Anda di halaman 1dari 20

Book Summary

Materi Pendukung
Christian Worldview
Oleh : Ferry Yang, Ph.D.

KARYAWAN SEKOLAH ATHALIA

25 - 26 Juni 2019
16 - 17 September 2019
*Ringkasan Buku (1)
Yang, Ferry. 2018. Pendidikan Kristen. Surabaya; Penerbit
Momentum.

KATA PENGANTAR

Buku ini menjabarkan tentang


pengertian mendasar tentang
pendidikan Kristen secara alkitabiah
untuk menolong setiap orang yang
berkomitmen mendidik anak; orang tua,
tenaga pendidik dan kependidikan,
praktisi pendidikan, dan
pengurus/pemilik lembaga pendidikan.
Poin utama dari buku ini adalah
mengenai maksud dan tujuan dari
pendidikan Kristen, peran dan tanggung
jawab setiap orang tua atau tenaga
pendidik & kependidikan, praktisi pendidikan, dan pengurus/pemilik lembaga
pendidikan terhadap pendidikan Kristen. Mengapa orangtua diajak untuk
mengerti landasan pendidikan Kristen? Sebab, dalam proses pendidikan
yang paling penting justru dimulai dari rumah (home).
ISI BUKU

Buku ini menyorot dasar paling penting dari segala sesuatu, yaitu
pengetahuan atau pengenalan akan Allah. Bahkan pengetahuan akan diri
sangatlah bergantung pada pengetahuan akan Allah. Tanpa pengenalan
akan Allah, kita tidak bisa mengenal diri kita sendiri. Pengetahuan yang lain
tidak lebih penting daripada pengetahuan akan Allah dan pengetahuan akan
diri. Sistem pendidikan Kristen membukakan pengertian pengetahuan akan
Allah. Karena Tuhan sendiri yang membukakan diri-Nya kepada orang-
orang yang dikasihi-Nya melalui Alkitab, melalui firman-Nya.
Pendidikan kristen bertujuan untuk memimpin orang-orang keluar
dari kegelapan dosa, dari perbudakan daging, menuju pengetahuan sorgawi
yang memberikan kehidupan kekal. Maka, esensi dari pendidikan Kristen
adalah berusaha membawa orang-orang berdosa ini keluar dari dosa
menuju kepada terang Allah yang kekal dan bebas dari dosa. Akhirnya
orang-orang yang dulunya adalah pendosa-pendosa, kini dapat menjadi
orang-orang yang suci di hadapan Tuhan. Tujuannya justru mendidik
setiap orang untuk menjadi murid Kristus (Matius 28:18-20).
Dasar pendidikan Kristen adalah bahwa TUHAN sebagai
sumber dari segala macam pengetahuan. Pada peristiwa Adam dan
Hawa di taman Eden, Adam diberikan oleh TUHAN suatu pengajaran
penting yaitu mengajarkan kepada Adam hal yang boleh dan hal yang tidak
boleh: bagaimana manusia itu harus taat kepada Pencipta, bagaimana
TUHAN sebagai Allah yang Mahakuasa itu memiliki hak untuk ditaati
peraturan-Nya dan perintah-perintah-Nya. Pengakuan akan TUHAN dan
akan kekuasaan-Nya merupakan titik mula pendidikan yang benar. Takut
akan TUHAN menuntun manusia kepada pengertian yang sejati (Amsal 1:7).
Ada prinsip yang mendasar dalam proses pendidikan Kristen,
yaitu memulainya dengan iman dan mengembalikan semuanya kepada
Tuhan. Ada satu pernyataan yang menyatakan pengakuan kepada TUHAN
yaitu YHWH Elohenu YHWH ehad – TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.
Pernyataan ini tidak bisa kita tangkap kecuali dengan iman. Dari iman inilah
kebergantungan manusia akan TUHAN menjadi nyata. Dari iman ini pulalah
arah kehidupan yang sejati menjadi jelas. Dari iman ini manusia kembali
kepada hakikat dirinya yang sebenarnya, yaitu sebagai makhluk ciptaan
Allah yang diberikan kapasitas untuk menyembah Tuhan yang sejati dan
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Melalui iman tersebutlah
pendidikan yang sejati boleh dikerjakan sesuai dengan kehendak Sang
Pencipta yang Agung.
Di dalam Pendidikan Kristen, metode yang paling penting di
dalam pendidikan adalah peneladanan atau percontohan (modeling).
Modeling tidak boleh dikesampingkan atau diabaikan. Modeling
menunjukkan keteladanan guru atau pengajar dalam kehidupannya agar
diteladani oleh muridnya. Jikalau guru tidak memercayai Allah itu ada, maka
murid pun akan menjadi orang yang seperti gurunya, tidak memercayai
bahwa Allah itu ada.
Sosok guru sejati adalah Tuhan dan hal ini digambarkan dalam
surat Ibrani 12:1-13 dan injil Lukas 15:11-32. Dalam surat dan injil ini, Tuhan
menghajar setiap manusia dengan mendidik hati manusia agar kembali
kepada Tuhan; ada pertobatan yang terjadi. Inilah gambaran sebagai
seorang guru yang menjadikan setiap orang murid Kristus, yaitu mendidik
muridnya dengan teguran kasih agar mengakui keberdosaannya di hadapan
Tuhan dan bertransformasi, hidup baru di dalam Tuhan.
Hal mendasar sebagai guru untuk membawa muridnya
bertransformasi adalah kebenaran, agar tidak menyesatkan banyak orang
(Matius 18:6-7). Dari mana asalnya dan standarnya kebenaran? Dari firman
Tuhan yang guru hidupi. Oleh karena itu, membawa transformasi dalam
kehidupan murid harus dimulai dari diri guru sendiri; bertobat, mohonkan
hikmat dan kebijaksanaan dari Tuhan, dan memperlengkapi diri sesuai
skill yang Tuhan percayakan kepada guru.
Proses pendidikan menempatkan empat elemen utama; guru,
murid, kurikulum, dan fasilitas. Urutannya tidak boleh dibolak-balik karena
posisi guru seharusnya mengikuti kebenaran, mengikuti guru yang utama,
yaitu Tuhan. Sehingga, guru tidak boleh keluar dari batasan otoritas Tuhan.
Guru memiliki otoritas dalam dunia pendidikan, namun otoritas yang
bertujuan untuk melayani anak-anak agar mereka tumbuh dengan baik di
hadapan Tuhan.
Semua pengajaran yang dilakukan guru haruslah dilandasi dengan
kebenaran sejati yang berasal dari firman Tuhan dalam Alkitab. Dunia
postmodern saat ini membuat kekacauan dalam iman Kristen dengan
membuktikan Alkitab melalui sains atau ilmiah sehingga hal ini
mengguncangkan iman Kristen dengan memberikan banyak bukti ilmiah
yang tidak sesuai dengan Alkitab. Tapi hal yang harusnya disadari adalah
Alkitab tidak pernah bisa dibuktikan dengan ide manusia namun diterima
dengan iman. Inilah bagian guru; menjaga agar kebenaran firman Tuhan
diterima dengan iman yang setia kepada Tuhan bukan akal manusia.
Prinsip dasar iman Kristen adalah bahwa pewahyuan terdiri dari wahyu
umum dan wahyu khusus yang mana wahyu khusus ini memiliki otoritas di
atas wahyu umum sehingga kebenaran sejati tetap terjaga dari berbagai
pengajaran sesat yang berkembang saat ini.

PENUTUP

Buku ini memberi ulasan penutup dengan melandaskan ayat


Alkitab dari Ulangan 6:8-9 “haruslah juga engkau mengikatkannya
sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di
dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu
rumahmu dan pada pintu gerbangmu.’ Setelah diberi pengertian dasar
tentang Pendidikan Kristen, pikirkanlah komitmen Anda menjadi bagian
dalam proses ini. Apa bagian kita untuk membawa anak dan murid
mengalami transformasi dalam Tuhan? Apa komitmen kita sebagai
orangtua, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan dalam memberitakan
Injil melalui dunia pendidikan di tengah arus zaman postmodern ini? Lalu,
bagaimana kita berjuang menjaga kebenaran sejati yang berasal dari Tuhan
dan menjadi model bagi anak dan murid kita?
(EOT)
**Ringkasan Buku (2)
Yang, Ferry. 2018. Pendidikan Nasional Indonesia, Qua Vadis.
Malang; Penerbit Media Nusa Creative.
KATA PENGANTAR

Buku Pendidikan Nasional Indonesia ini terdiri


dari dua bagian. Bagian pertama mengkritisi
pendidikan nasional Indosesia, sedangkan
bagian kedua penulis memberikan usulan
pendidikan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.

ISI BUKU

BAGIAN PERTAMA: Tujuan Terhadap Pendidikan di Indonesia

Penulis mengkritisi tentang tujuan pendidikan yang seharusnya


memanusiakan manusia, namun pada kenyataannya masih belum tercapai,
karena masih cenderung memenuhi kebutuhan ‘pasar’ dari pada benar-
benar mendidik manusia untuk menjadi lebih berkualitas. Penulis juga
mengkritisi tentang penggunaan kata-kata yang kurang tepat yang
digunakan di dalam rumusan tujuan kurnas 2013.

Selanjutnya penulis mengkritisi tentang guru. Guru seharusnya menjalankan


perannya untuk membawa murid-muridnya keluar dari kegelapan kebodohan
dan dibawa kepada terang pengetahuan, meskipun banyak tantangan, guru
harus tetap bertahan. Guru juga harus diperhatikan kesejahteraannya,
sehingga guru menjadi lebih percaya diri dan dihargai, bukan
dihina/direndahkan. Peran guru juga harus jelas, guru adalah pemimpin
bagi murid-muridnya bukan pengasuhnya. Guru juga harus bisa menolong
murid-muridnya untuk mencintai belajar bukan membenci belajar.

Penulis juga mengkritisi kurikulum yang digunakan di Indonesia. Ada


pemakaian frasa yang kurang tepat dalam rumusan tujuan kurnas 2013 yaitu
‘memiliki kemampuan hidup’. Menurut penulis, hidup itu pemberian bukan
kemampuan seseorang untuk bisa hidup. Hal lain yang dikritisi yaitu
kurikulum yang berdasar pada standar. Hal ini mengakibatkan murid
akhirnya belajar hanya untuk mencapai standar.

Demikian juga mengenai assessment. Assessment seharusnya berpijak


pada setiap pribadi tiap murid, bukan pengetahuan, sehingga nantinya
kualitas setiap murid bisa maksimal, karena murid belajar bukan atas dasar
takut hukuman. Murid seharusnya diajari bukan untuk menghafal pelajaran,
tapi mengerti, sehingga ingatannya akan lebih lama.

Penulis tidak setuju dengan adanya UN, karena menurut penulis, UN hanya
menunjukkan murid terlihat cerdas di kertas, tapi tidak bisa menyelesaikan
masalah-masalah sederhana dalam kehidupan.

Selanjutnya penulis memberikan usulan supaya setiap sekolah diberikan


kebebasan dalam menyusun kurikulum secara independent, tapi tetap harus
diawasi oleh badan pengawas independent dan badan akreditasi
internasional.
Selain itu pendidikan moral dan etika juga perlu diajarkan di sekolah.
Penulis memberi contoh misalnya ajaran Tuhan Yesus yang dikenal dengan
Golden Rules: segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (Mat. 7:12).

BAGIAN KEDUA: Sebuah Proposal Pendidikan Formal Indonesia


Berbasis Pancasila

Usulan-usulan penulis:
 Pendidikan yang berbasis Pancasila: berketuhanan, berkemanusiaan,
berkesatuan, berkewarganegaraan, dan berkeadilan.

 Elemen-elemen pendidikan yang terdiri dari guru, murid, dan kurikulum


harus benar-benar diperhatikan dengan baik dan semua mengacu
kepada pendidikan yang menerapkan keadilan dan kebenaran
dalam segala aspek kehidupan.

 Guru-guru harus dipersiapkan dan dididik sebaik mungkin,


supaya menghasilkan guru-guru yang berkualitas, maka murid-
murid yang dihasilkan pun akan berkualitas.

 Pendidikan harus mulai menuju ke arah riset/penelitian, bukan


men-drill rumus-rumus, teori-teori, dan menghafal informasi.

 Budaya Indonesia jangan sampai luntur di sekolah-sekolah,


karena sudah banyak sekolah-sekolah internasional yang
akhirnya melunturkan budaya Indonesia.
PENUTUP

Sebagai penutup yang perlu kita renungkan dalam dua pertanyaan di


bawah ini :

 Bagaimana dengan sekolah kita, apakah kita sudah memiliki


hal-hal yang disampaikan dalam buku ini?
 Bagaimana peran kita untuk bisa memberikan sumbangsih
meningkatkan pendidikan di sekolah kita?

(NgN)
***Ringkasan Buku (3)
Tong, Stephen. 1993. Arsitek Jiwa 1 dan 2. Jakarta; Penerbit
Momentum.

KATA PENGANTAR

Bagi Aristoteles, orang


yang belum berusia 30
tahun belum mempunyai
arti apa-apa. Tetapi bagi
Tuhan Allah, Kristus
sendiri pun perlu
menjalani masa bayi dan masa kanak-kanak. Siapa yang menguasai
dunia anak, sebenarnya dialah nabi yang akan menguasai dunia pada
hari esok. Sehingga tidak salah jika guru dan pendidik disebut arsitek
jiwa manusia. Seorang guru harus sekaligus menjadi penginjil dan
pendidik. Buku ini akan mengajak para pembacanya menyadari tugas
sebagai seorang guru bagi anak-anak yang Tuhan percayakan
sebagai seorang arsitek jiwa.
ISI BUKU

Buku Arsitek jiwa ini terdiri dari 2 buku. Ditulis oleh Stephen Tong.
Beliau sangat konsen pada dunia pendidikan kristen. Dalam buku ini
akan banyak dikupas tentang peran mulia seorang guru sebagai
pendidik dan penginjil bagi anak-anak yang Tuhan percayakan.

Beliau mengatakan, ”Siapa yang menguasai dunia anak, sebenarnya,


dialah nabi yang akan menguasai dunia pada hari esok. Tidak salah
pepatah yang mengatakan, Guru adalah arsitek jiwa manusia’.

Matius 19:13-15 Tuhan Yesus memberkati anak-anak dan


mengatakan bahwa anak-anak itulah yang akan memiliki kerajaan
Allah. Seorang pelukis terkenal dari Belanda, bernama Nicolaes
Maes (1634–1693) membuat lukisan bertema, “Christ Blessing The
Children”. (Kristus memberkati Anak-anak)

Lukisan ini menceritakan Tuhan Yesus sedang menyatakan cinta


kasih-Nya yang luar biasa. Wajah-Nya terlihat penuh dengan
keletihan akibat bekerja berat, namun Ia tidak mau kehilangan
kesempatan untuk memberkati anak-anak itu. Orangtua pun tidak
mau kehilangan kesempatan agar anak-anaknya diberkati Tuhan
Yesus.

Penulis juga menyebutkan setiap anak selalu menjadi suatu cermin


yang menyatakan segala kegagalan, kerusakan, kekurangan dari
orang dewasa, termasuk guru-guru dan orangtua anak-anak itu. Ini
disebut sebagai reflektor moralitas. Segala perbuatan dan perkataan
anak menyatakan sikap yang lurus artinya pada waktu anak-anak
masih kecil, sekalipun mereka memang sudah mewarisi dosa asal,
mereka belum mempunyai kebiasaan melakukan dosa.

Pentingnya masa kanak-kanak di mata Allah :


1. Kristus pernah menjadi anak-anak
2. Kristus menjadikan anak-anak kriteria masuk surga
3. Perintah Kristus, “Gembalakan domba-domba kecil-Ku”.

Seorang pendidik adalah seorang yang:


1. Dibentuk terlebih dahulu sebelum membentuk orang lain
2. Bertumbuh dewasa dalam iman
3. Mengutamakan orang lain
4. Menjadi teladan bagi orang yang dididik
Faktor Apa yang perlu diketahui seorang pendidik yang
mempengaruhi pendidikan anak;
1. Keluarga (orangtua menjadi pendidik pertama bagi anak-anak
di rumah, pendidikan yang baik akan mempengaruhi anak
sejak kecil)
2. Sekolah (guru diharapkan dapat bekerjasama dengan
orangtua sehingga mencapai kesehatian dalam mendidik
anak di rumah dan di sekolah)
3. Masyarakat (anak belajar begitu cepat dari masyarakat atau
orang sekitarnya. Di dalam pendidikan masyarakat, seorang
menemukan banyak hal yang tidak ia dapatkan di dalam
keluarga maupun sekolah)
4. Pengalaman pribadi (banyak orang tidak mau tahu ketika
dberi tahu sesuatu, sampai suatu saat mengalami sesuatu,
baru ia belajar sesuatu. Pengalaman adalah pelajaran yang
mahal. Anak akan belajar dari pengalaman yang ia alami)

Melalui mengenal faktor yang mempengaruhi pendidikan anak akan


memudahkan guru atau pendidik berperan dalam pendidikan karakter.
Jadi pendidikan rohani dan karakter pada anak merupakan tanggung
orangtua, guru dan rohaniawan.

Pada buku kedua penulis memaparkan kualitas dan relasi antara guru
dan murid. Dikatakan guru kristen dan guru umum itu berbeda karena
seorang guru kristen dituntut sesuatu yang berkaitan dengan cara
hidup dengan pertanggungjawaban keagamaan dan moral. Guru
yang baik menjadi faktor utama dan pertama dalam pendidikan
kristen. Ketika Yesus berkata, “Ikutlah Aku.” Pada waktu Kristus
menarik semua orang kepada diri-Nya, Ia tahu bahwa ia adalah titik
pusat dari semua pendidikan kristen.
Selain guru yang baik, bahan pelajaran yang baik dan murid-murid
yang bisa dididik sangat penting juga selain tambahan fasilitas yang
memadai.

Tuntutan dasar guru kristen adalah :


1. Sudah dilahirkan kembali
2. Karakter Kristen dan kepribadian yang Alkitabiah
3. Pengetahuan kebenaran
4. Tanggung jawab mendidik

Kualitas tambahan bagi guru adalah:


1. Mencintai dan mau mengerti murid
2. Membangkitkan niat juang murid
3. Bersifat adil kepada murid

Seorang guru akan melihat murid sebagai pribadi, guru akan


menyatakan kehangatan interpersonal-relationship. Dimana di
dalamnya perlu ada kepedulian, kesabaran, kehangatan, perhatian
dan ketekunan yang sungguh-sungguh.

Selain itu seorang guru juga perlu mempelajari dan memperkaya diri
dengan banyak kreatifitas mengajar dan metode yang digunakan juga
harus menarik. Namun tidak kalah pentingnya otoritas dan ketegasan
seorang guru diperlukan untuk menolong anak-anak yang sulit dididik
dan sulit menerima kebenaran. Tapi di atas semua itu adalah kasih
sayang seorang guru sangat diperlukan untuk mendidik anak-anak
tersebut.

PENUTUP
Guru yang menjadi arsitek jiwa adalah seorang yang menerima
tanggung jawab yang diberikan kepadanya sebagai seorang pendidik
sekaligus penginjil bagi anak-anak yang diberikan kepadanya. Guru
harus mengasihi anak didiknya dengan kasih Tuhan, sehingga
dengan kasih tersebut memampukan seorang guru mengajar dengan
baik dan bertanggung jawab. Melalui hal ini diharapkan seorang anak
dapat melihat Kristus di dalam diri sang guru.

Seorang guru juga harus diurapi Roh kudus. Untuk menerima urapan
ini mereka harus menaklukkan diri di bawah kebenaran Firman Tuhan,
dan menjaga diri dalam hidup suci.

Akhir kata seorang guru kristen dituntut untuk mengerjakan sesuatu


hal yang serius dalam mendidik anak-anak yang dipercayakan
kepadanya dengan bersandar pada Kristus Sang Guru Agung dengan
memberikan kasih dan teladan kepada anak yang dididiknya.
(LRS)
****Ringkasan Buku (4)
Palmer, Parker. J. 1998. The Courage To Teach. San Fransisco:
Jossey-Bass
KATA PENGANTAR
Buku ini mengajak para pembacanya
untuk memperhatikan fokus yang
berkelanjutan dari praktik mengajar
dan kehidupan pribadi yang utuh
(aspek intelektual, emosi, dan spiritual)
dari seorang guru atau tenaga
kependidikan. Seringkali terjadi dalam
praktik mengajar, pertanyaan yang lebih
dulu diajukan adalah materi apa yang
diajar? Bagaimana metode atau teknik
mengajar yang digunakan? Mengapa
mengajar materi itu? Tujuan apa yang
akan dicapai? Tetapi pertanyaan lain
yang juga penting untuk diajukan tetapi jarang ditanyakan adalah
siapakah pribadi yang mengajar?
Inilah pertanyaan mendasar yang seharusnya dijawab dengan terbuka
dan jujur oleh setiap pendidik demi pembelajaran itu sendiri dan demi
mereka yang belajar. Jika hal ini menjadi kerinduan para pendidik,
maka kita dapat melayani lebih setia, menikmatinya dan berusaha
serta berharap agar melalui pendidikan terang dan kehidupan dapat
dipancarkan bagi dunia ini.
ISI
Hati nurani seorang guru: Identitas dan integritas dalam
pengajaran
Fondasi pengajaran yang benar yang seharusnya dimiliki oleh
seorang guru adalah identitas dan integritasnya, bukan hanya
penguasaan berbagai bentuk teknik pengajaran. Identitas guru
berasal dari berbagai kekuatan yang membentuk jati dirinya. Salah
satu kekuatannya adalah kepekaan untuk mendengar dan
memperhatikan “guru dalam jiwa” suatu kekuatan dari hati nurani yang
bercampur dengan kejujuran, dan keyakinan dalam diri untuk
mengajar dengan integritas. Parker Palmer menambahkan cara agar
peka dan dapat mendengar suara dari “guru dalam jiwa” adalah
mengambil waktu untuk solitude dan silence, mengambil waktu tenang
membaca buku yang baik, membuat jurnal (catatan harian), dan
menemukan orang yang tepat dan dapat menjadi teman yang baik
untuk mendengar. Menemukan waktu untuk selftalk-berdialog dengan
diri kita-guru dalam jiwa. Jika hal ini kita lakukan, maka kita dapat
memiliki kekuatan dan keyakinan untuk mengajar.

Budaya ketakutan: Pendidikan dan kehidupan yang terputus


Kehidupan dan pendidikan seharusnya berhubungan erat, tidak
terputus. Faktanya, pendidikan yang seharusnya berdampak pada
kehidupan atau kehidupan yang juga mewarnai pendidikan, sering
tidak terlihat koneksinya oleh karena rasa takut. Ketakutan yang
dialami tidak hanya oleh guru dan siswa. Rasa takut gagal, takut
kalah dalam kompetisi, takut tidak dihargai, guru yang takut tidak
dapat menyampaikan materi dengan baik, takut kepada otoritas, dan
lain sebagainya.
Rasa takut ini sangat menghambat yang terkadang diekspresikan oleh
siswa menjadi sikap pemberontakan atau penghinaan. Inilah yang
menjadi salah satu menyebab kemandekan dalam pengajaran, ketika
guru tidak mampu menolong siswa untuk mengatasi rasa takutnya,
akan menghidari siswa dan guru memasang benteng perlindungan di
balik kompetensi, dan statusnya.
Pengajaran yang baik adalah membangun relasi baik guru maupun
siswa, mengatasi rasa takut tersebut dan mengubahnya menjadi
dorongan yang sehat untuk keberhasilan proses pengajaran.
Bagaimana mengatasi rasa takut tersebut? Jawabannya adalah pada
kekuatan spiritual guru. Rasa takut yang menghampiri tidak mungkin
dihindari, tetapi kekuatan spiritual (rohani) akan menolong guru dan
siswa untuk tidak dikuasai oleh rasa takut itu, dengan pertolongan
relasi yang terbangun antar siswa dan guru.

Kesatuan yang tersembunyi: Paradoks dalam pengajaran dan


pendidikan
Dalam pendidikan tak jarang hal yang bertentangan terjadi.
Pengajaran menekankan pada kemampuan berpikir tetapi pada saat
yang bersamaan juga menekankan kekuatan perasaan untuk
menyegarkan pikiran. Guru yang memiliki minat atau ketertarikan
pada hal tertentu, dan pada kenyataannya justru mengajarkan materi
yang terkadang bertentangan dengan minatnya.
Tidak jarang dunia pendidikan memisahkan hati dan akal, dampaknya
adalah akal yang tidak tahu cara merasa, dan perasaan yang tidak
tahu cara berpikir. Pemisahan fakta dan perasaan, yang berdampak
pada fakta-fakta mati yang membuat dunia makin jauh dan perasaan
acuh yang mengurangi makna sebenarnya dari apa yang dirasakan
orang sekarang ini. Pendidikan juga memisahkan teori dan praktik,
sehingga terbangun teori yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan
dan praktik yang tidak didasari dengan pemahaman. Kita
memisahkan pengajaran dan pembelajaran, hasilnya adalah guru
yang terus berbicara tetapi tidak mendengarkan dan murid yang terus
mendengar tetapi tidak bicara.
Untuk menjadi guru yang lebih baik seseorang perlu menumbuhkan
kepekaan dalam diri bergantung pada kekuatan diri tetapi juga
bergantung pada bantuan orang lain yang dapat melihat diri guru.
Pengajaran meminta kepekaan bagi para guru untuk mengelola
pertentangan yang terjadi, bukan hal yang mudah tetapi penguasaan
atas berbagai situasi yang bertentangan ini dapat ditangani dengan
baik adalah kepekaan yang dibimbing dengan tangan-Nya yang
memberikan pertolongan senantiasa.

Komunitas
Pendidikan yang baik lebih menekankan pada proses dan bukan hasil.
Untuk mencapai proses itu maka dibutuhkan adanya komunitas yang
dapat saling berinteraksi dan menciptakan proses pembelajaran.
Guru, siswa, dan subyek yang dipelajari adalah bagian dari komunitas
yang dibutuhkan dalam proses pendidikan. Kebaikan-kebaikan yang
ada dalam diri guru dan siswa dapat menjadi kekuatan yang
mendatangkan kebaikan: keberagaman, konflik yang direspons
dengan baik, kejujuran, kejatuhan.
Banyak ragam komunitas, tetapi bagi Palmer komunitas yang tepat
bagi pendidikan adalah komunitas kebenaran, komunitas yang
menjadikan kebenaran sebagai dasar dan materi dalam interaksi yang
dibangun. Komunitas di mana tercipta ruang untuk belajar, komunitas
yang memiliki relasi untuk saling membangun untuk knowing, teaching
and learning.
(npn)

Anda mungkin juga menyukai