Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHASAN

A. Terapi bermain
1. Definisi Bermain
Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya nilai pendidikan
yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan istilah yang digunakan secara
bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan tidak ada
paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).
Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar
untuk kesenangan fungsional”. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan
yang “tidak mempuyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan
tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realita luar”. Bermain secara garis
besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif (“hiburan”). Pada semua
usia, anak melakukan permainan aktif dan pasif. Proporsi waktu yang dicurahkan ke
masing-masing jenis bermain itu tidak bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan
dan kesenangan yang diperoleh dari masing-masing kategori. Meskipun umumnya
permainan aktif lebih menonjol pada awal usia prasekolah dan permainan hiburan
ketika anak mendekati masa puber, namun hal itu tidak selalu benar.
2. Teori tentang Anak Usia Prasekolah
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan. Yaitu sebagai
berikut:
1) Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus, dua orang sarjana
Jerman di antara tahun 1841 dan 1884. mereka menyatakan permainan itu sebagai
kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup. Orang dewasa
mencari kegiatan bermain-main, apabila ia merasa capai sesudah bekerja atau
sesudah melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan begitu permainan tadi bisa “me-
refresh” kembali kesegaran tubuh yang kelelahan.
2) Teori pemunggahan (ontladingstheorie). Menurut sarjana Inggris Herbert
Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengeluarkan energi, yaitu tenaga yang

1
belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang menuntut dimanfaatkan. Teori
ini disebut pula sebagai teori “kelebihan tenaga” (krachtoverschot-theorie). Maka
permainan merupakan katup pengaman bagi energi vital yang berlebihan.
3) Teori aktivitas. Menurut Stanley dengan pandangannya yang biogenetis
menyatakan, bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase
kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor hereditas
(keturunan) atau segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan
diwariskan kepada anak keturunannya.
4) Teori biologis. Karl groos, sarjana Jerman (di kemudian hari Maria Montessori
bergabung pada paham ini) menyatakan: permainan itu mempunyai tugas
biologis, yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Waktu bermain
merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan hidup dan terhadap hidup itu sendiri.
5) Teori Psikologi Dalam. Menurut teori ini, permainan merupakan penampilan
dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada
dua dorongan yang paling penting pada diri manusia. Menurut Adler ialah:
dorongan berkuasa; dan menurut Freud ialah: dorongan seksual atau libido
seksualitas. Adler berpendapat, bahwa permaianan memberikan pemuasan atau
kompensasi terhadap perasaan diri yang berlebihan (superieuriteits-gevoelens,
meerwaardig-heidsgevoelens). Dalam permainan tadi juga bisa disalurkan
perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-peraaan rendah hati
(minderwaardigheidsheidsgevoelens, perasaan minder atau inferior).
6) Teori Fenomenologis. MenuruProf. Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang
mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogik teoretisnya menyatakan,
bahwa permainan merupakan satu fenomena/gejala yang nyata, yang mengandung
unsur suasana permaianan (spelsfeer). Dorongan bermain merupakan dorongan
untuk menghayati suasana bermain itu. Dalam suasana permainan itu terdapat
faktor kebebasan, harapan dan kegembiraan, unsur ikhtiar dan siasat untuk
mengatasi hambatan serta perlawanan. Ringkasnya, menurut teori fenomenologis
permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak sebagai sarana penting untuk
mensosialisasikan anak. Yaitu sarana untuk memperkenalkan anak jadi anggota

2
suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat manusia.
Dalam suasana permainan itu tumbuhlah rasa kerukunan yang sangat besar
artinya bagi pembentukan sosial sebagai manusia budaya. Dengan permainan dan
situasi bermain anak dapat mengukur kemampuan serta potensi sendiri. Ia belajar
menguasai macam-macam benda; juga belajar memahami sifat-sifat benda dan
peristiwa yang berlangsung dalam lingkungannya. Dalam situasi bermain anak
bisa menampilkan fantasi, bakat-bakat, dan kecenderungannya. Anak laki
bermain-main dengan mobil-mobilan, dana anak perempuan dengan boneka-
bonekanya. Jika kita memberikan kertas dan gunting pada sekelompok anak-anak
kecil, masing-masing akan menghasilkan “karya” yang berbeda, sesuai dengan
bakat dan kemampuan. Di tengah permainan itu setiap anak menghayati macam-
macam emosi. Dia merasakan kegairahan dan kegembiraan; dan tidak secara
khusus mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian, permainan mempunyai
nilai yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa. Permainan itu
menjadi alat-pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan,
kegembiraan dan kebahagiaan kepada diri anak. Permainan memberikan
kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi
norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur serta loyal. Semua ini
untuk persiapan bagi penghayatan “fair play” dalam pertarungan hidup di
kemudian harinya. Dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi
kejiwaan dan fungsi jasmaniah. Hal ini penting guna memupuk sikap serius dan
sungguh-sungguh dalam mengatasi setiap kesulitan hidup yang dihadapi sehari-
harinya.

2. Definisi Terapi Bermain


Terapi bermain merupakan terapi yang menggunakan sarana bermain untuk
mendiagnosis masalah atau memberikan terapi bagi anak-anak yang memiliki
masalah secara psikologis sehingga terjadi perubahan yang tercermin dari sikap dan
perilakunya (Guerney, 1999 dalam Maria, 2007). Terapi bermain kelompok
merupakan terapi bermain yang melibatkan lebih dari dua orang atau kelompok kecil.
Terapi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar bersosialisasi. Aktivitas

3
terapi bermainnya dapat berupa sport, games, bermain peran, permainan simulasi atau
aktivitasnya yang bersifat rekreasi atau menghibur. Terapi bermain kelompok
bertujuan untuk mendorong anak yang bermasalah secara sikap untuk dapat
mempertinggi harga dirinya, menambah pengalaman diri tentang realita hidup dan
mengembangkan mekanisme koping dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
dengan harapan dapat merubah sikap dan perilakunya menjadi lebih baik, salah satu
contoh terapi bermain kelompok adalah bermain peran atau role play (Maria, 2007).
Bermain peran atau role play adalah metode untuk menghadirkan peran-peran
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam
kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian, Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-
masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran alternatif pendapat bagi
pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah
yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam
melakukan permainan peran. Melalui bermain peran (role playing), para peserta didik
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress,
baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa
lingkungan rumah sakit iru sendiri merupakan penyebab stress bagi anak dan orang
tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit, seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat,
bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan social, seperti
sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri.
Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, sering kali dialami anak.
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaanya
tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam
perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan. Permainan
yang terapeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan
aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh-kembang anak dan
memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran
anak, mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain
harus menjadi bagiabn integral dari pelayanan kesehatan anak di rumah sakit

4
(Brennan, 1994). Aktivitas bermain yang dilakukan pada anak di rumah sakit akan
memberikan keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat, karena
dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai kesempatan untuk
membina hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya.
Bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dank lien.
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.
3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan
pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri. Pada beberapa anal yang belum
dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran secara verbal dan /atau pada anak
yang kurang dapat mengekspresikannya, permainan menggambar, mewarnai, atau
melukis akan membantu mengekspresikan perasaan tersebut.
4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
dapat mempunyai tingkah laku yang positif.
5. Permainan yang member kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi
secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarganya.
 Prinsip Permainan Di Rumah Sakit
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan
yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain
dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
Misalnya, sambil tiduran di tempat tidur, anak dapat dibacakan buku cerita
atau diberikan buku komik anak-anak, mobil-mobilan yang tidak pakai
remote control, robot-robotan, dan permainan lain yang dapat dimainka
anak dan orang tua sambil tiduran.
2. Permainan tidak membutuhkan banyak energy, singkat, dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak dan/atau yang tersedia di ruangan. Kalupun

5
akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak
melelahkan anak (misalnya menggambar dan mewarnai, bermain boneka,
dan membaca buku cerita).
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan
yang aman untuk anak, tidak taja, tidak merangsang anak untuk berlari-
lari, dan bergerak secara berlebihan.
4. Permainan yang harus melibatkan kelompok umur yang sama. Apabila
permainan dilakukan khusus di kamar bermain secara berkelompok,
permainan haeus dilakukan pada kelompok umur yang sama. Misalnya
permainan mewarnai pada kelompok usia prasekolah.
5. Melibatkan orang tua. Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua
mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi
tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit,
termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak
sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat,
orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari
awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan anak bersama
dengan perawat dan orang tua anak lainnya.
Bermain secara garis besar dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu : aktif
dan pasif (hiburan). Bermain harus seimbang artinya : harus ada keseimbangan
antara bermain aktif dan yang pasif yang biasa disebut hiburan. Adapun bermain
aktif kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat mereka sendiri sedangkan
bermain pasif kesenangan didapat dari orang lain.
1) Bermain Aktif
a) Bermain mengamati/menyelidiki Perhatian pertama anak pada alat
bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak memperhatikan
alat, mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan
dan kadang-kadang berusaha membongkar.
b) Bermain Konstruksi Pada anak umur 3 tahun misalnya dengan menyusun
balok-balok menjadi rumah-rumahan.

6
c) Bermain Drama Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan
dengan saudara-saudaranya atau teman-temannya.
d) Bermain bola, tali dan sebagainya.
2) Bermain Pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif antara lain dengan melihat dan
mendengar bermain pasif adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif
dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Pada anak terdapat tingkat perkembangan motorik dan sensorik anak sesuai
dengan usianya adalah :
 Umur 0 - 1 bulan
a. Motorik :
1. Mengangkat kepala dibantu
2. Ditengkurapkan kepala menoleh kanan – kiri
3. Reflek primitif; sucking, rooting, morrow, menelan dan
menggengam.
b. Sensorik :
1. Mengikuti sinar ketengah.
 Umur 2 - 3 bulan
a. Motorik :
1. Dada ditahan dengan tangan angkat kepala.
2. Memasukkan tangan kemulut.
3. Meraih benda menarik.
4. Dapat didudukkan dengan punggung disokong.
5. Mulai bermain dengan jari dan tangannya.
b. Sensorik :
1. Dapat mengikuti sinar ketepi.
2. Koordinasi vertikal - horizontal.
3. Mendengarkan suara.
 Umur 4 - 5 bulan
a. Motorik :

7
1. Bila didudukkan kepala sudah mulai seimbang dan punggung
sudah kuat.
2. Bila ditengkurapkan sudah bisa miring,kepala sudah bisa tegak
lurus.
3. Refleks primitif mulai hilang.
4. Meraih benda dengan tangan.
b. Sensorik :
1. Sudah mengenal orang.
2. Akomodasi mata positif.
 Umur 6 - 7 bulan
a. Motorik :
1. Membalikkan badan.
2. Memindahkan benda dari tangan satu ketangan lain.
3. Mengambil mainan dengan tangan.
4. Senang memasukkan kaki & mulut.
5. Sudah mulai memasukkan makanan kemulut.
b. Sensorik :
1. Sudah dapat membedakan orang yang dikenal / tidak dikenal.
2. Dapat menyebut m.....m....m.....m...........
3. Dapat menangis & cepat tertawa.
 Umur 8 - 9 bulan
a. Motorik :
1. Sudah bisa duduk sendiri.
2. Koordinasi tangan kemulut lebih sering.
3. Bayi mulai tengkurap sendiri & belajar merangkak.
b. Sensorik :
1. Bayi tertarik dengan benda yang kecil.
 Umur 10 - 12 bulan
a. Motorik :
1. Sudah mulai berdiri tapi tidak lama.
2. Belajar berjalan tanpa bantu.

8
3. Sudah bisa berdiri & duduk sendiri.
4. Bisa bermain ci........luk.......ba..........
5. Mulai senang mencoret kertas.
b. Sensorik :
Sudah dapat membedakan bentuk.
 Umur 15 bulan
a. Motorik kasar :
Sudah bisa jalan sendiri
c. Motorik halus :
1. Memegang cangkir.
2. Memasukkan jari kelubang
3. Membuka kotak.
4. Melempar kotak atau benda.
 Umur 18 bulan
a. Motorik kasar :
1. Berlari tapi masih sering jatuh.
2. Menarik mainan.
3. Senang naik tangga tetapi masih dibantu.
b. Motorik halus :
1. Sudah menggunakan sendok.
2. Bisa membuka halaman buku.
3. Belajar menyusun balok.
 Umur 24 bulan
a. Motorik kasar :
1. Dapat berlari dengan baik.
2. Naik tangga sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.
b. Motorik halus :
1. Bisa membuka pintu.
2. Membuka kunci.
3. Menggunting.
4. Minum sendiri dengan gelas.

9
 Umur 36 bulan
a. Motorik kasar :
1. Bisa naik turun tangga tanpa bantuan.
2. Memakai baju dengan bantuan.
3. Mulai bisa bersepeda roda tiga.
b. Motorik halus :
1. Menggambar lingkaran.
2. Mencuci tangan sendiri.
3. Menggosok gigi.
 Umur 4 tahun
a. Motorik kasar :
1. Berjalan jinjit.
2. Melompat.
3. Melompat dengan satu kaki.
4. Menangkap bola dan melempar dari atas kepala.
b. Motorik halus :
1. Dapat menggunting dengan lancar.
2. Dapat menggambar kotak dan garis vertikal.
3. Membuka dan memasang kancing.
 Umur 5 tahun
a. Motorik kasar :
1. Berjalan mundur dan jinjit.
2. Menangkap dan melempar bola dengan baik.
3. Melompat dengan kaki bergantian.
b. Motorik halus :
1. Menulis dengan angka.
2. Menulis dengan huruf & kata-kata.
3. Belajar menulis nama.
4. Belajar mengikat tali sepatu.

10
Menurut Soetjaningsih (1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar aktivitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagaimana
berikut ini :
1. Energi
Anak bermain sangat diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit sangat kecil
kemungkinannya untuk mengikuti permainan.
2. Waktu
Untuk mengikuti terapi bermain anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain,
karena mengingat kondisi anak yang harus diperhatikan.
3. Ruangan
Untuk terapi bermain ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus
untuk bermain, yang terpenting anak bisa bermain di ruang keluarga, di halaman,
bahkan di kamar tidurnya.
4. Peralatan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf
perkembangannya.
5. Pengetahuan
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau
diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah yang terbaik karena
anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan
anak-anak akan mendapat keuntungan lain lebih banyak.
6. Teman Bermain
Dalam bermain anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain,
mendapat keuntungan apakah itu saudaranya, pembantu, orang tuanya atau temannya.
Karena kalau anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari
teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan orang lain, maka
dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk
menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri. Bila kegiatan bermain
dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi
akrab dan ibu atau ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada
anak mereka sendiri.

11
Adapun fungsi dari bermain antara lain :
1. Perkembangan sensori motoric
Melalui permainan anak akan mampu mengungkapkan kemampuan fisiknya :
 Bayi dengan penglihatan, taktil dan rangsangan.
 Todler (balita) dan pra sekolah melalui gerakan tubuh.
 Kematangan dan maturitas akan membedakan perbedaan masing-masing usia.
2. Perkembangan kognitif / intelektual
Diperoleh dengan melakukan eksplorasi dan manipulasi benda sekitarnya baik
dalam hal warna, ukuran dan pentingnya benda tersebut. Contoh : bermain teka-
teki.
3. Perkembangan social
 Anak belajar berinteraksi denan orang lain.
 Anak akan mempelajari peran dalam kelmpok.
 Belajar memberi dan menerima.
 Anak dapat belajar benar-salah.
 Anak dapat mengenal moral dan tanggung jawab.
4. Perkembangan moral
 Perkembangan moral dapat diperoleh dari permainan dan interaksi dengan
orang lain.
 Anak akan menyesuaikan aturan kelompok.
 Anak bersikap jujur dengan kelompok.
5. Perkembangan kreativitas
 Anak melakukan percobaan tentang ide.
 Anak bermain melalui semua media.
 Anak puas dengan kreativitas baru.
 Minat terhadap lingkungan tinggi.
6. Perkembangan kesadaran sendiri.
Anak belajar memahami kemampuan dirinya, kelemahannya dan tingkah laku
terhadap orang lain.
7. Fungsi terapi.

12
Dapat mengekspresikan yang tidak enak, misalnya marah, takut, kesal dan lain-
lain.
8. Perkembangan komunikasi
 Bermain merupakan alat komunikasi pada anak.
 Dapat menyatakan perasaannya secara verbal, menyusun gambar.
Untuk itu kegiatan bermain harus deprogram dengan baik di rumah sakit. Pada
beberapa negara maju, kegiatan bermain pada anak di rumah sakait dikoordinasi oleh
nurse play specialist, yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam
melaksanakan program bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat
dan dokter anak di ruang rawat. Ia yang mempersiapkan program bermain sebagai terapi
bagi anak yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan dilakukan prosedur
diagnostic khusus, atau program bermain rutin sehari-hari bagi anak di rumah sakit.
Apabila tidak ada tenaga khusus yang dapat memprogram kegiatan bermain pada anak di
rumah sakit, perawat bertugas malaksanakannya. Berikut ini adalah pedoman dalam
penyusunan rancangan program bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit.
1. Tujuan bermain
Tetapkan tujuan bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan
bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan yang harus
ditetapkan harus memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu
menekankan upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi perasaan takut, cemas,
sedih, tagang, dan nyeri.
2. Proses kegiatan bermain
Uraikan kegiatan bermain yang dilakukan. Ingat bahwa perawat hanya sebagai
fasilitator dan kegiatan bermain harus dilakukan secara aktif oleh anak dan orang
tuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada suatu tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Apabila permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan
dengan jelas aktivitas setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orang
tua setiap anak.
3. Alat permainan yang diperlukan
Tetapkan jenis alat permainan yang digunakan. Ingat bahwa alat permainan tidak
harus baru dan bagus. Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia

13
di ruang rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas, gunakan bahan
yang murah dan harga terjangkau. Yang penting adalah alat permainan yang
digunakan harus mengambarkan kreativitas perawat dan orang tua, serta dapat
menjadi media untuk eksplorasi perasaan anak.

14
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Terapi bermain merupakan terapi yang menggunakan sarana bermain untuk
mendiagnosis masalah atau memberikan terapi bagi anak-anak yang memiliki masalah secara
psikologis sehingga terjadi perubahan yang tercermin dari sikap dan perilakunya (Guerney,
1999 dalam Maria, 2007). Terapi bermain kelompok merupakan terapi bermain yang
melibatkan lebih dari dua orang atau kelompok kecil. Terapi ini memberikan kesempatan
bagi anak untuk belajar bersosialisasi. Aktivitas terapi bermainnya dapat berupa sport,
games, bermain peran, permainan simulasi atau aktivitasnya yang bersifat rekreasi atau
menghibur. Terapi bermain kelompok bertujuan untuk mendorong anak yang bermasalah
secara sikap untuk dapat mempertinggi harga dirinya, menambah pengalaman diri tentang
realita hidup dan mengembangkan mekanisme koping dalam berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya dengan harapan dapat merubah sikap dan perilakunya menjadi lebih baik, salah
satu contoh terapi bermain kelompok adalah bermain peran atau role play (Maria, 2007).

15
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih, 1988, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.


Markum.A.H, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta
Supartini, Yeni. S.Kp,MSc.2004.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai