Anda di halaman 1dari 6

TATA KELOLA KEPERINTAHAN

Pengantar, Ruang Lingkup, dan Bahasan


Dosen Pengampu: Dr. Ratih Nur Pratiwi, M.Si.

Oleh:
Adinda Nuren Ashari
155030400111030

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
A. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan
Sedarmayanti dalam bukunya yang berjudul “Good Governance (Kepemerintahan
yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah (2003), mendefinisikan tata kelola
pemerintahan merupakan segala sesuatu yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku
yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi Good Governance
tidak hanya sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan, tapi juga menyangkkut semua
lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.
Di era globalisasi sekarang ini, memungkinkan interaksi pembangunan
perekonomian antardaerah, antarbangsa. Diperlukan efisiensi proses pelayanan serta
mutu ketepatan dan kepastian kebijakan publik agar dapat berhasilnya pembangunan
perekonomian. Dengan demikian yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tinggi
untuk menerapkan nilai luhur dan prinsip tata kelola dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan negara, sedangkan diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. United Nations
Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul
“Governance for Sustainable Human Development” (1977), mendefinisikan
kepemerintahan (governance) sebagai berikut : “Governance is the exercise of economic,
political, and administrative authority to a country’s affairs at all levels and means by
which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their
population” (Keterampilan adalah pelaksanaan kewenangan atau kekuasaan dalam
bidang ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada
setiap tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan negara untuk mendorong
terciptanya kondisi kesejahteraan integritas dan kohesitas sosial dalam masyarakat).

Istilah “governance” dapat dimaknai paling tidak dalam 3 hal, yakni: 1)


governance sebagai sebuah rangkaian proses pembentukan (pengambilan) kebijakan yang
melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan; 2) governance sebagai implementasi
atau pelaksanaan kewenangan atau kekuasaan untuk mengelola berbagai urusan negara
(dalam arti pelaksanaan kebijakan yang telah diputuskan); 3) “governance’ sebagai
instrumen negara untuk mendorong terciptanya kesejahteraan ditengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu dapat diterima oleh akal sehat bahwa. Konsep governance
dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu
meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Konsep
“government” menurut Sri Sumarni mempunyai banyak kelemahan, terutama pada sisi
dominasi negara yang meletakkan nasib rakyat pada efektivitas negara semata1.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang


baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat,
serta terbebas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan laju
pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan
hasil dengan indicator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek
produktivitas maupun dalam daya belinya; kesejahteraan spiritualnya meningkat dengan
indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.

B. Latar Belakang Good Governance


Di Indonesia, penerapan good governance dilatarbelakangi oleh 2 (dua) hal yang
mendasar, yaitu:
1. Tuntutan eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untuk
menerapkan good governance. Good governance telah menjadi ideologi baru
negara dan lembaga donor internasional dalam mendorong Negara-negara
anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi
sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional. Istilah good governance
mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan
interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan
lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi
perkembangan ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia.
2. Tuntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu
penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya abuse
of power yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)
dan sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan.
Masyarakat menilai praktik KKN yang paling mencolok kualitas dan kuantitasnya
adalah justru yang dilakukan oleh cabang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Hal ini mengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi
pemerintahan (governance reform).

1 Sri Sumarni, Good University Government dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas-Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm. 178
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong negara
menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan desentralisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat berhasil bila pelaksanaannya
dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam
suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.
UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut
dan dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi :
1. Partipasi (participation). Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan, memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan
kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2. Aturan Hukum (rule of law). Kerangka aturan hukum dan perundang-
undangan harus berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh, terutama
aturan hukum tentang hak asasi manusia.
3. Transparansi (transparency). Transparansi harus dibangun dalam kerangka
kebebasan aliran informasi
4. Daya Tanggap (responsiveness). Setiap institusi dan prosesnya harus
diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
5. Berorientasi Konsensus (consensus orientation). Pemerintahan yang baik akan
bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk
mencapai konsesus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-
masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap
berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
6. Berkeadilan (equity). Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang
baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk
meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7. Efektif dan efisien (effectivieness and efficiency). Setiap proses kegiatan dan
kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai
dengan kebutuhan melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber yang
tersedia dengan sebaik-baiknya.
8. Akuntabilitas (accountability). Para pengambil keputusan dalam organisasi
sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban
(akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya
kepada para pemilik kepentingan (stakeholders).
9. Visi Strategis (strategic holders). Para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan
dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

Keseluruhan karakteristik atau prinsip good governance tersebut saling


memperkuat dan terkait serta tidak berdiri sendiri. Menurut Laode Ida (2002), ciri-ciri
Good Governance adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya interaksi yang baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat,


terutama bekerja sama dalam pengaturan kehidupan sosial politik dan sosio-
ekonomi.
2. Komunikasi, yakni adanya jaringan multi sistem (pemerintah, swasta, dan
masyarakat) yang melakukan sinergi untuk menghasilkan output yang
berkualitas.
3. Proses penguatan diri sendiri (self enforcing process), di mana ada upaya
untuk mendirikan pemerintah (self governing) dalam mengatasi kekacauan
dalam kondisi lingkungan dan dinamika masyarakat yang tinggi.
4. Keseimbangan kekuatan (balance of forces), di mana dalam rangka
menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development),
ketiga elemen yang ada menciptakan dinamika, kesatuan dalam kompleksitas,
harmoni, dan kerjasama.
5. Interdependensi, yakni menciptakan saling ketergantungan yang dinamis
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat melalui koordinasi yang fasilitasi.

Dalam perkembangan selanjutnya, tata pemerintahan yang baik berkaitan dengan


struktur pemerintahan yang mencakup antara lain :

1. Hubungan antara pemerintah dengan pasar


2. Hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya
3. Hubungan antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan
4. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat
yang diangkat (pejabat birokrat)
5. Hubungan antara lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perkotaan
dan pedesaan
6. Hubungan antara legislative dan eksekutif
7. Hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional

DAFTAR PUSTAKA

Sedarmayanti. 2003. “Good Governance: (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi
Daerah”. Bandung: PT. Mandar Maju.

United Nations Development Programme (UNDP), Good Governance and Sustainable Human
Development: A UN Policy Document, (New York: UNDP, 1994); OECD Development
Assistance Committee, Final Report of the Ad Hoc Committee on Participatory Development
and Good Governance, 1997 (Paris: OECD DAC)

Sumarni, Sri. “Good University Government dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Program
Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas-Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga”. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai