Tafsir Kontemporer
Tafsir Kontemporer
A. Biografi Mufasir
a. Al Baidlawi
Nama lengkapnya adalah Nashiruddin Abu alkhair Abdullah bin Umar bin
Muhammad bin Ali al-Baidhawi Alsyairazi. Beliau lahir pada awal abad ke 7 di Tabriz.
Beliau berasal dari sebuah desa bernama Baidho’ bagian dari negara persia (iran). Adapun
tahun kematian beliau masih menjadi perdebatan, ibn katsir mengatakan beliau wafat tahun
685 H sedangkan menurut Subky dan an-nawawiy wafat pada tahun 691 H Dia adalah
hakim di kota Syairaz dan sekaligus ahli tafsir alquran. Disana juga beliau mulai
bersentuhan dengan ilmu fiqh dan ushul fiqh, manthiq, filsafat, kalam dan adab. Imam Al-
baidhawi memiliki banyak guru diantaranya adalah ayahnya Al-imam Abu Al-qasim Umar
ibn Muhammad ibn Ali al-baidhawi (wafat pada tahun 672 H), ia mempelajari dari ayahnya
bidang fiqh Madzhab Syafi’i, ayahnya adalah seorang qadhi di syiraz dan terkenal dengan
keilmuan dan ketaqwaanya. Adapun guru selanjutnya ialah sahabatnya yaitu syekh
muhammad ibn muhammad alkahtai as-sufi ia belajar darinya tentang zuhud dan ibadah
dan gurunya yang laenya ialah syekh Syarafuddin Umar albusykani az-zaki beliau
merupakan ulama besar. Imam Al-baidhawi memiliki banyak murid diantaranya adalah
syekh fakhrudin Abu almakarim Ahmad ibn al-hasan al-jarbardi, syekh jamaluddin
muhammad ibn bakr ibn muhammad almuqri’, jalaluddin at-tayyar, dan Abu al-ma’ali.
Al-baidhawi adalah seorang ulama yang multidisipliner dalam ilmu pengetahuan,
yaitu ahli dalam bidang tafsir, bahasa arab, fiqh, ushul fiqh, teologi dan mantiq. Beliau
merupsakann sosok yang pandai dalam berdebat dan sangat menyukai etika diskusi.
Albaidhawi merupakan salah satu pengikut imam madzhab syafi’i dalam bidang fiqh dan
ushul fiqh serta menganut konsep teologi ahlu sunnah wal jamaah, beliau juga terkenal
dengan kezuhudanya pada kesenangan duniawi
Al-baidhawi hidup dalam keadaan politik yang tidak menentu. Sultan abu bakar
yang memegaang tampuk kekuasaan yang cukup untuk membangun tatanan masyarakat
ya ng baik. Bukan hanya supremasi keadilan yang lemah, namun juga sikap perilaku
hedonis dan boros dari para pejabat – pejabat yang berkuasa. Nampaknya hal inilah yang
kemudian melatarbelakangi pengunduran diri albaidhawi dari jabatan hakim agung.
Intervensi dari penguasa yang begitu kuat yang kemudian membuat kekhawatiran para
fuqaha termasuk al-baidhawi jika dituntut mengeluarka fatwa yang bertentangan denag
syariart islam.
1
K.H Sirajuddin Abbas. Thabaqatus syafi’iyah. Pustaka tarbiyah. Jakarta. 1978
B. Metode yang digunakan mufasir
a. Al Baidhawi2
sebagaimana kebanyakan kitab-kitab tafsir pada saat itu, Al-Baidhawi menggunakan metode
tahlili yang berupaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara berurutan sesuai dengan urutan
utsmani, dari ayat ke ayat hingga surat ke surat dan beliau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dari
berbagai segi yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan. Sedangkan apabila ditinjau dari
segi sumber, kitab Anwār al-Tanzil Wa Asrār al-Tawîl ini menggunakan pendekatan tafsir bi al-
ma’tsūr dan bi al- ra’yi sekaligus. Yakni pengambilan sumber panafsirannya berasal dari ayat al-
Qur’an itu sendiri, hadits Nabi saw, pendapat para sahabat dan tabi’în, serta tidak meninggalkan
ra’yunya sendiri. Terkadang beliau menafsirkan al-Qur’an hanya dengan bersandar pada akal
pikirannya sendiri dan memasukkan begitu saja kedalam tafsirnya.
b. Imam Jalaludin Asy-Syuyuti
Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab ini adalah metode tahlili dengan bentuk bil-
ma’tsur. Meskipun dikategorikan dalam metode tahlili (analisis) dengan menafsirkan secara
analisis menurut urutan mushaf, as-Suyuti sama sekali tidak memberikan komentar baik dari sisi
bahasa (kosakata/lafaz), menjelaskan arti yang dikehendaki, unsur i’jaz dan balaghah maupun
penjelasan-penjelasan lain seperti aspek kandungan pengetahuan, hukum, asbab al-nuzul,
munasabah dan tambahan ijtihad yang lazim digunakan oleh para mufassir pada zamannya. Ia
hanya mecantumkan riwayat-riwayat yang diawali kata akhraja dilanjutkan dengan hadits atau
kata akhraja diikuti sepintas nama kitab atau pengarang kitab yang dirujuk kemudian riwayat yang
berisi penjelasan terhadap ayat yang terkait tanpa menjelaskan shahih atau dhaif-nya riwayat
tersebut.
2
Ade jamaludin JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011