Anda di halaman 1dari 2

Target Produksi Rumput Laut Kering

Mencapai 200 Ribu Ton


TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menargetkan
produksi rumput laut kering nasional tahun ini sebesar 200 ribu ton. Angka ini
diproyeksikan naik dibanding pencapaian tahun lalu sekitar 160 ribu ton rumput
laut kering.
Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis mengatakan, dari
produksi tersebut, sebanyak 75-80 persen untuk diekspor dan sisanya diolah di
dalam negeri. "Indonesia bukan pengkonsumsi rumput laut. Pabrik industri dalam
negeri baru menyerap 20 persen produksi rumput laut, dan pasar konsumsi hanya
5 persen," kata Safari Azis kepada Tempo, Senin, 1 April 2013.

Produksi rumput laut Indonesia banyak berasal dari Sulawesi Selatan, Bali, Jawa
Timur, Nusa Tenggara, Madura, dan Papua. Sebagian besar rumput laut kering
diekspor ke Cina, atau sebanyak 50 persen dari total produksi, lalu ke Eropa. Selain
itu, rumput laut juga diekspor ke sejumlah negara ASEAN, yaitu Filipina,
Thailand, dan Vietnam.

Negara-negara tersebut mengolah rumput laut kering asal Indonesia untuk


dijadikan komposisi bahan makanan seperti agar-agar ataupun jenis lainnya.
Rumput laut kering kebanyakan diekstrak menjadi tepung carrageenan sebagai
bahan campuran makanan yang berfungsi untuk pengenyal, pengental, penjernih,
dan pengenyang.

Ia meminta pemerintah menggiatkan dan mengarahkan industri makanan-minuman


Indonesia untuk menggunakan rumput laut sebagai pengganti bahan pengenyal dari
kimia. "Kalau pemerintah mau mengarahkan industri seperti bakso atau otak-otak
tidak lagi pakai pengenyal kimia, maka pasar rumput laut akan lebih besar lagi,"
ujarnya.

Menurut dia, ketidakmampuan industri dalam negeri menyerap rumput laut juga
karena masih banyak yang belum berstandar internasional. Dengan demikian,
produk olahan rumput laut yang diproduksi tak mampu menembus pasar ekspor.

"Kami optimistis pelaku usaha di dalam negeri bisa maju supaya kita jangan hanya
ekspor raw material rumput laut, tapi sudah bentuk olahan. Tapi perlu ada
dorongan dari pemerintah untuk melakukan sinkronisasi industri dengan
pembudidaya," katanya.
Ia mengkritisi pemerintah yang tidak memiliki road map jelas soal pengembangan
rumput laut nasional. Pemerintah dianggap sering kali hanya menetapkan target
produksi rumput laut basah yang tidak bisa diukur dengan pasti. Tidak hanya itu,
beberapa kementerian juga dinilai tidak mampu berkoordinasi sehingga road
map yang dibuat untuk mengembangkan rumput laut berjalan masing-masing.
"Tidak ada strategi pengembangan nasional," katanya.

Memasuki April ini, lanjutnya, harga rumput laut kembali turun di angka Rp 7.000-
8.000 per kilogram karena pasokan melimpah namun permintaan sedikit. Harga
tinggi biasanya terjadi pada periode musim hujan, yang berkisar Rp 10 ribu per
kilogram, karena permintaan tinggi namun pasokan terbatas. "Biasanya permintaan
tinggi pada Januari-Februari karena ada perayaan hari-hari besar, salah satunya
Imlek," ujar dia. Bergantung pada penjemuran matahari.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku terus berupaya menggenjot


sektor hulu rumput laut. Kementerian menargetkan produksi rumput laut basah
sebanyak 10 juta ton atau setara 1 juta ton rumput laut kering pada 2014. Selain
itu, sektor hilir rumput laut juga akan terus dipacu sehingga ekspor produk rumput
laut olahan semakin meningkat. Ekspor produk-produk olahan rumput laut yang
bernilai tambah tinggi adalah dalam bentuk produk alkali treated
cotonii (ATC), semi-refine carrageenan (SRC), dan refine carrageenan (RC).

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, pihaknya


tengah mendorong industrialisasi rumput laut agar dapat menekan ekspor bahan
baku rumput laut serta mengurangi ketergantungan impor carrageenan. "Sebagai
bahan baku industri, rumput laut memiliki lebih dari 500 end product. Apalagi,
permintaan produk olahan komoditas rumput laut sangat dibutuhkan oleh industri,
baik pangan maupun non-pangan," kata Sharif.

KKP telah menggulirkan kebijakan industrialisasi KP dengan menempatkan


rumput laut sebagai komoditas utama bersanding dengan TTC (tuna tongkol
cakalang), udang, bandeng, dan patin. Saat ini, Indonesia memiliki sumber daya
plasma nutfah rumput laut kurang-lebih 555 jenis. Potensi budi daya laut di
Indonesia terbilang cukup besar, termasuk area untuk budi daya rumput laut yang
diperkirakan mencapai 1,1 juta hektare.
Sumber : www.tempo.com

Anda mungkin juga menyukai