ABSTRAK
Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia
yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan
darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan
tumbuh kembang anak. Sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan ekonomi
yang rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan cacing merupakan
beberapa faktor penyebab tingginya infeksi cacing. Penyakit cacingan di Desa
Pasirlangu, Cisarua merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana pada tahun
2010 terdapat 51 murid di SDN 01 Pasirlangu diantaranya positif cacingan. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab infeksi
cacingan meliputi faktor personal hygiene, diantaranya mencuci tangan, memotong
dan membersihkan kuku, penggunaan alas kaki, dan faktor sanitasi lingkungan,
diantaranya sumber air, pembuangan kotoran manusia, sanitasi makanan. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian
dilakukan secara total sampling dengan sampel sebanyak 51 orang responden yaitu
siswa SDN 01 Pasirlangu yang terinfeksi cacingan. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa angket/kuisioner. Hasil penelitian dianalisis menggunakan
rumus skor-T bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung ke arah kejadian infeksi
cacingan yaitu didapatkan nilai 50,98% untuk faktor personal hygiene, 52,95% untuk
mencuci tangan, 56,90% untuk memotong dan membersihkan kuku, 50,90% untuk
penggunaan alas kaki, 43,14% untuk faktor sanitasi lingkungan, 49,10% untuk
sanitasi sumber air, 49,10% pembuangan kotoran manusia, 56,90% untuk sanitasi
makanan. Oleh karena itu, diharapkan untuk selalu memperbaiki personal hygiene
dan sanitasi lingkungan sehingga dapat mengurangi angka kejadian infeksi cacingan
pada anak.
Kata kunci : Infeksi Cacingan, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan.
ABSTRACT
Helminthes is still one of the health problems in Indonesia can cause a shortage
of nutrients in the form of calories and protein, and blood loss result in decreased
endurance and cause development of the child. Inadequate environmental sanitation
condition, low economic level, suitable climate for worms to grow and develop are
some of factors causing high prevalence of helminthes. In Pasirlangu Cisarua
helminthes still remains as a public health problem, where in 2010 there were 51
helminthes positive cases found among the student in SDN 01 Pasirlangu Cisarua.
This research was required to determine the description of factors cause helminthes
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
1
infection among children include personal hygiene factor, wash hand, cut and clean
fingernail, using footwear, and for environmental sanitation factor, water sanitation,
disposal of human waste, food sanitation.This research used descriptive method. The
sample was conducted by total sampling technique and obtained 51 children in SDN
01 Pasirlangu, Cisarua as the respondent . This research used a questionnaire as the
instrument. Test results using T-scores concluded that there are factors that support
(favorable) to the incidence of helminthes infection. Based on the research results
obtained value of 49.02% for personal hygiene factors, wash hands 47.05%, cut and
clean fingernails 43.10%, using footwear 49.10%, 56.86% for environmental
sanitation factors, water sanitation 50.90%, disposal of human waste 50.90%, food
sanitation 43.10%. Therefore, improve personal hygiene and environmental
sanitation in daily living were expected to reduce the incidence of helminthes among
children.
Keywords: Helminthes, Personal Hygiene, Environmental Sanitation.
PENDAHULUAN
masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah
(WHO) diperkirakan 800 juta-1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-900 juta
Salah satu penyakit cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan
melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai
pada anak sekolah dasar dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah
(Depkes, 2004). Dari semua kasus penyakit cacingan, cacing gelang (ascaris
lumbricoides) sekitar (25-35%) dan cacing cambuk (trichuris trichiura) sekitar (65-
prevalensi infeksi cacingan di Jawa barat masih tergolong tinggi yaitu antara 40%-
60% (Depkes, 2005). Di Kabupaten Bandung Barat telah dilakukan survey cepat
oleh petugas diare dan petugas laboratorium dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Rancaekek dengan total 78,57%, dan Bojongsoang dengan total prevalensi 78,57%.
Pada tahun 2010 tepatnya di SDN 01 Pasirlangu telah dilakukan pemeriksaan feses
bahwa dari 114 anak yang diperiksa terdapat 53 siswa yang positif cacingan.
Prevalensi tertinggi ditemukan pada anak usia sekolah dasar kelas 2, 3, dan 4.
sikap yang sehat pada diri sendiri, belajar menyesuaikan diri, dan mengembangkan
kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat
menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.
Khusus anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk pada pada
faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu pada derah iklim tropik, yang merupakan
tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, prilaku yang kurang sehat seperti buang
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
3
air besar di sembarang tempat, bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial
ekonomi, umur, jenis kelamin, mencuci tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan
perilaku individu, sanitasi makanan dan sanitasi sumber air (Rampengan, 2007)
program Puskesmas tersebut. Pihak Puskesmas belum mendapat perintah dari Dinas
Berdasarkan data yang dimiliki petugas UKS di SDN 01 Pasirlangu sampai saat
ini bahwa terdapat 51 orang anak yang diketahui mempunyai riwayat penyakit infeksi
cacingan. Dari hasil wawancara dengan anak, 13 dari 15 menyatakan mereka hanya
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan bila ingat saja, 11 orang dari mereka
sering main di tanah tanpa menggunakan sandal, 13 orang memotong kuku jika sudah
kotor, 10 orang dari mereka pun tidak mengetahui cara penularan dan pencegahan
cacingan.
Pasirlangu, Cisarua”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
menggunakan total sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
skor dari jawaban responden berdasarkan item pertanyaan menggunakan skala Likert.
Keterangan:
P = Persentase responden
40 – 59 % : sebagian responden
pada anak yang meliputi personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Adapun hasil
akan tetapi gambaran dari kedua faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor
Pada tabel 2. Dapat diketahui bahwa terdapat sebagian dari responden yang
akan tetapi gambaran dari ketiga faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor
memotong dan membersihkan kuku yaitu sebanyak hampir sebagian dari responden
(56,90 %).
Pada tabel 3. Dapat diketahui bahwa terdapat sebagian dari responden yang
akan tetapi gambaran dari ketiga faktor diatas yang paling menonjol adalah faktor
Pada faktor personal hygiene dari hasil penelitian didapatkan data yang
yang kadang-kadang melakukan personal hygiene yang baik dalam kehidupan sehari-
harinya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sajimin, 2000) mengenai penyebaran
penyakit cacingan yang paling banyak ditemukan di daerah yang dengan kelembaban
faktor memotong dan membersihkan kuku yaitu sebanyak (56,90%). Hal tersebut
ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket yang didapatkan masih
adanya responden yang menjawab kadang kadang memotong kukunya jika sudah
kotor saja bahkan masih ada responden yang suka mengigit-gigit kukunya. Sesuai
dengan pernyataan (Onggowaluyo, 2001). Bahwa penularan infeksi cacingan ini bisa
saja melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip telur cacing
mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan itu sebanyak 52,95%. Hal ini
ditunjukan pada pengisian angket masih banyak yang kadang-kadang bahkan tidak
pernah melakukan cuci tangan dalam kehidupan sehari-harinya. Padahal hal itu dapat
menyebabkan infeksi cacingan pada anak. Hal itu terjadi apabila anak tidak mencuci
tangan dengan baik maka tangan yang kotor atau yang terkontaminasi dapat
Ada juga penularan cacingan yaitu, penggunaan alas kaki. Berdasarkan hasil
penelitian untuk faktor penggunaan alas kaki didapatkan data yang mendukung
terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (59,90%). Hal tersebut ditunjukan
dengan jawaban dari hasil pengisisan angket yang didapatkan ada yang tidak
mengggunakan alas kakinya saat bermain di luar rumah. (Depkes, 2006) dan Nelson
(1992) Menyatakan bahwa penularan cacingan melalui tanah pun sebetulnya bisa saja
terjadi karena cacing yang hidupnya didalam tanah dapat menembus kulit dan akan
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
9
mengikuti aliran darah dan bisa masuk ke paru-paru serta ke dalam usus dan akan
menjadi cacing dewasa. Cacing yang ada di dalam tanah tersebut disebabkan karena
terkontaminasinya lingkungan seperti tanah, oleh telur cacing dari tinja. Sehingga
orang yang pernah terinfeksi akan terinfeksi lagi atau dapat menginfeksi orang lain
(Rudolph, 2006).
Berkaitan dengan hal diatas ternyata faktor sanitasi lingkungan pun mempunyai
peranan dalam hal penularan infeksi cacingan. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk
faktor sanitasi lingkungan didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi
pernah melakukan sanitasi lingkungan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
ditemukan di daerah yang dengan kelembaban tinggi yaitu pada kelompok yang
sanitasi lingkungannya kurang baik. Dari faktor sanitasi lingkungan yang diteliti
ternyata yang paling menonjol adalah faktor sanitasi makanan yaitu sebanyak
(56,90%).
cacingan yaitu hampir sebagian dari responden. Hal tersebut ditunjukan dengan
jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab selalu
mengkonsumsi makanan mentah atau setengah matang seperti lalapan. Hal ini sesuai
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
10
dengan pernyataan (Entjang, 2003) Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-
makanan secara mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta
penyajian makanan yang dibeli pun harus memenuhi syarat sanitasi yaitu bebas dari
kontaminasi (Chandra, 2007). Oleh sebab itu untuk mencegah penularan cacingan
maka sebaiknya mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah terutama yang
Ada juga faktor lain yaitu faktor sanitasi sumber air. Pada penelitian ini
didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak
(49,10%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket
disapatkan masih adanya responden yang menjawab menggunakan air sumur dalam
bahwa adanya responden yang membuang tinjanya disembarang tempat. Maka hal
2003).
Oleh sebab itu air sumur yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari
terutama air yang untuk dikonsumsi harus terbebas bakteri, dan air yang tersedia
memenuhi syarat fisik yaitu, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau (Depkes
2001). Sehingga untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi cacingan dan untuk
menjaga air tetap sehat maka air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10 %). Hal tersebut ditunjukan dengan
jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab dalam
setelah buang air besar bahkan ada yang sering membuang tinjanya disembarang
tempat.
Dalam hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmojo, 2003) Bahwa jamban
merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat penting, karena banyak
sekali penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia. Orang yang terinfeksi
cacingan merupakan sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena jika mereka
berdefekasi sembarangan dapat mengembang biakan telur dan dapat hidup dalam
waktu yang lama (Onggowaluyo, 2001). Dari semua faktor yang telah di paparkan,
jika dibiarkan begitu saja akan menyebabkan kekurangan gizi berupa kalori dan
protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak di SDN 01 Pasirlangu,
penggunaan alas kaki yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian
ini faktor memotong dan membersihkan kukulah yang paling mendukung ke arah
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
12
kejadian infeksi cacingan. Bahwa penularan infeksi cacingan bisa saja melalui
kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip telur cacing dan bisa
dan sanitasi makanan yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian
ini faktor sanitasi makanan yang mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan.
mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta penyajian
SARAN
Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada:
mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan pada anak, maka diharapkan dinas
cacingan.
2. Bagi Sekolah
sekolah tersebut, salah satunya dengan menggalakkan Unit Kesehatan Sekolah yang
dapat dilakukan bekerja sama dengan Puskesmas yang menaungi UKS tersebut.
Adisti Andaruni, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-Sumedang)
Email : adisti.andaruni@yahoo.com
13
3. Bagi Perawat Komunitas
Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan ada
penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi II.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2005. Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2005. Jawa
Barat.
Manalu SM, Biran S.I. 2006. Infeksi Cacing Tambang. Cermin Dunia Kedokteran
Vol.19 No.4, Oktober- Desember 2006.
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Penerjemah Moelia Radja Siregar.
Jakarta : EGC.
Stevens, P. dan Schade, A. 2006. Pengantar Riset : Pendekatan Ilmiah Untuk Profesi
Kesehatan. Penerjemah Palupi Widyastuti. Jakarta : EGC.