Nim: 0811010001
Kel: 1A
Pati
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan bentuk
penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula dalam
kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata et al., 2006)
Pati resistant
Pati resistan merupakan istilah yang digunakan dalam ilmu gizi dan ilmu pangan
sebagai jenis pati yang tidak tercerna (resistan) dalam saluran sistem pencernaan
manusia.Pati resistan memiliki sifat fisiologis yang unik sehingga sering
direkomendasikan penggunaannya dibandingkan dengan serat yang lainnya. Pati
resistan dapat digunakan untuk meningkatkan serat pangan dengan sedikit perubahan
dari penampakan dan sifat organoleptik pangan (Anonymous,2010).
Pati resisten adalah bagian pati atau hasil degradasi pati yang dapat lolos dari
pencernaan dan absorbsi dalam usus halus manusia dan dapat mencapai usus besar
pada subjek yang sehat. Pati resisten ini pada awalnya merupakan suatu penemuan
sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap perlakuan hidrolisis oleh enzim
α-amilase lengkap dan pullulase secara in vitro (Englyst et al., 1982).
Hal ini berbeda dengan jenis terakhir (RS4) yang dapat diproduksi menggunakan
metode modifikasi secara kimia yang disetujui penggunaannya pada bahan pangan.[1]
Pada saat ini, ingredien pati resistan dari empat jenis golongan tersebut sudah bisa
didapatkan secara komersial.[1]
Berikut adalah penjelasan sifat fisikokimia dari keempat jenis pati resistan :[1]
Pati resistan tipe 1 (RS1). Jenis pati resistan ini memiliki sifat resistan dikarenakan
secara fisik pati terperangkap diantara matriks bahan pangan sehingga menghambat
akses enzim terhadap pati.
Pati resistan tipe 2 (RS2). Jenis pati resistan ini secara alami resistan dikarenakan
granula patinya yang memiliki sifat demikian. RS2 terdapat dalam pangan yang
patinya dimakan secara mentah atau ketika granulanya tidak tergelatinisasi selama
proses pemasakan (contohnya, pati jagung yang tinggi amilosa).
Pati resistan tipe 3 (RS3). Jenis pati resistan ini terjadi ketika pati yang sudah
tergelatinisasi dimasak kembali dan kemudian didinginkan. Hal tersebut dapat terjadi
secara alami saat pemrosesan pangan secara normal (contohnya, kentang yang
dimasak kemudian didinginkan)
Pati resistan tipe 4 (RS4). Jenis pati resistan ini dibentuk melalui penggabungan
ikatan kimia dengan polimer pati sehingga dapat mempengaruhi aksi dari enzim
amilase. Daya penghambatannya tergantung pada jenis dan panjang ikatan. Proses
kimia yang dapat menghambat amilolisis yaitu mencakup dekstrinisasi, esterifikasi,
etherifikasi, oksidasi, serta ikatan silang dengan pereaksi difungsi, dan dapat terlihat
mempengaruhi fungsional pangan, contohnya adalah kelarutan serta toleransi proses.
Karbohidrat yang masuk melalui mulut harus dipecah terlebih dulu menjadi
persenyawaan yang lebih sederhana sebelum dapat melewati dinding usus dan masuk
ke sirkulasi darah. Monosakarida adalah karbohidrat sederhana yang secara normal
bisa melewati dinding usus. Proses pemecahan karbohidrat ini disebut pencernaan
karbohidrat yang dibantu dengan enzim amilase. Dalam mulut, makanan bercampur
dengan amilase yang akan mengubah pati menjadi dekstrin. Umumnya hanya
sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Sebelum makanan bereaksi asam dengan
adanya HCl yang diproduksi asam lambung, pati akan diubah sebisa mungkin menjadi
disakarida (Maryati 2000).
Pada suhu 37oC reaksi ini menimbulkan warna merah bata pada larutan. Hal tersebut
dikarenakan glukosa yang dihidrolisis dari pati akan berikatan dengan pereaksi
benedict membentuk kompleks berwarna merah bata (Poedjadi 1994). Berdasarkan
hasil percobaan, dapat diketahui bahwa suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah
37oC. Suhu optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah 37oC (Ahmad 2000).
Daftar Pustaka
-Anonymous,2010.Pati Resistant.http://id.wikipedia.org/wiki/Pati_resistan
Untuk memudahkan pencernaan enzim, pati harus dimasak terlebih dahulu baik
dengan pemasakan biasa maupun pemasakan bertekanan. Produk yang dihasilkan
digiling dalam mortar dan ditambah asam hidroklorat dingin sampai terbentuk pasta
dengan konsentrasi akhir 4M. Pasta ini didiamkan selama 1jam pada suhu kamar
sebelum dianalisis. Melarytkan 2 – 2,5 gram produk tersebut dalam 100 ml buffer
fosfat pH 6,8 kemudian ditambahkan 15 ml NaCl 0,3 M, 20 mg sodium merthiolate
dan 5 ml larutan pankreatin 4NF (200 mg dalam 50 ml air destilata). Perlakuan ini
menghasilkan larutan substrat sebesar 1 persen.
Setelah 5, 10, 20, 30, 60, 120 menit dari saat dimulainya pencernaan, pipet 25 ml
larytan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan carrez I lalu
dikocok. Kemudian ditambah 5 ml larutan carrez II dan reaksi dihentikan sampai di
sini.
Setelah dinetralkan, campuran dibuat sedikit asam, kemudian diencerkan menjadi 100
ml dengan air destilat dan disaring dengan kertas saring. Ambil 25 ml filtrate yang
mengandung dekstrindan maltose (hasil pencernaan pati), dididihkan sampai 1,5 jam
dengan penambahan 2,85 ml HCL 25 persen di bawah pendingin tegak untuk
menghidrolisis produk antara tersebut menjadi glukosa. Lerutan dinetralkan dan
diencerkan dengan air destilat sampai 50 ml. Sebanyak 5 ml dari larutan ini digunakan
untuk pendugaan glukosa semi makro menggunakan pereaksi Copper dari Luff-
Schoorl. Dengan mengalikan dengan factor 0,9 nilai glukosa tersebut diubah menjadi
jumlah pati. Daya cerna pati ditunjukkan oleh persentase pati yang dihasilkan dalam
analisi ini terhadap jumlah pati sampel awal.