Kelainan Kulit Berupa Bercak Putih
Kelainan Kulit Berupa Bercak Putih
Yossie Firmansyah
102010328/ F2
Mahasiswi
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Kulit adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kelihatan. Organ ini
mempunyai beberapa fungsi penting, antara lain melindungi organ-organ dalam dan
mengatur suhu tubuh. Kulit juga berperan sebagai indicator yang menunjukkan bagaimana
fungsi-fungsi tubuh Anda berjalan.
Namun, kulit tidak selamanya mulus dan terbebas dari berbagai penyakit. Karena
berbagai hal, kulit bisa mengalami kelainan, misalnya berupa bercak putih. Banyak hal yang
bisa memicu adanya bercak putih pada kulit. Beberapa penyakit diantaranya adalah kusta,
pitiriasis alba, pitiriasis versikolor, dan vitiligo.
Dari keempat penyakit di atas, yang harus diwaspadai adalah kusta. Karena tingkat
kerusakan yang diakibatkan penyakit ini sangat luar biasa dahsyatnya, bahkan dapat berujung
pada kematian jika terlambat ditangani.
Meskipun sama-sama mempunyai kelainan bercak-bercak putih, ada sejumlah
perbedaan yang khas dari tiap penyakit di atas yang akan dibahas secara lebih rinci dalam
makalah ini.
Anatomi Kulit secara Histopatologik
Pembagian kulit secara garis bersar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:
a. Sel-sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear sell merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes)
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih terbal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
a. Pars papilare, yaitu bagian menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin
sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast,
membentuk ikatan (bundle) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah
Lapisan sel-sel lemak disebut penikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.1
Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada
kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering di antaranya adalah ruam,
gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang
dengan keluhan utama kondisi medis lain.
Dimanakah letak lesi pertama kali terlihat? Apakah terasa gatal? Adakah pemicu
(misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan allergen potensial?)
Lokasi anatomic lesi primer dan tempat lesi berikutnya memberikan petunjuk penting untuk
diagnosis.
Dimanakah letak benjolan? Apakah terasa gatal? Apakah berdarah? Apakah bentuk/
ukuran/ warnanya berubah? Adakah benjolan di tempat lain?
Bagaimana perubahan warna yang terjadi? (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus,
pucat?) siapa yang memperhatikan adanya perubahan warna? Sudah berapa lama?
Bandingkan dengan foto terdahulu.
Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat badan, artralgia, dan lain-lain?)
Pemeriksaan sistem tersebut selalu penting. Perhatikanlah keluhan-keluhan sistemik dan
setempat yang menyarankan kelainan medis yang berkaitan. Banyak lesi kulit merupakan
manifestasi penyakit sistemik penting pada kulit.
Pertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti
kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatic ke kelenjar getah bening atau
organ lain.
Bagaimana perubahan lesi kulit setelah terlihat? Catatlah urutan waktu dan
perkembangan perubahan kulit dan gejala atau tanda sistemik yang berkaitan.2,3
Ajukanlah beberapa pertanyaaan khusus:
Kapan lesi terlihat untuk pertama kalinya? Apakah timbul sebagai lesi tunggal dan
menyebar, atau semua lesi muncul serentak? Apakah lesi itu timbul tiba-tiba dalam
beberapa menit atau secara bertahap selama beberapa hari atau minggu?
Kapan lesi itu terlihat untuk pertama kalinya?
Bagaimana perubahan lesi kulit tersebut sejak timbul untuk pertama kalinya? Lesi
kulit berubah-ubah dan berkembang. Pada sebagian kasus, sebagian besar yang Anda
lihat akan mencerminkan peristiwa-peristiwa sekunder atau proses sisa, seperti akibat
eksoriasi, infeksi sekunder, dan jaringan parut atau jaringan kulit atrofi.
Apakah pasien tersebut makan obat apa saja atau terpapar dengan faktor-faktor yang
tidak lazim?
Apakah yang terjadi jika ruam tersebut terpapar sinar matahari?3
Tentukan: usia, latar belakang ras, pekerjaan, orientasi seksual, riwayat pengobatan
(bisakah ruam disebabkan oleh efek samping obat?), riwayat keluarga (terdapat
predisposisi genetic untuk terjadinya eksema, psoriasis, dan kanker kulit), riwayat
penyakit dahulu dan kesehatan sekarang, gejala penyerta (misalnya pada sendi,
genitalia), riwayat terpapar matahari (mudah terbakar atau warna kulit menjadi
cokelat, terpapar sinar matahari sepanjang hidup, sunburn, sun bed). Sinar matahari
bisa mengurangi atau memperberat ruam.4
Pemeriksaan dermatologi
Tahap berikutnya adalah memeriksa pasien. Pemeriksaan kulit dilakukan dengan
cahaya yang cukup sementara pasien berbaring terlentang, pertama dengan mata telanjang,
kemudian dengan kaca pembesar. Lakukan pemeriksaan medis umum bila relevan.
Untuk ruam, tentukan distribusinya: asimetris (menunjukkan penyebab eksogen,
misalnya infeksi local), simetris (penyebab endogen), local atau meluas. Perhatikan
morfologi: apakah berupa eritema atau urtikaria, merah dan bersisik (eksematosa,
psoriasiform, atau likenoid), vaskulitis, vesikobulosa, atau eritroderma? Periksa
tempat lain yang mungkin terkena. Lengkapi dengan pemeriksaan pada kulit kepala,
mata, mulut, tangan dan kuku, payudara, daerah anogenital, dan kaki. Periksa adanya
limfadenopati.
Untuk tonjolan/ benjolan, perhatikan lokasinya, morfologi, kelenjar getah bening yang
mengalir dari situ, dan hati ( untuk metastasis jauh). Perhatikan fenotip kulit yang
merupakan predisposisi kanker (mulus, berbintik-bintik, derajat dan tipe tahi lalat,
lentigninosa pada iris).4
Inspeksi dan palpasilah lesi atau bercak kemerahan yang ada (penggunaan kaca
pembesar). Hal-hal pokok dalam pemeriksaaan dermatologis yang baik adalah:
1. Lokasi dan/ atau distribusi dari kelainan yang ada.
Hal ini sangat membantu: sebagai contoh psoriasis mempunyai tempat predileksi pada
lutut, siku, kulit kepala, dan punggung bagian bawah; pada anak-anak eksema
cenderung terjadi di daerah fleksor; akne terutema terdapat pada wajah dan tubuh
bagian atas; karsinoma sel basal biasanya lebih sering muncul di kepala dan leher.
2. Karakteristik dari setiap lesi.
Tipe.
Ukuran, bentuk, garis tepi, dan batas-batasnya. Ukuran sebaiknya diukur
dengan tepat, daripada hanya membandingkannya dengan kacang polong,
jeruk atau koin. Lesi bisa mempunyai berbagai macam bentuk, misaknya
bulat, oval, anular, linier, atau ‘tidak beraturan.’: tepi-tepi yang lurus atau
bersudut mungkin disebabkan oleh faktor eksternal. Pada psoriasis bagian
tepinya berbatas tegas, sedangkan pada kebanyakan bercak-bercak eksema
tepinya berbatas tidak tegas.
Warna. Selalu ada manfaatnya untuk membuat catatan tentang warna:
merah, ungu, cokelat, hitam pekat, dan sebagainya.
Gambaran permukaan. Akan bermanfaat jika Anda menelusuri apakah
permukaan lesi halus atau kasar, dan untuk membedakan krusta (serum
yang mengering) dengan skuama (hyperkeratosis); beberapa penelusuran
pada skuama dapat membantu, misalnya terdapatnya warna ‘keperakan’
pada psoriasis.
Tekstur—dangkal/ dalam? Gunakan ujung jari Anda pada permukaan
kulit; perkirakan kedalaman dan letaknya apakah di dalam atau di bawah
kulit; angkat sisik atau krusta untuk melihat apa yang ada di bawahnya;
usahakan untuk menuat lesi memucat dengan tekanan.
3. Pemeriksaan lokasi-lokasi ‘sekunder.’
Carilah kelainan-kelainan di tempat lain yang dapat membantu diagnosis. Contoh
yang baik antara lain:
Kuku pada psoriasis
Jari jemari dan pergelangan tangan pada scabies.
Daerah sela-sela jari pada kaki pada infeksi jamur.
Mulut pada liken planus.
4. Teknik-teknik pemeriksaan ‘khusus.’
Mengerok plak psoriasis untuk memeriksa apakah terjadi pendarahan
kapiler.
Tanda Nikolksky pada penyakit dengan lepuhan.
‘Diaskopi’ bila dicurigai tuberkulosis kulit.
Karakteristik permukaan
Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa kelainan kulit yang hampir selalu membutuhkan pemeriksaan
penunjang lebih lanjut; baik untuk memastikan suatu diagnosis dengan prognosisnya yang
penting atau yang menyangkut terapi organ dalam.
Lampu Wood adalah radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 360 nm,
bermanfaat dalam gangguan pigmentasi dan infeksi jamur pada kulit.
Mikrobiologi: apus untuk bakteri, kerokan untuk jamur.
Biopsy berguna dalam mendiagnosis banyak penyakit dan menyingkirkan keganasan.
Tes patch (tes temple): allergen tersangka diberikan pada kulit dan reaksi hasilnya
dibaca setelah 48 dan 96 jam.
Tes darah ( misalnya untuk sifilis, HIV, lupus, defisiensi besi).4
Hemoglobin
Pigmen eksogen di dalam atau pada permukaan kulit
Pigmen endogen (dibuat oleh tubuh sendiri, misalnya bilirubin)
Melanin dan feomelanin
Dua faktor yang terakhir merupakan faktor paling penting dalam menentukan dasar
warna kulit kita.
Manusia mempunyai kisaran warna alami yang lebih sempit. Warna coklat adalah
akibat dari melanin, dengan intensitas yang bervariasi, mulai dari hampir putih ( tidak ada
melanin) sampai yang hitam legam (melanin banyak). Secara genetic pigmen melanin adalah
dominan autosom.
Merah merupakan warna tambahan: hanya ada beberapa orang yang dapat membuat
‘feomelanin’. Warna merah lebih sering didapatkan pada ras-ras tertentu (misalnya, ras Celt)
daripada ras lainnya (misalnya, Cina). Kebanyakan pigmen kulit manusia terdapat di dalam
keratinisut, setelah dibuat dalam melanosit adan ditransfer dalam ‘melanosom”. Ada
perbedaan antarras dalam hal produksi, distribusi, dan degradasi melanosom, tetapi tidak
dalam hal jumlah melanosit. Akan tetapi, perbedaan genetic yang penting dalam kemampuan
merespons terhadap radiasi ultraviolet, yang biasanya disebut dengan ‘tipe-tipe kulit.’
Tipe-tipe kulit
Tipe-tipe kulit
Respons pertama terhadap radiasi UV adalah peningkatan distribusi melanosom. Hal ini
dengan cepat dapat meningkatkan pigmentasi pada lapisan basal (stratum basale)—
berubahnya warna kulit menjadi coklat karena sinar matahari (sun tan). Proses sun tan
menunjukkan adanya upaya kulit untuk memberikan perlindungan terhadapa efek-efek yang
berbahaya akibat radiasi UV, misalnya terjadinya penuaan dini dan kanker.
Hipopigmentasi
Penyebab-penyebab terpenting terjadinya hipopigmentasi adalah:
Multiplikasi M. leprae yang sangat lambat dapat diamati pada model binatang yang
sebagian dapat menjelaskan masa ingkubasi yang lama yang ditemukan pada penyakit
manusia; masa 3-5 tahun diduga khas. Kejadian lepra yang jarang pada bayi semuda umur 3
bulan memberi kesan bahwa penularan dalam rahim dapat terjadi atau bahwa masa inkubasi
yang amat pendek dimungkinkan pada keadaan tertentu. Model penularan yang mungkin
termasuk kontak dengan epidermis lepas yang terinfeksi, minum ASI terinfeksim dan gigitan
nyamuk atau vector lain. Namun, sekarang penularan melalui sekresi hidung yang terinfeksi
tampak meruoakan dasar pada kebanyakan infeksi. Keterlibatan nasofaring yang luas
ditampakkan sebagai rhinitis kronik lazim pada penyakit lepromatosa.6
Epidemiologi
Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada dewasa, di Indonesia
penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun 13%, tetapi infeksi pada bayi, anak dibawah
umur 1 tahun jarang sekali. Insiden frekuensi puncak selama masa anak dan masa dewasa
awal di daerah endemic. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35
tahun.
Kusta terdapat di mana-mana, terutama Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan
subtropics, serta masyarakat yang social ekonominya rendah. Makin rendah social ekonomi
makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor social ekonomi tinggi sangat membantu
penyembuhan.
Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi
ulserasi, mutilasi, dan deformitas.1,6
Patogenesis dan Patologi
Cedera diperantai melalui banyak jalurm beberapa darinya adalah pelepasan mediator
radang humoral oleh limfosit dan makrofag yang diaktifkan, penekanan syaraf oleh
granulomata yang membesar, dan pengendapan kompleks imun.
Tempat masuk M. leprae ke dalam hospes manusia belum diketahui. Keterlibatan
saluran pernapasan atau saluran cerna belum terdokumentasi sebelum munculnya lesi yang
melibatkan kulit dan saraf perifer. Pertumbuhan dan multiplikasi M. leprae adalah maksimal
pada 34-35 derajat celcius.
Populasi sel-T supresor spesifik M. leprae ditemukan dalam sirkulasi penderita
dengan lepromatisa, dan kenaikan jumlah sel T supresor ditemukan pada kulit granuloma. Sel
T dari penderita lepromatosa juga kurang menghasilkan interleukin 2 dan interferon gamma
pasca perangsangan oleh antigen M. leprae daripada sel T dari penderita tuberkuloid atau
kontrol normal. 6
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih
berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya
reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh
karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.
Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intesitasnya
infeksinya.1
Manifestasi klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis. Bila basil M. leprae masuk ke dalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala
klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem
imunitas selular (SIS) penderita. SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid,
sebaiknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.
Tipe I (Indetermintate) tidak termasik dalam spectrum. Manifestasi ini merupakan
bentuk lepra paling awal yang dapat dideteksi secara klinis. Walaupun lepra ini ditemukan
pada hanya 10-20% individu yang terinfeksi, lepra ini merupakan stadium dimana
kebanyakan penderita dengan lepra yang lanjut telah melewatinya.
Satu macula hipopigmentasi, diameter 2-4 cm., tepi kurang tegas, tanpa eritema atau
indurasi.
Anestesi minimal atau tidak ada, terutama jika lesi pada muka.
Biopsy jaringan mengandung granuloma, tetapi basil jarang ditemukan.
Diagnosis dibuat dengan eksklusi pada kontak penderita lepra.
Pada 50-75% penderita LI, lesi sembuh secara spontan, sisanya memburuk.
Gambar 2: Lepra
Sumber:http://hitam-putihphoto.blogspot.com/2009/02/penyakit-kusta-tidak-mudah-
menular.html
Diagnosis
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolidpada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA
0 BTA- dalam 100 lapang pandang (LP).
1-10/ 100 LP +1
1-10/ 10 LP +2
1-10/ 1 LP +3
10-100/ 1 LP +4
100-1000/ 1 LP +5
> 1000/ 1 LP +6
Indeks morfologik (IM) adalah persentase
bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid.
Rumus:
Jumlah solid X 100%=…%
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/1
83/pitiriasis-versikolor.
Klinis
Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi biasanya tampak sebagai bercak
hipopigmentasi, tetapi pada yang berkulit pucat lesi bisa berwarna kecoklatan atau
kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas
sampai difus dan ukuran lesi dapat miliar, lentikular, numular sampai plakat.
Ada dua berntuk yang sering didapat, yaitu:
a. Bentuk macular, berupa bercak-bercak yang agak lebar dengan skuama halus di
atasnya dengan tepi tidak meninggi.
b. Bentuk folikular, (seperti tetesan air) sering timbul di sekitar folikel rambut.
Diagnosis banding
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, sifilis stadium dua, pitiriasis
rosea, vitiligo, morbus Hansen, dan hipopigmentasi pascaperadangan.
Cara menegakkan diagnosis
Selain mengenal kelainan yang khas yang disebabkan Malassezia furfur seperti
dikemukakan di atas. Oleh karena itu, pitiriasis versikolor harus dibantu dengan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%
Bahan-bahan kerokokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alcohol 60%, lalu
dikerok dengan skalperl steril dan hasil kerokan kulit ditampung dalam lempeng-
lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tadi kita periksa langsung dengan KOH 10%
yang diberi tinta Parker Biru Hitam. Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas
penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur akan
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat, atau seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung.
Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok disertai
banyak butiran kecil yang bergerombol.
b. Pembiakan
Organisme penyebab tinea versikolor belum dapat dibiakan pada media buatan.
Pemeriksaan dengan sinar wood dapat memberi perubahan warna pada seluruh daerah
lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai oranye.
Pengobatan
Tinea versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur.
Pakaian, kain sprei, handuk, harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan pengobatan akan
menghilangkan bukti infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk
menjamin pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa minggu.
Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi belum akan
tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali. Hal ini dapat terjadi karena
Malassezia furfur dapat menghambat pertumbuhan pigmen. Sesudah terkena sinar matahari
lebih lama daerah-daerah yang hipopigmentasi akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak
sudah cukup, kambuh, atau kena infeksi lagi menrupakan hal biasa, namun selalu ada respons
terhadap pengobatan kembali. Tinea versikolor tidak member respons yang baik terhadap
pengobatan dengan griseofulvin.
Obat-obat antijamur yang dapat menolong, misalnya salep whitfield, salep salisisl
sulfur (salep 2/ 4), larutan salisil spiritus, larutan tiosulfat natrikus (35%) dan lotio kumerfeldi
juga dapat menolong. Obat baru, seperti selenium sulfide 2% dalam shampoo, derivate
imidasol (ketokonasol, isokonasol, toksilat dalam bentuk krim) atau larutan dengan
konsentrasi 1-2% sangat berkhasiat baik.
Obat-obat tablet ketokonasol 1x 200mg/ hari selama 10-14 hari dapat memberikan
hasil pengobatan yang baik, dan demikian juga obat turunan triasol seperti preparat tabel
itrakonasol 2x1-- ,g/ hari selama 10-14 hari member hasil yang memuaskan.
Prognosis
Umumnya baik, jika faktor-faktor predisposisi dapat dieliminasi dengan baik.
Vitiligo
Vitiligo adalah penyebab yang paling penting dari timbulnya bercak-bercak pucat
pada kulit. Hal yang terjadi pada kulit penderita vitiligo adalah depigmentasi, bukan
hipopigmentasi, walaupun dalam progesinya tidak selalu sempurna.
Secara khas terjadi hilangnya pigmen secara penuh pada kulit yang sesungguhnya
normal. Bercak-bercak bisa saja berukuran kecil, tetapi biasanya menjadi cukup besar, dan
bentuknya sering tidak teratur/ bervariasi dengan batas tegas. Depigmentasi bisa menyebar
luas ke seluruh tubuh. Walaupun vitiligo bisa terjadi di mana saja, tetapi sering terjadi secara
benar-benar simetris pada kulit tangan, di sekitar mulut, dan di sekitar mata.9 Lesi ini
merupakan sekitar separuh dari kasus defek pigmen didapat yang timbul sebelum usia 20
tahun.
Epidemiologi dan etiologi
Meskipun tidak terdapat pola penurunan genetic yang pasti, 30-40% penderita
memiliki riwayat keluarga yang positif. Abnormalitas terkait termasuk uveitis dan tumbuhnya
rambut uban premature. Sindrom Vogt-Koyanagi muncul dengan vitiligo, uveitis dan
tumbuhnya uban premature tetapi juga melibatkan sifat saraf sentral. Vitiligo lebih sering
pada penderita dengan penyakit tiroid (hipa atau hipertiroid), insufisiensi adrenal, anemia
pernisiosa dan diabetes mellitus. Penyebab vitiligo tidak diketahui, tetapi trauma tampaknya
memainkan peranan dalam menginduksi terjadinya lesi. Teori yang paling popular dari
pathogenesis vitiligo adalah mekanisme autoimun, berdasarkan temuan bahwa organ spesifik
autoantibody seperti tiroid, gastroparietal dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan dalam
serum penderita dengan vitiligo daripada populasi umum. Sebagai alternative adalah teori
neurogenik bahwa senyawa, yang dilepas pada ujung saraf perifer kulit, dapat menghambat
melanogenesis, dan teori perubahan-diri (self destruct) mengatakan bahawa melanosit
menghancurkan dirinya sendiri karena mekanismer perlindungan yang tidak sempurna secara
normal akan membuang precursor melanin toksik.6
Kelainan ini masih sedikit sekali yang dipahami. Melanosit pada bercak-bercak awal
masih ada, tetapi tidak memproduksi melanin. Selanjutnya melanosit menjadi hilang sama
sekali, kecuali pada tempat yang dalam di sekitar folikel rambut. Vitiligo mungkin juga
merupakan proses autoimun di mana terdapat peningkatan autoantibody yang spesifik-organ
(sebagaimana pada alopesia areata, yang mungkin terjadi bersamaan dengan vitiligo).9
Manifestasi klinis
Daerah predileksi biasanya relative hiperpigmentasi, seperti
wajah, terutama sekitar mata dan mulut, aksila, bagian inguinal dan
genital, serta areola. Tempat-tempat yang sering terkena trauma dan
gesekan juga mungkin terkena, termasuk tangan dan kaki, siku, lutut dan
pergelangan kaki. Bila kulit kepala dan alis terkena, rambut dapat
kehilangan pigmen. Penyebaran umumnya simetrik tetapi kadang-
kadang unilateral atau berdasarkan dermatom.
Lamanya vitiligo bervariasi; beberapa lesi dapat menghilang secara spontan
sementara lainnya berkembang, tetapi depigmentasi yang membandel dapat timbul secara
progresif. Repigmentasi spontan timbul pada 10-20% penderita, paling sering pada lesi yang
penyebarannya pada daerah yang terkena pajanan sinar matahari. Secara histopatologi,
melanosit tidak terdapat pada daerah yang terkena dan tumbuh kembali pada epidermis dari
epitel folikel rambut saat repigmentasi terjadi.
Meskipun diagnosis biasanya dibuat secara klinis, tidak adanya melanosit dapat dipastikan
dengan pewarnaan DOPA atau mikroskop electron dari bahan yang diambil dari kulit yang
tidak berpigmen.6
Pasien vitiligo mengalami peninggian inisidensi berbagai kelainan autoimun,
termasuk hipotiroid, penyakit Graves, anemia pernisiosa, penyakit Addison, uveitis, alopesia
areata, kandidiasis mukokutaneus menahun, dan sindroma autoimun poliglandula (tipe I, II,
dan III). Penyakit kelenjar tiroid adalah yang paling sering bersama lesi ini, yang terjadi
sampai dengan 30 persen pasien vitiligo. Autoantibody sirkulasi yang sering ditemukan, dan
yang paling sering adalah antitiroglobulin, antimikron, dan antibody anti sel parietal.10
Pengobatan
Penanganan biasanya melibatkan pemberian psoralen oral atau topical disertai
pajanan sinar matahari atau sumber sinar ultra violet. Repigmentasi dapat terjadi sebagian
atau total, tetapi diperlukan waktu yang lama. Steroid topical berpotensi kuat kadang-kadang
efektif untuk menghasilkan repigmentasi vitiligo pada daerah yang sempit atau lesi awal pada
daerah yang tidak dapat menerima fototerapi seperti bibir. Lesi kecil dapat disamarkan
dengan pengolesan sediaan make up tertentu. Karena tidak adanya melanin, kulit yang
memiliki vitiligo terbakar oleh sinar matahari dan sebaiknya dilindungi setiap saat dengan
tabir surya yang sesuai.6,9
Pitiriasis alba
Bentuk dermatitis yang tidak spesifik (suatu eksema derajat rendah) dan belum
diketahui penyebabnya. Ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama sedikit
skuama pada permukaan kulit tampak pada wajah dan lengan atas yang akan menghilang
serta meninggalkan area yang depigmentasi/ hipopigmentasi yang sangat umum pada anak-
anak, terutama pada kulit yang berwarna gelap.1,5
Kelainan ini biasanya memberi respons (walaupun pelan-pelan terhadap pemakaian
pelembab, tetapi mungkin juga membutuhkan steroid topical yang ringan. Ada
kecenderungan menghilang pada saat pubertas.5
Nama lain dari pitiriasis alba adalah pitiriasis simpleks, pitiriasis makulata, impetigo
sika, impetigo pitiroides.
Gejala klinis
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita dan
pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tak teratur. Warna merah
muda atau sesuai dengan warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi
yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multiple 4 sampai
20 dengan diameter antara ½ -2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%),
paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas
dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung, dan ekstensor lengan, tanpa
keluhan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.
Diagnosis
Berdasarkan umur, skuama halus dan distribusi lesi. Diagnosis banding vitiligo, pada fase
eritrema sering diduga psoriasis.
Pengobatan
Umumnya mengecewakan. Skuama dapat dikurangi dengan krim emolien. Dapat
dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones detergens 3-5% dalam krim atau salap,
setelah dioleskan harus banyak terkena matahari.
Prognosis
Penyakit sembuh spontan setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Kesimpulan
• Lepra adalah infeksi oleh Mycobacterium leprae.
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis berupa makula
hipopigmentasi, kelainan saraf,pemeriksaan bakteriologik, histopatologik dan tes
Lepromin.
• Terdapat berbagai bentuk kelainan hipopigmentasi yang menyerupai Lepra dengan
berbagai faktor penyebab dan patogenesis yang berbeda. Karena itu diperlukan
pemeriksaan terperinci untuk menegakkan diagnosis yang tepat supaya dapat
dilakukan penatalaksaan terarah dengan hasil yang memuaskan.
Daftar Pustaka
1. Djuanda A, Hamxah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009. h. 73-323.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Safitri A, editor. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2005. h. 24.
3. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Lukmanto H, editor. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2004.h. 80-90.
4. Davey P. At a glance medicine. Safitri A, editor. Jakarta: Erlangga, 2005.h. 118-9.
5. Robin, Brown G, Burns T. Dermatologi: catatan kuliah. Jakarta: Erlangga, 2005. h. 1-
129.
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Wahab S, editor. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. h. 1046-8.
7. Werner D, Thuman C, Maxwell J. Apa yang anda kerjakan bila tidak ada dokter.
Achmad J, editor. Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010. h. 255-8.
8. Gunawan GS, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. h. 633-5.
9. Penyakit jamur kulit. Edisi ke-2. Hartanto H, editor. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005. h. 8-11.
10. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-13. Asdie Ah, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. h. 339-41.