Anda di halaman 1dari 15

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFEKSI CACINGAN PADA

ANAK DI SDN 01 PASIRLANGU CISARUA


Adisti Andaruni1Sari Fatimah1Bangun Simangunsong2
1
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat
2
Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK
Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia
yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan
darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan
tumbuh kembang anak. Sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan ekonomi
yang rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan cacing merupakan
beberapa faktor penyebab tingginya infeksi cacing. Penyakit cacingan di Desa
Pasirlangu, Cisarua merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana pada tahun
2010 terdapat 51 murid di SDN 01 Pasirlangu diantaranya positif cacingan. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab infeksi
cacingan meliputi faktor personal hygiene, diantaranya mencuci tangan, memotong
dan membersihkan kuku, penggunaan alas kaki, dan faktor sanitasi lingkungan,
diantaranya sumber air, pembuangan kotoran manusia, sanitasi makanan. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian
dilakukan secara total sampling dengan sampel sebanyak 51 orang responden yaitu
siswa SDN 01 Pasirlangu yang terinfeksi cacingan. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa angket/kuisioner. Hasil penelitian dianalisis menggunakan
rumus skor-T bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung ke arah kejadian infeksi
cacingan yaitu didapatkan nilai 50,98% untuk faktor personal hygiene, 52,95% untuk
mencuci tangan, 56,90% untuk memotong dan membersihkan kuku, 50,90% untuk
penggunaan alas kaki, 43,14% untuk faktor sanitasi lingkungan, 49,10% untuk
sanitasi sumber air, 49,10% pembuangan kotoran manusia, 56,90% untuk sanitasi
makanan. Oleh karena itu, diharapkan untuk selalu memperbaiki personal hygiene
dan sanitasi lingkungan sehingga dapat mengurangi angka kejadian infeksi cacingan
pada anak.
Kata kunci : Infeksi Cacingan, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan.
ABSTRACT
Helminthes is still one of the health problems in Indonesia can cause a shortage
of nutrients in the form of calories and protein, and blood loss result in decreased
endurance and cause development of the child. Inadequate environmental sanitation
condition, low economic level, suitable climate for worms to grow and develop are
some of factors causing high prevalence of helminthes. In Pasirlangu Cisarua
helminthes still remains as a public health problem, where in 2010 there were 51
helminthes positive cases found among the student in SDN 01 Pasirlangu Cisarua.
This research was required to determine the description of factors cause helminthes
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
1
infection among children include personal hygiene factor, wash hand, cut and clean
fingernail, using footwear, and for environmental sanitation factor, water sanitation,
disposal of human waste, food sanitation.This research used descriptive method. The
sample was conducted by total sampling technique and obtained 51 children in SDN
01 Pasirlangu, Cisarua as the respondent . This research used a questionnaire as the
instrument. Test results using T-scores concluded that there are factors that support
(favorable) to the incidence of helminthes infection. Based on the research results
obtained value of 49.02% for personal hygiene factors, wash hands 47.05%, cut and
clean fingernails 43.10%, using footwear 49.10%, 56.86% for environmental
sanitation factors, water sanitation 50.90%, disposal of human waste 50.90%, food
sanitation 43.10%. Therefore, improve personal hygiene and environmental
sanitation in daily living were expected to reduce the incidence of helminthes among
children.
Keywords: Helminthes, Personal Hygiene, Environmental Sanitation.

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan

masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah

penyakit infeksi cacingan (Rehulina, 2005). Menurut World Health Organization

(WHO) diperkirakan 800 juta-1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-900 juta

terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Prevalensi tertinggi

ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2006).

Salah satu penyakit cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan

melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai

pada anak sekolah dasar dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah

(Depkes, 2004). Dari semua kasus penyakit cacingan, cacing gelang (ascaris

lumbricoides) sekitar (25-35%) dan cacing cambuk (trichuris trichiura) sekitar (65-

75%) (Rehulina, 2005).

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
2
Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2005 angka

prevalensi infeksi cacingan di Jawa barat masih tergolong tinggi yaitu antara 40%-

60% (Depkes, 2005). Di Kabupaten Bandung Barat telah dilakukan survey cepat

oleh petugas diare dan petugas laboratorium dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Bandung terhadap infeksi cacingan dilakukan terakhir tahun 2003. Dari 23

puskesmas, terjadi di wilayah puskesmas Jayagiri dengan total prevalensi 100%,

Rancaekek dengan total 78,57%, dan Bojongsoang dengan total prevalensi 78,57%.

Pada tahun 2010 tepatnya di SDN 01 Pasirlangu telah dilakukan pemeriksaan feses

bahwa dari 114 anak yang diperiksa terdapat 53 siswa yang positif cacingan.

Prevalensi tertinggi ditemukan pada anak usia sekolah dasar kelas 2, 3, dan 4.

Anak usia sekolah memiliki tugas perkembangan diantaranya membangun

sikap yang sehat pada diri sendiri, belajar menyesuaikan diri, dan mengembangkan

sikap terhadap lingkungan sosial menurut Havighust (Hurlock, 2008). Cacingan

mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi), dan

metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi cacingan dapat menimbulkan

kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat

menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.

Khusus anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk pada pada

kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah (Manalu, 2006).

Sehubungan dengan tingginya angka pervalensi infeksi cacingan ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu pada derah iklim tropik, yang merupakan

tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, prilaku yang kurang sehat seperti buang
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
3
air besar di sembarang tempat, bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial

ekonomi, umur, jenis kelamin, mencuci tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan

perilaku individu, sanitasi makanan dan sanitasi sumber air (Rampengan, 2007)

(Dainur, 1995). Berdasarkan keterangan petugas Puskesmas Pasirlangu dapat

diketahui bahwa pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan belum masuk

program Puskesmas tersebut. Pihak Puskesmas belum mendapat perintah dari Dinas

Kesehatan untuk memberikan obat cacing.

Berdasarkan data yang dimiliki petugas UKS di SDN 01 Pasirlangu sampai saat

ini bahwa terdapat 51 orang anak yang diketahui mempunyai riwayat penyakit infeksi

cacingan. Dari hasil wawancara dengan anak, 13 dari 15 menyatakan mereka hanya

mencuci tangan sebelum dan sesudah makan bila ingat saja, 11 orang dari mereka

sering main di tanah tanpa menggunakan sandal, 13 orang memotong kuku jika sudah

kotor, 10 orang dari mereka pun tidak mengetahui cara penularan dan pencegahan

cacingan.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Gambaran faktor-faktor penyebab infeksi cacingan pada anak di SDN 01

Pasirlangu, Cisarua”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-

faktor penyebab infeksi cacingan pada anak di SDN 01 Pasirlangu Cisarua.

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
4
Dalam penelitian ini, subjek yang dijadikan sebagai populasi adalah 51 anak

yang mempunyai riwayat penyakit infeksi cacingan di SD Negeri 01 Pasirlangu,

Cisarua. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan total sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

kuesioner / angket (daftar penyataan) sebagai instrumen penelitian yang dibuat

sendiri oleh peneliti berdasarkan teori.

Setelah seluruh data dikumpulkan selanjutnya data ditabulasi untuk mendapatkan

skor dari jawaban responden berdasarkan item pertanyaan menggunakan skala Likert.

Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan dengan menggunakan rumus skor T :


x x
T 50 10 (Azwar, 2011)
Keterangan : SD

x : Skor responden yang akan dirubah menjadi skor-T

x : Mean skor dalam kelompok

SD : Standar deviasi skor dalam kelompok

Selanjutnya dilakukan penentuan skor dengan kriteria:

1) Skor T≥50, maka faktor-faktor tersebut dikategorikan tidak mendukung

terjadinya infeksi cacingan pada anak (unfavorable).

2) Skor T<50, maka faktor-faktor tersebut dikategorikan mendukung terhadap

terjadinya infeksi cacingan pada anak (favorable).

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
5
Setelah data tersebut ditabulasikan, kemudian dihitung persentasenya dengan

menggunakan analisis persentase distribusi frekuensi. Analisis presentase ini


f
P 100%
menggunakan rumus : n (Stevens, 2005)

Keterangan:

P = Persentase responden

f = Jumlah responden yang termasuk dalam kriteria

n = Jumlah seluruh responden

Berdasarkan nilai dari persentase di atas maka dapat diinterpretasikan hasil

untuk variabel, yaitu :

0% : tidak seorangpun dari responden

1 – 19 % : sangat sedikit responden

20 – 39 % : sebagian kecil dari responden

40 – 59 % : sebagian responden

60 – 79 % : sebagian besar dari responden

80 – 99 % : hampir seluruh responden

100 % : seluruh responden (Al Rasyid, 1994)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian mengenai gambaran faktor-faktor penyebab infeksi cacingan

pada anak yang meliputi personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Adapun hasil

penelitian didapatkan seperti pada tabel berikut:

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
6
Tabel 1 Tabel Distribusi Frekuensi Faktor-faktor Penyebab Infeksi Cacingan, Tahun
2012 (n=51).

Faktor-faktor Infeksi Cacingan


Penyebab Infeksi
Cacingan F Mendukung F Tidak Mendukung
(Favorable) (Unfavorable)
% %
Personal Hygiene 26 50,98 % 25 49,02 %
Sanitasi Lingkungan 22 43,14 % 29 56,86 %

Tabel 2 Tabel Distribusi Frekuensi Faktor Personal Hygiene Penyebab Infeksi


Cacingan, Tahun 2012 (n=51).

Faktor Infeksi Cacingan


Personal Hygiene F Mendukung F Tidak Mendukung
(Favorable) (Unfavorable)
% %
Mencuci Tangan 27 52,95 % 24 47,05 %

Memotong dan 29 56,90 % 22 43,10 %


Membersihkan Kuku
Penggunaan Alas 26 50,90 % 25 49,10 %
Kaki

Tabel 3 Tabel Distribusi Frekuensi Faktor Sanitasi Lingkungan Penyebab Infeksi


Cacingan, Tahun 2012 (n=51).

Faktor Infeksi Cacingan


Sanitasi Lingkungan F Mendukung F Tidak Mendukung
(Favorable) (Unfavorable)
% %
Sanitasi Sumber Air 25 49,10 % 26 50,90 %

Pembuangan Kotoran 25 49,10 % 26 50,90 %


Manusia
Sanitasi Makanan 29 56,90 % 22 43,10 %

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
7
Pada tabel 1. Dapat diketahui bahwa terdapat sebagian dari responden yang

masuk dalam kategori mendukung (favorable) terhadap kejadian infeksi cacingan,

akan tetapi gambaran dari kedua faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor

personal hygiene yaitu sebanyak hampir sebagian dari responden (50,98%).

Pada tabel 2. Dapat diketahui bahwa terdapat sebagian dari responden yang

masuk dalam kategori mendukung (favorable) terhadap kejadian infeksi cacingan,

akan tetapi gambaran dari ketiga faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor

memotong dan membersihkan kuku yaitu sebanyak hampir sebagian dari responden

(56,90 %).

Pada tabel 3. Dapat diketahui bahwa terdapat sebagian dari responden yang

masuk dalam kategori mendukung (favorable) terhadap kejadian infeksi cacingan,

akan tetapi gambaran dari ketiga faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor

sanitasi makanan yaitu sebanyak hampir sebagian dari responden (56,90%).

Pada faktor personal hygiene dari hasil penelitian didapatkan data yang

mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (50,98%). Dari

responden yang kebiasaan Personal hygienenya mendukung ke arah kejadian infeksi

cacingan ditunjukkan dalam pengisian angket dengan masih banyaknya responden

yang kadang-kadang melakukan personal hygiene yang baik dalam kehidupan sehari-

harinya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sajimin, 2000) mengenai penyebaran

penyakit cacingan yang paling banyak ditemukan di daerah yang dengan kelembaban

tinggi yaitu pada kelompok yang personal hygienenya kurang baik.

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
8
Dari faktor personal hygiene yang diteliti ternyata yang paling menonjol adalah

faktor memotong dan membersihkan kuku yaitu sebanyak (56,90%). Hal tersebut

ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket yang didapatkan masih

adanya responden yang menjawab kadang kadang memotong kukunya jika sudah

kotor saja bahkan masih ada responden yang suka mengigit-gigit kukunya. Sesuai

dengan pernyataan (Onggowaluyo, 2001). Bahwa penularan infeksi cacingan ini bisa

saja melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip telur cacing

dan nantinya bisa tertelan ketika makan.

Selanjutnya adalah faktor mencuci tangan. Dalam penelitian ini yang

mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan itu sebanyak 52,95%. Hal ini

ditunjukan pada pengisian angket masih banyak yang kadang-kadang bahkan tidak

pernah melakukan cuci tangan dalam kehidupan sehari-harinya. Padahal hal itu dapat

menyebabkan infeksi cacingan pada anak. Hal itu terjadi apabila anak tidak mencuci

tangan dengan baik maka tangan yang kotor atau yang terkontaminasi dapat

memindahkan bibit penyakit ke dalam tubuh (Purwanijayanti, 2006).

Ada juga penularan cacingan yaitu, penggunaan alas kaki. Berdasarkan hasil

penelitian untuk faktor penggunaan alas kaki didapatkan data yang mendukung

terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (59,90%). Hal tersebut ditunjukan

dengan jawaban dari hasil pengisisan angket yang didapatkan ada yang tidak

mengggunakan alas kakinya saat bermain di luar rumah. (Depkes, 2006) dan Nelson

(1992) Menyatakan bahwa penularan cacingan melalui tanah pun sebetulnya bisa saja

terjadi karena cacing yang hidupnya didalam tanah dapat menembus kulit dan akan
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
9
mengikuti aliran darah dan bisa masuk ke paru-paru serta ke dalam usus dan akan

menjadi cacing dewasa. Cacing yang ada di dalam tanah tersebut disebabkan karena

kebiasaan pembuangan tinja yang sembarangan. Hal ini dapat menyebabkan

terkontaminasinya lingkungan seperti tanah, oleh telur cacing dari tinja. Sehingga

orang yang pernah terinfeksi akan terinfeksi lagi atau dapat menginfeksi orang lain

(Rudolph, 2006).

Berkaitan dengan hal diatas ternyata faktor sanitasi lingkungan pun mempunyai

peranan dalam hal penularan infeksi cacingan. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk

faktor sanitasi lingkungan didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi

cacingan yaitu sebanyak (43,14%). Sanitasi Lingkungan ditunjukkan dengan

banyaknya responden yang memiliki kebiasaan kadang-kadang dan bahkan tidak

pernah melakukan sanitasi lingkungan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Sajimin, 2000) mengenai penyebaran penyakit cacingan yang paling banyak

ditemukan di daerah yang dengan kelembaban tinggi yaitu pada kelompok yang

sanitasi lingkungannya kurang baik. Dari faktor sanitasi lingkungan yang diteliti

ternyata yang paling menonjol adalah faktor sanitasi makanan yaitu sebanyak

(56,90%).

Faktor sanitasi makanan yang dapat menyebabkan kejadian infeksi cacingan

Berdasarkan penelitian didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi

cacingan yaitu hampir sebagian dari responden. Hal tersebut ditunjukan dengan

jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab selalu

mengkonsumsi makanan mentah atau setengah matang seperti lalapan. Hal ini sesuai
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
10
dengan pernyataan (Entjang, 2003) Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-

hari yang dapat menyebabkan penularan infeksi cacingan misalnya, mengkonsumsi

makanan secara mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta

penyajian makanan yang dibeli pun harus memenuhi syarat sanitasi yaitu bebas dari

kontaminasi (Chandra, 2007). Oleh sebab itu untuk mencegah penularan cacingan

maka sebaiknya mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah terutama yang

menggunakan tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2003).

Ada juga faktor lain yaitu faktor sanitasi sumber air. Pada penelitian ini

didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak

(49,10%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket

disapatkan masih adanya responden yang menjawab menggunakan air sumur dalam

kehidupan sehari-harinya, Sesuai dengan kenyataan di desa pasirlangu tersebut,

bahwa adanya responden yang membuang tinjanya disembarang tempat. Maka hal

tersebut dapat menyebabkan penularan infeksi cacing melalui tanah (Notoatmojo,

2003).

Oleh sebab itu air sumur yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari

terutama air yang untuk dikonsumsi harus terbebas bakteri, dan air yang tersedia

memenuhi syarat fisik yaitu, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau (Depkes

2001). Sehingga untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi cacingan dan untuk

menjaga air tetap sehat maka air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari

haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi (Notoatmojo,2003).

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
11
Selain itu pembuangan kotoran manusia pun dapat menyebabkan infeksi

cacingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data yang mendukung terhadap

kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10 %). Hal tersebut ditunjukan dengan

jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab dalam

kehidupan sehari-harinya kadang-kadang menyiram atau membersihkan tinjanya

setelah buang air besar bahkan ada yang sering membuang tinjanya disembarang

tempat.

Dalam hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmojo, 2003) Bahwa jamban

merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat penting, karena banyak

sekali penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia. Orang yang terinfeksi

cacingan merupakan sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena jika mereka

berdefekasi sembarangan dapat mengembang biakan telur dan dapat hidup dalam

waktu yang lama (Onggowaluyo, 2001). Dari semua faktor yang telah di paparkan,

jika dibiarkan begitu saja akan menyebabkan kekurangan gizi berupa kalori dan

protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan

dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. (Manalu, 2006).

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak di SDN 01 Pasirlangu,

dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor penyebab infeksi cacingan.

1. Personal hygiene meliputi mencuci tangan, memotong dan membersihkan kuku,

penggunaan alas kaki yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian

ini faktor memotong dan membersihkan kukulah yang paling mendukung ke arah
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
12
kejadian infeksi cacingan. Bahwa penularan infeksi cacingan bisa saja melalui

kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip telur cacing dan bisa

tertelan ketika makan.

2. Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi sumber air, pembuangan kotoran manusia,

dan sanitasi makanan yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian

ini faktor sanitasi makanan yang mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan.

Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan

penularan infeksi cacingan misalnya, dengan mengkonsumsi makanan secara

mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta penyajian

makanan harus bebas dari kontaminasi.

SARAN

Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada:

1. Bagi Dinas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang

mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan pada anak, maka diharapkan dinas

kesehatan setempat dapat mengadakan program penanggulangan kejadian infeksi

cacingan.

2. Bagi Sekolah

Pihak sekolah disarankan untuk lebih memperhatikan keadaan siswa-siswi di

sekolah tersebut, salah satunya dengan menggalakkan Unit Kesehatan Sekolah yang

telah ada untuk mengadakan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tersebut

dapat dilakukan bekerja sama dengan Puskesmas yang menaungi UKS tersebut.
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
13
3. Bagi Perawat Komunitas

Diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat memberikan pendidikan

kesehatan mengenai cara untuk mencegah terjadinya infeksi cacingan dan

memberikan contoh perilaku menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan ada

penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi

kejadian infeksi cacingan pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, H. 1994. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala Program


Pascasarjana. Bandung : Universitas Padjadjaran.

Azwar, S. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi II.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.

Dainur. 1995. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya


Medika.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Available at :
http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 29 Januari 2012).

.2004. Pedoman Umum Program Nasional


Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta. Available at :
http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 25 Januari 2012).

Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2005. Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2005. Jawa
Barat.

Direktorat Penanggulangan dan Pencegahan Diare, Cacingan dan ISPL, Departemen


Kesehatan. 2006. Cacingan Turunkan Kualitas Hidup, Akibatkan Kebodohan
dan Anemia. Available at : http://rafflesia.wwf.or.id (diakses 27 September
2011 ).
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
14
Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Gandahusada. 2003. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke II. Jakarta FKUI.

Hurlock, E. B. 2008. Psikologi Perkembangan. Edisi 5. Jakarta : Erlangga.

Manalu SM, Biran S.I. 2006. Infeksi Cacing Tambang. Cermin Dunia Kedokteran
Vol.19 No.4, Oktober- Desember 2006.

Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Penerjemah Moelia Radja Siregar.
Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Onggowaluyo, J. S. 2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi. Jakarta: EGC.

Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam


Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Rehulina. 2005. Infeksi Parasit Cacingan. Available at : http://pdpersi.co.id (diakses


27 September 2011).

Rudolph. 2006. Buku Ajar Pediatri. Penerjemah Wahab. S, Prasetyo.A, Sugiarto.


Edisi 20 Volume 1. Jakarta: EGC.

Sadjimin, T. 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada siswa


Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah.
Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol 4, hal 1-26.

Stevens, P. dan Schade, A. 2006. Pengantar Riset : Pendekatan Ilmiah Untuk Profesi
Kesehatan. Penerjemah Palupi Widyastuti. Jakarta : EGC.

WHO. 2006. Soil Transmitted Helminths. Available at :


http://www.who.int/intestinal_worms/en/ (diakses 28 September 2011 ).

Adisti Andaruni, S.Kep


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
15

Anda mungkin juga menyukai