Anda di halaman 1dari 33

SUMBER ENERGI ANGIN DAN TEKNOLOGI

PEMANFAATAN ENERGI ANGIN

TUGAS MATA KULIAH


Teknologi Energi Terbarukan
(Dosen Pengampu : Prof. Dr. Istadi, S.T., M.T.)

Disusun Oleh:

Farah Marda Y.P. 21030118420023


Tesha Yuhani Andychristi 21030118420025

Program Studi Magister Teknik Kimia


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatnya, makalah berjudul “Sumber Energi Angin dan Teknologi Pemanfaatan Energi
Angin” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Energi Terbarukan dan
sekaligus untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita akan energi. Pada makalah ini
disampaikan deskripsi singkat tentang sumber energi angin dan teknologi terbaru untuk
memanfaatkan energi angin. Makalah ini, dibahas lebih detail mengenai prinsip/konsep dasar
pemanfaatan energi angin, peralatan-peralatan utama untuk energi angin, potensi energi angin
di Indonesia dan kendalanya, serta teknologi terbaru pemanfaatan energi angin.
Penulis sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan,
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini dari awal hingga akhir. Besar harapan penulis agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi penulis sendiri.

Semarang, 23 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
SECTION 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
SECTION 2. PEMANFAATAN ANGIN DAN TEKNOLOGINYA .......................... 5
2.1. ENERGI ANGIN .............................................................................................. 5
2.2. POLA ALIRAN ANGIN .................................................................................. 5
2.3. KECEPATAN ANGIN ..................................................................................... 6
2.4 DISTRIBUSI KECEPATAN ANGIN .............................................................. 8
2.5 TURBIN ANGIN ............................................................................................ 10
2.6 KOMPONEN TURBIN ANGIN ..................................................................... 11
2.7 PRINSIP KONVERSI ANGIN ....................................................................... 13
2.8 EFISIENSI KINERJA TURBIN ANGIN ....................................................... 14
2.9 INSTALASI TURBIN ANGIN ....................................................................... 16
2.10 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN .............................................. 17
2.11 KETERSEDIAAN ENERGI ANGIN ............................................................ 17
SECTION 3. POTENSI PEMANFAATAN TENAGA ANGIN ............................... 19
3.1. KEUNGGULAN TENAGA ANGIN SEBAGAI SUMBER ENERGI
YANG BERKELANJUTAN SERTA POTENSI PEMANFAATANNYA DI
INDONESIA ............................................................................................................. 19
3.2. LOKASI POTENSI TENAGA ANGIN YANG UTAMA DI INDONESIA
UNTUK PASOKAN ENERGI MASSAL ................................................................. 21
3.3. TANTANGAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN,
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERBARU SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI .............................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28

iii
SECTION 1
PENDAHULUAN
Angin merupakan udara yang bergerak karena pemanasan atau radiasi matahari ke
permukaan bumi yang tidak merata. Pada siang hari, udara memanas lebih cepat di atas
permukaan tanah daripada air. Udara hangat memuai dan bergerak naik sehingga tercipta
perbedaan tekanan udara sehingga udara yang lebih dingin akan mengalir masuk sehingga
membentuk angin yang bertiup dari laut ke darat. Sedangkan pada malam hari, udara
mendingin lebih cepat di atas permukaan tanah daripada air sehingga arah angin berbalik dari
darat ke laut (Dijkstra, 2016). Proses aliran angin pada siang dan malam digambarkan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Aliran angin siang dan malam


Pergerakan udara didasari oleh prinsip massa. Molekul udara termasuk suatu massa
yang terpengaruh gravitasi bumi sehingga memiliki berat. Molekul udara yang panas lebih
ringan daripada molekul udara yang dingin sehingga udara panas bergerak naik dan digantikan

1
dengan udara yang lebih dingin yang bergerak mengalir ke bawah mendekati permukaan bumi.
Ilustrasi dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 1.2 Siklus perpindahan molekul udara


Pola pergerakan aliran udara dalam membentuk angin dengan kecepatan tertentu secara
umum dipengaruhi oleh berbagai gaya yang ada di atmosfer. Pertama, angin bertiup karena
adanya suatu gaya yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara yang mendorong udara
bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kedua, angin berhembus di atas permukaan
bumi yang beragam dan tidak rata sehingga ada gaya gesekan yang terjadi yang akan
mempengaruhi laju udara (Friedl, 2018).

Gambar 1.3 dan 1.4 Pola pergerakan angin di berbagai bentuk permukaan bumi
Selain perubahan suhu dan tekanan, kecepatan dan arah angin juga dipengaruhi oleh
rotasi bumi dan percepatan sentripetal. Pada gaya sentripetal dapat menambah kecepatan udara
dan mengubah arah angin dengan menciptakan gaya pada sudut yang sesuai terhadap aliran
angin menuju pusat rotasi. Jadi, di sini masih ada pengaruh tekanan. Angin bertekanan rendah
disebut siklon bertiup berlawanan arah jarum jam menuju belahan bumi utara, sedangkan angin

2
bertekanan tinggi disebut antisiklon berhembus searah jarum jam yang keluar dari belahan
bumi bagian utara (Barber, 2018).

Gambar 1.5 Arah angin siklon dan antisiklon


Selama bumi masih terus berotasi maka angin akan selalu berhembus membawa
pengaruh tersendiri terhadap pembentukan angin. Rotasi bumi menimbulkan efek Coriolis
yaitu suatu gaya yang membelokkan aliran udara mendorong peralihan aliran udara yang
bergerak dengan arah yang berlawanan dengan perputaran bumi. Gaya rotasi bumi juga
mempengaruhi tiupan arah angin dari kutub menuju ekuator yang menyebabkan udara bergerak
menjauhi garis ekuator dan menuju kutub (Barber, 2018).

Gambar 1.6 Pergerakan angin jika bumi tidak berotasi dan berotasi

3
Beberapa contoh pemanfaatan tenaga angin untuk kebutuhan energi spesifik adalah
pemanfaatan angin untuk mendorong kapal layar, penggunaan kincir angin untuk
menghasilkan tenaga mekanik seperti memompa dan irigasi air, akan tetapi seiring berjalannya
waktu angin dimanfaatkan sebagai sumber energi kinetik untuk menghasilkan energi baru yang
dibutuhkan, seperti dimanfaatkan untuk menghasilkan arus listrik.

4
SECTION 2
KONSEP DAN PRINSIP PEMANFAATAN
2.1 Energi Angin
Sebagian besar energi angin yang tersimpan dalam gerakan angin dapat ditemukan di
tempat tinggi dengan kecepatan angin lebih dari 160 km/jam (99 mph) kemudian energi angin
bergesekan sehingga menimbulkan panas yang menyebar ke seluruh permukaan bumi dan
atmosfer (Bhatia, 2014).
Pada akhir tahun 2014, sekitar 84% dari total instalasi energi angin di dunia telah
dipasang oleh sepuluh besar negara yang mendominasi tenaga angin yaitu Cina, Amerika
Serikat, Jerman, India, Spanyol, Inggris, Kanada, Italia, Prancis, dan Denmark (Ackerman,
2012).
Cina adalah produsen tenaga angin terbesar yaitu 158.000 MW diikuti oleh Amerika
Serikat sejumlah 74.696 MW kemudian disusul Jerman 47.420 MW, India sebesar 27.151 MW,
dan Spanyol 22.987 MW. Seitar 73% angin dari total energi angin di dunia terbagi luas ke
semua negara tersebut. Kecepatan angin rata-rata 3,5 m/s hingga 25 m/s (Dawn, et.al, 2019).

2.2 Pola Aliran Angin


Pola aliran angin berkaitan dengan arah dan kecepatan angin yang berhembus yang
bervariasi setiap waktunya sehingga harus menggunakan data untuk 16 arah mata angin sebagai
berikut:

Gambar 2.1 Arah mata angin


Arah utara ke selatan  y = cos (rad) x v
Arah timur ke barat  x = sin (rad) x v
v : kecepatan angin

5
Besaran kecepatan angin berfluktuasi dari satu tempat ke tempat lain setiap waktu
sehingga dengan demikian pengukuran potensi tenaga angin di suatu daerah menggunakan
angka kecepatan rata-rata yang dihitung berdasarkan frekuensi kecepatan masing-masing
interval pada periode waktu tertentu (http://colaweb.gmu.edu).
Studi analisa kecepatan rata-rata angin perlu dilakukan dalam jangka waktu minimal satu
tahun untuk menentukan jumlah potensi tenaga angin yang dapat diandalkan. Data frekuensi
dan kecepatan angin di suatu daerah tertentu biasanya disajikan dalam bentuk diagram yang
bernama “windrose diagram”. Diagram tersebut dapat menunjukkan distribusi kecepatan angin
dari suatu daerah pada periode waktu tertentu yang memberi informasi mengenai jumlah energi
angin yang tersedia di lokasi tersebut yang kemudian dapat digunakan untuk perancangan
pemanfaatan energi angin yang ada.

Gambar 2.1 Proses Pasang Surut

Gambar 2.2 Windrose diagram

2.3 Kecepatan Angin


Secara umum angin dibagi menjadi beberapa kelas. Skala yang digunakan untuk
mengukur kecepatan angin baik di darata maupun di laut adalah skala Beaufort. Skala Beaufort
dimulai dari angka 0 untuk hembusan angin tenang hingga 12 yang bersifat berbahaya dan
menghancurkan.

6
Tabel 2.1 Skala Beaufort
Force Knots Nama Untuk laut Untuk darat
0 <1 Tenang Laut seperti cermin Kabut naik vertikal
1 1–3 Hembusan Ombak kecil yang Arah angin
angin terbentuk tapi tanpa ditunjukkan oleh
ringan puncak buih kabut yang melintas
tetapi tidak oleh
turbin angin
2 4–6 Hembusan Gelombang kecil, Angin terasa di
angin pendek, nyata. Puncak wajah, daun
sepoi- memiliki penampakan gemerisik, turbin
sepoi seperti kaca yang tidak bisa digerakkan oleh
pecah angin
3 7 – 10 Hembusan Gelombang besar, Daun dan ranting
angin puncak gelombang kecil dalam gerakan
sepoi- mulai pecah, buih konstan, angin
sepoi seperti kaca, ombak membentangkan
tersebar bulu-bulu ringan
4 11 – 16 Hembusan Gelombang kecil, Angin
angin panjang, ombak yang mengumpulkan debu
sedang cukup sering dan melepaskan
lembaran, cabang-
cabang kecil
bergerak
5 17 – 21 Hembusan Gelombang sedang, Pohon-pohon kecil
angin panjang dan jelas, mulai bergoyang
sejuk menyebakan cipratan-
cipratan putih
6 22 – 27 Hembusan Gelombang besar mulai Cabang pohon besar
angin tidak berbentuk, buih bergerak
kencang putih menyebar
kemana-mana, dan
mungkin ada cipratan-
cipratan
7 28 – 33 Angin Buih putih dari ombak Seluruh pohon
sedikit mulai pecah sepanjang bergerak, tidak
kencang arah tiupan angin nyaman berjalan
melawah arah angin
8 34 – 40 Angin Gelombang tinggi dan Ranting patah dari
kencang besar, buih-buih pecah pohon, sulit untuk
sepanjang arah angin berjalan melawan
arah angin
9 41 – 47 Angin Gelombang tinggi, Kerusakan struktural
kencang gumpalan busa ringan terjadi
sekali sepanjang arah angin,
puncak gelombang
mulai runtuh, jatuh, dan
berguling

7
10 48 – 55 Badai Gelombang yang sangat Pohon tumbang,
tinggi, permukaan laut kerusakan struktural
tampak putih. Ombak yang cukup besar
jatuh berguling-guling
11 56 – 63 Badai Ombak sangat tinggi Kerusakan luas
dahsyat (kapal-kapal berukuran
kecil dan menengah
bisa hilang semenetara
karena ombak), ombak
menjadi biuh-buih
sehingga laut ditutupi
oleh buih-buih
12 64 Badai Laut berbuih putih Kerusakan luas
topan dengan cipratan-
cipratannya sehingga
hembusan angin disertai
buih dan cipratannya
(Steiner, 2009)
2.4 Distribusi Kecepatan Angin
Berbagai studi telah dilakukan pada penggunaan fungsi kecepatan probabilitas untuk
permodelan kecepatan angin di banyak negara. Ada beberapa fungsi kerapatan yang dapat
digunakan untuk menggambarkan frekuensi kecepatan angin dimana distribusi probabilitas
Weibull dan Rayleigh merupakan dua fungsi yang paling umum digunakan. Kedua fungsi
tersebut banyak digunakan secara luas dalam analisa energi angin karena pendekatannya
dianggap cukup akurat dan kemanfaatannya yang fleksibel untuk menggambarkan variasi
kecepatan angin.
Distribusi Weibull memiliki dua parameter sementara distribusi Rayleigh hanya
memiliki satu parameter. Tiap negara memiliki hasil distribusi kecepatan angin yang berbeda,
jadi parameter Weibull dan Rayleigh belum tentu dijadikan patokan. Patokannya menggunakan
parameter apa sehingga hasil distribusi kecepatan angin berdeketan dengan kecepatan angin
sesungguhnya di tiap-tiap tempat sehingga tiap negara berbeda-beda parameter yang
digunakan.
Tabel 2.2 Probabilitas Weibull dan Rayleigh
Persamaan Weibull Rayleigh
Fungsi kepadatan f(V) = ( ) ( )k-1 exp [- f(V) = 𝜋 ( 𝑣 ) exp
𝑘 𝑣
𝑐 𝑐 2 𝑣 𝑎𝑣𝑔
probabilitas 𝑣 k 2
(𝑐 ) ] 𝜋 𝑣
[( 4 ) (𝑣 𝑎𝑣𝑔) ]
Fungsi distribusi F(V) = 1 – exp [-(𝑣)k] F(V) = 1 – exp
𝑐 2
kumulatif 𝜋 𝑣
[( 4 ) (𝑣 𝑎𝑣𝑔) ]
Parameter (k dan c) 𝜎 −1,086 k=2
k = (𝑣 𝑎𝑣𝑔)

8
𝑣 𝑎𝑣𝑔
c= 1
𝛤 (1+ )
𝑘
Kecepatan rata-rata 1 1
vavg = cΓ (1+ 𝑘) vavg = 𝑁 ∑𝑁
𝑖=1 𝑣𝑖
Perhitungan fungsi Γx = ∫∞ 𝑒 −𝑢 𝑢 𝑥−1 𝑑𝑢
0
gamma
Sebagai contoh studi kasus “Techno-Economic Assessment of Wind Power Potential of
Hawke’s Bay using Weibull Parameter” oleh Zahid Hussain Hulio, dkk (2019) mengambil
studi kasus di Teluk Hawke, Paksitan. Mereka mengukur kecepatan angin tahunan rata-rata
pada ketinggian 30, 60, dan 80 m.

Gambar 2.3 Kecepatan angin tahunan rata-rata ketinggian 10 m dan 80 m


Pada studi kasus ini didaptkan bahwa perhitungan data angin yang sesuai menunjukkan
bahwa distribusi Weibull memiliki hasil yang lebih baik daripada distribusi Rayleigh di Teluk
Hawke. Nilai rata-rata yang diperoleh dari parameter k dan c adalah 2,80 m/s dan 6,02 m/s
pada 30 m; 2,91 m/s dan 6,57 m/s pada 60 m dan 2,94 m/s dan 6,79 m/s pada 80 m. Nilai
maksimum, minimum, dan rata-rata parameter k dan c pada 30, 60, dan 80 m ada pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.3 Kecepatan angin, standar deviasi, dan parameter Weibull k dan c untuk masing-
masing data
Variabel Max Min Mean Max Min Mean Max Min Mean
30 m 60 m 80 m
vs 6,89 3,90 5,40 7,45 4,22 5,84 7,71 4,39 6,05
∑ 2,45 1,57 2,01 2,67 1,81 2,24 2,87 1,77 2,32
k 3,76 1,85 2,80 3,89 1,93 2,91 4,01 1,87 2,94
c 7,76 4,28 6,02 8,39 4,74 6,57 8,65 4,92 6,79

9
Gambar 2.4 Hasil perbandingan distribusi Weibull dan Rayleigh

2.5 Turbin Angin


Pada dasarnya, energi kinetik dari angin akan menggerakkan turbin angin yang
menyerupai baling-baling sehingga bilahnya akan berputar seiring hembusan angin dan
porosnya yang terhubung ke generator yang akan meberikan daya pada generator untuk
menghasilkan arus listrik (Purohit dan Michaelowa, 2007).
Turbin angin modern biasanya terbagi menjadi dua kategori menurut sumbu putaran atau
rotasinya, yaitu sumbu horizontal yang paling banyak ditemui terutama dalam skala besar
dengan bentuk seperti kincir angin atau kipas angin dan sumbu vertikal dengan bentuk seperti
tangkai pengocok adonan (mixer blade) (Purohit dan Michaelowa, 2007).

Gambar 2.5 turbin angin (a) sumbu horizontal dan (b) sumbuh vertikal
10
Suatu turbin angin didesain sedemikian rupa secara aerodinamis baik untuk bentuk dan
dimensinya sehingga ketika ditempatkan dapat memanfaatkan energi angin yang ada pada
suatu tempat tersebut dengan maksimal. Perancangan suatu turbin angin juga diseimbangkan
dengan perhitungan biaya konstruksi dan jangka waktu turbin angin tersebut dapat beroperasi.
Turbin angin memiliki berbagai ukuran. Turbin angin dengan bilah yang membentang
lebih dari panjang lapangan sepak bola dapat berdiri dengan tinggi mencapai bangunan 20
lantai dan menghasilkan daya listrik yang dapat mencukupi 1.400 rumah. Turbin angin dengan
ukuran diameter rotor antara antara 2,5 sampai 7,5 m dapat memasok kebutuhan listrik industri
skala kecil. Sementara itu, turbin angin kecil dengan kapasitas di bawah 50 kW dapat
digunakan untuk kebutuhan rumah atau pompa air (Bhatia, 2014).

2.6 Komponen Utama Turbin Angin

Gambar 2.6 (a) Komponen kincir angin dan

Kincir angin maupun turbin angin terdiri dari komponen utama berikut (Bhatia, 2014):
2.6.1 Rotor
Rotor merupakan elemen yang berputar di poros turbin. Berfungsi untuk mengubah
energi kinetik dari angin menjadi bentuk energi mekanik untuk menggerakkan generator.
Perancangan rotor berperan penting dan secara langsung dalam meningkatkan efisiensi suatu
turbin angin. Idealnya, biaya rotor mencakup ±20% biaya total.
11
2.6.2 Bilah turbin (blade)
Bilah turbin berfungsi mengubah energi kinetik dari angin menjadi bentuk energi kinetik
yang berotasi dengan kecepatan yang kecil. Bilah turbin dirancang mengikuti prinsip
aerodinamis karena desain bilah mempengaruhi jumlah daya tenaga yang dapat didapatkan dari
suatu turbin angin.
2.6.3 Drivetrain
Drivetrain meliputi gearbox dan generator. Generator berfungsi untuk mengubah energi
mekanik yang diterima dari rotor menjadi arus listrik. Gearbox berfungsi menghubungkan
poros kecepatan rendah ke kecepatan tinggi dan meningkatkan kecepatan rotasi dari 30-60 rpm
menjadi 1.000-1.800 rpm agar generator dapat menghasilkan listrik.
2.6.4 Menara (tower)
Menara turbin angin menopang rotor dan generator. Menara dirancang untuk menopang
turbin angin secara keseluruhan dengan ketinggian tertentu. Angin bertiup lebih cepat di posisi
permukaan bumi yang lebih tinggi menyesuaikan distribusi angin di lokasi yang dimaksudkan
disertai pertimbangan biaya yang idealnya ±15% biaya total.
2.6.5 Peralatan lainnya –sistem pengontrol, kabel listrik, dan berbagai bentuk peralatan
interkoneksi

Gambar 2.6 (b) komponen dalam turbin angin

12
2.7 Prinsip Konversi Energi Angin
Ada 2 prinsip utama tenaga angin diubah menjadi energi melalui gaya tekan atau gaya
angkat (bahkan kombinasi keduanya). Prinsip ini diilustrasikan seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.7 Aliran arah angin


Gaya tekan arahnya sejajar dengan areah aliran fluida sedangkan gaya angkat arahnya
tegak lurus dari arah aliran fluida. Untuk gaya angkat lebih efisien dibandingkan dengan gaya
tekan karena gaya tekan sifatnya menghambat oleh karena itu dikurangi luas kontak tegak lurus
arah aliran fluida. Diharapkan dengan adanya aerofoil yang baik, gaya angkat yang dihasilkan
bisa lebih baik 30 kali lebih besar dibandingkan gaya tekan (Bhatia, 2014).
Turbin angin bekerja dengan cara menerapkan prinsip gaya angkat dimana bilah-bilah
turbin tersebut dibuat aerofoil. Aliran angin bergerak pada kecepatan yang berbeda dari
kecepatan aktual yang disebut kecepatan relatif. Kecepatan relatif adalah perbedaan antara
aliran aktual dan kecepatan blade, seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.8 Kecepatan relatif (W), kecepatan aktual (v), dan kecepatan putar blade (U)
Jika dilihat lebih dekat, bilah turbin angin memiliki penampang airfoil. Kekuatan
pendorong turbin angin adalah gaya angkat yang dihasilkan dari angin kemudian mengalis di
atas airfoil. Gaya angkat tegak lurus dengan kecepatan relatif. Umumnya gaya angkat
meningkat bersamaan dengan gaya tekan yang tidak diharapkan. Komponen tangensial dari
gaya angkat mendukung gaya tekan rotasi blade yang menentang.
13
Gambar 2.9 Penampang airfoil pada blade turbin
Ketika energi kinetik yang tinggi melewati bilah-bilah turbin angin maka bilah-bilah
tersebut mendorong gaya angkat sehingga bilah berputar. Rotasi bilah ini diubah dengan
bantuan gear menjadi energi mekanik kemudian menjadi energi listrik.

2.8 Efisiensi Kinerja Turbin Angin


Koefisien kinerja suatu turbin angin dijelaskan oleh Hukum Betz dengan asumsi
kecepatan rata-rata angin yang bergerak melewati rotor adalah kecepatan rata-rata angin pada
awalnya sebelum melewati bilah turbin (v1) dan kecepatan angin setelah melewati bilah turbin
(v2) (en.wikipedia.org).
(𝑣1 + 𝑣2 )
𝑚=𝜌×𝐹×
2
1
𝑃= × 𝑚 × (𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2
𝜌 × 𝐹 × (𝑣1 + 𝑣2 ) × (𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
𝑃=
4
𝜌
𝑃0 = ( ) × 𝑣1 3 × 𝐹
2
Saat angin berhembus melewati turbin, bilah turbin mengubah sejumlah energi kinetik
angin menjadi mekanik untuk menggerakkan rotor sehingga memperlambat laju angin setelah
melewati turbin.
𝒅𝒗
𝑭 = 𝒎𝒂 = 𝒎 = 𝒎̇∆𝒗
𝒅𝒕

14
Gambar 2.10 Kecepatan sebelum melewati turbin (v1) dan kecepatan setelah melewati turbin
(v2)
Laju alir massa angin yang berhembus melewati luasan turbin pada waktu tertentu, yaitu
𝒎̇ = 𝝆𝑨𝒗 → 𝑭 = 𝝆𝑨𝒗(𝒗𝟏 − 𝒗𝟐 )
Sementara itu, melalui persamaan usaha untuk angin, yaitu

𝒅𝑬 𝒅𝒙
𝒅𝑬 = 𝑭𝒅𝒙 → 𝑷 = =𝑭 = 𝑭𝒗
𝒅𝒕 𝒅𝒕

Sehingga jumlah tenaga yang diterima saat angin berhembus melewati turbin adalah 𝑷 =
𝝆𝑨𝒗𝟐 (𝒗𝟏 − 𝒗𝟐 )

Tenaga yang diterima rotor dari hembusan angin sama dengan perubahan energi kinetik
antara angin yang menuju trubin dan angin setelah melewati turbin.
∆𝑬 𝟏
𝑷= = 𝒎̇(𝒗𝟏 𝟐 − 𝒗𝟐 𝟐 )
∆𝒕 𝟐
Persamaan laju alir massa dapat disubstitusi
𝟏
𝒎̇ = 𝝆𝑨𝒗 → 𝑷 = 𝝆𝑨𝒗(𝒗𝟏 𝟐 − 𝒗𝟐 𝟐 )
𝟐
Sehingga didapatkan persamaan tenaga:
1
𝜌𝐴𝑣 2 (𝑣1 − 𝑣2 ) = 𝜌𝐴𝑣(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2
1
= 𝑣(𝑣1 − 𝑣2 ) = (𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2
1 1
(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) = (𝑣1 − 𝑣2 )(𝑣1 + 𝑣2 )
2 2
1 1
𝑣(𝑣1 − 𝑣2 ) = (𝑣1 − 𝑣2 )(𝑣1 + 𝑣2 ) → 𝑣 = (𝑣1 + 𝑣2 )
2 2
1 1 1
𝐸̇ = 𝑚̇(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) = 𝜌𝐴𝑣(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) = 𝜌𝐴(𝑣1 + 𝑣2 )(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2 2 4

15
1
= 𝜌𝐴(𝑣1 3 − 𝑣1 𝑣2 2 + 𝑣1 2 𝑣2 − 𝑣2 3 )
4
1 𝑣2 2 𝑣2 𝑣2 3
= 𝜌𝐴𝑣1 3 [1 − ( ) + ( ) − ( ) ]
4 𝑣1 𝑣1 𝑣1
𝑣2
Menurunkan persamaan energi kinetik untuk mendapatkan perbandingan 𝑣1, untuk nilai
𝑣2 1
v1 dan A didapatkan bahwa jumlah energi kinetik maksimum yang didapat adalah =
𝑣1 3

sehingga didapatkan koefisien kinerja


1 2 1 1 3 1 1 1 16
[1 − ( ) + ( ) − ( ) ] = 1 − − − =
3 3 3 9 3 27 27

𝑣2
Gambar 2.11 Grafik fungsi 𝑣1
𝑣2
Berdasarkan grafik di atas, fungsi mencapi 0,593sebagai nilai maksimum jumlah
𝑣1

tenaga yang dapat diperoleh suatu turbin angin dari suatu jumlah tenaga total dari angin yang
ada. Secara teori hukum dasar konservasi massa dan energi hanya memungkinkan tidak lebih
16
dari 27 atau 59,3% dari suatu jumlah energi angin untuk dapat diperoleh setiap turbin angin.

2.9 Instalasi Turbin Angin


Instalasi turbin angin dapat diletakkan di darat dan di laut. Ada beberapa pertimbangan
dipasang di darat dan di lepas pantai menurut Bhatia (2014), yaitu:
2.9.1 Instalasi Turbin Angin di Darat
o Pembangunan isntalasi yang lebih mudah
o Kecepatan angin lepas pantai lebih pelan
o Ukuran turbin lebih kecil dibandingkan turbin yang dipasang di lepas pantai
o Biaya listrik lebih murah
o Koneksi transmisi lebih pendek

16
2.9.2 Instalasi Turbin Angin di Lepas Pantai
o Pembangunan instalasi lebih rumit
o Kecepatan angin lepas pantai lebih kencang
o Ukuran turbin lebih besar
o Biaya listrik lebih mahal
o Ada pembatasan wilayah di lepas pantai
o Koneksi transmisi lebih panjang

2.10 Pembangkit Listrik Tenaga Angin


Satu turbin memiliki tegangan 34,5 kV (tegangan menengah). Serangkaian turbin-turbin
angin dikelompokkan untuk menjadi satu jaringan di lokasi yang sama yang disebut ladang
angin untuk memproduksi energi listrik secara masal. Arus listrik dinaikkan tegangannya
dengan trafo ke sistem transmisi tenaga listrik yang kemudian arus listrik disalurkan ke
beberapa perusahan (Bhatia, 2014).

Gambar 2.12 Alur arus listrik dari tenaga angin

2.11. Ketersediaan Energi Angin


Jumlah energi kinetik dari suatu angin (Ek) berkaitan dengan massa angin (m) dan
kecepatan angin (v) yang mengalir sehingga dapat menggunakan persamaan sebagai berikut
1
Ek = mv 2
2
Jumlah kekuatan angin daya suatu tenaga angin (P) berkaitan dengan area yang dialiri
angin (A), kecepatan angin (v), dan massa jenis angin (ρ) sehingga dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut
1
P = ρAv 3
2

17
Rumus ini kemudian dapat digunakan untuk mengukur kapasitas turbin angin dengan
menggunakan luasan area permukaan bilah turbin dan untuk mengukur potensi suatu daerah
yang sudah diketahui kecepatan rata-ratanya (Jess, 2007).

18
SECTION 3
POTENSI PEMANFAATAN TENAGA ANGIN

3.1. Keunggulan tenaga angin sebagai sumber energi yang berkelanjutan serta potensi
pemanfaatannya di Indonesia

Dengan keberadaan sumber daya yang ada secara gratis serta biaya pengoperasian jangka
panjang yang relatif rendah, tenaga angin cukup berpotensial untuk menjadi sumber energi
berkelanjutan di Indonesia, bahkan dalam skala nasional, terutama untuk pasokan konsumsi
listrik baik untuk sektor rumah tangga maupun sektor industri. Meskipun sektor transportasi
merupakan konsumen energi nasional terbanyak, faktanya pengenalan dan pengalihan sumber
energi untuk sektor tersebut terlihat sulit karena membutuhkan pengembangan kendaraan yang
mendukung pemanfaatan energi terbarukan, sementara tingginya jumlah kendaraan yang ada
di Indonesia sulit untuk merealisasikan pengalihan yang efektif. Walaupun pemanfaatan tenaga
angin terbatas pada kapasitas turbin serta jumlah paparan sumber yang ada setiap saatnya,
sumber daya angin akan selalu ada dan tidak akan pernah habis, serta teknologi terus
berkembang untuk memaksimalkan efisiensi dalam proses pemanfaatannya.

Meskipun pada prinsipnya angin bertiup lebih kuat di dataran tinggi, sebagian besar akses
tenaga angin tersedia di atas lautan terbuka yang hanya memiliki sedikit penghalang, sehingga
pemanfaatannya terutama untuk skala besar akan lebih mudah direalisasikan. Oleh karena itu,
potensi pemanfaatan tenaga angin tersebar merata di Indonesia yang memiliki banyak pulau
sehingga memiliki banyak akses yang luas terhadap lautan. Meskipun pemanfaatan tenaga
angin membutuhkan lahan yang lebih besar dari sumber lainnya seperti tenaga nuklir dan surya,
wilayah daratan Indonesia yang luas tetap mendukung akses terhadap tiupan angin yang cukup,
sehingga tidak menjadi kendala yang serius dibandingkan daerah yang lebih padat bangunan
tinggi atau yang memiliki akses lautan yang terbatas seperti Singapura atau negara-negara di
Eropa. Dengan demikian, kendala dalam jarak penyaluran tenaga listrik juga dapat
diminimalkan dengan penempatan turbin angin yang tersebar.

Meskipun Indonesia masih memiliki banyak daerah pelosok dan kesenjangan yang cukup
tinggi antara daerah perkotaan dan pedesaan, desain turbin angin cukup fleksibel dalam
pengaturan kapasitasnya, sehingga juga dapat menyesuaikan kebutuhan yang sangat bervariasi
antar daerah di Indonesia. Pemanfaatan tenaga angin pada umumnya juga tidak menghasilkan
emisi buang yang dapat mencemari lingkungan, baik di udara maupun air karena proses

19
penggunaannya tidak melibatkan reaksi kimia, sehingga mendukung pencapaian komitmen
energi bersih. Selain di pesisir pantai, turbin angin dapat ditempatkan di tengah-tengah lahan
pertanian dan perkebunan tanpa menganggu kegiatan di wilayah tersebut. Dengan demikian,
selain resiko pemanasan global dapat dihindari, tidak ada limbah yang perlu ditangani dan
turbin angin dapat ditempatkan di wilayah mana saja yang berpotensi.

Jika dilihat dari faktor dampaknya terhadap lingkungan sebagai sebuah sumber daya
energi yang berpotensi, pembangkitan listrik dengan tenaga angin pada umumnya tidak
menghasilkan emisi buang yang dapat mencemari lingkungan, baik di udara maupun air.
Namun, ada beberapa faktor lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan
turbin angin untuk membantu penentuan lokasinya, seperti dampak kebisingan terutama untuk
turbin angin berukuran besar, meskipun kebaruan desain dan bahan komponen terus maju
seiring perkembangan teknologi, serta dampak gangguan gelombang elektromagnetik karena
rotasi turbin angin cenderung menyebarkan arus sinyal elektromagnetik sehingga
menyebabkan gangguan pada sistem komunikasi, yang cukup berbahaya terutama di kawasan
bandara dan militer.

Teknologi turbin angin untuk pembangkitan listrik juga cukup sederhana prinsipnya,
sehingga mudah diintegrasikan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang cenderung masih
sulit terbuka pandangannya terhadapan pengenalan dan pengalihan teknologi. Dengan
demikian, target bauran energi baru dan terbarukan juga akan lebih mudah direalisasikan dan
dicapai dalam waktu yang relatif lebih singkat, daripada sumber energi lain yang walaupun
memiliki jumlah sumber daya yang besar namun terkesan lebih rumit dan kompleks
pemanfaatannya seperti tenaga nuklir dan panas bumi. Terlebih lagi, pemanfaatan tenaga angin
terhindar dari resiko kegagalan sistem penempatan, penahanan dan pengendalian, tidak seperti
tenaga nuklir, air atau geothermal yang butuh pertimbangan dan pengaturan operasi yang ketat
untuk menghindari resiko bencana ledakan atau banjir.

Singkatnya, tenaga angin dapat digunakan sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil
karena jumlahnya yang berlimpah dan terdistribusi secara luas, serta pengolahannya yang
bersifat bersih atau tidak menghasilkan emisi gas yang merusak lingkungan, dan juga biaya per
unit energi terproduksi yang sebanding dengan biaya dari penggunaan batu bara dan gas alam.
Karena sumber daya yang tersedia jauh lebih banyak daripada jumlah kebutuhan, pemanfaatan
tenaga angin hanya terbatasi oleh faktor ekonomi dan lingkungan.

20
3.2. Lokasi potensi tenaga angin yang utama di Indonesia untuk pasokan energi massal

Menurut Kementerian ESDM (2018), lokasi berpotensi energi angin yang telah
ditemukan cukup besar untuk dapat dibangun sistem pembangkit energi massal antara lain
Sukabumi (170 MW), Garut (150 MW), Lebak dan Pandeglang (150 MW), dan Lombok (100
MW). Wilayah tersebut memiliki potensi angin di atas 100 MW. Wilayah lain seperti Gunung
Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di Yogyakarta, Belitung Timur (10 MW), Tanah Laut
(90 MW), Selayar (5 MW), Buton (15 MW), Kupang (20 MW), Timur Tengah Selatan (20
MW), dan Sumba Timur (3 MW) di NTT, serta Kei Kecil (5 MW) dan Saumaki (5 MW) di
Ambon. Gambar 2.13 menunjukkan pemetaan potensi wilayah untuk pemanfaatan tenaga
angin, yang ditandai dengan warna hijau. Seperti dapat dilihat pada peta, potensi tenaga angin
tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki banyak pulau, terutama pada daerah dekat
pesisir pantai.

Gambar 3.1. Potensi angin di Indonesia

Sementara itu, di Indonesia baru ada 1 Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di
Sidrap, Sulawesi Selatan dengan potensi 75 MW yang telah diresmikan 2 Juli 2018 lalu
(esdm.go.id, 2019). Menyusul Sidrap, rencana PLTB kedua di Jeneponto, Sulawesi Selatan
juga akan segera beroperasi dengan kapasitas 72 MW (cnbcindonesia.com, 2018). Sampai saat
ini masih tahap konstruksi (esdm.go.id, 2019). Masih ada 22 proyek PLTB lainnya yang sedang
tahap konstruksi, negosiasi, bahkan ada yang masih tahap rencana (esdm.go.id, 2019).

21
Gambar 3.2. Pemetaan Sidrap

3.3. Tantangan pengembangan energi angin, perkembangan teknologi terbaru serta


dampaknya terhadap penerapan teknologi

Pengetahuan dan teknologi saat ini pada pemanfaatan tenaga angin sendiri pada dasarnya
sudah cukup matang, di mana desain yang ada sekarang sudah mendekati efisiensi maksimum
dar penggunaan tenaga angin. Berbagai studi terus menelusuri bahan baru untuk bilah turbin,
namun faktanya belum ada penemuan yang cukup berpotensi untuk mengurangi biaya
pembangunan sistem. Biaya investasi yang dibutuhkan cukup besar untuk pembangunan
sistemnya menjadi salah satu faktor penting yang menghambat pengenalan dan pengintegrasian
energi angin. Kendati demikian, alokasi dana pemerintah yang selama ini digunakan untuk
subsidi demi ketetapan tarif listrik dapat dialihkan untuk pengembangan pemanfaatan tenaga
angin. Adapun beberapa studi tertarik untuk mengembangkan kapasitas dari suatu turbin angin
melalui desain komponennya, namun juga masih dalam batas konsep sehingga potensi
penerapannya belum terlihat signifikan untuk mencapai pengalihan energi dalam waktu singkat
(Watson et al., 2019)

Sementara itu, kendala utama dalam sistem pemanfaatan tenaga angin selain
ketersediaannya yang tidak pernah konsisten, adalah keterbatasan dalam metode penyimpanan
energinya. Pada umumnya, turbin angin sendiri hanya berfungsi sebagai peralatan untuk
menangkap tenaga angin yang ada dan kemudian mengkonversi bentuk energinya dan
menyalurkan ke sistem pembangkit listrik. Penelitian dalam sistem penyimpanan energi yang
dapat diintegrasikan pada turbin angin saat ini adalah baterai, yang kurang diminati karena

22
biayanya yang mahal, serta pumped hydroelectric energy system (PHES), yang lambat laun
kian diminati, serta menunjukkan potensi di wilayah yang memiliki akses air yang luas seperti
Indonesia.

Mekanisme penyimpanan energi dengan PHES adalah ketika ada surplus energi dari
tenaga angin yang diterima turbin angin, maka rotor akan mendorong pompa air untuk
memompa air dari waduk di bawah menuju waduk di atas. Sementara itu, pada saat tenaga
angin yang diterima turbin hanya sedikit, air pada waduk di atas akan disalurkan untuk
memutar turbin air yang terhubungkan dengan generator untuk menghasilkan tenaga listrik
(Karhinen & Huuki, 2019). Sistem penyimpanan energi tenaga angin menggunakan PHES
mengacu pada prinsip hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa jumlah energi dari
sebuah sistem tertutup akan tetap sama dan dan hanya dapat berubah dari satu bentuk energi
ke bentuk energi lainnya.

𝟏
𝑬= 𝒎𝒗𝟐 = 𝒎𝒈𝒉
𝟐

Dengan demikian, energi kinetik dari suatu massa angin dengan kecepatan tertentu dapat
digunakan untuk memompa sejumlah massa air menuju ketinggian tertentu sehingga energi
tersimpan dalam bentuk energi potensial.

Keunggulan PHES meliputi penyediaan cadangan sumber untuk kebutuhan listrik dalam
waktu singkat, efisiensi mencapai 80-85%, dan estimasi masa penggunaan peralatan mencapai
60 tahun, serta tidak mengalami siklus degradasi (Pali & Vadhera, 2018; Karhinen & Huuki,
2019; Javed et al., 2020). Namun, kendala yang masih ada adalah biaya investasi awal yang
tinggi, jangka waktu konstruksi yang lama, serta dibutuhkannya lokasi yang tepat.

Salah satu penelitian terbaru mengenai PHES sebagai metode penyimpanan energi angin
adalah sistem PHES angin off-grid yang dibahas pada sebuah studi berjudul “A novel pumped
hydro-energy storage scheme with wind energy for power generation at constant voltage in
rural areas”, yang cocok untuk sistem pembangkit listrik di lokasi-lokasi terpencil seperti
pelosok pedesaan (Pali & Vadhera, 2018).

23
24
Gambar 3.3. Mekanisme penyimpanan tenaga angin menggunakan pumped hydro storage
system (Pali & Vadhera, 2018)
Fitur inovatif dari skema ini adalah sistem PHES yang menjaga kontinuitas dalam
pembangkit listrik pada tegangan konstan terlepas dari perubahan jumlah tenaga angin karena
variasi kecepatannya. Air yang disimpan dalam waduk di atas menjaga kelangsungan operasi
turbin air untuk menghasilkan daya bahkan ketika tidak ada angin atau kecepatannya terlalu
lambat untuk menjalankan pompa air. Dalam sistem ini, baik penyimpanan air di waduk atas

25
melalui tenaga angin dan pembangkit listrik melalui tenaga air berlangsung secara simultan
dan terus menerus. Konsep baru pembangkit listrik skala kecil dan terisolasi dengan sistem
PHES ditujukan untuk pemanfaatan angin sebagai energi primer untuk daerah terpencil.
Daerah tersebut harus memiliki sumur untuk digunakan sebagai waduk bawah sistem PHES,
sedangkan waduk atas yang dibutuhkan untuk penyimpanan air dilakukan di atas permukaan
tanah. Dalam skema ini, turbin angin tidak digunakan untuk memutar generator listrik sama
sekali, tetapi untuk memutar pompa hidrolik, untuk menyedot air dari sumur dan
menyalurkannya ke waduk atas. Waduk atas kemudian menjalankan turbin air yang terhubung
dengan generator untuk menghasilkan tenaga listrik. Skema baru ini menawarkan biaya rendah,
kesederhanaan, keandalan, dan kontinuitas dalam catu daya pada tegangan konstan terlepas
dari variasi apapun dalam kecepatan angin. Singkatnya, Studi ini berusaha mengembangkan
wind power plant yang bersifat hybrid dengan menggabungkan teknologi lain yaitu
penggunaan tenaga air sebagai sumber daya energi.

Sementara itu, penelitian terbaru lainnya yang mendukung pasokan energi yang
konsisten untuk pemanfaatan tenaga angin adalah pengintegrasian tenaga surya sebagai sumber
daya yang dapat dimanfaatkan di kala tenaga angin yang ada tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ada. Pengembangan teknologi ini cukup berpotensial terutama di Indonesia
sebagai negara beriklim tropis yang menerima paparan sinar matahari yang tersebar merata di
seluruh pelosok setiap tahunnya. Terlebih lagi, sumber daya sinar matahari terhindar dari resiko
eksploitasi dan kegagalan pengoperasian, tidak seperti tenaga air yang membutuhkan usaha
untuk mengumpulkan sejumlah volume air yang cukup serta proses penahanan yang penuh
pertimbangan untuk menghindari resiko banjir. Sebuah studi berjudul “Hybrid pumped hydro
and battery storage for renewable energy based power supply system” membahas
pengintegrasian pemanfaatan tenaga angin dengan tenaga surya, yang teknologi
penyimpanannya sudah lebih matang, dalam satu sistem untuk menciptakan pasokan energi
yang lebih dapat diandalkan (Javed et al., 2020). Tenaga surya yang berlimpah disimpan
menggunakan penyimpanan baterai sementara tenaga angin yang berlimpah disimpan melalui
metode PHES.

26
Sistem pengintegrasian beberapa sumber energi terbarukan ini dapat membantu
mengurangi jumlah permintaan untuk pasokan dari pusat, sehingga pasokan energi terbarukan
lebih mudah tersedia dan terjangkau bahkan di daerah terpencil. Teknologi penyimpanan dan
pengintegrasian ini mendorong penggunaan domestik untuk sektor pribadi dan/atau komunitas
kecil, sehingga pemanfaatannya lebih efisien. Gambar berikut menggambarkan skema sebuah
hybrid power plant yang menggabungkan pemanfaatan tenaga angin, surya dan air.

27
Gambar 3.4. Hybrid power plant yang menggabungkan pemanfaatan tenaga angin, surya
dan air

Meskipun secara teori teknologi penyimpanan di atas cukup berpotensial untuk mendorong
pemanfaatan tenaga angin, besarnya dampak pengembangan teknologi penyimpanan energi
untuk pemanfaatan tenaga angin bergantung pada tujuan pengintegrasiannya. Daerah yang
memiliki akses angin yang lebih kencang seperti negara beriklim sub-tropis mungkin tidak
terlalu membutuhkan sistem penyimpanan yang rumit. Namun di negara beriklim tropis seperti
Indonesia, pengintegrasian tenaga lain seperti tenaga surya mendorong pasokan energi
konsisten yang lebih dapat diandalkan serta mudah diintegrasikan, sehingga pembauran
dan/atau pengalihan energi baru terbarukan akan lebih mudah direalisasikan dan dicapai.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, Thomas. (2012). Wind Power in Power System 2nd ed., John Wiley & Sons Ltd:

UK

Anonim. (2019). Betz’s Law. https://en.wikipedia.org/wiki/Betz%27s_law.

Anonim. The Inside of a Wind Turbin. https://www.energy.gov/eere/wind/inside-wind-turbine

Anonim. Wind: U and V Components.

http://colaweb.gmu.edu/dev/clim301/lectures/wind/wind-uv.

Arvirianty, A. (2018). RI Punya Potensi 978 MW Tenaga Angin, Ini Sebarannya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20180924102847-4-34413/ri-punya-potensi-978-

mw-tenaga-angin-ini-sebarannya.

Azizi, N. (2019). Potensi Pengembangan Listrik Tenaga Angin Indonesia, Berikut Sebarannya.

https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/potensi-pengembangan-listrik-

tenaga-angin-indonesia-berikut-sebaran-lokasinya

Barber, D. (2018). The Forces that Influence Wind Speed & Wind Direction.

https://sciencing.com/list-7651707-force-wind-speed-wind-direction.html

Bhatia. (2014). Advanced Renewable Energy Systems. Woodhead Publishing India Pvt.Ltd:

India.

Dijkstra, G. (2016). Stepping Stones for Sailing, Neolithic Shipping in the North Sea. Past

Landscapes, 1:45-51

Dawn, S., Prashant K.T, Arup K.G, Ankit K.S, dan Rajesh P. (2019). Wind Power: Existing

Status, Achievements and Government’s Initiative Towards Renewable Power

Dominating India. Energy Strategy Reviews, 23:178-190.

Friedl, S. (2018). Factors that affect wind. http://study.com/academy/lesson/factors-that-affect-

wind.html.

29
Guezgouz, M., Jurasz, J., Bekkouche, B., …, Kies, A. (2019). Optimal hybrid pumped hydro-

battery storage scheme for off-grid renewable energy systems. Energy Conversion and

Management, 199, 1-16. https://doi.org/10.1016/j.enconman.2019.112046

Hulio, Z.H, Wei J, dan S. Rehman. (2019). Techno-Economic Assessment of Wind Power

Potential of Hawke’s Bay Using Weibull Parameter: A Review. Energy Strategy Review,

26 (2019) 100375.

Javed, M. S., Zhong, D., Ma, T., Song, A. & Ahmed, S. (2020). Hybrid pumped hydro and

battery storage for renewable energy based power supply system. Applied Energy, 257, 1-

16. https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2019.114026

Jess. (2007). Wind Turbine Power Calculations. RWE Npower Renewables.

https://www.raeng.org.uk/publications/other/23-wind-turbine

Karhinen, S. & Huuki, H. (2019). Private and social benefits of a pumped hydro energy storage

with increasing amount of wind power. Energy Economics, 81, 942-959.

https://doi.org/10.1016/j.eneco.2019.05.024

Pali, B. S. & Vadhera, S. (2018). A novel pumped hydro-energy storage scheme with wind

energy for power generation at constant voltage in rural areas. Renewable Energy, 127,

802-810. https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.05.028

Purohit, P. & Michaelowa, A. (2007). Potential of Wind Power Projects Under the Clean

Development Mechanism. Carbon Balance and Management 2, 8:1-15.

Steiner, D. (2009). Elements of The Wind. Forth Gemre: Explorations in Nonfiction, vol. 11,

no. 2, pp. 55-62.

Watson, S., Moro, A., Reis, V., …, Wiser, R. (2019). Future emerging technologies in the wind

power sector: A European perspective. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 113,

1-21. https://doi.org/10.1016/j.rser.2019.109270

30

Anda mungkin juga menyukai