Anda di halaman 1dari 22

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang tumbuh subur di


wilayah Indonesia. Tanaman kakao terdiri dari dua jenis, yaitu jenis lindak
(forastero) dan jenis mulia (criollo). Dari segi buah kakaonya sendiri terdiri dari 4
bagian, yaitu kulit kakao, pulpa, biji kakao, dan daging buah kakao. Biji kakao dapat
dilanjutkan pada proses pengolahan, pengolahan biji kakao yang adalah produk
pangan yang berupa coklat. Kakao juga merupakan sumber gizi yang dibutuhkan
manusia karena kakao banyak mengandung lemak nabati disamping zat gizi
lainnya.
Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar dikelola oleh rakyat yang
masih mengolah biji kering kakao dengan cara yang sederhana. biasanya rakyat
tidak melakukan fermentasi pada saat pengolahan biji kakao atau menggunakan
fermentasi sederhana dengan menggnakan daun pisang. Selain itu, kakao rakyat
biasanya berbau asap abnormal atau bau asing lainnya karena biasanya diletakkan
pada kondisi dan tempat yang tidak sesuai dengan standar. -ahkan tak jarang
bijikakao berjamur,sehingga banyak biji kakao rakyat yang kualitasnya masih
rendah.

Penanganan pasca panen kakao sangat berpengaruh terhadap mutu biji kakao
yang akan dihasilkan. Hal utama yang harus diperhatikan pada penanganan pasca
panen kakao adalah proses fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan pada biji
kakao sangat berpengaruh terhadap mutu biji kakao. Persyaratan mutu biji kakao
Indonesia sudah tercantum dalam SNI (Standar Nasional Indonesia). Oleh karena
itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui standar mutu biji kakao yang baik
dengan harapan nantinya dapat mengoptimalkan nilai ekonomis kakao.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan mutu biji kakao
berdasarkan SNI 2323-2008
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao dan Jenisnya


Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian
hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh.
Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit
menghasilkan biji (Spillane, 1995).
Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22
jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai
iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua
menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).
Taksonomi tanaman kakao menurut Poedjiwidodo (1996), adalah sebagai
berikut.
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao. L.

Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta, pulp,
dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi (Bintoro, 1977).
Kakao dibagi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forestero, dan Trinitario.
Sifat kakao Criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah
daripada Forestero, relatif gampang terserang hama dan penyakit, permukaan kulit
buah Criollo kasar, berbenjol dan alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga
mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada Forestero tetapi
ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama
fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe Forestero. Berdasarkan tata
niaga,kakao Criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara
itu kakao Forestero termasuk kelompok kakao lindak (bulk). Kelompok kakao
Trinitario merupakan hibrida Criollo dengan Forestero. Sifat morfologi dan
fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Wood, 1975
dalam Prawoto dan Sulistyowati. 2001).
Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan Menurut Sunanto (1992),
adalah jenis:
1. Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan), yang menghasilkan
biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour
cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Criollo memiliki ciri – ciri sebagai
berikut:
a. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah dan tunas
– tunas muda umumnya berbulu.
b. Masa berbuah lambat.
c. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit.
d. Kulit buah tipis dan mudah diiris.
e. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang – seling, dimana 5 alur agak dalam
dan 5 alur agak dangkal.
f. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok dan tidak
memiliki bottle neck.
g. Tiap buah berisi 30 – 40 biji yang bentuknya agak bulat sampai bulat.
h. Endospermnya berwarna putih.
i. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit.
j. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi
orange.
2. Forastero, yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal
sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis terdiri dari forastero amazona
dan trinitario. Tipe forasteromemiliki ciri – ciri sebagai berikut :
a. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi.
b. Masa berbuah lebih awal
c. Umumnya diperbanyak dengan semain hibrida.
d. Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
e. Kuat buah agak keras tetapi permukaanya halus.
f. Alur – alur pada kulit buah agak dalam.
g. Ada yang memiliki bottle neckdan ada pula yang tidak memiliki.
h. Endospermnya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng.
i. Proses fermentaasinya lebih lama.
j. Rasa biji lebih pahit.
k. Kulit buah berwarna hijau terutama yang berasal dari Amazona dan
merah yang berasal dari daerah lain.

2.2 Karakteristik Biji Kakao


Karakteristik fisik biji kakao banyak diperhatikan terutama karena
berpengaruh terhadap hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya
adalah kadar air, berat biji, dan kadar kulit. Sifat-sifat fisik tersebut satu sama
lain saling berkaitan dan dapat ditentukan dengan mudah (Wahyudi, 2008).
Kadar air merupakan sifat phisik yang sangat penting dan sangat
diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil
(yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan
terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai
kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga.
Keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan
kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses
berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih
tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama,
sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh
(Hasbawati, 2006).
Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisi pada pohon dan posisi dalam
buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak
dibandingkan pada batang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tangkai pada
cabang yang ditumbuhi oleh buah dibandingkan pada batang. Akan tetapi,
ukuran buah pada batang lebih besar dan lebih berat dibandingkan buah yang
berada pada cabang. Hal ini disebabkan karena persaingan untuk memperoleh
makanan pada pada cabang lebih besar disbanding persaingan untuk
memperoleh makanan pada batang (Hasbawati, 2006).
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit
(shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat
total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji
kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %. Namun, nilai kadar kulit umumnya
tergantung pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia membeli
biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan memperhitungkan
koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya
ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak (Hasbawati,
2006).
Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau
tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu
rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk
kehilangan bobot . Jika kuantum pengiriman sangat besar, maka kehilangan
kumulati dari selisih kadar kulit menjadi relatif besar. Kadar kulit biji kakao
dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan
pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi
karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun
demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian
(Hasbawati, 2006).
2.3 Komponen Penentu Biji Kakao
Faktor pembentuk mutu suatu komoditas disebut dengan komponen mutu dan
setiap komoditas mempunyai komponen mutu yang tidak sama. Untuk
memperoleh gambaran tentang definisi komponen mutu komoditas kakao menurut
SNI 2323-2008, di Indonesia secara umum dapat di kedepankan sebagai berikut:

a. Serangga hidup :Serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada
partai barang.

b. Biji berbau abnormal :Biji yang berbau asap atau bau asing lainnya yang
ditentukan dengan metode uji.

c. Benda asing :Benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao

d. Biji berjamur :Biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian dalamnya dan
apabila dibelah dapat terlihat dengan mata.

e. Biji Slaty :Pada kakao lindak separuh atau lebih irisan permukaan keping biji
bewarna keabu-abuan atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada
kakao mulia warnanya putih kotor.

f. Biji berserangga :Biji kakao yang bagian dalamnya terdapat serangga pada
stadia apaun atau terdapat bagian-bagian tubuh dari tubuh serangga atau yang
memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata.

g. Kotoran :Benda- benda berupa plasenta, biji dempet , pecahan biji, pecahan
kulit , biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao.

h. Biji dempet (cluster) : Biji kakao yang melekat tiga atau lebih yang tidak
dapat dipisahkan dengan satu tangan.

i.Pecahan biji :Biji kakao yang berukuran ½ bagian biji kakao yang utuh.

j. Pecahan kulit : Bagian kulit biji kakao tanpa keping biji


Berikut disajikan komposisi kimia biji kakao kering:

Tabel 1. Komposisi Kimia Biji Kakao Kering

Komponen Persentase (%)


Lemak 57
Air 3,2
Total Abu 4,2
Nitrogen
- Total Nitrogen 2,5
- Theobromin 1,3
- Kafein 0,7
Pati 9
Serat kasar 3.2
Sumber: Wahyudi et al. (2008)

2.4 Syarat Mutu Biji Kakao


Menurut SNI 2323-2008 klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering
terbagi menjadi tiga,yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat
biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi
dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau
Trinitario serta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang
berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN, 2008).
Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas,
yaitu mutu kelas I, II, dan III, dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan
umum dan khusus. Persyaratan umum dan khusus biji kakao kering tercantum
dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.
Tabel 2. Persyaratan umum biji kakao menurut SNI 2323-2008

No Jenis uji Satuan Persyaratan


1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi Maks. 7,5
massa
3 Biji berbau asap dan atau hammy dan Tidak ada
atau berbau asing. -
Kadar benda asing
4 Tidak ada
-

Tabel 3. Persyaratan khusus biji kakao menurut SNI 2323-2008.

Jenis mutu Persyaratan


Kakao Kakao Kadar Kadar biji Kadar biji Kadar Kadar biji
Mulia(Fine Lindak(Bulk biji slaty berserangga kotoran berkecambah
Cocoa) Cocoa) berjamur (biji/biji) (biji/biji) waste (biji/biji)
(biji/biji) (biji/biji)
I–F I–B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
II – F II – B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
III – F III – B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3

Persyaratan kualitas biji kakao kering juga ditentukan berdasarkan


penggolongan biji kakao menurut ukuran berat per bijinya per 10 gram.
Penggolongan ini terbagi menjadi lima (5) kelas sebagai berikut.
AA = Maksimal 85 biji per 100 gram
A = 86 – 100 biji per 100 gram
B = 101 – 110 biji per 100 gram
C = 111 – 120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Berdasarkan persyaratan SNI 2323-2008 (umum, khusus, dan golongan berat)
diatas, maka biji kakao kering hasil olahan petani dapat ditentukan kelas dan
mutunya.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca analitik
2. Ayakan
3. Botol timbang
4. Mortar
5. Pisau
6. Kaca Arloji
7. Oven
3.1.2 Bahan
1. Kakao Fermentasi
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja
1. Penentuan Adanya Serangga Hidup

Kakao dalam kemasan

Dibuka

Diamati serangga, benda asing

Acara pertama pada praktikum ini adalah mengamati adanya serangga yang
hidup pada biji kakao. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil sampel
sebanyak 100 gram. Selanjutnya adalah melakukan pemecahan ataupembelahan biji
kakao dengan menggunakan pisau. Pemecahan ini bertujuan untuk mempermudah
dalam mengamati adanya serangga hidup pada biji. Salah satu ciri kondisi fisik biji
yang dihuni oleh serangga biasanya berlubang-lubang. Kemudian langkah terakhir
yaitu menghitung jumlah biji berserangga dari biji yang diamati.
2. Kadar Kotoran

100 gr biji kakao

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Perhitungan kadar kotoran

Acara yang kedua adalah menentukan kadar kotoran dalam biji kakao,
sehingga dapat mengetahui kualitas dari biji kakao yang baik dan kurang baik.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menimbang sebanyak 100 gram biji
kakao. Kemudian dilakukan pengamatan kotoran terhadap biji kakao. Selanjutnya
ditimbang untuk dapat mengetahui banyaknya kotoran yang menempel pada biji
kakao, dan langkah terakhir yaitu dengan perhitungan kadar kotoran.
3. Jumlah Biji Kakao/100gr

100 gr biji kakao

Perhitungan jumlah biji

Penggolongan (AA/A/B/C/S)

Acara yang ketiga adalah menghitung jumlah biji kako dalam 100 ram biji.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biji kakao. Langkah yang
dilakukan untuk menentukan jumlah biji kakao dalam 100 sangat sederhana, yaitu
dengan cara menghitung banyaknya biji kakao yangtelah ditimbang 100 gram.
Sehingga dapat diketahui jumlahnya.
4. Penentuan Kadar Biji Cacat

300 gr biji kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan

Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji

Acara yang ke empat adalah penentuan kadar biji cacat bertujuan untuk
mengetahui apakah kadar biji cacat yang terdapat pada biji kakao sesuai dengan
SNI biji kakao. Langkah yang pertama adalah dengan cara menyiapkan 300 keping
biji kakao untuk dianalisa, kemudian dilakukan pemotongan dengan cara
memanjang dan dilakukan pengamatan visual. Setelah itu dilakukan perhitungan
biji cacat dan ditentukan kadar masing-masing biji.
5. Kadar Air

5 gr biji kakao

Pengecilan ukuran

Pemasukan dalam botol timbang

Pengovenan 16 jam

Desikator 15 menit

Penimbangan

Acara yang ke lima adalah menentukan kadar air biji kakao kering. Tahap
pertama yang dilakukan adalah melakukan pengecilan ukuran. pengecilan ukuran
bertujuan untuk memperluas permukaan biji sehingga proses pengeringan lebih
cepat dan maksimal. Tahap kedua adalah menimbang sebanyak 5 gram biji kakao
yang telah dikecilkan. Tahap ketiga yaitu memasukkan 5 gram biji kakao kedalam
botol timbang. Botol timbang yang digunakan telah dioven terlebih dahulu, hal ini
bertujuan untuk mengeringkan botol timbang sehingga tidak mempengaruhi
beratnya. Kemudian botol timbang yang telah diisi dengan biji kakao dimasukkan
kedalam oven selama 6 jam. Metode oven yang digunakan ini disebut oven udara,
yaitu pengovenan dengan menggunakan suhu tinggi. Pengovenan ini bertujuan
untuk mengeringkan biji kakao sehingga dapat diketahui berat kering biji kakao
dan berat air yang hilang selama pengeringan. Berat air yang hilang ini
diindikasikan dengan kadar air yang terdapat dalam biji. Setelah 6 jam pengovenan,
dikeluarkan dari oven dan dimasukkan dalam eksikator. Eksikator ini berfungsi
untuk mempertahankan berat kering akibat pengovenan, hal ini dikarenakan
eksikator dilengkapi dengan silika gel yang dapat menyerap air. Langkah terakhir
yaitu melakukan penimbangan sehingga diketahui berat kering biji dengan botol
timbang.

6. Penentuan Biji Berbau Asap/Asing

150 keping biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma biji

Acara yang ke enam adalah menentukan biji berbau asing. Pada acara ini,
langkah pertama yang dilakukan cukup sederhana. Pertama mempersiapkan biji
kakao kering. Kemudian dilakukan pembelahan menggunakan pisau. Dan yang
terakhir dicium aromanya dan dihitung banyaknya biji yang berbau asing.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup, Benda Asing, Kadar Kotoran dan
Jumlah Biji
Pengamatan Hasil
Adanya serangga hidup Tidak ada
Kadar kotoran : Jumlah berat (g) :
1.) Biji dempet 1.) 43,07
2.) Pecahan kulit 2.) 3,01
3.) Plasenta 3.) 5,94
4.) Biji berserangga 4.) 0,8
5.) Pecahan biji 5.) 19,95
6.) Biji kakao bagus/utuh 6.) 997,69
Jumlah biji per seratus gram 88 biji (termasuk dalam golongan A)

4.1.2 Penentuan Kadar Biji Cacat


Shift 1 (ulangan 1)
Biji Biji slaty Biji Biji Biji bagus
berjamur berserangga berkecambah
2 7 0 0 141

Shift 2 (ulangan 2)
Biji Biji slaty Biji Biji Biji bagus
berjamur berserangga berkecambah
4 42 1 0 107

4.1.3 Penentuan Kadar Air


Sampel Berat Berat Berat botol Berat Berat Berat
botol sampel timbang+ botol sampel air (g)
timban (g) sampel timbang+ setelah
g sebelum sampel pengove
kosong pengovenan setelah nan (g)
(g) (g) pengovena
n (g)
1 12,38 5,00 17,38 17,08 4,7 0,30
2 10,38 5,00 15,38 15,10 4,72 0,28
3 12,49 5,00 17,49 17,16 4,67 0,33
4 10,25 5,00 15,25 14,92 4,67 0,33
5 10,20 5,00 15,20 14,93 4,73 0,27
6 10,23 5,089 15,319 15,03 4,8 0,289
4.1.4 Penentuan Biji Berbau Asap/ Asing
Shift 1 (ulangan 1)
Biji berbau asap/asing Biji tidak berbau asing/ beraroma asap

26 124

Shift 2 (ulangan 2)
Biji berbau asap/asing Biji tidak berbau asing/beraroma asap

79 71

4.2 HASIL PERHITUNGAN


4.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup, Benda Asing, Kadar Kotoran dan
Jumlah Biji
Jenis kotoran Kadar kotoran (%)
Biji dempet 4.3
Pecahan kulit 0.3
Plasenta 0.6
Biji berserangga 0.08
Pecahan biji 1.2
Biji normal 99.8

4.2.2 Penentuan Kadar Biji Cacat


Tidak dilakukan perhitungan
4.2.3 Penentuan Kadar Air

Sampel Kadar air wb (%) Kadar air db (%)


1 6% 6,38 %
2 5,6 % 5,93 %
3 6,6 % 7,07 %
4 6,6 % 7,07 %
5 5,4 % 5,71 %
6 5,7 % 6,02 %
Rata-rata 5,98 % 6,36 %
SD 0,5155 0,5885
RSD 8,62 % 9,25 %

4.2.4 Penentuan Biji Berbau Asap/ Asing


Tidak dilakukan perhitungan
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing


Pada praktikum ini, yang telah dilakukan yaitu pengamatan biji kakao
berdasarkan nilai cacat dan pengamatan kadar air pada kakao. Pengamatan biji
kakao berdasarkan nilai cacat meliputi serangga hidup, benda asing, plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting, biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga dan biji berkecambah. Sedangkan untuk pengamatan kadar air pada
kakao menggunakan fungsi perlakuan menggunakan metode oven.
Dari hasil pengamatan menunjukkan tidak adanya serangga hidup pada biji
kakao. Menurut SNI (2008) persyaratan umum biji kakao adalah tidak terdapat
serangga hidup pada biji kakao. Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao yang
digunakan pada praktikum ini sudah sesuai dengan persyaratan umum biji kakao
SNI 2323:2008.

5.2 Penentuan Kadar Kotoran

Pada acara penentuan kadar kotoran menghasilkan data pengamatan dan


data perhitungan. data pengamatan dari 1000 gram biji kakao, menunjukkan biji
normal sebanyak 99,8%, pecahan kulit 0,3 %, pecahan biji 1,2 %, plasenta 0,6 %,
biji dempet 4,3 % dan kotorannya sebanyak 6,48 %. Namun menurut SNI
2323:2008 syarat khusus mutu biji kakao, kadar kotoran maksimum (%biji/biji)
yaitu 1,5% ; 2% dan 3%. Hal ini menunjukkan bahwa mutu biji kakao yang diamati
ini tidak memenuhi standar persyaratan khusus biji kakao karena kadar kotorannya
melebihi 3%. Kadar kotoran pada biji kakao yang cukup tinggi dapat disebabkan
oleh beberapa factor, salah satunya seperti perlakuan selama pengolahan biji kakao
yang kurang tepat.

5.3 Penentuan Kadar Air


Kadar air dalam biji kakao merupakan salah satu komponen dalam penilain
syarat mutu biji kakao. Dari data praktikum yang diperoleh, perhitungan kadar air
pada biji kakao jenis criollo menggunakan 6 sampel dengan metode pengeringan
oven. Kadar air (wb) ada sampel 1 sebesar 6% dan kadar air (db) sebesar 6,38%.
Kadar air (wb) ada sampel 2 sebesar 5,6% dan kadar air (db) sebesar 5,93%. Kadar
air (wb) ada sampel 3 sebesar 6,6% dan kadar air (db) sebesar 7,07%. Kadar air
(wb) ada sampel 4 sebesar 6,6% dan kadar air (db) sebesar 7,07%. Kadar air (wb)
ada sampel 5 sebesar 5,4% dan kadar air (db) sebesar 5,71%. Kadar air (wb) ada
sampel 6 sebesar 5,7% dan kadar air (db) sebesar 6,02%. Sedangkan rata-rata kadar
air (wb) sebesar 5,98% dan rata-rata kadar air (db) sebesar 6,36%.
Menurut SNI (2008), batas maksimal kadar air biji kakao sebesar 7,5%.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan kadar air basis basah (wb)
ataupun kadar air basis kering (db) menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan
SNI, karena nilai rata-rata kadar air wb dan db dibawah batas maksimal kadar air
menurut SNI. Data memenuhi SNI yaitu kurang dari 7,5 %. Dengan alasan tersebut
maka mutu kakao dipastikan dalam kondisi baik. Berdasarkan literatur Wahyudi
dkk (2008), menyebutkan bahwa kadar air yang terlalu rendah yaitu dibawah 5%,
juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat mudah rapuh. Jika lebih dari 8%,
yang turun bukan hanya hasil rendemennya saja tetapi juga berisiko terhadap
serangan bakteri dan jamur, sehingga karakteristik mikrobiologis juga perlu
dilakukan untuk memastikan keamanan biji untuk dikonsumsi.

5.4 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing
Dari pengamatan shift pertama dan kedua diketahui bila pada kakao terdapat
biji yang berbau asap abnormal atau berbau asing sejumlah 26 dan 79 biji. Menurut
SNI (2008) syarat mutu umum biji kakao adalah tidak terdapat biji kakao yang
berbau asap dan berbau asing. Sehingga syarat mutu biji kakao pada praktikum ini
tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan tidak layak untuk dipasarkan
maupun dikonsumsi.
5.5 Jumlah Biji Kakao per 100 gram
Pada acara penentuan jumlah biji kakao per seratus gram menghasilkan data
pengamatan. Dari data pengamatan tersebut jumlah bii kakao per seratus gram yaitu
88 keping biji kakao. Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao tersebut termasuk
golongan AA. Menurut SNI 2323 (2008) ukuran berat biji kakao, yang dinyatakan
dengan jumlah biji per 100 g contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan
ukuran dengan penandaan AA yaitu maksimum 85 biji per seratus gram, golongan
A yaitu 86 - 100 biji per seratus gram, golongan B yaitu 101 - 110 biji per seratus
gram, golongan C yaitu 111 – 120 biji per seratus gram dan golongan S yaitu lebih
dari 120 biji per seratus gram.

5.6 Kadar Biji Cacat


Pada acara penentuan kadar biji cacat menghasilkan data pengamatan. Dari
data pengamatan yang diperoleh dari ulangan pertama biji normal sebanyak 141
biji, biji slaty hanya 7, namun berjamur 2, biji berserangga, dan biji berkecambah
tidak ada. Pada ulangan kedua menghasilkan data yang menunjukkan biji normal
biji kakao sebanyak 107, biji slaty sebanyak 42, biji berserangga hanya 1, biji
berkecambah tidak ada, biji berjamur sebanyak 4 biji. Hal ini menunjukkan bahwa
biji kakao pada ulangan1 termasuk dalam mutu II. Sedangkan ulangan ke dua tidak
sesuai dengan SNI karena presentase biji slaty melebihi batas maksimal.
BAB 6. PENUTUPAN
6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah penentuan


mutu biji kakao berdasar SNI 2323-2008 dilakukan dengan menentukan adanya
serangga hidup atau benda asing, menetukan kadar air, menentukan adanya biji
berbau asap abnormal atau berbau asing, menentukan kadar kotoran, menetukan
jumlah biji kakao per seratus gram dan menentukan kadar biji cacat pada kakao.
Namun beberapa data yang didapat tidak sesuai dengan syarat mutu yang terdapat
di dalam SNI. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salahsatunya saat proses
penyimpanan yang tidak sesuai dengan syarat, proses pengolahan yang tidak
sempurna sehingga biji kakao yang dianalisa mutunya tidak sesuai dengan SNI.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap mutu biji kakao, diharapkan
produsen biji kakao lebih memperhatikan proses pengolahan biji, yaitu mulai dari
proses pemetikan hingga pengeringannya, sehingga dapat diperoleh kualitas biji
yang sesuai dengan standar. Dengan ini, tidak akan ada lagi biji kakao yang tidak
sesuai dengan SNI.
DAFTAR PUSTAKA

Bintoro, M.H., 1977. Periode Cukup Panen, Panen dan Periode Setelah Panen
Cokelat. IPB-Press, Bogor.

Hasbawati, 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya


Pada Pohon. Makassar: Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Hasanuddin.

Poedjiwidodo. 1996. Sambung Samping Kakao. Jawa Tengah : Trubus Agriwidya

Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao, Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia.


Yogyakarta: Kanisius
Standar Nasional Indonesia. 2008. Standarisasi Biji Kakao. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional.

Sunanto, Hatta. 1992. Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya.


Yogyakarta: Kanisius.

Wahyudi, T., Pangabean, T.R., dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao:
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
366 hlm.
Wood, G.A.R. and R.A. Allas. 1985. Cocoa. 4-thed dalam Prawoto, A.dan
Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat Fisiko Kimia Lemak Kakao dan Faktor-
faktor yang Berpengaruh. Jember: Pusat Penelitian Perkebunan. Hlm 39-46.

Anda mungkin juga menyukai