Anda di halaman 1dari 76

MODIFIKASI INDEKS RISIKO KEGANASAN SEBAGAI

MODALITAS DIAGNOSTIK PREOPERATIF UNTUK


MEMPREDIKSI KEGANASAN TUMOR OVARIUM :
SUATU UJI DIAGNOSTIK

dr. I B Upadana Pemaron, Sp.OG

BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH DENPASAR
2013
ABSTRAK
Latar belakang : Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit kanker yang
banyak dijumpai pada wanita dan sering disebut sebagai “Silent Killer” karena
diagnosa baru diketahui setelah penderita sudah memasuki stadium lanjut. Oleh
karena itu, deteksi dini untuk mengetahui sejak dini adanya kanker ovarium
sangat diperlukan. Kebanyakan mereka yang diketahui kanker ovarium pada
stadium awal akan mempunyai harapan hidup yang lebih baik. Akan tetapi
pemeriksaan skrining untuk mendeteksi adanya kanker ovarium sejak dini sangat
sulit. Bila dilakukan pemeriksaan USG atau tumor marker saja, akurasi untuk
memprediksi keganasan tumor ovarium kurang akurat. Diperlukan beberapa
kombinasi pemeriksaan untuk bisa mendiagnosa keganasan ovarium. Risk of
malignancy Index (RMI) adalah integrasi dari pemeriksaan kadar serum CA125,
status menopause penderita, dan temuan ultrasonografi. Dengan cut off value 200,
digunakan untuk membedakan antara tumor ovarium yang jinak dan ganas,
dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas 97%. Dengan melakukan modifikasi dari
RMI ini, diharapkan pemeriksaan lebih mudah dan akurasinya sama. Tujuan:
untuk mengetahui akurasi Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas
diagnostik preoperatif dalam memprediksi keganasan tumor ovarium. Bahan dan
cara : Penelitian ini merupakan suatu studi prospektif uji diagnostik. Uji
diagnostik yang diuji adalah Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai
modalitas diagnostik preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium
yang dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologis sebagai gold
standard. Populasi penelitian adalah semua penderita dengan diagnosis tumor
ovarium yang datang ke Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP
Sanglah Denpasar. Setelah didapatkan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan
eklusi, dilakukan penghitungan nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan yaitu
dengan formula U (ultrasonografi skor) x M (menopause status) x serum CA125
(U/ml). Kemudian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologis tumor
ovarium
Hasil : batas (Cut-Off) nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai petanda
tumor ganas atau jinak adalah 119. Bila >119 dinyatakan ganas, bila <119
dinyatakan jinak. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa Sensitivitas =
93,33%; Spesifisitas = 95%; Nilai duga positif = 93,33%); Nilai duga negatif =
95%; Rasio Kemungkinan positif = 18,67; Rasio Kemungkinan negatif = 0,07.
Kesimpulan : Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas diagnostik
preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium mempunyai nilai
Sensitivitas sebesar 93,33% dan Spesifisitas sebesar 95%. Bila dibandingkan
dengan RMI, nilai sensitivitas lebih tinggi dan nilai spesifisitas hampir sama.
Kata kunci : Keganasan tumor ovarium, Modifikasi Indeks Risiko Keganasan,
Pemeriksaan histopatologis.
ABSTRACT
Background : Ovarian cancer is one of the most cancer that is often found in
women and is often referred to as the “Silent Killer” because of the diagnosis
became known only after the patient has entered an advanced stage. Therefore,
early detection to determine the presence of early ovarian cancer are needed. Most
of them are known in early-stage ovarian cancer will have a better life
expectancy. However, screening examination or tumor markers alone, the
accuracy for predicting malignant ovarian tumors that are less accurate. Required
some combination of the examination to be able to diagnose ovarian malignancy.
The Risk of Malignancy Index (RMI) is the integration of the examination of
serum CA 125 levels, menopausal status of patients, and ultrasound findings.
With the cut-off value of 200, is used to differentiate between ovarian tumors are
benign and malignant, with sensitivity of 87% and a specificity of 97%. By
performing a modification of the RMI, is expected to be much easier and accuracy
checks together.
Purpose : To determine the accuracy of the Modified Risk Malignancy Index as
preoperative diagnostic modality to predict malignancy of ovarian tumors
compared with histologic examination as the gold standard. The study population
was all patient with a diagnosis of ovarian tumors who came to the outpatient
Obstetric and Gynecology Sanglah Denpasar Hospital. Once the sample is
obtained in accordance with inclusion and exclusion criteria, the Modified Risk
Malignancy calculated with formula U (ultrasound score) x M (menopausal
status) x serum CA 125 (U/ml). Then compared with the results of
histopathological examination of ovarian tumors.
Result : Limit (cut-off) Modified Risk Malignancy Index as malignant or benign
tumors marker was 119. When >119 declared vicious, when <119 otherwise
benign. Based on the analysis, it was found that the sensitivity=93,33%,
specificity=95%, positive expected value=93,33%, negative expected value=95%.
Reason for positive probability=18,67;reason for negative probability=0,07.
Conclusion : The modification of the rate of risk of malignancy as a modality of
preoperative diagnosis to predict malignancy of ovary tumors has a value of
93,33% of sensitivity and specificity of 95%. In comparison with the RMI, the
values of higher sensitivity and specificity are almost identical.
Keyword : Malignant Tumors of Ovary, Modified of Risk Malignancy Index,
Histopathological examination.

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit kanker yang banyak dijumpai

pada wanita dan sering menyebabkan kematian. Kanker ovarium sering disebut

dengan “Silent Killer” karena gejala kanker ovarium sangat sulit diketahui hingga

akhirnya saat terdiagnosa penderita sudah memasuki stadium lanjut. Kanker ovarium

tidak memiliki gejala yang spesifik. Sebagian gejala pertumbuhan kanker ovarium

mungkin sama dengan pertumbuhan non kanker atau gejala penyakit lainnya. Deteksi

dini terhadap kanker ovarium ini sangatlah penting untuk keselamatan penderita.

Kebanyakan mereka yang diketahui kanker ovarium pada stadium awal akan

mempunyai harapan hidup yang lebih baik. Akan tetapi pemeriksaan skrining untuk

mendeteksi adanya kanker ovarium sejak dini sangat sulit.

Prevalensi kanker ovarium telah meningkat sejak 30 – 40 tahun terakhir.

Terdapat 20.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun, dan 12.500 dari penderita ini

akan meninggal dalam perjalanan penyakit mereka. Fakta berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Cancer Research UK, terdapat sekitar 6.800 wanita Inggris telah

didiagnose menderita kanker ovarium. Di Amerika Serikat, 23.000 wanita terserang

kanker ovarium tiap tahunnya dan 14.000 meninggal karena penyakit ini. Di negara-

negara berkembang kanker ovarium merupakan kanker nomor lima terbesar setelah

kanker payudara, kanker usus, kanker paru-paru, dan kanker rahim. Kanker ovarium

merupakan penyebab kematian keempat diantara semua kematian karena kanker dan
2

sebagai penyebab kematian pertama karena kanker ginekologi (National Guideline

Clearinghouse, 2009). Di Indonesia tumor ganas ovarium banyak dijumpai, setelah

tumor ganas serviks dan tumor ganas payudara, dengan five years survival rate dalam

50 tahun terakhir tidak banyak mengalami kemajuan, yakni berkisar antara 20 – 37%.

Hampir 75% karsinoma ovarium tidak terdiagnosa sampai akhirnya sudah

berkembang menjadi stadium III atau IV, dengan five years survival rate hanya 20%.

Bila penderita karsinoma ovarium bisa didiagnosa saat stadium I, maka five years

survival rate setinggi 80 – 90% dan angka kematian akan menurun setengahnya

(Chrisdiono, 1996). Sebagai akibat hasil tersebut diatas, metode skrining untuk

deteksi awal kanker ovarium sangat diperlukan. Tetapi bukti klinis menunjukkan

bahwa fase preklinis untuk kanker ovarium kurang dari dua tahun, sehingga cepatnya

pola perjalanan penyakit mengakibatkan kesulitan untuk deteksi awal. Saat ini tes

skrining yang digunakan untuk deteksi dini yaitu pemeriksaan fisik, tumor marker

seperti CA125, USG termasuk transabdominal, transvaginal dengan color dopler dan

power dopler, CT scan, dan MRI. Tetapi hampir sebagian besar pemeriksaan

penunjang untuk melakukan tes skrining tersebut mahal, dan memberikan hasil false

positif sehingga menyebabkan pemeriksaan tersebut menjadi tidak efektif (Ian J and

Usha M, 2004). Karena keterbatasan skrining tumor ovarium maka diagnosis yang

akurat massa di adneksa merupakan tantangan bagi dokter ginekologi. Tumor

ovarium terlihat sebagai massa di adneksa yang bisa dibedakan menjadi jinak dan

ganas. Prosedur diagnosis preoperatif yang dapat membedakan antara tumor ovarian

yang curiga ganas dan jinak, diharapkan dapat bermanfaat untuk merencanakan

secara optimal penanganan yang diperlukan. Diagnosis preoperatif sangat penting,


3

karena bisa mencegah pembedahan yang tidak perlu, misalnya pada kista fungsional.

Sedangkan penderita dengan kecurigaan ganas preoperatif tidak saja memerlukan

tindakan pembedahan yang optimal tetapi juga memerlukan penanganan pre, peri,

dan postoperatif yang tepat. Kecurigaan keganasan preoperatif menentukan apakah

penderita memerlukan rujukan ke spesialis onkologi untuk mendapatkan penanganan

yang optimal, sehingga memberikan hasil prognostik penyakit menjadi lebih baik.

Ketepatan dan kecepatan mereferal penderita ke onkologi ginekologi dapat

meningkatkan harapan hidup penderita kanker ovarium. Metode yang sudah

terstandarisasi untuk identifikasi kemungkinan keganasan pada tumor ovarium

preoperatif, optimis akan merupakan langkah pertama yang tepat bagi penderita

dengan kanker ovarium.

Untuk bisa diterima secara klinis, suatu modalitas diagnotik preoperatif untuk

memprediksi keganasan tumor ovarium harus mempunyai sensitifitas dan spesifisitas

yang tinggi, yaitu 90% dan 75%, bisa diinterpretasikan, dan menggunakan beberapa

tehnik diagnostik/parameter (Viktoriya S., Emmanuel C,2006). Ada beberapa

modalitas diagnostik preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium yaitu

pemeriksaan fisik pelvis, tumor marker seperti CA125, USG termasuk

transabdominal, transvaginal dengan color dopler dan power dopler, sitologi aspirasi

kista ovarium, sitologi aspirasi cairan ascites dan efusi pleura, biopsi kelenjar limfe

yang membesar, CT-scan, MRI, PET, Foto thoraks, Rektosigmoideskopi, dan Barium

enema. Adapula variasi metode identifikasi preoperatif yang telah dikembangkan dan

digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya keganasan dari tumor ovarium

yaitu dengan suatu algoritma yang disebut Risk of malignancy Index (RMI). Risk of
4

malignancy Index (RMI) adalah integrasi dari pemeriksaan kadar serum CA125,

status menopause penderita, dan temuan ultrasonografi (Ian J.,et.al, 2005). Begitu

banyak modalitas diagnostik preoperatif bisa digunakan, masalahnya adalah memilih

prosedur yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, efektif,tidak invasif, dan

applicable/mudah dikerjakan (Viktoriya S., Emmanuel C,2006). Tidak ada metode

diagnostik preoperatif yang sangat adekuat yang bisa membedakan tumor ovarium

jinak atau ganas. Tetapi dengan kombinasi pemeriksaan kadar serum CA-125, temuan

USG dan status menopause penderita, diharapkan dapat memberikan hasil diagnostik

yang lebih baik. Algoritme RMI diperkenalkan pertama kali oleh Jacobs tahun 1990.

RMI dihitung dengan formula (RMI = U (ultrasonografi skor) x M (menopause

status) x serum CA125 (U/ml). Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasarkan

atas ada atau tidaknya lesi kistik multilokular, bagian padat, lesi bilateral, ascites dan

metastasis intraabdominal. Bila tidak terdapat gambaran USG di atas maka diberi

nilai 0, bila hanya tampak satu gambaran saja diberi nilai 1, apabila tampak lebih dari

satu diberi nilai 3. Menopause status diberikan nilai 1 untuk premenopause dan nilai

3 bila postmenopause. Postmenopause ditetapkan apabila wanita riwayat amenore

lebih dari satu tahun atau wanita umur lebih dari limapuluh tahun bila sudah

dilakukan operasi histerektomi. Premenopause adalah wanita selain yang disebutkan

sebagai postmenopause. Kadar CA125 dinyatakan sesuai dengan nilai absolut yang

didapatkan dalam satuan U/ml.

Dengan cut off value 200, digunakan untuk membedakan antara tumor

ovarium yang curiga jinak dan ganas. Penderita dengan skor RMI >200 diprediksi

ganas dan skor RMI <200 diprediksi jinak. Hasil dari suatu review menyatakan
5

bahwa Risk of Malignancy Index (RMI) adalah prediktor yang paling baik digunakan

sebagai modalitas diagnostik preoperatif untuk memprediksi tumor ovarium jinak

atau ganas pra bedah (Geomini, et al., 2009). Namun hal ini sulit dikerjakan, terutama

dalam menilai metastasis intraabdominal. Akan lebih mudah apabila temuan USG

yang dicari adalah ada atau tidaknya gambaran papil dan tebal dinding kista. Maka

dari itu peneliti ingin melakukan modifikasi RMI menjadi suatu indeks yang

dinamakan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan, yang lebih mudah dikerjakan

sebagai modalitas diagnostik preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor

ovarium preoperatif, sehingga bisa merencanakan tindakan atau penanganan yang

tepat bagi pasien. Diharapkan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan ini, mempunyai

nilai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau lebih baik dari RMI. Peneliti ingin

mengetahui apakah Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas

diagnostik preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium mempunyai

akurasi yang sama atau bahkan lebih baik daripada RMI?

1.2. Rumusan Masalah

Apakah Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas diagnostik

preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium mempunyai akurasi yang

sama atau bahkan lebih baik daripada RMI?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum :

Untuk mengetahui akurasi Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai

modalitas diagnostik preoperatif dalam memprediksi keganasan tumor

ovarium.
6

1.3.2. Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas CA 125, USG, dan Modifikasi

Indeks Risiko Keganasan dalam memprediksi keganasan tumor ovarium

preoperatif.

2. Untuk mengetahui nilai duga positif dan nilai duga negatif CA 125, USG, dan

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dalam memprediksi keganasan tumor

ovarium preoperatif.

3. Untuk mengetahui Rasio Kemungkinan CA 125, USG, dan Modifikasi Indeks

Risiko Keganasan dalam memprediksi keganasan tumor ovarium preoperatif.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi Pengetahuan

Memberikan sumbangsih suatu modalitas diagnostik yang berguna untuk

memprediksi keganasan tumor ovarium preoperatif.

1.4.2. Manfaat bagi Pelayanan

1. Untuk meningkatkan five years survival rate tumor ganas ovarium.

2. Sebagai sistem rujukan pasien lebih awal, sehingga pasien mendapatkan

tindakan operasi yang tepat.

3.Mengurangi re-operasi
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang

beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, dan

mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam

(Mardjikoen P., 2005).

2.2. Epidemiologi

Tumor ganas ovarium merupakan 20% dari semua keganasan alat reproduksi

wanita. Insidensi rata-rata dari semua jenis diperkirakan 15 kasus baru per 100.000

populasi wanita setahunnya (Mardjikoen P., 2005).

2.3. Faktor predisposisi keganasan pada ovarium

Sampai saat ini ada beberapa hal yang diketahui berhubungan dengan kejadian

karsinoma ovarium yaitu :

1.Riwayat kanker ovarium dalam keluarga

Dari hasil penelitian diketahui bahwa risiko akan meningkat sampai 50 % bila ada

riwayat karsinoma ovarium dalam keluarga dari garis keturunan pertama maupun

kedua. Risiko ini akan lebih tinggi apabila dalam keluarga juga terdapat riwayat

kanker payudara, kanker endometrium dan kanker kolon (Lynch syndrome) (Berek

J.S., 2002).
8

2.Umur

Terdapat perbedaan insiden karsinoma ovarium berdasarkan golongan umur.

Umumnya insiden kanker ovarium meningkat setelah menopause atau sekitar umur

51 tahun keatas. Lebih dari 50 % kanker ovarium terjadi pada wanita berumur lebih

dari 65 tahun (Busmar B., 2006)

3.Riwayat menstruasi, kahamilan dan infertilitas

Banyak peneliti yakin bahwa ada hubungan antara kanker ovarium dengan

riwayat menstruasi. Risiko karsinoma ovarium meningkat pada wanita yang haid

pertamanya dibawah umur 12 tahun atau menopause diatas umur 50 tahun. Demikian

juga wanita yang tidak pernah hamil, tidak pernah mengalami proses kehamilan

secara lengkap atau mempunyai anak pertama pada umur diatas 30 tahun. Risiko

karsinoma ovarium menurun sampai 40-50% pada wanita yang memakai kontrasepsi

hormonal jenis pil squensial demikian juga pada wanita yang menyusui anaknya

setelah melahirkan (Busmar B., 2006)

4.Pengobatan infertitilas

Suatu penelitian retrospektif menyatakan pemakaian klomifen sitrat pada

perempuan infertil lebih dari 12 siklus akan meningkatkan resiko relatif menjadi 11.

Sedangkan penelitian kohort lainnya menyatakan bahwa sampai saat ini tidak ada

hubungan antara penggunaan obat-obat fertilitas terhadap peningkatan resiko untuk

terjadinya karsinoma ovarium. Tetapi penelitian ini masih perlu dilanjutkan karena

banyak perempuan dalam penelitian ini belum mencapai umur puncak terjadinya

kanker ovarium. Beberapa data menyatakan bahwa infertilitas yang menyebabkan

wanita infertil yang mendapatkan terapi klomifen sitrat mempunyai resiko karsinoma
9

ovarium, atau faktor-faktor predisposisi lain yang dimiliki sebelumnya (Jensen A.,

et.al, 2009)

5.Diet tinggi lemak

Diet banyak daging dan lemak binatang berhubungan dengan peningkatan risiko

untuk terjadinya karsinoma ovarium (Berek J.S., 2002).

6.Talcum Powder

Kebiasaan menggunakan bedak pada daerah genital dapat meningkatkan risiko

kanker ovarium. Umumnya bedak mengandung asbestos, senyawa yang diketahui

memiliki sifat karsinogenik (Berek J.S., 2002).

7.Mutasi genetik yang didapat

Seperti kanker pada umumnya, karsinoma ovarium dapat disebabkan oleh mutasi

DNA yang sebabkan rangsangan bahan onkogenik. Terjadinya mutasi pada HER2

onkogen atau gen tumor supresor p53 berhubungan dengan tingginya risiko

terjadinya karsinoma ovarium (Berek J.S., 2002).

2.4. Klasifikasi Tumor Ovarium

Pelbagai kesulitan dijumpai ketika menyusun klasifikasi tumor ovarium

dengan menggunakan kriteria histologik, sehingga WHO pada tahun 1973

mengajukan klasifikasi sebagai berikut (Chrisdiono A., 1996) :

I. Neoplasia epitel

1) Jenis serosum : jinak, borderline, ganas

2) Jenis musinosum : jinak, borderline, ganas

3) Endometrioid : jinak, borderline, ganas

4) Mesonefroid : jinak, borderline, ganas


10

5) Tumor Brenner : jinak, borderline, ganas

6) Kombinasi jenis epitelial : jinak, borderline, ganas

7) Tidak terdiferensiasi

8) Tidak terklasifikasi

II. Neoplasma stroma gonad

1) Tumor sel granulosa/tekofibroma

2) Tumor sel Sertoli-Leydig

3) Gonadoblastoma

III. Tumor sel lipoid

IV. Neoplasma germinal

1) Disgerminoma

2) Tumor sinus endodermal

3) Karsinoma embrional

4) Khoriokarsinoma

5) Teratoma

V. Tumor jaringan lain yang tidak khas ovarium

VI. Limfomamaligna

VII.Tumor primer unclassified

VIII.Tumor Metastatik

90% kanker ovarium berasal dari epithelial, 75% dari kanker ovarium

epithelial adalah tipe histologis serosum, 20% musinosum, 2% endometrioid, dan

kurang dari 1% adalah mesonefroid, Brenner, dan karsinoma yang tidak

terdiferensiasi.
11

2.5. Kriteria Diagnostik (Busmar B., 2006)

1) Gejala Klinis.

a. Dicurigai kanker ovarium usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari

60 tahun /menopause dengan:

• Tumor kistik atau solid.

• Mobile atau terfiksir.

b. Sangat dicurigai kanker ovarium:

• Tumor cepat membesar, padat berdungkul, dan terfiksir.

• Dapat disertai keadaan umum yang menurun sampai kacheksia,

asites, efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran kelenjar

limfe supra klavikula dan lain-lain sesuai dengan luas

penyebaran penyakit ke organ lainnya.

2) Pemeriksaan Penunjang (Andrijono, 2009)

a. USG (dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium).

b. Tumor marker.

c. Sitologi aspirasi kista ovarium.

d. Sitologi cairan ascites dan pleura.

e. Biopsi kelenjar limfe yang membesar.

f. CT-scan, MRI, PET, Foto toraks, Rektosigmoidoskopi, dan Barium

enema.
12

3) Stadium klinis kanker ovarium (FIGO) (Berek J.S., 2002)

Stadium Deskripsi
Stadium I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
Stadium Ia Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada
tumor pada permukaan dan sel ganas (-) pada cairan
ascites.
Stadium Ib Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak ada
tumor pada permukaan dan sel ganas negatif pada cairan
ascites atau cucian peritoneum
Stadium Ic Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada
permukaan ovarium atau ruptur kapsul atau ascites
dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel ganas
(+)
Stadium II Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium
dengan penyebaran pada pelvis
Stadium IIa Penyebaran ke uterus atau tuba
Stadium IIb Penyebaran ke organ pelvis lainnya
Stadium IIc Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan ovarium
atau ruptur kapsul, atau asites dengan sel ganas (+) atau
cucian peritoneum sel ganas (+)
Stadium III Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi
tumor pada peritoneum diluar kavum pelvis
dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian
superfisial hati atau tumor terbatas pada rongga
pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi terhadap
perluasan pada usus halus atau omentum.
StadiumIIIa Tumor secara makros terbatas pada true pelvis dengan
pembesaran kelenjar limfe (-) tetapi secara histologi ada
perluasan pada peritoneum abdomen.
Stadium IIIb Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum
abdomen kurang dari 2 cm, pembesaran kelenjar limfe
(-).
Stadium IIIc Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum
abdomen lebih dari 2 cm dan atau pembesaran kel limfe
retroperitoneal/inguinal (+).
Stadium IV Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
metastase jauh berupa pleural efusion dengan
sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim hati.
Catatan :Stadium lc apabila stadium Ia terjadi:
a. Kapsul ruptur spontan atau dipecahkan oleh operator
b. Sitologi (+) dari cairan peritoneum atau ascites.
13

2.6.Skema Evaluasi Preoperatif Tumor di Ovarium

Tumor di Ovarium

Premenopause Pasca Menopause


peningkatan
CA125 dan/massa
kompleks pada
pemeriksaan USG

≤ 8 cm ≥ 8 cm

Pemeriksaan
USG

Tumor Kistik Tumor Padat

Operasi

Observasi selama 2 bulan Tumor tumbuh


Progresi

Gambar 2.1. Skema Evaluasi Preoperatif Tumor di Ovarium (Dikutif dari Berek J.S.,
editors. Ovarian Cancer. Novak’s Gynecology. 13th ed.)
14

2.7.Modalitas Diagnostik Preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor

ovarium preoperatif

Problem diagnosis preoperatif untuk membedakan tumor curiga jinak atau

ganas ovarium masih belum terselesaikan dengan baik, padahal pembedahan akan

bisa direncanakan seoptimal mungkin apabila telah diketahui sebelum operasi apakah

tumor ovarium tersebut curiga jinak atau ganas. Macam pembedahan dan pengalaman

dokter bedah merupakan faktor penting untuk prognosis tumor ganas ovarium.

Adapun beberapa pemeriksaan bisa dijadikan sebagai modalitas diagnostik

preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium.

A.Pemeriksaan pelvis

Pada pemeriksaan pelvis hal-hal yang memerlukan perhatian khusus, bila

dalam pemeriksaan fisik pelvis dijumpai hal-hal sebagai berikut (Chrisdiono

A.,1996):

1) Adanya massa tumor di daerah ovarium

2) Gerakan tumor terbatas

3) Permukaan tumor irreguler

4) Adanya tumor di daerah cul de sac

5) Massa tumor bilateral

6) Tumor daerah panggul yang membesar dalam observasi

7) Adanya asites

8) Adanya omental cake atau hepatomegali

9) Tumor di daerah panggul setelah menopause.


15

Mengamati perbedaan-perbedaan antara tumor jinak dan ganas ovarium, pada

pemeriksaan panggul sangat diperlukan, untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap

adanya keganasan dapat lebih terarah lagi (Padilla LA.,et.al, 2000). Penemuan pada

pemeriksaan panggul bisa membedakan tumor jinak dan ganas. Adapun membedakan

tumor jinak dan ganas dari pemeriksaan panggul, seperti terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penemuan pada pemeriksaan paggul

Kriteria Jinak Ganas

1. Sifat Unilateral Bilateral

2. Konsistensi Kistik Padat

3. Gerakan Bebas Terbatas

4. Permukaan Licin Tidak licin

5. Ascites Sedikit/tidak ada Banyak

6. Benjolan di daerah cul-de-sac Tidak ada Ada

7. Pertumbuhan Lambat Cepat


Dikutip dari : Chrisdiono A.,1996.

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa keakuratan pemeriksaan pelvis

untuk menentukan jinak atau ganasnya suatu tumor ovarium sangat terbatas. Sekitar

10% massa pelvis yang berukuran kurang dari 10 cm tidak terdeteksi dengan

pemeriksaan pelvis secara manual. Akurasi pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi

massa pelvis sebesar 70,2% (Padilla LA., et.al, 2000).


16

Soedaryanto juga mengembangkan suatu Indeks yang dapat menemukan

adanya kecurigaan keganasan prabedah yang bisa diketahui dengan pemeriksaan

fisik, yaitu dengan menggunakan Indeks Keganasan Ovarium Prabedah.

Tabel 2.2. Indeks Keganasan Ovarium

Score
Variasi petunjuk diagnosis Kelas variable

1. Lama pembesaran perut a. Lambat (lebih dari 16 bulan atau tak ada 0
atau tumor pembesaran) 1
b. Cepat (16 bulan atau kurang)
2. Keadaan umum a. Baik 0
b. Kurang / tak baik 1
3. Tingkat kekurusan a. Normal / gemuk 0
b. Kurus 1
4. Konsistensi tumor a. Kistik homogeny 0
b. Solid homogen 1
c. Macam-macam 2
5. Permukaan tumor a. Rata/licin 0
b. Benjol tak teratur 1
6. Gerakan tumor a. Bebas 0
b. Terbatas 1
7. Ascites a. Tak ada 0
b. Ada 1
8. Laju endap darah a. Rendah (60 mm atau kurang) 0
b. Tinggi (lebih dari 60 mm) 1
Dikutip dari : Chrisdiono A., 1996.

Skor 3 – 5 menunjukkan kecurigaan keganasan, sedangkan skor 6 atau lebih

dapat dikatakan ganas.


17

B. Ultrasonografi.

Pemeriksaan ultrasonografi saat ini merupakan hal yang umum untuk

mengevaluasi hasil temuan abnormal pada pemeriksaan ginekologi. Dibandingkan

dengan pemeriksaan pelvis secara manual, ultrasonografi memiliki keunggulan

terutama untuk mengevaluasi kondisi ovarium. Ovarium bisa tervisualisasi lebih dari

95% pada wanita premenopause dan lebih dari 85% pada wanita post menopause.

Dahulu, penggunaan transabdominal ultrasound (TAS) sering digunakan. Pada tabel

2.3 di bawah ini disajikan beberapa variasi hasil penelitian menggunakan TAS untuk

mendiagnosa keganasan massa adneksa (Uma S., et.al, 2006).

Tabel 2.3. Nilai TAS untuk mendiagnosa keganasan pada massa adneksa

Peneliti Pasien Tumor Specificity Sensitivity


(n) Malignan (%) (%)
(n)
Herman et al 304 50 94 82
Finkler et al 106 37 95 62
Benacerraf et al 100 30 87 80
Jacobs et al 139 41 83 71
Buy et al 108 43 92 60
Luxman et al 102 29 42 93
Total 859 230 78 74

Spesifisitas bervariasi antara 42 – 95% dan sensitivitas antara 60 – 93%, hal

ini membuktikan bahwa sulit untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas

ovarium dengan menggunakan TAS.


18

Penggunan transvaginal sonografi (TVS) memiliki tiga keunggulan

dibandingkan dengan transabdominal sonografi dalam hal tidak membutuhkan

kandung kencing yang penuh, pada pasien yang gemuk pemeriksaan akan lebih

mudah, dan tranduser probe dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan organ

pelvik, sehingga dapat dipergunakan frekuensi yang lebih tinggi dengan demikian

kualitas gambar yang dihasilkan lebih jernih dan tajam.

Sistem skoring morfologi telah dikembangkan untuk menambah akurasi TVS.

Kriteria evaluasi meliputi ukuran atau volume, penampakan formasi papilari pada

dinding kista, dan kompleksitas dari kista (Busmar B., 2006).

Tabel 2.4. Indeks Morfologi Tumor Ovarium


Morphology Index
Catagory 0 1 2 3 4
Volume (cm3) < 10 10 – 50 > 50 – 200 > 200 – 500 > 500
Tebal dinding tipis < 3 mm tipis > 3 mm Papiler < 3 mm Papiler > 3 mm Dominan Padat
(mm)
Septum (mm) Tidak ada Tebal < 3 mm Septa 3 mm – Padat, Dominan
1 Cm > 1 Cm Padat

Dengan menggunakan TVS saja, beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mendiagnosa keganasan pada massa adneksa. Dalam beberapa hasil penelitian ini

didapatkan variasi spesifisitas berkisar antara 65 – 98% dan sensitifitas berkisar 48 –

100%. Adapun hasil beberapa penelitian tersebut ditampilkan dalam tabel 2.5 berikut

ini (Mettler L.,t.al, 2008).


19

Tabel 2.5. Nilai TVS untuk mendiagnosa keganasan pada massa adneksa

Peneliti Pasien Tumor Malignan Specificity Sensitivity


(n) (n) (%) (%)
Granberg et al 50 16 82 100
Sassone et al 143 13 83 100
Kurjak et al 83 29 98 48
Hata et al 63 27 69 85
Weiner et al 53 17 69 94
Kawai et al 109 40 65 90
Total 501 142 79 83

Walaupun gambaran morfologi untuk mengukur indek morfologi bisa rutin

dilakukan dan dijadikan standar pemeriksaan ultrasonografi, banyak variabel yang

tidak dicatat atau terukur, sehingga hal ini menyebabkan terbatasnya penggunaan

index morfologi dalam praktek sehari-hari. Karena alasan ini, index morfologi tidak

selalu bisa digunakan untuk menghitung kemungkinan keganasan (Uma S.,

et.al,2006).

Transvaginal color doppler imaging (CDI), dapat meningkatkan sensitifitas

dan nilai prediksi positif ultrasogografi untuk mengevaluasi massa pada daerah

pelvis. Telah diketahui bahwa pertumbuhan pembuluh darah adalah memegang

peranan penting untuk menunjang pertumbuhan tumor, terutama pada tumor ganas

dimana pertumbuhan dan perkembangan jaringannya sangat cepat dan tidak

terkendali. Dinding pembuluh darah pada tumor tersebut memiliki otot polos yang

lebih sedikit bila dibandingkan dengan pembuluh darah normal, sehingga tahanannya

(resitance index/RI) lebih kecil terutama pada arteriola. Penurunan tahanan ini dapat
20

diketahui dengan memakai CDI. Kurjak dkk, dalam penelitiannya melakukan

pemeriksaan dengan mempergunakan CDI pada 14.317 wanita tanpa keluhan atau

dengan keluhan minimal. Ditemukan 624 tumor jinak adneksa dengan RI normal, dan

56 penderita keganasan ovarium dimana sebanyak 54 penderita menunjukkan RI

yang rendah. Sensitifitas CDI dalam penelitian ini adalah 96,4% dengan spesifisitas

99,8% (Uma S., et.al,2006).

Aplikasi gambaran aliran pembuluh darah sangat membantu dalam

mendeteksi keganasan ovarium karena adanya neovaskularisasi menandakan

keganasan. Ketika ultrasonografi gray-scale mendeteksi adanya septum dan papil

atau komponen solid pada ovarium, adanya gambaran aliran pembuluh darah

seringkali menunjukkan adanya keganasan. Tetapi, deteksi vaskularisasi pada tumor

ganas yang terdapat papil terkadang tidak terlihat terutama pada tumor yang masih

kecil. Penggunaan color doppler ultrasonografi menunjukkan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi keganasan ovarium bila level Resistensi

Indeks (RI) < 0,4 dan PI < 1. Ada beberapa studi menunjukkan kemungkinan

tumpang tindihnya nilai PI dan RI antara tumor yang jinak dengan tumor yang ganas.

Parameter dan cut-off level untuk pulsatility dan resistensi indeks yang mana bisa

memprediksi keganasan sangat sulit untuk ditentukan. Selain itu pula, biaya

pemeriksaan yang mahal dan memerlukan pengalaman pemeriksa yang tinggi

mengakibatkan keterbatasan penggunaan alat ini. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan color doppler saja tidak cukup sebagai indikator keganasan ovarium

(University General Hospital “Attikon”, Athens, Greece. 2004).


21

C. Tumor marker.

CA125 adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul tinggi dan bisa

dikenali oleh monoclonal antibody (OC-125). CA125 terdapat pada cairan amnion

dan embrionik coelomic epithelium. Antigen juga bisa terdapat pada jaringan lain

seperti epithel tuba fallopii, endometrium, endoserviks, dan ovarium. CA125 juga

terdapat di sel mesothelial pleura, pericardium, dan peritoneum. CA125 disebutkan

sebagai salah satu tumor marker yang bisa membedakan dan paling dipercaya untuk

mendiagnosis kanker ovarium. Data menyebutkan bahwa CA125 secara signifikan

meningkat pada 90% pasien dengan tumor ganas ovarium epithelial, dan 40% pada

seluruh kasus keganasan intra-abdominal (Rasjidi I., 2009). Kadar CA125 bisa

mengestimasi diagnosis preoperatif, monitoring keganasan ovarium yang sudah

didapatkan dan monitoring respon terapi dengan kemotherapi dan prognosis penyakit.

Penelitian besar yang sudah pernah dilakukan cut off nilai CA125 >35 U/mL di

curigai keganasan. Beberapa pusat laboratorium menetapkan nilai normal serum

CA125 berkisar 0 – 35 U/mL. Literature menunjukkan nilai diagnostik serum CA125

untuk membedakan tumor jinak dan ganas ovarium mempunyai sensitifitas berkisar

antara 56% - 100% dan spesifisitas sebesar 60% - 92% pada pre atau post

menopause. Peningkatan serum CA125 > 35 U/mL bisa terdeteksi pada 50% pasien

dengan stadium 1 dan lebih dari 90% pada stadium lanjut. Kadar serum CA125 lebih

jarang meningkat pada tumor mucinous dibandingkan dengan tumor non-mucinous.

Keterbatasan nilai serum CA125 adalah kadarnya juga bisa meningkat selama

menstruasi dan kehamilan dan pada beberapa kondisi jinak terutama pada masa
22

reproduksi seperti endometriosis, peritonitis, dan cirrhosis yang disertai ascites.

Untuk meningkatkan nilai diagnostik preoperatif resiko keganasan pada wanita

dengan massa di ovarium CA125 dikombinasikan dengan pemeriksaan ultrasonografi,

status menopause, dan serum tumor marker lainnya (Mongkol B., Neungton C.

2007).

D.Sitologi aspirasi dan biopsi kista ovarium

Kista ovarium bisa di evaluasi dengan cara aspirasi sitologi dinding kista yang

masih intak dan dilanjutkan dengan eksisi dinding kista dengan bantuan laparoskopi.

Kemudian hasil aspirasi dan eksisi dinding kista dilakukan pemeriksaan histologi.

Tetapi indikasi untuk melakukan aspirasi sitologi ini masih kontroversi. Beberapa

penulis menyatakan bahwa prosedur aspirasi sitologi ini tidak lagi dibenarkan sejak

rembesan komponen kista yang malignan bisa meningkatkan stadium tumor ovarium.

Penulis lain menyatakan bahwa aspirasi kista ovarium mempunyai peranan yang

penting untuk evaluasi tumor ovarium yang kecil pada wanita premenopause yang

masih ingin mempertahankan fertilitas. Berdasarkan dari beberapa studi, akurasi

aspirasi sitologi tumor ovarium adalah 90%, tetapi seleksi pasien yang akan

menjalankan prosedur ini sangat penting, disarankan pada wanita muda, masih

reproduktif, dan tidak dilakukan pada wanita peri atau post menopause. Reliability

dan akurasi diagnostik aspirasi bisa sampai 91% pada tumor jinak dan 84% pada

tumor ganas. Beberapa studi juga menyatakan bahwa kegagalan diagnostik dari

sitologi kista ovarium sebesar 15%. Kegagalan diagnostik hasil sitologi bisa

disebabkan karena cairan aspirasi bercampur darah atau mucus, cairan kista ovarium

mempunyai jumlah sel yang sedikit untuk bisa membuat kesimpulan yang akurat,
23

atau sel malignan tidak menyebar secara merata di ovarium (Salehpour S., et.al,

2002).

E.Sitologi cairan ascites dan pleura

Dinyatakan bahwa 4 diantara 5 penderita dengan ascites yang malignan paling

sering disebabkan oleh karsinoma ovarium, tumor saluran pencernaan, payudara,

paru, uterus dan tumor serviks. Penyebaran sel tumor ke dalam rongga abdomen

menyebabkan gangguan regulasi aliran cairan peritoneum dengan berbagai cara.

Pemeriksaan pelvis tidak cukup kuat untuk menyimpulkan penyebab ascites adalah

karena keganasan atau penyakit lainnya. Diperlukan beberapa pemeriksaan seperti

pemeriksaan darah, tumor marker CA-125, dan imaging (CT-scan, MRI, USG) untuk

mengidentifikasi adanya keganasan. Mendeteksi adanya sel tumor dalam cairan

ascites adalah indikator yang sangat spesifik untuk membuktikan adanya keganasan.

Tetapi hanya 60% hasil aspirasi menunjukkan hasil sitologi yang positif, sehingga

perlu dilakukan pengulangan pemeriksaan apabila dicurigai adanya keganasan.

Apabila hasil sitologi cairan adalah negatif (tidak ditemukan sel ganas), biochemical

marker pada cairan ascites bisa mengindikasikan adanya penyakit keganasan. Selain

adanya tumor marker, peningkatan kadar protein atau laktat dehidrogenase sebesar

kadar serum albumin ascites bisa digunakan untuk membedakan penyebab penyakit.

Tetapi, tumor marker dan serum lainnya tidak terlalu spesifik untuk satu jenis tumor,

dan hasil sensitivitas yang diberikan tidak konsisten tergantung dari asal tumor

primer. Sedangkan aspirasi Cairan pleura untuk menentukan etiologi effusi pleura,

dilihat dari penampakan cairan pleura pada saat thoracosintesis. Penampakan cairan

pleura yang berdarah dihubungkan dengan keganasan. Tetapi dari hasil penelitian
24

hanya 11% pleura effusi yang berdarah menunjukkan keganasan dan banyak faktor

yang bisa mempengaruhi hasil aspirasi yaitu trauma (Villena V., et al, 2004).

F.Biopsi kelenjar limfe yang membesar

Peranan biopsi kelenjar limfe yang membesar adalah bisa membedakan antara

metastase keganasan, penyakit infeksi, reaksi hiperplasia, dan limfoma. Dengan

biopsi diagnosis penyakit penderita dengan pembesaran kelenjar limfe bisa cepat

diketahui mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, murah, tidak memerlukan rawat inap

atau anestesi, dan tidak menimbulkan scar. Nilai diagnostik biopsi kelenjar limfe

yang membesar dalam mendiagnosa metastase kelenjar limfe, metastase tumor

primer yang tidak diketahui atau monitoring penanganan pasien dengan kanker telah

diterima secara luas. Dalam mendiagnosa metastase suatu keganasan biopsi kelenjar

limfe mempunyai sensitivitas dan spesifisitas >98%, sehingga hal ini menghindarkan

dilakukannya eksisional biopsi pada kebanyakan pasien. Tetapi akurasi diagnostik

tergantung dari pengalaman dalam mengidentifikasi sel ganas dan ketepatan

mengaspirasi kelenjar limfe (Buley I.D., 1998).

G.CT-scan, MRI, PET, Foto thoraks, Rektosigmoidoskopi, dan Barium enema.

Peran tehnik radiologi lainnya seperti computed tomography (CT), magnenitic

resonance imaging (MRI), positron emission tomografi (PET), dalam mendeteksi

awal diagnosis kanker ovarium tidak bisa dipungkiri lagi. Pemeriksaan radiologi ini

dapat membantu mengidentifikasi atau memonitoring massa karsinoma ovarium

dengan metastase atau asites. Dalam suatu studi, dinyatakan bahwa MRI lebih

superior dibandingkan dengan CT-scan dan USG dalam mendiagnosa suatu massa

ovarium, tetapi kemampuan dalam membedakan jinak atau ganas tumor ovarium
25

tidak terdapat perbedaan. Beberapa studi menunjukkan pemeriksaan 3D power

doppler lebih akurat. Kurangnya bukti, pemeriksaan yang mahal dan kemampuan

yang terbatas, prosedur ini bukan merupakan hal rutin dilakukan. Pemeriksaan foto

thoraks dikerjakan untuk menemukan penyebaran ke paru-paru, penyebaran bisa

menyebabkan adanya tumor di paru-paru dan biasanya menimbulkan effusi pleura

yang bisa terlihat melalui foto thoraks. Pemeriksaan rektosigmoideskopi dan barium

enema dilakukan untuk menemukan penyebaran kanker ovarium ke kolon atau

rektum. Tetapi pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan, biasanya lebih sering

digunakan untuk menemukan kanker kolorektal (Moore R.G., et.al, 2007).

H.Risk of Malignancy Index (RMI)

Apabila pemeriksaan dilakukan sendiri-sendiri tidak satupun modalitas

diagnostik preoperatif tersebut diatas akurat. Diperlukan beberapa kombinasi

pemeriksaan untuk bisa mendiagnosa keganasan ovarium. Jacobs et al

mengkombinasikan ultrasonografi, CA-125, dan status menopause untuk membuat

indeks resiko keganasan (Risk of Malignancy Index/RMI) agar bisa memprediksi

keganasan tumor ovarium preoperatif, didapatkan sesnsitifitas sebesar 85% dan

spesifisitas 97%. Salah satu keuntungan RMI adalah sangat simpel, sehingga

penggunaannya mudah diaplikasikan dalam klinis sehari-hari. Adapun criteria yang

dinilai ditampilkan dalam table 2.6 berikut ini.


26

Tabel 2.6. Risk of Malignancy Index

Kriteria Sistem Skor Skor


Gambaran USG
Multilokular Tidak tampak gambaran=0
Bagian padat 1 gambaran = 1 U (0,1,3)
Bilateral >1 gambaran = 3
Ascites
Metastasis
Status Menopause
Premenopause 1 M (1 atau 3)
Postmenopause 3
Serum Ca 125 Nilai Absolut (U/ml) Nilai CA125
Risk of Malignancy U x M x CA125

Risk of malignancy Index (RMI) adalah integrasi dari pemeriksaan kadar

serum CA125, status menopause penderita, dan temuan ultrasonografi. Algoritme

RMI diperkenalkan pertama kali oleh Jacobs tahun 1990. RMI dihitung dengan

formula (RMI = U (ultrasonografi skor) x M (menopause status) x serum CA125

(U/ml). Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasar atas ada atau tidaknya lesi

kistik multilokular, bagian padat, lesi bilateral, ascites dan metastasis intraabdominal.

Bila tidak terdapat gambaran USG di atas maka diberi nilai 0, bila hanya tampak satu

gambaran saja diberi nilai 1, apabila tampak lebih dari satu diberi nilai 3. Menopause

status diberikan nilai 1 untuk premenopause dan nilai 3 bila postmenopause.

Postmenopause ditetapkan apabila wanita riwayat amenore lebih dari satu tahun atau

wanita umur lebih dari limapuluh tahun bila sudah dilakukan operasi histerektomi.

Premenopause adalah wanita selain yang disebutkan sebagai postmenopause. Kadar


27

CA125 dinyatakan sesuai dengan nilai absolut yang didapatkan dalam satuan U/ml

(Ian J., et.al, 2005). Dengan cut off value 200, digunakan untuk membedakan antara

tumor ovarium yang jinak dan ganas, dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas 97%.

Penderita dengan skor RMI >200 mempunyai kemungkinan 42 kali mengarah kanker

ovarium dan skor RMI <200 0,15 kali. Diagnosis histopatologik dipergunakan

sebagai gold standard untuk menentukan hasil dan jenis tumor jinak atau ganas

(Clarke S.E., et.al, 2009).

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan salah satu pemeriksaan saja

tidak akan memberikan hasil yang sensitif dan spesifik tinggi, tetapi dengan

penggunaan RMI memberikan hasil sensitivitas dan positive predictive value (PPV)

yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya pemeriksaan CA125 atau USG saja.

Selain itu keuntungan-keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan RMI :

1.Sistem referal pasien lebih awal

RMI direkomendasikan penggunaannya untuk menyeleksi pasien yang

memerlukan tindakan pembedahan di rumah sakit pusat kanker oleh dokter onkologis

ginekologis. RMI merupakan cara efektif untuk menyeleksi pasien yang beresiko

rendah, sedang atau tinggi untuk mengalami keganasan atau mungkin masih bisa

ditangani oleh dokter ginekologis umum. Hasil validasi RMI oleh Prys Davies et al,

yang menggunakan RMI sebagai protocol untuk menyeleksi pasien yang beresiko

kanker didapatkan bahwa semakin rendah nilai RMI atau <25 resiko kanker hanya

3%, RMI 25 – 250 resiko kanker 20, dan RMI>250 resiko kanker 75%. Seperti

tampak pada tabel 2.7 (Saleh A., Shorbagy M.S.)


28

Tabel 2.7. Korelasi hasil RMI dengan resiko kanker

Risk RMI Women Risk of cancer (%)


Low <25 40 <3
Moderate 25 – 250 30 20
High >250 30 75

2.Tindakan operasi lebih tepat dan mengurangi re-operasi

RMI direkomendasikan untuk menyeleksi tindakan pembedahan yang akan

dilakukan. Pasien dengan resiko tinggi untuk kanker , didapatkan dari penghitungan

RMI memerlukan laparotomi dan full staging prosedur saat pembedahan primer

(Toress J.C., et.al, 2002).

I.Modifikasi Indeks Risiko Keganasan

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dibuat berdasarkan RMI yang telah

dimodifikasi. Adapun modifikasi yang dilakukan adalah modifikasi nilai temuan

pemeriksaan USG. Temuan USG yang dinilai pada RMI adalah ada tidaknya

gambaran multilokular, bagian padat, bilateral, ascites, dan metastasis

intraabdominal. Sedangkan dalam penilaian Modifikasi Indeks Risiko Keganasan,

temuan USG yang dinilai adalah ada tidaknya gambaran multilokular, bagian padat,

papil, ascites, dan septa. Ada tidaknya gambaran bilateral dan metastasis

intraabdominal tidak dinilai untuk mempermudah melakukan pemeriksaan.

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dihitung sama dengan formula RMI

yaitu U (ultrasonografi skor) x M (menopause status) x serum CA125 (U/ml).


29

Tabel 2.8. Modifikasi Indeks Risiko Keganasan

Kriteria Sistem Skor Skor


Gambaran USG
Multilokular Tidak tampak gambaran=0
Bagian padat 1 gambaran = 1 U (0,1,3)
Ascites >1 gambaran = 3
Papil
Septa

Status Menopause
Premenopause 1 M (1 atau 3)
Postmenopause 3
Serum Ca 125 Nilai Absolut (U/ml) Nilai CA125
Risk of Malignancy U x M x CA125

Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasar atas ada atau tidaknya lesi kistik

multilokular, bagian padat, papil, septa dan ascites. Bila tidak terdapat gambaran

USG di atas maka diberi nilai 0, bila hanya tampak satu gambaran saja diberi nilai 1,

apabila tampak lebih dari satu diberi nilai 3. Menopause status diberikan nilai 1 untuk

premenopause dan nilai 3 bila postmenopause. Postmenopause ditetapkan apabila

wanita riwayat amenore lebih dari satu tahun atau wanita umur lebih dari limapuluh

tahun bila sudah dilakukan operasi histerektomi. Premenopause adalah wanita selain

yang disebutkan sebagai postmenopause. Kadar CA125 dinyatakan sesuai dengan

nilai absolut yang didapatkan dalam satuan U/ml. Diharapkan dengan tingkat

pemeriksaan yang lebih mudah, Modifikasi Indeks Risiko Keganasan ini mempunyai

akurasi yang sama dengan RMI untuk memprediksi keganasan tumor ovarium

preoperatif.
30

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Begitu banyak modalitas diagnostik preoperatif bisa digunakan, masalahnya

adalah memilih prosedur yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, efektif,tidak

invasif, dan applicable/mudah dikerjakan. Tidak ada metode diagnostik preoperatif

yang sangat adekuat yang bisa membedakan tumor ovarium jinak atau ganas. Tetapi

dengan kombinasi pemeriksaan kadar serum CA-125, temuan USG dan status

menopause penderita, diharapkan dapat memberikan hasil diagnostik yang lebih baik.

Tumor Ovarium

USG: Status TumorMarker


- Multilocular Menopause (CA 125)
- Area Solid
- Ascites Pre Menopause Post Menopause
- Papil
- Sept

Modifikasi Indeks Risiko


Keganasan

Curiga Ganas Curiga Jinak

PA

GANAS JINAK

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


31

3.2. Hipotesis Penelitian

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas diagnostik preoperatif

untuk memprediksi keganasan tumor ovarium mempunyai akurasi yang sama atau

bahkan lebih baik dari RMI.


32

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah studi prospektif uji diagnostik dengan gold

standard adalah pemeriksaan Histopatologis.

JINAK
Curiga Jinak Histopatologis
GANAS
Tumor Nilai Modifikasi Indeks
Ovarium Risiko Keganasan
JINAK
Curiga Ganas Histopatologis
GANAS
Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1.Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan sejak bulan Februari 2010 sampai jumlah

sampel terpenuhi.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian


33

Populasi penelitian adalah semua penderita dengan diagnosis tumor

ovarium yang datang Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUP Sanglah Denpasar.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua penderita tumor ovarium yang datang

ke Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah

Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eklusi.

Kriteria Inklusi :

1. Penderita dengan diagnosis tumor ovarium ukuran ≥ 8 cm atau

tumor ovarium dengan bagian padat.

2. Bersedia ikut penelitian setelah mendapatkan informed consent.

Kriteria Eklusi:

1. Penderita tumor ovarium disertai dengan kehamilan dan keganasan

ditempat lain.

2. Penderita dengan tumor ovarium yang sudah mendapatkan terapi

pembedahan dan sudah dinyatakan karsinoma ovarium dari hasil

histopatologi.

3. Tidak bersedia ikut penelitian

4.4. Cara Pemilihan Sampel

Sampel ditentukan dengan cara consecutive sampling dari semua penderita

dengan diagnosis tumor ovarium yang memenuhi kriteria inklusi yang datang ke

Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar mulai

Februari 2010.
34

4.5. Penghitungan besar sampel

Besar sampel atau jumlah subyek minimal ditentukan berdasarkan asumsi : Bila

diperkirakan sensitivitas uji diagnostik adalah 90% (P = 0,90), penyimpangan (d) untuk

sensitivitas sebesar ± 10%, dan interval kepercayaan = 95% (α = 0,05 ; Zα =

1,96), maka dengan rumus (Sastroasmoro S., 2002):

2
Zα PQ
n=
2
d
2 2
= (1,96 x 0,90 x 0,10) / 0,1 = 34,5 dibulatkan
35 Besar sampel yang diperlukan adalah 35 sampel.

4.6. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan

2. Variabel tergantung : Hasil pemeriksaan gold standard histopatologis

4.7. Definisi Operasional Variabel

a. Modifikasi Indeks Risiko Keganasan adalah suatu indeks yang

merupakan integrasi dari pemeriksaan kadar serum CA-125, status

menopause penderita, dan temuan ultrasonografi untuk memprediksi

keganasan tumor ovarium preoperatif, yang merupakan modifikasi

dari Risk of Malignancy Index (RMI) yang diperkenalkan pertama kali

oleh Jacob et al.

b. Kadar serum CA-125 adalah kadar petanda tumor CA-125 dalam darah

yang dilakukan dengan cara mengambil 5 ml darah vena dan dikirim ke


35

laboratorium Prodia untuk dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan

Reagen Abbott/ Axsym metode MEIA Prodia.

c. Temuan ultrasonografi berdasarkan atas ada atau tidaknya lesi kistik

multilokular, bagian padat, papil, septa dan ascites. Bila tidak

ditemukan gambaran di atas maka diberi nilai 0, bila hanya tampak

satu gambaran saja diberi nilai 1, apabila tampak lebih dari satu diberi

nilai 3. Kistik multilokular : suatu struktur yang bervariasi dalam

ukuran di ovarium karena terisi oleh cairan, tampak sebagai gambaran

hipoechoic pada pemeriksaan ultrasonografi dan berlokul-lokul ;

Bagian padat : tampak gambaran hiperoechoic diantara lesi kistik di

ovarium; Ascites : tampak gambaran cairan bebas (hipoechoic) di cavum

abdomen dan atau di cavum douglas papil : tonjolan hiperechoic pada

dinding bagian dalam; Septa : ketebalan septa dengan ukuran ≥ 3mm.

d. Status menopause dibedakan menjadi postmenopause dan

premenopause. Postmenopause adalah wanita yang sudah amenore

lebih dari 1 tahun atau wanita umur lebih dari limapuluh tahun bila

sudah dilakukan operasi histerektomi. Premenopause adalah wanita

selain yang disebutkan sebagai postmenopause. Postmenopause diberi

nilai 3, premenopause diberi nilai1.

4.8. Alat pengumpul data

Alat-alat pengumpul data meliputi :

1. Lembar status pasien

2. Spuite disposible 5 cc
36

3. Reagen untuk pemeriksaan CA-125

4. Alat USG

5. Lembar pengumpul data

4.9. AlurPenelitian

Penderita
Tumor Ovarium
(memenuhi kriteria inklusi)

Nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan

Curiga Jinak Curiga Ganas

Histopatologis Histopatologis

JINAK GANAS JINAK GANAS

ANALISIS

PELAPORAN

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian


37

5.0.Teknik Analisa Data

Analisa data berupa skala nominal dimana sampel disebut Jinak apabila hasil

pemeriksaan gold standard histopatologis tumor ovarium dinyatakan tidak terdapat

sel-sel ganas. Sampel dinyatakan ganas apabila hasil pemeriksaan gold standard

histopatologis tumor ovarium dinyatakan terdapat sel-sel ganas. Sensitivitas,

spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, akurasi dan rasio kemungkinan CA

125, USG, dan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dihitung dengan cut off value

yang berbeda-beda. Data yang telah terbagi ditampilkan dalam tabulasi silang tabel

2x2. Untuk menentukan kemampuan diagnostik dari CA 125, USG, dan Modifikasi

Indeks Risiko Keganasan digunakan kurve Receiver operating characteristic (ROC).

Pada grafik ROC sensitivitas digambarkan pada ordinat Y sedangkan (1-spesifisitas)

digambarkan pada absis X atau diolah dengan program komputer. Tabulasi silang uji

CA 125, USG, dan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dengan pemeriksaan gold

standard histopatologis, tampak pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 berikut ini.

Tabel 4.1. Tabulasi silang uji CA 25 dengan gold standard histopatologis

Pasien Uji CA 125 Histopatologis Tempatkan dalam tabel


No 2x2 pada sel
1 Ganas Ganas A
2 Jinak Jinak d
3 Jinak Ganas c
4 Ganas Jinak b
5 Ganas Ganas a
6 Jinak Jinak d
7 Jinak Jinak d
8 Ganas Jinak b
Dst
38

GOLD STANDARD (Histopatologis)


UJI Ganas Jinak Jumlah

CA 125 Ganas A B a+b


Jinak C D c+d
a+c b+d a+b+c+d

Dari tabel dihitung :


Sensitivitas = a : (a+c)
Spesifisitas = d : (b+d)
Nilai duga positif = a : (a+b)
Nilai duga negatif = d : (c+d)
Rasio Kemungkinan positif = sensitivitas : (1-spesifisitas)
Rasio Kemungkinan negatif = (1-sensitivitas) : spesifisitas

Tabel 4.2. Tabulasi silang uji USG dengan gold standard histopatologis
Pasien Uji USG Histopatologis Tempatkan dalam tabel
No 2x2 pada sel
1 Ganas Ganas a
2 Jinak Jinak d
3 Jinak Ganas c
4 Ganas Jinak b
5 Ganas Ganas a
6 Jinak Jinak d
7 Jinak Jinak d
8 Ganas Jinak b
Dst
39

GOLD STANDARD (Histopatologis)


UJI Ganas Jinak Jumlah

USG Ganas A B a+b


Jinak C D c+d
a+c b+d a+b+c+d

Dari tabel dihitung :


Sensitivitas = a : (a+c)
Spesifisitas = d : (b+d)
Nilai duga positif = a : (a+b)
Nilai duga negatif = d : (c+d)
Rasio Kemungkinan positif = sensitivitas : (1-spesifisitas)
Rasio Kemungkinan negatif = (1-sensitivitas) : spesifisitas

Tabel 4.3. Tabulasi silang uji Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dengan gold standard
histopatologis

Pasien Uji Modifikasi Indeks Histopatologis Tempatkan dalam tabel


No Risiko Keganasan 2x2 pada sel
1 Ganas Ganas A
2 Jinak Jinak d
3 Jinak Ganas c
4 Ganas Jinak b
5 Ganas Ganas a
6 Jinak Jinak d
7 Jinak Jinak d
8 Ganas Jinak b
Dst
40

GOLD STANDARD (Histopatologis)


UJI Ganas Jinak Jumlah
ModifikasiIndeks Ganas A b a+b
Risiko Keganasan
Jinak C d c+d
a+c b+d a+b+c+d

Dari tabel dihitung :


Sensitivitas = a : (a+c)
Spesifisitas = d : (b+d)
Nilai duga positif = a : (a+b)
Nilai duga negatif = d : (c+d)
Rasio Kemungkinan positif = sensitivitas : (1-spesifisitas)
Rasio Kemungkinan negatif = (1-sensitivitas) : spesifisitas
41

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini suatu penelitian Cross Sectional dengan consecutive sampling di

Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Sampel

yang digunakan adalah 35 sampel yang ditentukan dengan cara consecutive dari

semua penderita dengan diagnosis tumor ovarium yang memenuhi kriteria inklusi

yang datang ke Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah

Denpasar mulai Februari 2010 – yang terkumpul sampai bulan November 2010.

Karakteristik subyek pada 35 orang pasien penderita tumor ovarium disajikan

dalam tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1. Karakteristik subyek berdasarkan Histopatologis

Histopatologi
Karakteristik P
Ganas Jinak
2
Umur ≥50 th + 8
18 0,008
- 7

Paritas 0 + 9 3
0,006
- 6 17

Post Menopause + 11 1
4 19 0,001
-

Ca 125 >41,3 + 13 2
0,001
- 2 18

USG Ganas + 12 6
0,003
- 3 14

Sumber : Data Primer


42

Dari data tabel 5.1 di atas, didapatkan bahwa kejadian keganasan ovarium

pada penelitian ini sebanyak 15 dari 35 sampel atau sebesar 42,9%. Dari semua yang

ganas, didapatkan jenis epitelial sebesar 93,3% dan 6,7% jenis non epitelial.

Sedangkan dari 35 sampel didapatkan 20 dengan tumor ovarium jinak atau sebesar

57,1%. Kejadian keganasan pada umur lebih dari 50 tahun didapatkan 53,3%,

sedangkan pada umur kurang dari 50 tahun didapatkan 47,3%, perbedaan kejadian

keganasan berdasarkan umur perbedaannya bermakna. Berdasarkan paritas, kejadian

keganasan pada paritas 0 didapatkan sebesar 60% sedangkan pada paritas 1 atau

multiparitas sebesar 40%, perbedaan persentase keganasan antara paritas 0 dengan

paritas 1 atau multiparitas mempunyai perbedaan yang bermakna. Berdasarkan status

menopause, kejadian keganasan pada post menopause sebesar 73,3% dan pada

premenopause sebesar 26,7%, bila dibedakan kejadian keganasan berdasarkan status

menopause ini, didapatkan perbedaan bermakna kejadian keganasan pada post

menopause dengan pre menopause dengan kejadian keganasan lebih tinggi terjadi

pada post menopause dibandingkan dengan pre menopause.

Dengan menggunakan Cut-Off Values yang didapatkan dari penghitungan

Receiver Operator Curve (ROC), didapatkan bahwa batas (Cut-Off) kadar Ca 125

sebagai petanda tumor ganas atau jinak adalah 41,3 (U/mL). Bila >41,3 (U/mL)

dinyatakan ganas, bila <41,3 (U/mL) dinyatakan jinak. Berdasarkan hasil analisis

pada tabel 5.1 di atas, didapatkan bahwa kejadian keganasan pada nilai Ca 125 >41,3

sebesar 86,7%, sedangkan pada nilai Ca 125 < 41,3 sebesar 13,3%. Perbedaan

persentase ini bermakna. Bila dihitung nilai Sensitivitas = 86,67%; Spesifisitas =


43

90%; Nilai duga positif = 86,67%); Nilai duga negatif = 90%; Rasio Kemungkinan

positif = 8,67; Rasio Kemungkinan negatif = 0,15.

Gambaran ganas atau jinak suatu tumor ovarium dari pemeriksaan USG

dalam penelitian ini, dinilai dari tampak atau tidaknya gambaran Multilokular,

Bagian padat, Ascites, Papil, dan Tebal septa. Bila tidak tampak salah satu atau hanya

tampak satu gambaran saja dinyatakan dengan jinak, sedangkan apabila tampak lebih

dari satu gambaran dinyatakan ganas. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.1 di

atas, didapatkan bahwa kejadian keganasan dengan gambaran USG ganas didapatkan

sebesar 80%, sedangkan pada gambaran USG jinak dari hasil histopatologis

dinyatakan ganas sebesar 20%. Perbedaan persentase ini bermakna. Bila dihitung

nilai Sensitivitas = 80%; Spesifisitas = 70%; Nilai duga positif = 66,67%; Nilai duga

negatif = 82,35%; Rasio Kemungkinan positif = 2,67; Rasio Kemungkinan negatif =

0,29. Dari hasil analisa faktor, didapatkan bahwa adanya gambaran USG yang

menunjukkan gambaran bagian padat, ascites, dan multilocular kemungkinan ganas

sebesar 52%.

Uji Diagnostik Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dan Histopatologi

Tabel 5.2. Uji Diagnostik Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dan Histopatologi

Histopatologi
Kelompok P
Ganas Jinak

Modifikasi Ganas 14 1
0,001
RMI Jinak
1 19
44

Dengan menggunakan Cut-Off Values yang didapatkan dari penghitungan

ROC Curve, didapatkan bahwa batas (Cut-Off) nilai Modifikasi Indeks Risiko

Keganasan sebagai petanda tumor ganas atau jinak adalah 119. Bila >119 dinyatakan

ganas, bila <119 dinyatakan jinak. Berdasarkan hasil analisis tabel 5.2 di atas,

didapatkan bahwa Sensitivitas = 93,33%; Spesifisitas = 95%; Nilai duga positif =

93,33%); Nilai duga negatif = 95%; Rasio Kemungkinan positif = 18,67; Rasio

Kemungkinan negatif = 0,07.


45

BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa dari 35 sampel, 15 sampel

menunjukkan tumor ganas ovarium yaitu sebesar 42,9%, dan 20 menunjukkan tumor

jinak ovarium yaitu sebesar 57,1%. Dari semua yang ditemukan ganas, 93,3% jenis

epitelial dan 6,7% jenis non epitelial. Tumor ganas ovarium merupakan tumor dengan

histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,

endodermal, dan mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang

beraneka ragam (Mardjikoen P., 2005). Kanker ovarium terbanyak adalah jenis

epithel, 90% kanker ovarium berasal dari epithelial, 75% kanker ovarium yang

berasal dari epithelial mempunyai tipe histologis serous, 20% mucinous, 2%

endometrioid, sedangkan clear cell, brenner, dan undifferentiated karsinoma kurang

dari 1%. Dibandingkan dengan kanker ovarium epithelial, kanker ovarium non

epithelial berkisar antara 10% dari seluruh kanker ovarium (Berek J.S., 2002).

Kejadian kanker ovarium meningkat pada usia setelah 45 tahun. Kanker

ovarium jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat

dengan makin tuanya usia; dari 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, menjadi

paling tinggi dengan angka 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat

diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia di atas 65 tahun (Busmar B.,

2006). Borderline tumor lebih banyak muncul pada perempuan premenopause

berkisar pada umur 30 – 50 tahun. Pada invasive karsinoma muncul pada wanita

umur 50 – 70 tahun. Sedangkan pada usia anak atau remaja yang terbanyak adalah
46

jenis germinal. Dysgerminoma jenis tumor ganas sel germinal yang paling sering

ditemukan 75% muncul antara 10 – 30 tahun, 5% muncul < 10 tahun, dan jarang

sekali ditemukan pada umur setelah 50 tahun (Berek J.S., 2002). Dari data tabel 5.1

di atas, didapatkan bahwa kejadian keganasan ovarium pada penelitian ini terdapat

paling banyak pada paritas 0 (nullipara) yaitu sebanyak 60% dari semua keganasan.

Sedangkan pada paritas 1 atau lebih didapatkan 40%. Risiko terhadap tumor ovarium

jinak, boderline dan tumor ovarium ganas tidak dipengaruhi oleh paritas. Peningkatan

paritas tidak menurunkan risiko menderita ketiga tumor ovarium tersebut (Andrijono,

2009). Riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak reproduksi memiliki

dampak terbesar pada penyakit ini, paritas yang rendah dan infertilitas, menarche dini

dan menopause yang terlambat meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi

kanker ovarium. Peningkatan insiden kanker ovarium pada wanita lajang, biarawati,

dan wanita nulipara menunjukkan ovulasi yang teratur yang tidak diselingi dengan

kehamilan, meningkatkan predisposisi wanita dapat mengidap keganasan. Kehamilan

yang multipel dapat meningkatakan efek protektif untuk berkembang menjadi suatu

kanker ovarium. Apabila dibandingkan dengan wanita nulipara, satu sampai dua

kehamilan menghasilkan risiko relatif (RR) 0,49-0,97. Wanita dengan jumlah

kehamilan lebih dari tiga memiliki penurunan risiko sebanyak 0,35-0,76 apabila

dibandingkan dengan populasi kontrol (Rasjidi I., 2009). Penelitian menunjukkan

bahwa wanita dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terjadinya kanker ovarium

yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Pada wanita yang

mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya kanker ovarium berkurang

sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara (Busmar B., 2006). Kanker
47

ovarium berhubungan dengan paritas yang rendah dan infertility sesuai dengan teori

insecant ovulasi (Berek J.S., 2002).

Dari data tabel 5.1 di atas, didapatkan bahwa kejadian keganasan ovarium

pada penelitian ini terdapat paling banyak pada post menopause yaitu sebanyak

73,3% dari semua keganasan. Sedangkan pada pre menopause didapatkan 26,7%.

Lebih dari 80% kanker ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause. Usia

62 tahun adalah usia dimana kanker ovarium epitelial paling sering ditemui. Kanker

ovarium epitelial ini jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada usia

kurang dari 21 tahun kanker ovarium epitelial ini sangat jarang ditemukan,sedangkan

kanker ovarium jenis sel germinal lebih sering ditemukan, yaitu pada lebih dari dua

pertiga kasus. Pada wanita pramenopause hanya 7% tumor epitelial yang ganas

(Busmar B.,2006).

Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang digunakan untuk mendiagnosa

suatu keganasan tumor ovarium, bisa dilakukan dengan pemeriksaan USG

(dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium), pemeriksaan tumor marker, sitologi

aspirasi kista ovarium, sitologi cairan ascites dan pleura, biopsi kelenjar limfe yang

membesar, CT-Scan, MRI, PET, Foto toraks, Rektosigmoideskopi, dan Barium

enema. Pada penelitian ini, dilakukan uji diagnostik tumor marker dalam hal ini Ca

125, USG, dan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan (kombinasi pemeriksaan Ca 125,

USG, dan status menopause pasien) untuk mendiagnosa keganasan tumor ovarium

preoperatif dengan membandingkan hasil pemeriksaan Ca 125, USG dan Modifikasi

Indeks Risiko Keganasan dengan gold standard yaitu pemeriksaan histopatologis.


48

Dengan menggunakan Cut-Off Values yang didapatkan dari penghitungan

Receiver Operator Curve (ROC), didapatkan bahwa batas (Cut-Off) kadar Ca 125

sebagai petanda tumor ganas atau jinak pada penelitian ini adalah 41,3 (U/mL). Bila

>41,3 (U/mL) dinyatakan ganas, bila <41,3 (U/mL) dinyatakan jinak. Berdasarkan

hasil analisis pada tabel 5.1 di atas, didapatkan bahwa Sensitivitas = 86,67%;

Spesifisitas = 90%; Nilai duga positif = 86,67%); Nilai duga negatif = 90%; Rasio

Kemungkinan positif = 8,67; Rasio Kemungkinan negatif = 0,15. Beberapa penelitian

telah menunjukkan bahwa kadar Ca 125 preoperatif dapat membantu membedakan

massa pelvik jinak atau ganas. Secara keseluruhan lebih dari 80% wanita dengan

kanker ovarium mempunyai kadar Ca 125 meningkat, kira-kira setengah wanita

dengan kanker ovarium stadium I dan II mempunyai kadar Ca 125 lebih dari 65U/ml

dan dalam persentase yang lebih besar akan didapatkan lebih dari 35 U/ml. Terdapat

beberapa penelitian yang menegaskan bahwa wanita postmenopause dengan massa

pelvic dan kadar serum Ca 125 antara lebih dari 65 – 95 U/ml yang melakukan

pembedahan dimana oncologist dapat melakukan operasi definitif pada awal operasi.

Walaupun negative predictive value hanya 72 – 82%, kadar Ca 125 normal tidaklah

mengecilkan hati pembedah untuk eksplorasi pada pasien postmenopause. Ca 125

mempunyai sensitivitas diagnostik yang tinggi pada karsinoma epitel ovarium dan

dapat dipakai untuk diagnosis, pemantauan terapi, prognosis maupun deteksi dini

adanya kekambuhan. Dengan nilai batas 35 U/ml, akan didapatkan sensitivitas dan

spesifisitas sebesar 79% dan 89%.

Carbohydrate Antigen 125 (Ca 125) merupakan senyawa glikoprotein (mucin-

like) dengan berat molekul yang cukup tinggi (200.000 dalton). Ditemukan oleh Bast
49

dkk pada tahun 1983. Ca 125 diproduksi oleh sel epitel “coelomic” (rongga badan

embrio) pada masa perkembangan embrio. Ca 125 adalah determinan antigenik untuk

kanker ovarium, kanker terdapat pada sel adenokarsinoma ovarium dalam jumlah

besar dan tidak ditemukan pada ovarium normal. Peningkatan kadar Ca 125 dalam

serum terdapat pada karsinoma ovarium primer, karsinoma pancreas, pada beberapa

penyakit bukan keganasan, seperti penyakit hati kronis, pancreatitis, peritonitis, kadar

Ca 125 dapat juga meningkat, tetapi umumnya dibawah 100 U/ml. Pemeriksaan Ca

125 kurang diandalkan pada penderita premenopause dimana kadar Ca 125 dapat

meningkat karena kehamilan, endometriosis, adenomiosis, fibroid, penyakit radang

pelvic dan secara individual tetapi jarang pada menstruasi (Rasjidi I., 2009). Adanya

keterbatasan nilai serum Ca 125 untuk membantu membedakan massa pelvik jinak

atau ganas preoperatif, dan untuk meningkatkan nilai diagnostik preoperatif risiko

keganasan pada wanita dengan massa di ovarium Ca 125 dikombinasikan dengan

pemeriksaan ultrasonografi, status menopause, dan serum tumor marker lainnya

(Mongkol B., Neungton C., 2007).

Penggunaan ultrasonografi dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium.

Dibandingkan dengan pemeriksaan pelvis secara manual, ultrasonografi memiliki

keunggulan terutama untuk mengevaluasi kondisi ovarium. Ovarium bisa

tervisualisasi lebih dari 95% pada wanita premenopause dan lebih dari 85% pada

wanita post menopause (Uma S.,et.al, 2006). Dahulu, penggunaan transabdominal

ultrasound (TAS) sering digunakan dan ketika dievaluasi secara prospektif pada 5540

wanita didapatkan angka false positif sebesar 5,4%. Dari angka ini, 25,7% tidak

didapatkan kelainan pada ovarium saat operasi. Spesifisitas bervariasi antara 42 –


50

95% dan sensitivitas antara 60 – 93%, hal ini membuktikan bahwa sulit untuk

membedakan antara tumor jinak dan ganas ovarium dengan menggunakan TAS.

Penggunan transvaginal sonografi (TVS) memiliki tiga keunggulan dibandingkan

dengan transabdominal sonografi dalam hal tidak membutuhkan kandung kencing

yang penuh, pada pasien yang gemuk pemeriksaan akan lebih mudah, dan tranduser

probe dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan organ pelvik, sehingga dapat

dipergunakan frekuensi yang lebih tinggi dengan demikian kualitas gambar yang

dihasilkan lebih jernih dan tajam. Sistem skoring morfologi telah dikembangkan

untuk menambah akurasi TVS. Kriteria evaluasi meliputi ukuran atau volume,

penampakan formasi papilari pada dinding kista, dan kompleksitas dari kista (Busmar

B., 2006). Dengan menggunakan TVS saja, beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mendiagnosa keganasan pada massa adneksa. Dalam beberapa hasil penelitian ini

didapatkan variasi spesifisitas berkisar antara 65 – 98% dan sensitifitas berkisar 48 –

100%. Walaupun gambaran morfologi untuk mengukur indek morfologi bisa rutin

dilakukan dan dijadikan standar pemeriksaan ultrasonografi, banyak variabel yang

tidak dicatat atau terukur, sehingga hal ini menyebabkan terbatasnya penggunaan

index morfologi dalam praktek sehari-hari. Karena alasan ini, index morfologi tidak

selalu bisa digunakan untuk menghitung kemungkinan keganasan (Uma S.,et.al,

2006).

Gambaran ganas atau jinak suatu tumor ovarium dari pemeriksaan USG dalam

penelitian ini, dinilai dari tampak atau tidaknya gambaran Multilokular, Bagian padat,

Ascites, Papil, dan Tebal septa. Kista ovarium ganas dapat memiliki dinding tumor atau

septa dengan tebal lebih dari 3 mm, mempunyai pertumbuhan menyerupai


51

papil di dinding dalam, multilocular, dan memiliki struktur yang kompleks dengan

bagian kistik dan padat. Dengan gambaran tersebut kemungkinan ganas lebih dari

60%. Kista ovarium unilokuler dengan diameter < 10 cm ditemukan pada 18% wanita

pascamenopause asimtomatik berusia > 50 tahun dan diasosiasikan dengan resiko

yang sangat rendah akan keganasan (Rasjidi I., et.al, 2009). Pada tumor dengan

bagian-bagian padat (echogenik) persentase keganasan makin meningkat. Sebaliknya,

pada tumor kistik tanpa ekointernal (anechogenic) kemungkinan keganasan menurun

(Busmar B.,2006). Kista ovarium kompleks dengan abnormalitas dinding atau area

solid dikaitkan dengan risiko keganasan yang signifikan (Rasjidi I., et.al, 2009).

Asites merupakan suatu keadaan terdapatnya kelebihan cairan di dalam rongga

peritoneal. Ini adalah temuan klinis akumulasi cairan patologis dalam rongga perut

dengan berbagai penyebab, tetapi berkembang lebih sering sebagai bagian dari

kompensasi penyakit liver kronis asimptomatik sebelumnya. Selain itu, asites juga

berhubungan dengan keganasan yang sudah parah dan menandakan prognosis yang

kurang baik. Cairan asites dapat pula dijumpai pada tumor ovarium yang normal

walaupun kejadiannya relatif kecil (9%), dan kejadian asites pada tumor ovarium

borderline kurang lebih sebesar 58%. Kanker ovarium dengan asites ternyata

sebanyak 69% berada pada stadium III-IV, hanya 31% stadium I-II. Keberadaan

asites merupakan indikator kuat untuk mendiagnosis tumor ovarium ganas karena

nilai duga positif dapat mencapai 95%. Dengan demikian, adanya massa di pelvis dan

asites menunjukkan besar kemungkinan massa tersebut adalah tumor ganas ovarium.

Berdasarkan perubahan anatomik gross pada saat pembedahan, proyeksi papilar

mempunyai korelasi paling tinggi dengan diagnosis keganasan ovarium. dimana kista
52

sederhana dan penebalan septa memiliki asosiasi paling rendah dengan diagnosis

keganasan ovarium. Kista sederhana dan penebalan septa memiliki asosiasi paling

rendah dengan diagnosis keganasan ovarium (Rasjidi I., et.al, 2009).

Penilaian hasil USG pada penelitian ini, dinilai dengan tampak atau tidaknya

gambaran Multilokular, Bagian padat, Ascites, Papil, dan Tebal septa. Bila tidak

tampak salah satu atau hanya tampak satu gambaran saja dinyatakan dengan jinak,

sedangkan apabila tampak lebih dari satu gambaran dinyatakan ganas. Berdasarkan

hasil analisis dengan menggunakan tabel 5.1 di atas, didapatkan bahwa Sensitivitas =

80%; Spesifisitas = 70%; Nilai duga positif = 66,67%; Nilai duga negatif = 82,35%;

Rasio Kemungkinan positif = 2,67; Rasio Kemungkinan negatif = 0,29. Seperti telah

dijelaskan di atas, bahwa spesifisitas dan sensitivitas transabdominal ultrasound

(TAS) untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas ovarium preoperatif

bervariasi antara 42 – 95% dan 60 – 93%. Transvaginal color doppler imaging (CDI),

dapat meningkatkan sensitifitas dan nilai prediksi positif ultrasogografi untuk

mengevaluasi massa pada daerah pelvis. Telah diketahui bahwa pertumbuhan

pembuluh darah adalah memegang peranan penting untuk menunjang pertumbuhan

tumor, terutama pada tumor ganas dimana pertumbuhan dan perkembangan

jaringannya sangat cepat dan tidak terkendali. Dinding pembuluh darah pada tumor

tersebut memiliki otot polos yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pembuluh

darah normal, sehingga tahanannya (resitance index/RI) lebih kecil terutama pada

arteriola. Penurunan tahanan ini dapat diketahui dengan memakai CDI. Kurjak dkk,

dalam penelitiannya melakukan pemeriksaan dengan mempergunakan CDI pada

14.317 wanita tanpa keluhan atau dengan keluhan minimal. Ditemukan 624
53

tumor jinak adneksa dengan RI normal, dan 56 penderita keganasan ovarium dimana

sebanyak 54 penderita menunjukkan RI yang rendah. Sensitifitas CDI dalam

penelitian ini adalah 96,4% dengan spesifisitas 99,8% (Uma S., et.al, 2006). Aplikasi

gambaran aliran pembuluh darah sangat membantu dalam mendeteksi keganasan

ovarium karena adanya neovaskularisasi menandakan keganasan. Ketika

ultrasonografi gray-scale mendeteksi adanya septum dan papil atau komponen solid

pada ovarium, adanya gambaran aliran pembuluh darah seringkali menunjukkan

adanya keganasan. Tetapi, deteksi vaskularisasi pada tumor ganas yang terdapat papil

terkadang tidak terlihat terutama pada tumor yang masih kecil. Penggunaan color

doppler ultrasonografi menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam

mendeteksi keganasan ovarium bila level Resistensi Indeks (RI) < 0,4 dan PI < 1.

Ada beberapa studi menunjukkan kemungkinan tumpang tindihnya nilai PI dan RI

antara tumor yang jinak dengan tumor yang ganas. Parameter dan cut-off level untuk

pulsatility dan resistensi indeks yang mana bisa memprediksi keganasan sangat sulit

untuk ditentukan. Selain itu pula, biaya pemeriksaan yang mahal dan memerlukan

pengalaman pemeriksa yang tinggi mengakibatkan keterbatasan penggunaan alat ini.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan color doppler saja tidak cukup sebagai

indikator keganasan ovarium (University General Hospital “Attikon”, Athens,

Greece. 2004).

Apabila pemeriksaan dilakukan sendiri-sendiri tidak satupun modalitas

diagnostik preoperatif tersebut diatas akurat. Diperlukan beberapa kombinasi

pemeriksaan untuk bisa mendiagnosa keganasan ovarium. Jacobs et al

mengkombinasikan ultrasonografi, CA-125, dan status menopause untuk membuat


54

indeks resiko keganasan (Risk of Malignancy Index/RMI). Risk of malignancy Index

(RMI) adalah integrasi dari pemeriksaan kadar serum CA125, status menopause

penderita, dan temuan ultrasonografi. Algoritme RMI diperkenalkan pertama kali

oleh Jacobs tahun 1990. RMI dihitung dengan formula (RMI = U (ultrasonografi

skor) x M (menopause status) x serum CA125 (U/ml). Temuan ultrasonografi

diklasifikasikan berdasar atas ada atau tidaknya lesi kistik multilokular, bagian padat,

lesi bilateral, ascites dan metastasis intraabdominal. Bila tidak terdapat gambaran

USG di atas maka diberi nilai 0, bila hanya tampak satu gambaran saja diberi nilai 1,

apabila tampak lebih dari satu diberi nilai 3. Menopause status diberikan nilai 1 untuk

premenopause dan nilai 3 bila postmenopause. Postmenopause ditetapkan apabila

wanita riwayat amenore lebih dari satu tahun atau wanita umur lebih dari limapuluh

tahun bila sudah dilakukan operasi histerektomi. Premenopause adalah wanita selain

yang disebutkan sebagai postmenopause. Kadar CA125 dinyatakan sesuai dengan

nilai absolut yang didapatkan dalam satuan U/ml (Ian J., et.al, 2005). Dengan cut off

value 200, digunakan untuk membedakan antara tumor ovarium yang jinak dan

ganas, dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas 97%. Penderita dengan skor RMI

>200 mempunyai kemungkinan 42 kali mengarah kanker ovarium dan skor RMI

<200 0,15 kali.

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dibuat berdasarkan RMI yang telah

dimodifikasi. Adapun modifikasi yang dilakukan adalah modifikasi nilai temuan

pemeriksaan USG. Temuan USG yang dinilai pada RMI adalah ada tidaknya

gambaran multilokular, bagian padat, bilateral, ascites, dan metastasis

intraabdominal. Sedangkan dalam penilaian Modifikasi Indeks Risiko Keganasan,


55

temuan USG yang dinilai adalah ada tidaknya gambaran multilokular, bagian padat,

papil, ascites, dan septa. Ada tidaknya gambaran bilateral dan metastasis

intraabdominal tidak dinilai untuk mempermudah melakukan pemeriksaan.

Modifikasi Indeks Risiko Keganasan dihitung sama dengan formula RMI

yaitu U (ultrasonografi skor) x M (menopause status) x serum CA125 (U/ml).

Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasar atas ada atau tidaknya lesi kistik

multilokular, bagian padat, papil, septa dan ascites. Bila tidak terdapat gambaran

USG di atas maka diberi nilai 0, bila hanya tampak satu gambaran saja diberi nilai 1,

apabila tampak lebih dari satu diberi nilai 3. Menopause status diberikan nilai 1 untuk

premenopause dan nilai 3 bila postmenopause. Postmenopause ditetapkan apabila

wanita riwayat amenore lebih dari satu tahun atau wanita umur lebih dari limapuluh

tahun bila sudah dilakukan operasi histerektomi. Premenopause adalah wanita selain

yang disebutkan sebagai postmenopause. Kadar CA125 dinyatakan sesuai dengan

nilai absolut yang didapatkan dalam satuan U/ml. Dengan menggunakan Cut-Off

Values yang didapatkan dari penghitungan ROC Curve, didapatkan bahwa batas (Cut-

Off) nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai petanda tumor ganas atau

jinak adalah 119. Bila >119 dinyatakan ganas, bila <119 dinyatakan jinak.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.2 di atas, didapatkan bahwa Sensitivitas =

93,33%; Spesifisitas = 95%; Nilai duga positif = 93,33%); Nilai duga negatif = 95%;

Rasio Kemungkinan positif = 18,67; Rasio Kemungkinan negatif = 0,07. Seperti telah

dijelaskan di atas bahwa penggunaan salah satu pemeriksaan saja tidak akan

memberikan hasil yang sensitif dan spesifik tinggi, tetapi dengan penggunaan RMI

memberikan hasil sensitivitas dan positive predictive value (PPV) yang lebih tinggi
56

dibandingkan dengan hanya pemeriksaan CA125 atau USG saja. Hasil validasi RMI

oleh Prys Davies et al, yang menggunakan RMI sebagai protocol untuk menyeleksi

pasien yang beresiko kanker didapatkan bahwa semakin rendah nilai RMI atau <25

resiko kanker hanya 3%, RMI 25 – 250 resiko kanker 20, dan RMI>250 resiko

kanker 75%. Sedangkan pada penelitian ini, dengan nilai cut-off value 119 didapatkan

nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan <75 tidak mempunyai resiko kanker, 75 –

119 resiko kanker 6,7%, dan >119 resiko kanker 93,3%.


57

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa :

1. Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas diagnostik

preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium mempunyai

nilai Sensitivitas sebesar 93,33% dan Spesifisitas sebesar 95%. Bila

dibandingkan dengan RMI, nilai sensitivitas Modifikasi Indeks Risiko

Keganasan lebih tinggi, sedangkan nilai spesifisitas hampir sama.

2. Modifikasi Indeks Risiko Keganasan mempunyai akurasi lebih tinggi

dibandingkan pemeriksaan USG dan tumor marker saja.

3. Semakin rendah nilai Modifikasi Indeks Risiko Keganasan, semakin

kecil kemungkinan risiko keganasan. Semakin tinggi nilai Modifikasi

Indeks Risiko Keganasan, semakin besar kemungkinan risiko

keganasan.

4. Dengan penggunaan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai

modalitas diagnostik preoperatif, akan mengurangi kemungkinan

relaparotomi.
58

7.2. Saran

1. Menggunakan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan sebagai modalitas

diagnostik preoperatif untuk memprediksi keganasan tumor ovarium pada

pasien dengan diagnosa tumor ovarium.

2. Apabila dari hasil pemeriksaan Modifikasi Indeks Risiko Keganasan

didapatkan kecurigaan keganasan terutama pada penderita Pre Menopause,

disarankan merujuk ke RS dengan fasilitas Frozen Section untuk menghindari

re-laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA

Andrijono, 2009. Kanker Ovarium. Sinopsis Kanker Ginekologi. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Pustaka
Spirit. Jakarta.p. 167 – 168.
th
Berek J.S., editors. 2002. Ovarian Cancer. Novak’s Gynecology. 13 ed.
Lippincott Williams & Wilkins. p.1245-1262.
Buley I.D., 1998. Fine needle aspiration of lymph nodes. Clin Pathol. 51: 881 –
885.
Busmar B. 2006. Kanker Ovarium. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. p.468-494.
Chrisdiono A. 1996. Tumor-tumor Ovarium Borderline. Dokter Spesialis dan
Ginekologi RSUP Tegalyoso, Klaten, Jawa Tengah. Cermin Dunia
Kedokteran No.112. p. 21.
Clarke S.E., Grimshaw R., Rittenberg P., Kieser K., Bentley J. 2009. Risk of
Malignancy Index in the Evaluation of Patients with Adnexal Masses.
JOGC.

Geomini, Peggy, Kruitwagen, Roy, Bremer, Gerard L, et al. 2009. The Accuracy
of Risk Scores in Predicting Ovarian Malignancy : A Systematic Review.
AOG,Vol.113, Issue 2 Part I.p.1.

Ian J and Usha M. 2004. Progress and Challenges in Screening for early Detection
of Ovarian Cancer. Molecular & Cellular Proteomics. p. 355 – 366.

Ian J., Oram D., Fairbanks J., Turner J., Frost C., Grudzinskas J.G. 2005. A risk of
Malignancy Index incorporating CA 125, ultrasound and menopausal
status for the accurate preoperative diagnosis of ovarian cancer, BJOG: An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology,Vol.97,Issue
10.p.922-929.

Jensen A., Sharif H., Frederiksen K., Kruger SK,. 2009. Use of fertility drugs and
risk of ovarian cancer : Danish population based cohort study.
BMJ;338:b249

Mardjikoen P., 2005. Tumor Ganas Ovarium. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.p.400-408.

Mettler L, Patvekar M, Soyinka A.S., Meinhold I, Schollmeyer T, Schmutzler A.


2008. Value of Malignancy Exclusion of Ovarian Cysts Prior to
Laparoscopy. J. Reproduktionsmed. Endokrinol; 5(2).p. 93 – 100.
Moore R.G., Robert C. Bast JR. 2007. How Do You Distinguish a Malignant
Pelvic Mass From a Benign Pelvic Mass? Imaging, Biomarkers, or None
of the Above. Editorial. Journal of Clinical Oncology, Vol 25, No 27
(September 20).p. 4259 – 4161.

Mongkol B., Neungton C. 2007. Pre-operative Prediction of Serum CA 125 Level


in Women with Ovarian Masses. J Med Asocc Thai;90(10): 1986-91.

National Guideline Clearinghouse. 2009. Approriateness Criteria ovarian cancer


screening .p. 7. Available at : www.guideline.gov.

Padilla LA., Radosevich, Milad M.P. 2000. Accuracy of the pelvic examination in
detecting adnexal masses. Internal J Gynaecol Obstet; 96(4): 593-8.

Padilla LA, Radosevich, Milad M.P. 2005. Limitations of the pelvic examination
for evaluation of the female pelvic organs. Internal J Gynaecol Obstet;
88(1): 84-8.

Rasjidi I., Kusumo L., Yudasmara., 2009. Deteksi Dini Pencegahan Kanker Pada
Wanita. CV Sagung Seto. Jakarta. p. 193 – 195.

Salehpour S., H. Zhaam, Panah T. 2002. Laparoscopic Aspiration of Ovarian


Cysts. Med J Iran Hosp, Vol 4 No 2.

Saleh A., Shorbagy M.S. Preoperative Diagnosis of Ovarian Cancer in Patients


Presented with Adnexal Mass using the Risk of Malignancy
Index.OBGYN.net Advertisement.

Sastroasmoro S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto.


Jakarta.p.270.

Toress J.C., Mauricette S.F., Derchain, Faunders A., Gontijo R.C., Martinez E.Z.,
Andrade L.A. 2002. Risk of Malignancy Index in preoperative evaluation
of clinically restricted ovarian cancer. San Paulo Medical
Journal;12(3):72-6.

Uma S., Neera K., Nisha, Ekta. 2006. Evaluation of new scoring system to
differentiate between benign and malignant adnexal mass. The Journal of
Obstetrics and Gynaecology of India, Vol.56,No2.

University General Hospital “Attikon”, Athens, Greece. 2004. Benefits and


limitations of ultrasonographic evaluation of uterine adnexal lesions in
early detection of ovarian cancer. Clin Exp Obstet Gynecol; 31(2) : 85 –
98.

Viktoriya S., Emmanuel C. 2006. A new method for modeling preoperative


diagnosis of ovarian tumors.
Villena V,. Encuentra A.L., Lujan R.G, Sustaeta J.E., and Alvarez C.J. 2004.
Clinical Implications of Appearance of Pleural Fluid at Thoracocentesis.
American College of Chest Physicians.
Lampiran Data

Umur * Histopatologi

Crosstab
Histopatologi
Ganas Jinak Total
Umur > = 50 tahun Count 8 2 10
Expected Count 4.3 5.7 10.0
% within Histopatologi 53.3% 10.0% 28.6%
< 50 tahun Count 7 18 25
Expected Count 10.7 14.3 25.0
% within Histopatologi 46.7% 90.0% 71.4%
Total Count 15 20 35
Expected Count 15.0 20.0 35.0
% within Histopatologi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.887 1 .005
b
Continuity Correction 5.906 1 .015
Likelihood Ratio 8.148 1 .004
Fisher's Exact Test .008 .007
Linear-by-Linear
7.661 1 .006
Association
b
N of Valid Cases 35
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur (> =
10.286 1.737 60.902
50 tahun / < 50 tahun)
For cohort Histopatologi =
2.857 1.418 5.758
Ganas
For cohort Histopatologi =
.278 .079 .983
Jinak
N of Valid Cases 35
Paritas * Histopatologi

Crosstab
Histopatologi
Ganas Jinak Total
Paritas 0 Count 9 3 12
Expected Count 5.1 6.9 12.0
% within Histopatologi 60.0% 15.0% 34.3%
>=1 Count 6 17 23
Expected Count 9.9 13.1 23.0
% within Histopatologi 40.0% 85.0% 65.7%
Total Count 15 20 35
Expected Count 15.0 20.0 35.0
% within Histopatologi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.704 1 .006
b
Continuity Correction 5.836 1 .016
Likelihood Ratio 7.905 1 .005
Fisher's Exact Test .011 .008
Linear-by-Linear
7.484 1 .006
Association
b
N of Valid Cases 35
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.14.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Paritas (0 /
8.500 1.709 42.279
> = 1)
For cohort Histopatologi =
2.875 1.342 6.157
Ganas
For cohort Histopatologi =
.338 .123 .928
Jinak
N of Valid Cases 35
Menopause * Histopatologi

Crosstab
Histopatologi
Ganas Jinak Total
Menopause Ya Count 11 1 12
Expected Count 5.1 6.9 12.0
% within Histopatologi 73.3% 5.0% 34.3%
Tidak Count 4 19 23
Expected Count 9.9 13.1 23.0
% within Histopatologi 26.7% 95.0% 65.7%
Total Count 15 20 35
Expected Count 15.0 20.0 35.0
% within Histopatologi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 17.764 1 .000
b
Continuity Correction 14.861 1 .000
Likelihood Ratio 19.666 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
17.257 1 .000
Association
b
N of Valid Cases 35
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.14.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Menopause
52.250 5.167 528.342
(Ya / Tidak)
For cohort Histopatologi =
5.271 2.128 13.054
Ganas
For cohort Histopatologi =
.101 .015 .665
Jinak
N of Valid Cases 35
Ca_125 * Histopatologi

Crosstab
Histopatologi
Ganas Jinak Total
Ca_125 Positif Count 13 2 15
Expected Count 6.4 8.6 15.0
% within Histopatologi 86.7% 10.0% 42.9%
Negatif Count 2 18 20
Expected Count 8.6 11.4 20.0
% within Histopatologi 13.3% 90.0% 57.1%
Total Count 15 20 35
Expected Count 15.0 20.0 35.0
% within Histopatologi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 20.572 1 .000
b
Continuity Correction 17.561 1 .000
Likelihood Ratio 23.020 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
19.984 1 .000
Association
b c
McNemar Test 1.000
N of Valid Cases 35
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.43.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Binomial distribution used.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Ca_125
58.500 7.266 470.964
(Positif / Negatif)
For cohort Histopatologi =
8.667 2.293 32.759
Positif
For cohort Histopatologi =
.148 .040 .543
Negatif
N of Valid Cases 35
USG * Histopatologi

Crosstab
Histopatologi
Ganas Jinak Total
USG Positif Count 12 6 18
Expected Count 7.7 10.3 18.0
% within Histopatologi 80.0% 30.0% 51.4%
Negatif Count 3 14 17
Expected Count 7.3 9.7 17.0
% within Histopatologi 20.0% 70.0% 48.6%
Total Count 15 20 35
Expected Count 15.0 20.0 35.0
% within Histopatologi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.578 1 .003
b
Continuity Correction 6.694 1 .010
Likelihood Ratio 9.045 1 .003
Fisher's Exact Test .006 .004
Linear-by-Linear
8.333 1 .004
Association
b c
McNemar Test .508
N of Valid Cases 35
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.29.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Binomial distribution used.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for USG
9.333 1.911 45.583
(Positif/Negatif)
For cohort Histopatologi =
3.778 1.286 11.098
Positif
For cohort Histopatologi =
.405 .203 .806
Negatif
N of Valid Cases 35
Modifikasi Indeks Risiko Keganasan * Histopatologi

Crosstab
Histologi
Ganas Jinak Total
Modifikasi Ganas Count 14 1 15
RMI
% of Total 40.0% 2.9% 42.9%
Jinak Count 1 19 20
% of Total 2.9% 54.3% 57.1%
Total Count 15 20 35
% of Total 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 27.310 1 .000
b
Continuity Correction 23.822 1 .000
Likelihood Ratio 32.515 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
26.529 1 .000
Association
b c
McNemar Test 1.000
N of Valid Cases 35
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.43.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Binomial distribution used.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kat_periksa
266.000 15.287 4628.455
(Ganas / Jinak)
For cohort Histologi =
18.667 2.750 126.705
Ganas
For cohort Histologi = Jinak .070 .011 .467
N of Valid Cases 35
ROC Curve

Case Processing Summary


Valid N
a
Histologi (listwise)
b
Positive 20
Negative 15
Smaller values of the test
result variable(s) indicate
stronger evidence for a
positive actual state.
a. The test result variable(s):
Ca_125 has at least one tie
between the positive actual
state group and the negative
actual state group.
b. The positive actual state is
Jinak.
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Ca_125
Asymptotic 95% Confidence
Interval
a b
Area Std. Error Asymptotic Sig. Lower Bound Upper Bound
.897 .068 .000 .763 1.030
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5

Coordinates of the Curve


Test Result Variable(s):Ca_125
Positive if Less
Than or Equal
a
To Sensitivity 1 – Specificity
3.0400 .000 .000
4.1200 .000 .067
5.7500 .050 .067
7.7500 .100 .067
8.5000 .150 .067
8.9150 .200 .067
9.3650 .250 .067
9.7500 .300 .067
9.9100 .350 .067
10.2450 .400 .067
11.4850 .450 .067
13.0000 .500 .067
13.7150 .550 .067
14.1650 .600 .067
15.5500 .650 .067
20.3500 .700 .067
26.0700 .750 .067
29.6200 .800 .067
35.8500 .850 .067
41.3000 .900 .067
49.5000 .900 .133
59.0000 .900 .200
61.4850 .900 .267
66.1350 .900 .333
76.8500 .900 .400
86.0000 .950 .400
89.6500 .950 .467
91.7500 1.000 .467
102.7500 1.000 .533
125.4500 1.000 .600
164.1000 1.000 .667
208.1850 1.000 .733
251.3650 1.000 .800
289.6000 1.000 .867
424.4200 1.000 .933
547.0000 1.000 1.000
a. The smallest cutoff value is the minimum
observed test value minus 1, and the largest
cutoff value is the maximum observed test
value plus 1. All the other cutoff values are
the averages of two consecutive ordered
observed test values.
ROC Curve

Case Processing Summary


Valid N
Histologi (listwise)
a
Positive 20
Negative 15
Smaller values of the test
result variable(s) indicate
stronger evidence for a
positive actual state.
a. The positive actual state is
2.
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Pemeriksaan
Asymptotic 95% Confidence
Interval
a b
Area Std. Error Asymptotic Sig. Lower Bound Upper Bound
.970 .028 .000 .915 1.025
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5

Coordinates of the Curve


Test Result Variable(s):Pemeriksaan
Positive if Less
Than or Equal
a
To Sensitivity 1 – Specificity
-1.0000 .000 .000
5.2350 .300 .000
11.9850 .350 .000
17.7000 .400 .000
24.5000 .450 .000
27.6200 .500 .000
28.6200 .550 .000
32.7500 .600 .000
54.2000 .600 .067
75.6000 .650 .067
81.3000 .700 .067
85.8000 .750 .067
89.1900 .800 .067
90.4400 .850 .067
101.6000 .900 .067
112.6000 .950 .067
119.0350 .950 .133
125.6850 1.000 .133
148.5000 1.000 .200
177.0000 1.000 .267
184.4550 1.000 .333
198.4050 1.000 .400
218.6350 1.000 .467
320.4850 1.000 .533
480.3000 1.000 .600
558.0000 1.000 .667
683.7000 1.000 .733
813.2400 1.000 .800
832.1400 1.000 .867
871.8600 1.000 .933
909.5200 1.000 1.000
a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the largest
cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the
averages of two consecutive ordered observed test values

Anda mungkin juga menyukai