Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PEMAHAMAN NILAI-NILAI PANCASILA BUDDHIS

TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH


KEJURUAN DHARMA WIDYA TANGERANG

ARTIKEL SKRIPSI

Oleh:
MELANI METTA DEWI
NIM 0250113010530

SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA


TANGERANG BANTEN
2017
PENGARUH PEMAHAMAN NILAI-NILAI PANCASILA BUDDHIS
TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SMK DHARMA WIDYA
TANGERANG
Oleh
Melani Metta Dewi
melanimettadewi@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena banyaknya kasus kenakalan remaja yang
terjadi di Indonesia yang merupakan masalah utama penyebab rusaknya generasi
bangsa yang akan datang. Salah satu faktor penyebab terjandinya kenakalan remaja
adalah didikan dasar spiritual orangtua terhadap anak yang kurang menyebabkan
seorang anak dapat melakukan kenakalan remaja. Dalam ajaran Buddhis didikan
moralitas yang terkandung dalam pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis
merupakan dasar utama yang harus diberikan terhadap anak sebagai acuan agar anak
dapat berperilaku yang baik sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Sang
Buddha. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis
terhadap kenakalan remaja di SMK Dharma Widya Tangerang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua langkah
purposive sampling dan random sampling. Instrumen penelitian menggunakan
kuesioner dengn skala likert dan diujicobakan di SMK Ariya Metta Tangerang.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Dharma Widya Tangerang, dengan responden
berjumlah 93 siswa. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai probabilitas
0,000 < 0,180, yang artinya H0 diterima hal tersebut menunjukkan tidak ada pengaruh
antara pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja.
Sumbangan (R Squqre) pemahaman nlai-nilai pancasil Buddhis terhadap kenakalan
remaja siswa Dharma Widya Tangerang adalah sebesar 0,017 atau sebesar 0,017%.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunaka SPSS, mendapatkan persamaan
yaitu Y= 92,604 + 0,073X.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja siswa
SMK Dharma Widya. Saran peneliti agar meningkatkan pembelajaran Pendidikan
Agama Buddha khususnya dalam materi pancasila Buddhis, sehingga siswa lebih
mengerti dan paham dalam mempraktikan pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis
dalam kehidupan sehari-hari.
Kata kunci: Pancasila buddhis dan Kenakalan remaja
ABSTRACT

Melani Metta Dewi, 2017. The Influent of Understanding of Buddhis Moral


(pancasila) Values to wards Deviant Acts of Youths at Senior High School of
Dharma Widya Tangerang. State BuddhistCollege of Sriwijaya. Banten.
Supervisor I Puja Subekti, S.Ag., M.Pd.B., M.M., and Supervisor II Kemanya
Karbono, S.Ag., M.Pd.
Keywords: Buddhist pancasila and deviant act of youth
This measurement is couducted due to many cases of deviant acts of youths
happening in Indonesia, which is the main problem of the cause of the decline of the
future’s generations of the country. One of the factors causing the deviant acts of
youths is lacking of the spiritual education of parents to wards their children. In the
Buddhist teaching, moral education depicted in the understanding of Buddhist moral
(pancasila) values is the core that should be imparted to the children as reference so
that the children behave properly in accordance to the teaching of the Buddha. Based
on the, the writer did a research with the purpose of finding if there in influence of the
understanding of Buddhist moral (pancasila) values towards deviant arcts of youths at
Senior High School of Dharma Widya Tangerang.
This research is quantitative research using method of ex post facto. Sampling
method in this research is taken by using two steps, namely purposive sampling and
random sampling. The means of the research uses questions with likert’s scale and
was experimented at the Senior High School of Dharma Widya Tangerang, with
number of respondents amount to 93 student. The result of teasting hypothesis show
thet probability value is 0,00< 0,180, meaning H0 accepted. That means there was no
influence of understansing of Buddhist moral (pancasila) values towards deviant acts
of youths. The contribution (R Square) of understanding of Buddhist moral values
towards deviant acts of youth of Dharma Widya Tangerang is 0,14 or 0,0017%. The
result of the analysis performend using SPSS, resulted in equal value, namely
Y=92,604+0,073X.
Based on the research, can be concluded that there is no influence of understanding of
Buddhist moral (pancasila) values towards deviant acts of youths at the Senior High
School of Dharma Widya. The researcher suggests that it is important to improve the
study of Buddhist teaching emphasizing on Buddhist morality, so taht students can
comprehend and understand in practicing the understanding of Buddhist moral
(pancasila) values in daily life.
Pendahuluan

Menurut Desmita (2008: 189) istilah remaja berasal dari bahasa latin

“adplescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan

menjadi dewasa. Sedangkan menurut bahasa aslinya, remaja sering dikenal dengan

istilah “adolescence”. Menurut Piaget, istilah “adolescence” yang dipergunakan saat

mempunyai arti yang lebih luas mencangkup kematangan mental, emosional, sosial

dan fisik.

Seperti halnya semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa

remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan

sesudahnya. Menurut Hurlock (2015: 207), remaja mempunyai ciri-ciri yaitu masa

remaja sebagai: (a) priode yang penting, (b) periode peralihan, (c) periode perubahan,

(d) usia bermasalah, (e) masa mencari identitas, (f) usia yang menimbulkan kekuatan,

(g) masa yang tidak realistik, dan (h) ambang masa dewasa.

Menurut Hurlock dalam Sofyan S. Willis (2014: 89) kenakalan anak dan

remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau beresiko (moral hazard).

Menurutnya, kerusakan moral bersumber dari: (1) keluarga yang sibuk, keluarga

retak, dan keluarga dengan single parent di mana anak hanya diasuh oleh ibu; (2)

menurunnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak; (3) peranan agama tidak

mampu mengurangi masalah moral.

Masa remaja memiliki jenis-jenis kenakalan remaja yang beraneka ragam

dibagi atas beberapa tahapan. Menurut Jansen (Sarlito Wirawan Sarwono, 2016 :

256), bentuk-bentuk kenakalan remaja dibagi menjadi empat jenis yaitu kenakalan

yang menimbulkan korban fisik, kenakalan yang menimbulkan korban materi,


kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain, dan kenakalan yang

melawan status. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,

merupakan kenakalan yang memberikan dampak negatif pada orang lain seperti :

perkelahian, memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain.

Kenakalan remaja merupakan penyimpangan perilaku yang bersifat sosial dan

pelanggaran terhadap nilai moral dan agama yang secara tidak langsung akan

menimbulkan dampak pada pembentukan citra diri dan potensi yang dimilikinya.

Secara umum ada beberapa faktor penyebab kenakalan remaja menurut Jamal

Ma’mur Asmani (2011: 123) yaitu hilangnya fungsi keluarga dalam mendidik anak-

anaknya, hancurnya lingkungan sosial, gagalnya lembaga pendidikan dalam proses

internalisasi nilai, moral, dan mental siswa, pengaruh negatif dari media cetak atau

elektronik, dan kemiskinan, pengangguran, dan kemerosotan ekonomi. Hilangnya

fungsi keluarga, sebagai lingkungan utama anak mendapat segala macam pendidikan

dasar moral dan etika dari orangtua. Peran keluarga sangat penting dalam mendidik

anak-anaknya, keluarga sebagai sandi utama pendidikan anak. Namun fungsi

keluarga akan hilang bila sudah tidak lagi memperhatikan pendidikan anak, baik dari

sisi moralitas, intelektual, maupun sosialnya.

Kenakalan remaja memiliki berbagai macam bentuk-bentuk kenakalan

menurut Adler dalam Kartini Kartono (2014: 21) bentuk-bentuk kenakalan remaja

antara lain kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu-lintas, dan

membahayakan jiwa diri sendiri serta orang lain. Perilaku ugal-ugalan, brandalan,

urakan yang mengacaukan ketentraman milieu sekitar. Tingkah ini bersumber pada

kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror
lingkungan. Perkelahian antar geng, kelompok, sekolah, suku (tawuran), sehingga

kadang-kadang membawa korban jiwa. Membolos sekolah lalu bergelandangan

sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan

eksperimen bermacam-macam kejahatan dan tindak asusila.

Dalam menghadapi masa remaja, ada beberapa hal yang harus selalu dingat,

yaitu bahwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak (strum und drang) dan bahwa

lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat

(khususnya di kota-kota besar dan daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana

komunikasi dan perhubungan) yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan

anomie). Kondisi internal dan eksternal yang sama-sama bergejolak inilah yang

menyebabkan masa remaja memang lebih rawan daripada tahap-tahap lain dalam

perkembangan jiwa. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2016: 280) untuk

mengurangi gejolak dan memberi kesempatan remaja agar dapat mengembangkan

dirinya secara optimal, usaha yang dilakukan yaitu menciptakan kondisi lingkungan

keluarga yang optimal dan stabil, tidak menyamaratakan dengan saudara-saudara

lainnya, pentingnya pendidikan, dan meningkatkan kemampuan-kemampuan remaja

dalam bidang tertentu menurut Sarlito W. Sarwono (2016: 280).

Dalam agama Buddha “sῑla” berarti “moral, kebajikan atau perbuatan baik”.

Sῑla sendiri dalam ajaran Buddha adalah etika buddhis, petunjuk dan latihan moral

yang membentuk perilaku yang baik. Menurut kosakata bahasa pali “sῑla” dalam

pengertian pandangan yang lebih luas adalah “etika” dan dalam pengertian sempit

ialah “moral” (Tim Penyusun, 2003: 11).


Faedah sῑla banyak disebutkan dalam kotbah-kotbah Sang Buddha, di

antaranya yang paling banyak disebut adalah ketiadaan-penyesalan (avippatisara).

Batin yang bebas dari penyesalan akan mendapatkan ketenangan dan akan mudah

mencapai Samadhi. Dalam Kitab Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta (Maurince

Walse, 2009 : 208), Sang Buddha bersabda kepada Ananda “Ananda sῑla memiliki

tiada penyesalan sebagai tujuan dan buahnya” Sang Buddha bersabda kepada

gharavasa (perumah tangga) tentang faedah dari sila, sebagai berikut: (a) sῑla

menyebabkan seseorang banyak harta dan kekayaan (b) nama dan kemasyuran akan

tersebar luas (c) dia menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan,

karena menyadari bahwa ia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak (d) sewaktu

akan meninggal dunia hatinya tentram, dan (e) akan terlahir dalam alam surgawi.

Kebajikan seseorang tidak terbatas pada penampilan luar saja yang terdiri dari

fisik saja, akan tetapi tergantung dari perilaku (kamma) individu tersebut. Perbuatan

baik dapat diibaratkan seperti tumbuhnya pohon, karena pohon akan tumbuh dengan

baik bila disokong dengan air, udara, pemupukan serta pemeliharaan yang baik.

Demikian juga perbuatan yang dilakukan dengan baik harus didasari dengan faktor

sati, sampajañña, hiri, dan ottapa.

Pancasῑla berasal dari dua kata yaitu panca dan sῑla. Panca berarti lima, sila

berarti sikap, tingkah laku dan praktek moral. Jadi Pancasῑla adalah lima adat

kebiasaan atau praktek moral dalam agama Buddha. Pancasῑla adalah latihan moral

tahap pertama dari seseorang yang akan memasuki kehidupan beragama menurut

agama Buddha. Sῑla bila dilaksanakan dengan baik akan membawa kehidupan dengan
penuh kebahagiaan. Pancasῑla Buddhis digunakan untuk seseorang memasuki

kehidupan beragama Buddha.

Pancasῑla Buddhis apabila dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan

banyak manfaat bagi yang menjalankannya. Menutut Sang Buddha dalam Samyutta

Nikaya, Pancasikkhapada Sutta (Bodhi, 2010: 693) tentang lima aturan latihan yaitu

(1) menghindari menghancurkan kehidupan; (2) mengambil apa yang tidak diberikan;

(3) menghindari melakukan perbuatan seksual yang salah; (4) menghindari

kebohongan; (5) menghindari minuman yang menyebabkan kehilangan kesadaran.

Mereka yang tidak melaksanakan Pancasῑla yang merupakan latihan moral

yang minimal, berarti mereka telah memotong akar kelahirannya sebagai manusia.

Sang Buddha dalam Dhammapada, Mala Vagga 246 (2005: 109) bersabda:

“Siapa saja yang memusnahkan mahkluk hidup, berkata tidak benar di ala mini,
mengambil yang tidak diberikan kepadanya atau pergi bersama istri orang lain (untuk
memuaskan nafsu-indria yang salah) dan memuaskan diri demikian, memotong akar
(kebajikan) dalam dirinya di ala mini.”

Sila disebut manussa-dhamma (dhamma manusia), karena pelaksanaan sila ini

akan mengakibatkan kelahiran di tempat yang berbahagia. Kadar pelaksanaan sila

menentukan apakah ia akan terlahir sebagai dewa, atau manusia yang beruntung

(manussa sombhaggama) atau manusia sengsara (manussa-dobhaggama).

Dari pemaparan mengenai pancasila Buddhis pengetahuan tentang nilai-nilai

lima dasar moralitas yang dimiliki siswa-siswi dalam memahami pengertian dari

pancasila Buddhis, isi dari pancasila Buddhis, manfaat yang diperoleh dari

pelaksanaan pancasila Buddhis, dan mengerti cara-cara melaksanakan pancasila


yang tertuang dalam perbuatan melalui pikiran,ucapan dan tingkah laku dalam

kehidupan sehari-hari.

Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif dengan metode ex post facto

dengan metode kuantitatif, yaitu semua informasi di wujudkan dalam bentuk angka,

mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, penampilan hasilnya

dan analisisnya berdasarkan analisis statistic. Penelitian ini bertujuan

menggambarkan keadaan atau fenomena yang terjadi dilapangan. Penelitian ini

dimaksudkan untuk menguji hipotesis yang telah dilakukan dengan cara mencari

besarnya variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan dari

bulan Mei 2017 sampai dengan Juni 2017 di SMK Dharma Widya Jalan Rawa

Kucing 90 Rt 001/06, Neglasari, Tangerang, Banten, Kode Pos: 15129, Nomor

Telepon: +622155796652. Sekolah Dharma Widya dalam naungan. Yayasan

Pendidikan Dharma Widya Tangerang.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua langkah

purposive sampling dan random sampling. Instrumen penelitian menggunakan

kuesioner dengn skala likert dan diujicobakan di SMK Ariya Metta Tangerang.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Dharma Widya Tangerang, dengan responden

berjumlah 93 siswa. Uji validitas dilakuka dengan menggunakan analisis korelasi

product moment dan karl person, dengan taraf signifikansi 0,05. Nilai yang dibawah

0,05maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid. Uji reliabilitas digunakan untuk

menunjukkan ketetapan angket dengan ketentuan, jika nilai reliabilitasnya kurang


dari 0,6 dikatakan tidak reliabel. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi

sederhana yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang variabel bebas

(independent) atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel terikat

(dependent). Data tersebut dianalisis dengan aplikasi IBM SPSS Statistic Version 24.

Hasil Penelitian dan pembahasan

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan program SPSS versi 24,

didapatkan Hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini diterima ,sedangkan hipotesis

alternatif (H1) ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

pengaruh pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja di

SMK Dharma Widya. Hasil penelitian yang tidak signifikan (Tidak ada pengaruh

variabel pemahaman nilai-nilai Pancasila Buddhis terhadap variabel kenakalan

remaja) berarti bahwa data sample yang dikumpulkan tidak berhasil membuktikan

antara pemahaman nilai-nilai panacasila Buddhis (X) dengan kenakalan remaja (Y).

Menurut Wahyu Wardiso, secara teori ada beberapa faktor yang menyebabkan

hasil uji statistik tidak signifikan, antara lain: faktor Outliers (Kesalahan Data), faktor

alat ukur yang kurang valid dan reliabel, dan faktor jumlah faktor yang terlalu kecil.

(Wahyu Wardiso, Hasil Uji Statistik tidak Signifikan, Mengapa?.

www.widhiarso.staff.ugm.ac.id. Di akses, 9 September 2017).

Faktor pertama adanya Outliers (Kesalahan Entry Data) yang dilakukan oleh

peneliti dalam penelitian yang menjadi penyebab hasil uji statistik tidak signifikan

diyakini tidak menjadi penyebab dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini diyakini

tidak ada kesalahan entry data. Hal tersebut di perkuat dengan adanya audit terhadap

keseluruhan proses penelitian (Termasuk Entry Data) yang dilakukan oleh dosen
pembimbing, sehingga dapat dinyatakan bahwa kesalahan Entry data tidak menjadi

penyebab uji statistik tidak signifikan dalam penelitian ini.

Faktor adanya uji prasyarat analisis yang tidak dipatuhi juga dipastikan tidak

menjadi penyebab dalam penelitian ini. Hal tersebut terbukti dengan dilakukannya uji

prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji linieritas yang telah dijelaskan di atas.

Hasil uji prasyarat menyatakan bahwa data penelitian berdistribusi normal dan

terdapat hubungan yang linier antara variabel (X) dengan variabel (Y). Hal tersebut

menunjukan bahwa penelitian ini telah melakukan prasyarat dan hasilnya memenuhi

apa yang diprasyaratkan.

Faktor tolak ukur yang kurang valid dan reliabel juga dipastikan tidak menjadi

penyebab tidak signifikansinya uji statistik dalam penelitian. Instrumen pemahaman

nilai-nilai pancasila Buddhis dan telah instrumen kenakalan remaja yang digunakan

dalam penelitian ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas mengunakan korelasi

pearson product moment dan koefisien reliabilitas alpha cronbach. Hasil dari

pengujian tersebut menyatakan bahwa instrumen dalam penelitian ini valid dan

reliabel.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa setelah

dilakukan uji statistik memang telah terbukti bahwa tidak ada pengaruh pemahaman

nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja. Faktor yang diperkirakan

menjadi penyebab tidak terbuktinya keterkaitan antara variabel independen

(Pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis) dengan variabel dependent (Kenakalan

remaja) kemungkinan adalah jumlah sample yang digunakan dalam penelitian yang

terlalu kecil yaitu hanya 93 siswa. Hendrayadi menyatakan bahwa adakalanya,


dibutuhkan sample yang besar untuk membuktikan adanya keterkaitan dua variabel,

terutama jika hubungan tersebut kecil. (Hendrayadi, Hipotesis tidak Terdukung,

Mengapa?. https://teorionline.wordpress.com/2012/09/06/hipotesis-tidak-terdukung-

mengapa/comment-page-1/. Diakses, 9 September 2017).

Frekuensi dan persentase pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis dibagi

dalam tiga kriteria tinggi, sedang, dan rendah. Dengan frekuensi dan persentase tinggi

sebesar 16 atau 17,20%, sedang sebesar 66 atau 70,96%, dan rendah sebesar 11 atau

11,82%. Data tersebut menunjukan bahwa hanya 17,20% siswa SMK Dharma Widya

yang memiliki pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis dalam kategori tinggi.

Faktor yang menyebabkan kurangnya pemahaman nilai-nilai pancasila

Buddhis dapat timbul dari beberapa permasalahan antara lain kurangnya perhatian

orang tua, minat pergi ke vihara yang kurang, dan penanaman spiritual dari orangtua

di lingkungan keluarga. Hal terebut didapat dari hasil wawancara terhadap kepala

sekolah.

Selanjutnya dalam variabel kenakalan remaja (Y) kriteria terbagi menjadi tiga,

yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dengan frekuensi dan presentase tinggi sebesar 18

atau 19,35% siswa memiliki kenakalan remaja dalam kategori tinggi, sedang sebesar

63 atau 67,74% siswa memiliki kenakalan remaja dalam kategori sedang, dan siswa

memiliki kategori rendah sebesar 12 atau 12,90%. Data tersebut menunjukan bahwa

sebagian besar siswa SMK Dharma Widya memiliki kenakalan remaja dalam

kategori tinggi. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian semua pihak baik siswa,

orang tua, wali kelas, guru agama, guru-guru, kepala sekolah, dan semua stake holder

terkait untuk berusaha mengubah kondisi tersebut. Jika kondisi tersebut tidak segera
ditangani maka ada kemungkinan kenakalan remaja siswa SMK Dharma Widya akan

semakin meningkat.

Berdasarakan hasil penelitian, banyak faktor yang menyebabkan siswa

melakukan kenakalan remaja. Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Siti Rohisoh

“Pengaruh perhatian orang tua terhadap kenakalan remaja d MTs Walisongo

Sidowangi Kajoran kabupaten Magelang” kesimpulan penelitian tersebut menyatakan

bahwa terdapat pengaruh perhatian orang tua terhadap kenakalan remaja. Oleh

karenanya, orang tua siswa di SMK Dharma Widya harus meningkatkan perhatian

terhadap anak-anak mereka untuk menurunkan tingkat kenakalan reamaja.

Besar sumbangsih pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap

kenakalan remaja yakni sebesar 0,017 atau 0,17% masuk dalam kategori sangat

rendah dilihat dari tabel kriteria koefisien regresi sedangkan sisanya 99,83%

merupakan sumbangan dari faktor lain. Faktor lain ini meliputi hal yang tidak diteliti

dalam penelitian ini yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan

eksternal tidak diteliti karena penelitian ini hanya memiliki fokus pada variabel

pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis.

Nilai kontribusi pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan

remaja yang hanya sebesar 0,17%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemahaman

nilai-nilai pancasila Buddhis tidak berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja

siswa SMK Dharma Widya, mengingat masih banyak faktor lain yang dapat

mendukung meningkatnya kenakalan remaja. Meskipun sumbangan pemahaman

nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja pada siswa SMK Dharma

Widya sangat kecil bukan berarti hak tersebut dapat diabaikan. Semua pihak terutama
orang tua dan guru agama Buddha harus tetap meningkatkan pemahaman nilai-nilai

pancasila Buddhis siswa SMK Dharma Widya sehingga dapat turut membantu

menurunkan tingkat kenakalan siswa.

Berdasarkan tabel 4.12 nilai konstanta sebesar 92,604 artinya jika pemahaman

nilai-nilai pancasila Buddhis (X) memiliki nilai 0 maka tingkat kenakalan remaja (Y)

nilainya positif sebesar 92,604. Koefisien regresi variabel pemahaman nilai-nilai

pancasila Buddhis (X) sebesar 0,073 artinya jika pemahaman nilai pancasila Buddhis

naik 1 maka tingkat kenakalan remaja mengalami peningkatan sebesar 0,073. Hasil

pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0,217 > 0,05, yang artinya

H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat

pengaruh pemahaman nilai-nilai pancasila Buddhis terhadap kenakalan remaja di

SMK Dharma Widya Tangerang.

Faktor lain yang mendukung analisis data sehingga hipotesis dapat diterima

adalah terpenuhinya uji persyaratan analisis. penelitian ini menggunakan dua uji

prasyarat yaitu uji normalitas dan uji linier. Keabsahan data, terpenuhinya uji

prasyarat analisis merupakan faktor pendukung keberhasilan penelitian ini. Pada

penelitian ini keabsahan data dan uji prasyarat telah terpenuhi. Faktor lain yang

mendukung keberhasilan penelitian ini adalah antusias yang baik dari siswa SMK

Dharma Widya kelas XI dalam mengisi angket.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman nilai-nilai pancasila

Buddhis tidak memiliki pengaruh terhadap kenakalan remaja yang terjadi pada siswa

kelas XI di SMK Dharma Widya Tangerang. Kenakalan remaja pada siswa SMK
Dharma Widya lebih di pengaruhi oleh faktor luar seperti kurangnya perhatian orang

tua, pengaruh teman sebaya, dan faktor lingkungan.

Daftar Pustaka

Boddhi. 2010. The Connected Of The Buddha (Samyutta Nikaya II) Volume II.

Oxford: The Pali Text Society

Desmita. 2008, Psikologi perkembangan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Hendrayadi. 9 September 2017. Hipotesis tidak Terdukung, Mengapa?.


https://teorionline.wordpress.com/2012/09/06/hipotesis-tidak-terdukung-
mengapa/comment-page-1/

Hurlock, Elizabeth B. 2015. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kedhidupan. Edisi kelima. Jakarta: ERLANGGA.

Jamal Ma’mur Asmani. 2012. Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah.


Jogjakarta: Buku Biru.

Kartini Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar


Maju.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2016. Psikologi Remaja . Jakata : Raja Gradindo.

Sofyan S. Willis. 2005. Remaja & Masalahnya. Bandung: ALFABETA.

Tim Penyusun. 2003. Materi Kuliah Agama Buddha untuk perguruan Tinggi Agama
Buddha. Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi.

Tim Penerjemah kitab suci agama Buddha. 1992. Sutta Pitaka digha nikaya. Jakarta:
CV. Danau Batur.

__________. 2007. Dhamapada Atthakatha. Jakarta: Perpustakaan Narada.

Wahyu Wardiso. 9 September 2017. Hasil Uji Statistik tidak Signifikan, Mengapa?.

www.widhiarso.staff.ugm.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai