Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1

2.2 Etiologi

Gambar 2.1. M.Tuberculosis

Penyebab utama dari TB, Mycobacterium tuberculosis, adalah berbentuk


batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora, tidak berkapsul, kecil,
aerobik,dan non-motil basil. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 –
4 mm.Komponen lemak yang tinggi dari patogen ini merupakan salah satu
karakteristiknya yang unik. Bakteri ini terbagi setiap 16 sampai 20 jam, suatu tingkat
yang sangat lambat dibandingkan dengan bakteri lainnya, yang biasanya terbagi dalam
kurang dari satu jam. (Sebagai contoh , salah satu bakteri yang tumbuh paling cepat
adalah strain E. coli yang dapat membagi kira-kira setiap 20 menit). Sejak M.
tuberculosis memiliki dinding sel tetapi tidak memiliki fosfolipid membran luar, maka
diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif. Namun, jika melihat kandungannya, M.
tuberculosis merupakan gram positif yang sangat lemah atau tidak mempertahankan
pewarnaannya karena tingginya lemak & asam mikolik yang merupakan kandungan
dinding selnya. M. tuberculosis dapat bertahan dari desinfektan dan bertahan dalam
keadaan kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri bisa tumbuh hanya dalam
sel-sel dari sebuah host organisme, namun M. tuberculosis dapat dikultur secara in
vitro.8

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen


lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat
diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal
purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa
yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB.
Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang
disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan
oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.8

Menggunakan kandungan histologis pada sampel dahak (juga disebut sputum),


para ilmuwan dapat mengidentifikasi M. tuberculosis di bawah mikroskop biasa. Sejak
M. tuberculosis mempertahankan noda tertentu setelah dilakukan percobaan dengan
larutan asam, diklasifikasikan sebagai basil tahan asam (BTA). Teknik pewarnaan
BTA yang paling sering adalah, Ziehl-Neelsen, warna BTA jelas terlihat berwarna
merah cerah dengan latar belakang biru. Cara lain untuk memvisualisasikan BTA
adalah auramine-rhodamine dan mikroskop fluorescent.5

Kompleks M. tuberkulosis mencakup empat TB lainnya - mikobakteri : M.


bovis , M. africanum, M. Canetti dan M. microti. M. africanum tidak menyebar luas,
tetapi di beberapa bagian Afrika merupakan penyebab signifikan tuberkulosis. M. bovis
pernah menjadi penyebab umum dari TBC, tapi pengenalan susu pasteurisasi sebagian
besar telah menghilangkan masalah ini di negara maju. M. Canetti jarang dan
tampaknya terbatas pada Afrika, meskipun beberapa kasus telah terlihat oleh para
imigran Afrika. M. microti sebagian besar terlihat pada orang dengan imunodefisiensi,
meskipun ada kemungkinan bahwa prevalensi patogen ini telah dipandang sebelah
mata.5

Mikobakteri patogen lainnya yang terkenal adalah Mycobacterium leprae ,


Mycobacterium marinum , Mycobacterium avium dan M. kansasii. Dua yang terakhir
adalah bagian dari mikobakteri kelompok non tuberculous (NTM). Mikobakteri
nontuberkulosis tidak menyebabkan TB atau kusta , tetapi menyebabkan penyakit paru
yang menyerupai TB.5

2.3 Patofisiologi
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b.Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c.Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti
tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).
Gambar 2.2. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya

2.4 Klasifikasi
2.4.1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis

2.4.2 Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran
radiologi

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain


selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran
kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

3.5 Diagnosis
3.5.1 Gejala klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)8
1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.1

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Gambar 2.3. Gejala TB
3.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks
lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
Gambar 2.4. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

2.4.3 Pemeriksaan Bakteriologik8


a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara:
1. Mikroskopik
2. Biakan

2.4.3.1 Pemeriksaan mikroskopik8

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen


Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
a. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif : BTA positif
b. 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali, kemudian
I. bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
II. bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease) :
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

2.4.3.2 Pemeriksaan biakan kuman8


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
a. Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
b. Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,
dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium
other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan
beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul

2.4.4 Pemeriksaan Radiologik8


Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti
lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.4.5 Pemeriksaan khusus8


Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13). Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan
PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan
/ spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai
dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik
ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang
akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan
warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi
harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi
IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya
akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis.
Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis
TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain8
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
· Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
· Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
· Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
· Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan
ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur
serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.
Gambar 2.5. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola
dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah
menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara
menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari
surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai
dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan
rencana tindak lanjutnya.
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


Tahap awal (intensif)
- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

OAT yang digunakan di Indonesia


Obat TB pilihan pertama
• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
· Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
· Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru

Tabel 2. Panduan OAT Kategori 1 dalam bentuk KDT(Kombinasi Dosis Tetap)

Tabel 3. Panduan OAT Kategori 1 dalam bentuk kombipak

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 4. Panduan OAT Kategori 2 dalam bentuk KDT(Kombinasi Dosis Tetap)

Tabel 5. Panduan OAT Kategori 2 dalam bentuk kombipak

Catatan:
- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 6. Panduan OAT bentuk KDT(Kombinasi Dosis Tetap) sisipan

Tabel 7. Panduan OAT bentuk kombipak sisipan

Obat TB pilihan kedua6


1. Aminoglikosida a. Amikasin
lain b. Hanya digunakan bila kuman penyebab resisten
terhadap streptomisin dan kanamisin
c. Kanamisin
d. Kapreomisin

2. Golongan
Tionamid
3. Fluorokuinolon
4. Sikloserin
5. Asam
Paraamino
Salisilat (PAS)
2.7 Destroyed Lung
2.7.1 Definisi dan Etiologi
Penghancuran total parenkim (destroyed lung) lebih sering terjadi di negara-
negara dengan sistem kesehatan yang kurang berkembang, karena sebagian besar kasus
terjadi sebagai akibat dari TB paru. Dalam kasus yang dijelaskan di sini, pasien
menunjukkan kerusakan paru-paru karena proses infeksi yang tidak diklarifikasi;
mungkin sekunder untuk TB paru yang tidak diobati di masa mudanya. Dalam
serangkaian 46 pasien yang dioperasi sebagai akibat dari kerusakan paru-paru antara,
Kao menemukan bahwa asalnya adalah tuberkulosis paru pada 80% kasus. Penyebab
lain termasuk bronkiektasis fase akhir dan squeal pneumonia nekrotikans. Di antara
penyebab yang kurang umum adalah paru-paru hipo plastik, aktinomikosis paru,
gangren paru dan infeksi oleh mikobakteria non-tuberkulosis.10
TB paru- destroyed lung adalah komplikasi dari TB paru-paru parah yang dapat
menyebabkan berbagai gejala pernapasan dan disfungsi paru.9 Sebagian besar kasus
paru-paru yang hancur memiliki riwayat menjalani perawatan untuk TB, dengan
penyembuhan yang tertunda atau resistensi terhadap obat anti-TB.9 Area paru yang
hancur dan lesi kavitas berdinding tebal memiliki paparan yang lebih sedikit terhadap
pertahanan inang dan tidak dapat ditembus dengan baik oleh obat anti-TB. Rongga-
rongga ini bertindak tidak hanya sebagai reservoir besar untuk infeksi TB, tetapi juga
sebagai tempat pengembangan resistensi obat9

2.7.2 Diagnosis
Gejala yang paling umum adalah kronis, tetapi mereka juga bisa menjadi akut.
Ini termasuk pengeluaran konten yang bernanah dan demam kronis, seperti pada pasien
kami. Ini juga dapat dikaitkan dengan dyspnoea dan rumit dengan episode hemoptisis
berulang. Paru-paru yang hancur dapat menyebabkan banyak komplikasi yang
memerlukan rawat inap yang berkepanjangan seperti empiema, seperti dalam kasus
yang dijelaskan di sini, yang mempersulit pendekatan terapeutik. Insiden empiema
sebagai komplikasi paru yang hancur bervariasi, tergantung pada seri, antara 23% .10
Paru-paru yang hancur menyebabkan beberapa perubahan histopatologis
seperti fibrosis luas yang diamati dalam kasus yang dijelaskan di sini. Ketika patologi
yang mendasarinya adalah TB paru-paru kiri, itu lebih rentan terhadap kerusakan
parenkim. Hal ini disebabkan oleh tata letak dan anatomi bronkus kiri, yang lebih
panjang, lebih sempit dan lebih horizontal, memburuknya sekresi drainase. Dalam
kasus yang disajikan di sini, hemitoraks kiri terpengaruh. Perubahan radiologis di
daerah toraks (mis. Pergeseran mediastinum, retraksi hemitoraks yang terkena,
penurunan ruang interkostal) dari pasien yang disajikan adalah khas paru yang hancur
dan menunjukkan proses kronis.10
X-ray thoraks PA menunjukkan opacity difus dari seluruh hemithorax dengan
deviasi mediastinal ipsilateral yang parah. Pada ct scan pasien dapat diklasifikasikan
dalam dua pola utama: penghancuran paru unilateral dengan residual bronktektasis
kistik dan penghancuran paru unilateral tanpa residu bronkiektasis kistik. 10

2.7.3 Tatalaksana
Reseksi bedah biasanya dilakukan karena jumlah bakteri di dalam rongga tinggi
dan perawatan antibiotik gagal mencapai lokasi infeksi9 Eksisi lesi ini akan mengurangi
beban keseluruhan organisme di paru-paru sementara secara bersamaan
menghilangkan situs konsentrasi tinggi yang resistan terhadap obat. bacilli.5 Oleh
karena itu, poin utama dalam pembedahan adalah reseksi lesi TB aktif seefektif
mungkin untuk mencapai pengobatan yang relatif efektif.9
Karena paru-paru yang hancur itu sendiri dapat secara serius membahayakan
kelangsungan hidup jangka panjang, sangat penting untuk melakukan operasi. Pada
pasien paru-paru yang hancur tanpa perawatan bedah, angka kematian keseluruhan
hanya 28% dan kelangsungan hidup rata-rata diperkirakan hanya 39 bulan. 9
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, T.Y., Kamso S., Basri C., Surya A. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan Pertama. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
2. Amin, Z., dan Bahar, A. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi IV.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
3. Anonym. Global Tuberculosis Control Report.
http://www.who.int/entity/tb/publications/global_report/2009/en/index.html
4. Anonym. WHO Statistical Information System. http://www.who.int/whosis.
5. Mansjoer, A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid 1. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Masniari L., Priyanti ZS., Aditama T.Y. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesembuhan Penderita TB Paru. Jurnal Respirologi Indonesia. JRI, vol. 27, no.
3, Juli 2007.
7. Tjandra, Y.A., Soedarsono, Zubaedah T., Hadi S.W., Hilaludin S., Ida B.N.R,
Palilingan, J.F., Manse, L., Priyanti, Z.S., Ida, B., Slamet, H., Teguh, R.S., Edi,
S., Iswanto, Erlina, B., Laksmi, W., Faisal, Y. Tuberkulosis. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI 2006.
8. Tjandra, Y.M., Sudijanto K., Carmelia B., Asik S. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan 2. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Pp:3-5, 13. 2008.
9. Jung CY, Jeon YJ, Rho BH. Radiologic Findings and Lung Function in Patients
With Tuberculous Destroyed Lung. Chest. 2011;140
10. Kao B, Riquet M, Bellamy J et al. The destroyed lung. Apropos of 46 surgical
patients. Rev. Pneumol. Clin. 45,237-242 (2009)

Anda mungkin juga menyukai