Gambar 3. Pertama, gambar
diambil dari folder dimana kita menyimpan gambar tersebut. Selanjutnya gambar yang sudah
kita ambil diproses menggunakan grayscale dan thresholding dan selanjutnya hasil dari proses
grayscale dan thresholding adalah deteksi tepi dengan memakai kernel sobel untuk mendeteksi
tepi gambar. start

Read/load image

Rezise image

Grayscale dan thresholding

Edge Detection

Ekstraksi ciri

end

Gambar 3. Modul Pengolahan Citra

3.3 Sistem Data Learning


Learning atau biasa disebut sebagai pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa
sebuah sistem menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Untuk dapat
menjalankan program pelatihan yang selaras dengan tujuan dibutuhkan beberapa data untuk
mendukung proses pelatihan tersebut.
3.4 Sistem Data Testing
Proses testing adalah proses utama pada Implementasi metode backpropagation untuk
mengidentifikasi jenis biji kakao yang cacat berdasarkan bentuk biji. Klasifikasi Jenis Cacat
Pada Biji Kakao Berdasarkan Bentuk Biji Menggunakan Metode BackPropagation. Proses ini
dilakukan untuk menguji sebuah biji kakao termasuk jenis cacatnya.
Input berupa citra biji kakao. Langkah pertama adalah image processing. Image processing
adalah proses-proses yang diperlukan sebelum masuk ke dalam proses pengklasifikasian. Dari
proses-proses ini akan didapatkan output berupa citra yang memiliki informasi. Informasi yang
diberikan adalah jenis cacat pada biji kakao.
Fungsi Aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner. Dimana fungsi aktivasi yang
dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinue, terdeferensial dengan mudah dan
merupakan fungsi yang tidak turun.
95 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

3.5 Sistem Data Testing


Proses testing adalah proses utama pada Implementasi metode back propagation untuk
mengidentifikasi jenis biji kakao yang cacat berdasarkan bentuk biji. Klasifikasi Jenis Cacat
Pada Biji Kakao Berdasarkan Bentuk Biji Menggunakan Metode Back Propagation. Proses ini
dilakukan untuk menguji sebuah biji kakao termasuk jenis cacatnya.
Input berupa citra biji kakao. Langkah pertama adalah image processing. Image processing
adalah proses-proses yang diperlukan sebelum masuk ke dalam proses pengklasifikasian. Dari
proses-proses ini akan didapatkan output berupa citra yang memiliki informasi. Informasi yang
diberikan adalah jenis cacat pada biji kakao. Fungsi Aktivasi yang digunakan adalah sigmoid
biner. Dimana fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu,
terdeferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.

4. PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN


1.1. Menu Learning Data
Menu learning merupakan menu dimana data akan digunakan sebagai pola pengenalan.
Pola-pola masukkan akan membuat jaringan berlatih secara terus-menerus. Semakin sering
jaringan berlatih maka kemungkinan jaringan akan mengenali pola baru akan semakin besar.
Pada menu ini juga tersedia Control load Image yang akan dilearning dimana file
tersebut memiliki format *.JPG dengan ukuran beragam dan warna true color.

Gambar 5. Proses Learning

Pada tahap learning ini toleransi kesalahan yang dipakai sebesar 0.001 dan target yang
harus dicapai adalah 0.9. Jadi proses learning akan terus dilakukan jika hasil output jaringan
belum mencapai target yang ditentukan. Setelah proses learning selesai maka akan muncul
pesan keterangan bahwa proses learning telah selesai.

4.2 Menu Testing Data


Setelah proses Learning selesai maka proses selanjutnya adalah Testing dan identifikasi
citra yang telah di-load proses ini juga terdapat proses load citra seperti proses-proses
sebelumnya. Setelah proses load Image dilakukan, image yang telah dipilih tersebut akan
diresize dan dibuat menjadi gambar grayscale. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses

96 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

testing yang akan dilakukan. Sedangkan untuk jumlah maximum gambar yang bisa diujikan
dalam sekali testing adalah 6 buah.
Pada saat melakukan testing data tidak semua data yang diinputkan dapat dikenali oleh
sistem. Ada kalanya terdapat kesalahan dalam pengenalan pola masukkan yang disebut error.
Berikut adalah tampilan untuk data yang bisa dikenali semua:

Gambar 6. Proses Testing data dikenali

Sedangkan berikut adalah tampilan testing data untuk data yang tidak dikenali :

Gambar 7. Proses Testing data tidak dikenali.

97 | N E R O
Jurnal Ilmiah NERO Vol. 2, No.2 2016

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil analisa dan pembahasan, maka hal-hal yang dapat disimpulkan antara lain :
1. Dalam percobaan yang telah dilakukan, pengolahan citra menggunakan deteksi tepi
menghasilkan citra gambar bernilai biner yang selanjutnya nilai biner tersebut digunakan
untuk proses learning data.
2. Dalam pecobaan yang telah dilakukan, nilai learning rate (α) mempengaruhi jumlah iterasi
dari sebuah pola masukkan dalam proses learning data untuk mencapai kondisi
penghentian iterasi.
3. Dalam percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Backpropagation
dengan alpha=0.6, hidden layer = 3 toleransi kesalahan=0.0001, dan target=0.9
menghasilkan sistem yang mempunyai tingkat akurasi sebesar (76 %) dan mempunyai
tingkat error / kesalahan sebanyak (24 %) dalam menentukan kualitas biji kakao.
4. Dengan menggunakan sistem komputerisasi, pelaksanaan proses penentuan kualitas biji
kakao mampu mempunyai tingkat kesalahan yang lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://id.scribd.com/76289954/kakao diunduh pada hari Jum’at, 1 April 2011.


[2] Usman Achmad, “Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrograman”, Yogyakarta.
Halaman 184 – 217, Sept,2005
[3] JJ Siang, “Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrograman Menggunakan Matlab”, Yogjakarta,
Halaman 95, Jan,2004.
[4] Kusumadewi, Sri. “Neuro Fuzzy” Yogyakarta. Halaman 125, April,2006.
[5] Suyanto, ST, MSc. “Artificial Intelligence” Halaman 163-204, Juni 2007.

98 | N E R O

Anda mungkin juga menyukai