Kep Keluarga
Kep Keluarga
keperawatan keluarga
Disusun oleh:
KELOMPOK III
MALANG 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa karna atas berkat dan rahmatnya dan limpahannya
kami bisa menyelesaikan makalah ini dalam keadaan sehat wal afiat. Makalah ini di buat
untuk memenuhi tugas matakuliah keperawatan keluarga di program studi ilmu keperawatan,
fakultas ilmu kesehatan, universitas tribhuwana tunggadewi malang
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan maka dari itu
kami momohon saran agar kami akan memperbaiki di makalah selanjutnya. Dan akhir kata
kami memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan maupun materi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kenyataannya, di dalam masyarakat itu sendiri terdapat beraneka ragam konsep
sehat-sakit, yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat-sakit yang
diberikan oleh pihak provider atau penyelengaraan pelayanan kesehatan. Timbulnya
perbedaan konsep sehat-sakit yang dianut oleh masyarakat dengan konsep sehat-sakit yang
diberikan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan disebabkan karena persepsi sakit yang
berbeda antara masyarakat dan kita sebagai provider. Dengan kata lain adanya perbedaan
yang berkisar antara penyakit (disease) dengan illness (rasa sakit).
Sehat dan sakit seseorang berhubungan dengan perilaku manusia. Oleh karena itu
sebelum membahas tentang perilaku kesehatan, maka kita harus mengetahui definisi tentang
perilaku manusia itu sendiri. Menurut Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan
bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan
respons. Ia membedakan adanya dua respons, yakni :
1. Respondent respons (reflexive respons), ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu.
2. Operant respons (instrumental respons), ialah respons yang timbul dan berkembangnya
diikuti oleh perangsang tertentu.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Pada hakekeatnya sehat atau kesehatan dapat diartikan sebagai kondisi yang normal dari
kehidupan manusia. Kesehatan adalah hak azasi setiap manusia yang dibawa sejak lahir.
Hidup sehat adalah hidup yang mengikuti hukum alam atau cara-cara alamiah (kebutuhan
udara segar, istirahat, relaksasi, tidur, kebersihan, sikap mental, (attitudes of mind) yang baik,
kebiasaan yang baik dan pola hidup (pattern of living) yang baik, dan lain-lain), baik dari segi
fisik, kejiwaan, dan lingkungan hidupnya. Kata sehat merupakan Indonesianisasi dari bahasa
Arab “ash-shihhah” yang berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai
dengan kenyataan. Kata sehat dapat diartikan pula :
(1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras,
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ‘ash-shihhah’ yaitu al-‘afiah yang berarti ash-
shihhah at-tammah (sehat yang sempurna ). Kedua kata ash-shihah dan al-afiah sering
digabung digabung menjadi satu yaitu ash-shihhah wa al’afiah, yang apabila diIndonesiakan
menjadi ‘sehat wal afiat’ dan artinya sehat secara sempurna.
Kata sehat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan/kondisi seluruh badan
serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit. Mengacu pada Undang-Undang Kesehatan No 23
tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis
Sebetulnya belum ada batasan untuk ‘sehat’ yang sudah disepakati bersama oleh
semua pihak. Dalam pengertian awam, ‘sehat’ berarti badan yang sehat, dengan jiwa yang
sehat dalam keluarga yang sehat dan dalam lingkungan yang sehat. Batasan ‘sehat’ menurut
WHO (1948), sehat adalah kondisi fisik, mental, dan sosial yang sempurna dan bukan
sekedar tidak sakit atau tidak cacat. Batasan sehat menurut WHO yang mencakup keadaan
fisik, mental, dan sosial sering perlu ditambah dengan sehat ‘spiritual’. Dapat disimpulkan
sehat adalah suatu kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai
fungsinya dan sebagaimana mestinya baik kondisi fisik, mental, sosial,dan spiritual.
Sakit dan penyakit tidaklah sama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
membuat definisi tentang ‘penyakit’, tetapi merumuskan definisi ‘sehat’. Penyakit (disease)
adalah suatu bentuk reaksi biologis, terhadap suatu organisme, benda asing atau luka
(injury). Sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit tersebut dalam arti
penganlaman dia langsung. Sebagai contoh pasien dengan Leukemia yang sedang menjalani
pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan pasien lain dengan
kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi mungkin
akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
2.3 Relevansi atau Keterkaitan Sehat dan Sakit bagi Studi Kesehatan
Sebagian besar persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit ini sangatlah dipengaruhi
oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya, tenaga
kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif. Perbedaan
persepsi inilah yang sering menimbulkan masalah dalam pendefinisian antara konsep sehat
dan sakit menurut ilmu kesehatan dengan konsep sehat dan sakit menurut budaya ataupun
kepercayaan masyarakat Terkadang orang tidak segera menggunakan sarana kesehatan yang
tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa bahwa
penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka ia akan memilih untuk berobat pada
“orang pandai” yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya
sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997).
Perbedaan konsep sehat dan sakit ini antara orang sakit dengan petugas kesehatan
merupakan tantangan utama bagi petugas kesehatan. Maka diperlukannya pembekalan sejak
dini tentang pemahaman tentang sehat-sakit bagi para calon tenaga kesehatan, baik perawat,
bidan, dokter, rekam medis, dan lain-lain melalui proses pembelajaran di kampus, sehingga
mereka dapat meminimalkan kesalahpahaman masyarakat dalam pendefinisian sehat dan
sakit.
1. Mencegah dari sakit, kecelakaan, dan masalah kesehatan yang lain (preventif).
2. Meningkatkan derajat kesehatannya ( promotif ), yakni perilaku-perilaku yang terkait
dengan peningkatan kesehatan.
Perilaku orang sehat supaya tetap (terhindar dari penyakit) dan bahkan lebih meningkatkan
kesehatannya, sekurang-kurangnya mencakup hal berikut :
1) Makan dengan menu seimbang, dengan komposisi makanan sehari-hari terdiri dari
makanan-makanan yang mengandung : karbihidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin-
vitamin.
2) Aktifitas fisik secara teratur (tidak harus dalam bentuk olahraga), sekurang-kurangnya
30 menit sehari, dan sekurang-kurangnya 3 kali dalam satu minggu.
3) Tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat menimbulkan adeksi atau
kecanduan, termasuk tidak merokok.
Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat
respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar tubuh), baik respons
pasif ( pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan
dengan sakit dan penyakit.
Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun
tradisional, meliputi :
Respons tersebut tewujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas,
petugas maupun penggunaan obat-obatan.
Perilaku ini adalah respons individu terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
persepsi, sikap dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya
(gizi, vitamin), dan pengelolaan makanan sehubungan kebutuhan tubuh kita.
Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant (faktor
penentu) kesehatan manusia.
2.4.1 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa klasifikasi perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan adalah :
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu perilaku individu yang ada kaitannya
dengan health promotion, health prevention, personal hygiene, memilih makanan, dan
sanitasi.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yaitu semua aktivitas yang dilakukan oleh individu
yang merasa sakit untuk mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakitnya,
pengetahuan dan kemampuan individu untuk mengenal penyakit, pengetahuan, dan
kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan usuah-usaha untuk mencegah
penyakit.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala aktivitas individu yang
sedang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping
berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain, terutama pada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan
tanggungjawab terhadap kesehatannya.
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bahwa perilaku sakit
adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar
memperoleh kesembuhan ada beberapa penyebab perilaku sakit sebagai berikut.
1. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.
2. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.
3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan
keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat.
5. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
6. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.
7. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
8. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
9. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas, tenaga, obat-
obatan, biaya, dan transportasi.
Dalam klasifikasi perilaku kesehatan Becker (1979) ada tiga perilaku, yaitu perilaku
kesehatan (health behavior), perilaku sakit (illness behavior), dan perilaku peran sakit (the
sick role behavior) perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala aktivitas
individu yang sedang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di
samping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain, terutama pada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab
terhadap kesehatannya.
Orang yang berpenyakit (having a diseases) dan orang yang sakit (having an illness) adalah
dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalah suatu kondisi patologis yang obyektif, sedangkan
sakit adalah evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat-sakit. Dua orang atau lebih
secara patologis menderita suatu jenis penyakit tertentu yang sama, bisa jadi orang yang satu
akan merasa lebih sakit dari yang lain, dan bahkan orang yang satu lagi tidak merasa sakit.
Hal ini disebabkan evaluasi atau persepsi mereka berbeda seorang dengan yang lain. Orang
yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut dalam
masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan perubahan peranannya di dalam
masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarganya dan memasuki posisi baru. Posisi baru
ini menurut peranan yang baru pula. Peranan baru dari orang sakit (pasien) harus
mendapatkan suatu pengakuan dan dukungan dari anggota keluarga, masyarakat yang sehat
dan secara wajar.
3. Hak-Hak Orang Sakit
Hak orang sedang sakit yang pertama dan utama adalah bebas dari segala tanggungjawab
sosial yang normal. Artinya orang yang baru sakit mempunyai hak untuk melakukan
perkerjaan sehari-hari yang biasanya ia lakukan. Hal ini boleh dituntut, namun tidak mutlak,
maksudnya, tergantung dari tingkat keparahan atau tingkat persepsi dari penyakitnya tersebut.
Apabila tingkat keparahannya masih rendah orang tersebut mungkin tidak perlu menuntut
haknya. Dan seandainya mau menuntut harus tidak secara penuh, maksudnya ia tetap berada
di dalam posisinya, tetapi peranannya dikurangi, dalam arti volume dan frekuensi kerjanya
dikurangi.
Disamping haknya yang dapat dituntut, orang yang sedang sakit juga mempunyai kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi. Pertama, orang yang sedang sakit mempunyai kewajiban
untuk sembuh dari penyakitnya. Memperoleh kesembuhan bukanlah hak penderita, tetapi
kewajiban penderita. Mengapa? Karena kita manusia diberi kesempurnaan dan kesehatan
oleh Tuhan. Secara alamiah manusia itu sehat, adapun menjadi jatuh sakit sebenarnaya
kesalahan manusia sendiri. Oleh karena itu, bila ia jatuh sakit ia untuk mengembalikan
posisinya keadaan sehat. Manusia berkewajiban untuk selalu sehat.
Pengertian kesehatan keluarga itu adalah pengetahuan tentang keadaan sehat fisik,
jasmanidan sosial dari induvidu-induvidu yang terdapat dalam satu keluarga. Antara induvidu
yangsatu dengan lainnya saling mempengaruhi dalam lingkaran siklus keluarga untuk
mencapaiderajat kesehatan keluarga yang optimal
Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat karena
menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan
orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi
dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan
nilai-nilai budaya keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang
tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan
tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) pada tahun 2017 mengeluarkan
sebuah gerakan bernama Germas alias Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Dalam gerakan ini,
terdapat 12 indikator keluarga sehat yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39
Tahun 2016.
Indikator keluarga sehat ini sendiri terbagi menjadi 5 kategori yang meliputi program seputar
gizi serta kesehatan ibu dan anak, pengendalian dua jenis penyakit yakni yang menular dan
tidak menular, perilaku sehat masyarakat, rumah dan lingkungan yang sehat, serta kesehatan
jiwa.Yuk, coba cek apakah Anda sudah memenuhi 12 indikator keluarga sehat berikut ini:
Anda pasti sudah sering mendengar mengenai Keluarga Berencana (KB), bukan? Program
yang dicanangkan pemerintah ini bertujuan untuk membatasi 2 anak setiap keluarga dengan
alasan kesejahteraan. Indikator ini dianggap sudah terpenuhi jika sebuah keluarga
mendapatkan pelayanan KB di tingkat desa atau kelurahan. Selain itu, keluarga juga
mendapatkan penyuluhan KB oleh tenaga kesehatan dan promosi KB yang dilakukan pemuka
agama setempat. Keluarga juga dianggap lolos indikator pertama ini jika mendapatkan
pendidikan mengenai kesehatan reproduksi selama sekolah maupun menempuh pendidikan di
perguruan tinggi.
Indikator keluarga sehat yang berikutnya dianggap tercapai apabila dalam sebuah keluarga
sang ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan resmi seperti puskesmas atau rumah
sakit. Faktor pendukungnya adalah adnaya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang
berkualitas di skala puskesmas, kemudian terdapat ruang tunggu kelahiran dan alat
transportasi yang memadai untuk membawa ibu yang akan melahirkan.
Selain itu, ada juga tempat pelayanan kebugaran ibu hamil misalnya senam hamil, dan ibu
mendapatkan penyuluhan dari tenaga kesehatan mengenai pentingnya melakukan persalinan
dengan tenaga yang ahli dan terpercaya.
Indikator keluarga sehat yang ketiga adalah jika dalam sebuah keluarga terdapat anak berusia
antara 1 sampai dengan 2 tahun, maka ia seharusnya sudah memperoleh imunisasi dasar
lengkap. Imunisasi dasar ini meliputi vaksin Hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak.
Faktor pendukung dari indikator ini adalah adanya pelayanan imunisasi dasar di puskesmas
maupun fasilitas kesehatan lain yang terdekat dengan keluarga. Kemudian ibu dan ayah
seharusnya juga mendapatkan pengenalan imunisasi dasar dan mengetahui pentingnya
imunisasi dasar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Keluarga juga harusnya mendapatkan
imbauan untuk melakukan imunisasi dasar kepada anak oleh para pemuka agama dan kader
PKK. Yang terakhir, keluarga seharusnya memperoleh informasi secara nasional baik melalui
televisi atau media lainnya mengenai imunisasi.
Masih berhubungan dengan bayi, indikator keluarga sehat yang keempat berkaitan dengan
ASI. Bayi dalam sebuah keluarga seharusnya mendapatkan ASI eksklusif selama minimal 6
bulan. Jika ada ibu yang kesulitan memberikan ASI, seharusnya bisa dengan mudah
mendapatkan pelayanan konsultasi di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Ibu harus
juga mendapatkan promosi berkenaan pentingnya ASI eksklusif yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan terkait.
Indikator keluarga sehat yang berikutnya masih berhubungan dengan bayi dan balita. Mereka
seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan setiap bulannya, minimal dengan menimbang
berat badan. Pelayanan kesehatan ini minimal dilakukan satu kali setiap bulan dan dibimbing
secara langsung oleh Puskesmas namun pelaksanaannya bisa dilakukan oleh ibu-ibu di
lingkungan tersebut. Untuk anak yang sudah menginjak masa sekolah seperti TK dan
playgroup juga mendapatkan pemantauan pertumbuhan di sekolah masing-masing.
Indikator kesehatan keenam berkaitan dengan pengendalian penyakit menular dan tidak
menular. Dalam hal ini, jika di dalam suatu keluarga terdapat seseorang yang menderita
penyakit batuk lebih dari 2 minggu atau memang sudah diketahui mengalami tuberkolosis,
maka wajib berobat sesuai dengan ketentuan. Faktor pendukung dari indikator ini adalah
adanya pelayanan kesehatan untuk penderita tuberkolosi dan penyakit paru di puskesmas atau
rumah sakit. Dalam sebuah keluarga, juga harus ada pengawas menelan obat atau PMO yang
berfungsi mengingatkan penderita tuberkolosis dan paru agak selalu minum obat secara
teratur.
Apabila di dalam sebuah keluarga juga terdapat anggota yang menderita tekanan darah tinggi,
maka harus berobat dengan rutin karena penyakit ini bisa menjadi komplikasi dan memicu
penyakit mematikan lainnya. Keluarga seharusnya bisa mendapatkan akses kesehatan di
faskes terdekat. kemudian penderita hipertensi juga harus bisa mendapatkan pengawasan
menelan obat sesuai kebutuhan dan bisa melakukan konsultasi untuk berhenti merokok.
Dalam lingkungan setempat juga harus digalakkan aktivitas fisik bersama seperti senam
secara berkala. Keluarga juga perlu mendapat wawasan mengenai makanan dan minuman
yang seharusnya tidak dikonsumsi oleh yang mengalami hipertensi.
Indikator kesehatan keluarga yang kedelapan berkaitan dengan perilaku sehat. Dalam hal ini,
seluruh anggota keluarga diharapkan bebas rokok alias tidak merokok sama sekali. Keluarga
harus mendapatkan pelayanan untuk berhenti merokok di puskesmas atau faskes lain yang
terdekat. Harusnya ada pula larangan untuk merokok di tempat umum seperti sekolah, tempat
ibadah, dan perkantoran. Usia pembeli rokok di warung atau minimarket juga perlu dibatasi
sehingga tidak ada kesempatan untuk anak di bawah umur merokok.
Indikator kesehatan berikutnya berkenaan dengan rumah dan lingkungan yang sehat. Dalam
hal ini, keluarga harusnya memiliki akses air bersih baik dalam bentuk PDAM maupun
sumur. Secara luas, keluarga juga harus bisa mendapatkan air bersih di tempat-tempat umum
seperti sekolah atau perkantoran. Perlu juga diadakan penyuluhan air bersih dari tenaga
kesehatan terkait.
Indikator ini dianggap berhasil jika keluarga sudah memiliki akses terhadap jamban sehat,
yakni jamban berbentuk leher angsa dan bukan hanya sekadar lubang di tanah. Keluarga juga
perlu memperoleh penyuluhan terkait pentingnya menggunakan jamban sehat.
Indikator kesehatan keluarga yang terakhir mengenai kesehatan jiwa. Apabila ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, maka harus diajak berobat dan tidak ditelantarkan.
Sebab penderita gangguan jiwa justru perlu diberi dukungan sehingga bisa segera sembuh.
Tentu saja lingkungan dalam kondisi bersih serta sehat akan membuat para
penghuninya nyaman dan kesehatan tubuhnya terjaga dengan baik. Kesehatan
tubuh manusia berada pada posisi paling vital. Alasannya tentulah mengarah pada
keberagaman kegiatan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Pengertian Kesehatan Lingkungan
1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari -hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum
adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai
berikut : 2,5
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut : 2,6
4. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor -
faktor /unsur, berikut: 6
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian
disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk
Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah
Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis.
Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang
rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang
dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp,
Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk
mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau
dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha -usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara
perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat
menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi
bakteri penyebab.
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa
boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan
atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
Karena itulah, wajar jika upaya melalui budaya hidup bersih dan sehat belum juga
maksimal dilakukan secara serentak di seluruh wilayah. Karenanya, kerjasama
pemerintah dengan masyarakat harus terjalin dengan baik agar tempat pembuangan
sampah serta upaya memunculkan kesadaran hidup bersih dan sehat terealisasi
secara maksimal.
Melalui kerjasama yang baik dan saling mendukung, tentu upaya memunculkan
kesadaran budaya hidup sehat dan bersih akan tampak ringnan dan mudah
diwujudkan dalam waktu singkat. Pengaruh kehidupan di lingkungan masyarakat
dengan kebersihan yang terjaga pun akan dapat segera dirasakan secara langsung.
Selain itu, ulasan ini pun juga akan membantu memberikan gambaran mengenai
beberapa langkah untuk menciptakan lingkungan dengan kebersihan yang terjaga.
Cara ini termasuk cara yang mudah untuk dilakukan secara bersama antara
individu, masyarakat hingga pemerintah.
Kedua hal tersebut harus dilakukan secara beriringan sehingga tujuan menciptakan
lingkungan dalam kondisi kebersihan terjaga bisa tercapai tanpa ada paksaan.
Selain itu, tujuan itu juga merupakan sebuah kesadaran dan kebutuhan semua
orang. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan
yang bersih. Langkah-langkah tersebut di antaranya adalah:
PENUTUP
A. Simpulan
Sehat adalah suatu kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai
fungsinya dan sebagaimana mestinya baik kondisi fisik, mental, sosial,dan spiritual. Sakit
(illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit tersebut dalam arti penganlaman dia
langsung. Konsep sehat-sakit sangat keterkaitan/ relevansi bagi studi kesehatan, karena
banyak masyarakat masih memiliki persepsi yang salah tentang sehat-sakit, maka ini adalah
tugas kita sebagai calon tenaga kesehatan agar dapat menjelaskan konsep sehat-sakit yang
benar kepada masyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman lagi tentang konsep sehat-
sakit. Perilaku sehat dan perilaku sakit manusia juga sangat penting kita lakukan supaya kita
dapat tetap hidup sehat dan ketika sakit dapat menyikapinya dengan baik. Seseorang yang
berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut dalam
masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan perubahan peranannya di dalam
masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarganya dan memasuki posisi baru.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan pada dasarnya diberikan
kesehatan dan kesempuranaan dibanding makhluk ciptaanNya yang lain supaya dapat
menjaga kesehatan kita, karena sehat itu sangatlah mahal harganya.
DAFTAR PUSTAKA
Kusmiati, Sri. 1990. Dasar-Dasar Perilaku. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Departemen Kesehatan.