Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI(KPD)

DISUSUN OLEH:

MIFTACHUL RUDIYANTO

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

Jl. Ganesha I Purwosari, Kota, Kudus Kode Pos: 59316

Kabupaten Kudus

TAHUN AJARAN 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
(KPD)

PENGERTIAN
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang
usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan
pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (mohtar,1998).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di
tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (manuaba,2001)

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifudin,
2002)

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan


berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut
berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina servik (Sarwono Prawiroharjop, 2002)

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )

Prinsip dasar : (1) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. (2) Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam
obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. (3) Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh
kedua faktjor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. (4) Penanganan ketuban pecah dini
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin
dan adanya tanda-tanda persalinan. (Prawirohardjo, 2002 )

INSIDENSI
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang
bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang
menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi
pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi
sekitar 34 % semua kekahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar
pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada
kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.

ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor
yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: (1) Infeksi :
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. (2) Servik
yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, curetage). (3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
(4) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah. (5) Keadaan sosial ekonomi

Faktor lain : (1) Faktor golonngan darah : Akibat golongan darah ibu dan anak yang
tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan
kulit ketuban. (2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. (3) Faktor
multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. (4) Defisiesnsi gizi dari tembaga
atau asam askorbat (Vitamin C).
Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm : (1) kehamilan multipel :
kembar dua (50%), kembar tiga (90%). (3) Riwayat persalinan preterm sebelumnya.
(3) Perdarahan pervaginam . (4) pH vagina di atas 4.5 . (6) Kelainan atau kerusakan
selaput ketuban. (7) flora vagina abnormal. (8) fibronectin > 50 ng/ml . (9) kadar CRH
(corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb,
dapat menjadi stimulasi persalinan preterm: (a) Inkompetensi serviks (leher rahim) .
(b) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih). (c) Riwayat KPD sebelumya. (d) Trauma.
(e) servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada
usia kehamilan 23 minggu. (f) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm : (1) iatrogenik :


hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic. (2) maternal : penyakit sistemik,
patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau
obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia
serviks, servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm. (3) fetal :
malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat,
gawat janin, kematian janin. (4) cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput
ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
(5) placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih),
sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. (6) uterus : malformasi uterus,
overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut : (a) Adanya
hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit
seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan
hipermotilitas rahim ini. (b) Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ). (c) Infeksi
( amnionitis atau korioamnionitis ). (d) Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi
ialah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain. (e) Ketuban
pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

MANIFESTASI KLINIS
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
"mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.

ANATOMI FISIOLOGI
Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemen-
elemen berbentuk tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma terdiri dari 900 air dan 100 elektrolit,
gas terlarut berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula asam
amino, lemak, koleesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin dan
imuno globilin ikut menyusun plasma.

Pembentukan Sel Darah : Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit di bentuk di
hati dan limfa pada sumsum tulang belakang. Proses pembentukan sel-sel darah
disebut hematopoiesis.

Sel Darah Merah : Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Sel
ini tidak dapat melakukan mitosis. Fosforilasi oksidatif sel atau pembentuk hemoglobin
yang mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil dari paru-paru ke sel-sel
diseluruh tubuh. Sel darah matang di keluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar
120 hari untuk kemudian mengalami disentegrasi dan mati.

Sel darah di gambarkan berdasaran ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di
dalam sel : (1) Nermositik : sel yang ukurannya normal. (2) Nermokromik : sel
dengan jumlah hemoglobin yang normal. (3) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu
kecil. (4) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar. (5) Hipokromik : sel yang
sejumlah Hbnya terlalu sedikit. (60 Hiperkromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu
banyak

Hemoglobin : Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem
(heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel
darah merah. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara partial atau
total.

Pemecahan Sel Darah Merah : Apabila sel darah merah mulai berdisentegasi pada akhir
masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya kedalam sirkulasi.
Hemoglobin diuraikan hati dan limfa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam
amino. Besi dismpan dihati dan lmfa sampai di gunakan kembali oleh tubuh. Sisa
molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja atau
urin.

PATOFISIOLOGI
Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin
selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di
sebelah luar disebut chorion.

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini
terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini
dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air
kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan
ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang
dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan
lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam.

Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan
atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh
‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak
dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah
untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan
darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan
sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang
dimasukkan melalui dinding perut ibu.

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : (1)
Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila
terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban. (2) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta
amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.

Patofisiologi Pada infeksi intrapartum : (1) ascending infection, pecahnya ketuban


menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. (2)
infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran
infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. (3)
mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui
plasenta (sirkulasi fetomaternal). (4) tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk,
misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu
berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa
yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
Anamnesa : Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu
juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau
belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

Inspeksi : Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan
lebih jelas.
Pemeriksaan dengan speculum : pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover
valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

Pemeriksaan dalam : Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak
ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan,
pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(1) Pemeriksaan laboratorium : Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. (2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
(3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. (4)
Pemeriksaan ultrasonografi (USG). (5) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat
jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada
umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Tabel : Diagnosis
Gejala & Tanda Selalu Gejala & Tanda Kadang- Diagnosis Kemungkinan
Ada Kadang Ada
Keluar cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba Ketuban pecah dini
Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
Cairan vagina berbau Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
Demam / menggigil Uterus nyeri
Nyeri perut Denyut jantung janin cepat
Perdarahan per vaginam
sedikit
Cairan vagina berbau Gatal Vaginitis / servisitis
Tidak ada riwayat ketuban Keputihan
pecah Nyeri perut
Disuria
Cairan vagina berdarah Nyeri perut Perdarahan antepartum
Gerak janin berkurang
Perdarahan banya
Cairan berupa darah-lendir Pembukaan & pendataran Awal persalinan aterm atau
serviks preterm
Ada his
(sumber : internet, 2008 blog cornelia : ketuban pecah dini (KPD) )

Diagnosis infeksi intrapartum : (1) febris di atas 38 C (kepustakaan lain 37.8 C). (2) ibu
takikardia (>100 denyut per menit). (3) fetal takikardia (>160 denyut per menit). (4)
nyeri abdomen, nyeri tekan uterus. (5) cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan
berbau. (6) leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3). (7)
pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal
negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.

KOMPLIKASI : (1) Tali pusat menumbung. (2) Prematuritas, persalinan preterm, jika
terjadi pada usia kehamilan preterm. (3) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering
(dry labor) karena air ketuban habis. (4) infeksi maternal : infeksi intra partum
(korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam
>380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah,
DJJ meningkat), endometritis. (5) Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin
kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak
lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature. (6) komplikasi infeksi intrapartum.
(7) komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),
sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. (8) komplikasi janin : asfiksia
janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan
insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan
janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada
kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal
untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah
matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode
laten.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) : Beberapa penelitian


menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang
bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P =
“lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya
kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-
80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda
persalinan maka dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik
tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik
profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6
jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih
dari 6 jam.

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.
Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan
ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria.

Penatalaksanaan KPD Pada Kehamilan Preterm (< 37 minggu) : (1) Pada


kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-
tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang
adekuat sebagai profilaksi. (2) Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam
posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita
KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama
menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin
sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi
intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar.
Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya
ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju,
dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata


pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut
jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya
stiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti
dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of Health (NIH) telah
merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-
32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis
masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg
tiap 12 jam.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
(1) Biodata klien : Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan,
Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan ,
Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.

(2) Keluhan utama : Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau /
kecoklatan sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudahkering
(3) Riwayat haid : Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus

(4) Riwayat Perkawinan : Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah
perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?

(5) Riwayat Obstetri : Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG
, darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi,
upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh

(6) Riwayat penyakit dahulu : Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu,
bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah
penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang

(7) Riwayat kesehatan keluarga : Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg
menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah
di derita oleh keluarga

Kebiasaan sehari –hari : (1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan. (2) Pola
istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah pinggang sehingga
pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum). (3) Pola eliminasi : Apakah terjadi
diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran
urin),hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi,
konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. (5)
Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah. (6) Aktifitas :
Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD di anjurkan untuk
bedresh total. (7) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.

Pemeriksaan fisik : (1) Pemeriksaan kesadaran klie, BB / TB, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu. (2) Head To Toe. (3) Rambut : warna rambut, jenis rambut,
bau nya, apakah ada luka lesi / lecet. (4) Mata : sklera nya apakah ihterik / tdk,
konjungtiva anemis / tidak, apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi
penglihatan nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak.
Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis. (5) Telinga : apakah simetris kiri dan
kanan, apakah ada terdapat serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt bantu
pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak. (6) Hidung :
apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah terdapat serumen / tidak,
apakah fungsi penciuman klien baik / tidak. (7) Mulut dan gigi : bagaimana
keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah
ada peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah klien
bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada umum
nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium.
(8) Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid. (9) Paru – paru. Inspeksi
: warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada
terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya. (10) Palpasi : apakah ada
teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran dinding dada
apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan Perkusi : bunyi Paru. Auskultasi : suara
nafas . (11) Jantung : Inspeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis
apakah terlihat / tidak. Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis
pada ICS% Midclavikula. Perkusi : bunyi jantung. Auskultasi : apakah ada suara
tambahan / tidak pada jantung klien. (12) Abdomen : I : keadaan perut, warna nya,
apakah ada / tidak luka lesi dan lecet : P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase
kepala apakah sudah masuk PAP / belum. P : bunyi abdomen. A : bising usu klien, DJJ
janin apakah masih terdengar / tidak (12) Payudara : puting susu klien apakah
menonjol / tidak,warna aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah
mengeluarkan ASI /belum
Ekstremitas Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema /
tidak. Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak. (13) Genitalia
: apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada daerah genitalia
klien. (14) Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak.

Diagnosa Keperawatan : (1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,


pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen. (2)
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan otot
rahim. (3) Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi
tentang penyakit. (4) Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan adanya
nyeri, peningkatan HIS. (5) Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik (Dangoes:2000)

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Inervensi Rasional


keperawatan hasil
1 Resiko infeksi Tujuan : Tinjau ulang Dasar ibu,
berhubungan dengan infeksi tidak terjadi pada kondisi/faktor seperti diabetes
prosedur invasif, ibu risiko yang atau hemoragi,
pecah kriteria hasil: ada menimbulkan
ketuban, kerusakan pencapaian tepat waktu sebelumnya. potensial resiko
kulit, penurunan pada pemulihan luka Catat waktu infeksi atau
hemoglobin, tanpa komplikasi pecah penyembuhan
pemajanan pada ketuban. luka yang
patogen buruk. Resiko
korioamnionitis
meningkat
dengan
berjalannya
waktu,
sehingga
meningkatkan
resiko infeksi
ibu dan janin.

Pecah ketuban
Kaji terhadap
terjadi 24jam
tanda dan
sebelum
gejala infeksi
pembedahan
(misalnya:
dapat
peningkatan
menyebabkan
suhu, nadi,
amnionitis
jumlah sel
sebelum
darah putih,
intervensi
atau
bedah dan
bau/warna
dapat
rabas
mengubah
vagina).
penyembuhan
luka.

Untuk
Berikan mencegah agar
perawatan tidak terjadi
perineal infeksi
sedikitnya
setiap 4 jam
bila ketuban
telah pecah
2 Gangguan rasa Tujuan : Monitor tanda Nyeri dapat
nyaman : nyeri
- rasa nyeri berkurang – tanda vital mengakibatkan
berhubungan dengan Kriteria hasil : :TD, peningkatan
terjadi nya klien tampak tenang pernafasan, frekuesni
ketegangan otot
- Kien tampak nyaman nadi dan suhu pernafasan dan
rahim nadi

Untuk
Ajarkan klien mengurangi
teknik rasa nyeri yang
relaksasi dirasakan klien

Ansietas berhubungan Tujuan : Untuk


3 dengan kurang nya - klien pengetahuan klien memberikan
pengetahuan atau bertambah setelah Atur posisi kenyamanan
konfirmasi tentang diberikan informasi klien pada klien
penyakit mengenai penyakit nya
Agar klien
Kriteria Hasil : klien dapat
tidak resah lagi dengan beristirahat
peyakitnyamenunjukkan Berikan Memberikan
pemahaman akan lingkungan pengetahuan
proses penyakit dan yang nyaman dasar dimana
prognosis dan batasi klien dapat
pengunjung membuat
Tinjau proses pilihan
penyakit dan
harapan masa
depan
Agar klien tidak
Dorong merasa jenuh
periode dan
istirahat yang mempercepat
adekuat proses
dengan penyembuhan
Gangguan aktifitas
kebutuhan istirahat terjadwal agar klien
tidur berhubungan mengerti
dengan adanya nyeri , Berikan dengan bahaya
peningkatan HIS Tujuan : Kebutuhan pelayanan nya infeksi dan
4 kesehatan penyakit nya
istirahat tidur klien
terpenuhi mengenai
penyakit nya Menunjukkan
Kriteria Hasil : klien realitas situasi
dapat tidur dengan Jelaskan yang
tenang dan tidak kepada klien
gelisah klien apa yg Dapat
menunjukkan pola tidur terjadi, membantu
yang adekuat klien atau
Berikan orang terdekat
kesempatan menerima
untuk realitas dan
bertanya dan mulai
berikan menerima apa
jawaban yang yang terjadi
terbuka dan
jujur
Agar dapat
memberikan
Lakukan gambaran
pengkajian sampai sejauh
terhadap mana
gangguan kebutuhan
kebutuhan tidur terganggu
Intoleransi aktifitas
tidur
b.d. kelemahan fisik
Dengan
mengalihkan
Motivasi klien perhatian,
agar maka perhatian
mengalihkan klien tidak
perhatian hanya tertuju
pada rasa nyeri
5 Tujuan : aktivitas sehingga
kembali sesuai membantu
kemampuan pasien. relaksasi pada
klien sewaktu
Kriteria hasil : Pasien tidur
bisa beraktivitas seperti
biasa. Untuk
Monitor mengetahui
kebutuhan apakah
tidur kebutuhan
tidur klien
terpenuhi
seperti biasa
atau belum

Ciptakan
Suasana yang
suasana
tenang dapat
nyaman
membantu
relaksasi
sehingga nyeri
berkurang dan
klien bisa tidur

Bantu pasien
dalam Agar
memenuhi kebutuhan
kebutuhan sehari – hari
sehari-hari klien dapat
seminimal terpenuhi
mungkin seperti biasa
nya
Beri posisi
nyaman

Anjurkan Agar klien


menghemat merasa
energy nyaman dan
hindari tenang
kegiatan yang
melelahkan. Kelelahan
dapat
menyebabkan
lama nya
proses
penyembuhan
klien,,jadi
Jelaskan dengan
pentingnya menghindari
mobilisasi diri. kegiatan yang
melelahkan
dapat
membantu
proses
penyembuhan

proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2001, Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta.

Manuaba, Ida bagus Gede, 1998, Ilmu Kebidanan Penyaki Kandungan dan KB, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.

Muhtar, Rustam, etc, 2011, Sinopsis Obstetri, Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran, EGC :
Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono, 2010, Ilmu Kebidanan, Edisi III, Penerbit yayasan Bina Pustaka :
Jakarta.
___________________, 2010, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Cetakan Kedua, Penerbit JNPKKR POGI dan Yayasan Bina Pustaka : Jakarta.

Saefuddin, Abdul Bari, 2012, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2012.

Sastrawinata, Suliman, 2010, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi 2, FKUP :
Jakarta.

Varney, Hellen, 2011, Midwifery, Edisi ketiga

Anda mungkin juga menyukai