Anda di halaman 1dari 6

Keseimbangan antara Ruang Terbuka Hijau dan Biru dalam Menunjang

Perkembangan Kota Berkelanjutan

Nisa Nurjanah1, Hidayat Pawitan2

1
Mahasiswa Program Sarjana Departemen Geofissika dan Meteorologi, Institut
Pertanian Bogor
2
Dosen Koordinator Mata Kuliah Analisis Hidrologi Departemen Geofissika dan
Meteorologi, Institut Pertanian Bogor

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ruang terbuka publik merupakan bagian penting dalam tata ruang suatu
perkotaan. Ruang terbuka publik terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka
non-hijau. Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007 pasal 31 tentang penataan
ruang, bahwa perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka publik baik
hijau maupun non-hijau. Peraturan mengenai ruang terbuka publik juga diatur oleh
Permen PU No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di
Wilayah Perkotaan/Kawasan Perkotaan. Adanya regulasi yang mengatur
menyebabkan penyediaan ruang terbuka publik di perkotaan menjadi sangat
pentung. Akan tetapi, pada abad ini, keseimbangan antar keduanya masih luput dari
perhatian. Padahal perkotaan akan menjadi lebih baik saat kedua ruang terbuka
memiliki porsi seimbang.

Ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka di daerah perkotaan maupun rural
yang ditanami oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi)
guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat (Dwiyanto 2009).

Ruang terbuka non hijau merupakan sisa dari ruang terbuka hijau. Lahan
yang diperkeras, seperti badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, maupun badan
air termasuk kedalam kategori ruang terbuka non hijau. Meski begitu, bangunan
bukan merupakan bagiandari ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka non-hijau
terbagi menjadi tiga kategori yaitu Ruang Terbuka Perkerasan (paved), Ruang
Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya. RTNH
memiliki pedoman tersendiri yang mengatur penyediaan mulai dari standar
penyediaan, kriteria penyediaan, dan arahan pemanfaatan.

Ruang Terbuka Biru (RTB) merupakan salah satu contoh dari ruang terbuka
non-hijau. RTB dapat terbentuk dari beberapa bentang alam seperti laut, sungai,
danau, waduk, situ, dan lain-lain. Tidak seperti RTNH yang lain, RTB tidak diatur
dalam pedoman yang sama, melainkan diatur terpisah oleh Direktorat Jenderal
SDA.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan


RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10%
pada saat ini. RTH yang ada sebagian bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur
perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan,
dan kawasan permukiman baru. Terkait masalah RTB, pemerintah seharusnya
mengevaluasi tata ruang wilayah. Pembangunan badan air dapat dilakukan guna
mengadaptasi konsep waterfront city.

Beberapa kota di Indonesia sudah mengadopsi konsep green city maupun


waterfront city. Kota-kota yang sudah menerapkan green city diantaranya Malang,
dan Jakarta. Sedangkan kota yang telah mengadopsi konsep waterfront city adalah
kawasan Pantai Losari, Makassar. Adanya keberadaan RTB dan RTH akan semakin
optimal dengan tercapainya beberapa fungsi utama sebagai ruang terbuka publik
kota. Selain memberi akses ruang bagi masyarakat untuk bersosialisasi, RTH dan
RTB juga mampu menjadi habitat bagi kehidupan flora dan fauna di sekitarnya,
serta mengambil peranan dalam mengameliorasi iklim dan menguatkan estetika
kota.

Tujuan

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis RTH dan RTB di Kota Bogor serta
menyusun konsep pengembangan kota berkelanjutan dengan berbasis pada RTH
dan RTB.
METODE

Metode yang digunakan untuk menganalisis RTH yaitu menggunakan


analisis spasial. Pada analisis spasial meliputi prosesproses koreksi geometrik yang
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis terhadap peta-peta yang
telah dipersiapkan. Proses pengklasifikasian dilanjutkan setelah proses koreksi dan
digitasi selesai untuk mendapatkan peta ruang terbuka hijau.

Analisis perubahan RTB dilakukan dengan metode penginderaan jauh.


Penginderaan jauh saat ini menjadi metode yang sangat umum digunakan dalam
penelitian sumber daya air, prediksi bahaya banjir dan perencanaan air yang cepat
dan akurat. Kemudian untuk mengetahui perubahan dinamis RTB, dilakukan
dengan menggunakan konsep dynamic degree (Yanan et al. 2011) dari RTB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keseimbangan antara RTH dan RTB dapat dilakukan menggunakan analisis


spasial. Analisis spasial dari data citra satelit sangat membantu dalam mendapatkan
data terkait spasial dari wilayah kajian. Kota Bogor memiliki wilayah yang cukup
strategis karena terletak ditengah-tengah Kabupaten Bogor. Hal ini menunjang
Kota Bogor mengadopsi dua konsep pengembangan kota sekaligus yakni green city
maupun waterfront city.
Gambar 1 Peta infrastuktur Kota Bogor 2014

Ruang terbuka hijau dapat dibuat dari pembentukan hutan kota. Menurut
Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, hutan kota dibedakan atas
beberapa tipe, salah satunya adalah tipe kawasan permukiman adalah hutan kota
yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen,
penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan,
berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan
tanaman perdu dan rerumputan. Adapaun manajemen lanskap RTB yang telah
dilakukan di beberapa kota besar akhir-akhir ini dengan cara merehabilitasi,
merevitalisasi, atau bahkan merestorasi waduk-waduk, situ, danau, bantaran sungai,
dan lain-lain harus tetap dilakukan oleh pemerintah kota dan pemerintah daerah
serta para pihak terkait.

Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait penerapan konsep RTH dan
RTB. Ada penelitian skala makro perubahan penutupan RTH dan RTB di DAS
Ciliwung (Arkham et al. 2014). Selain itu ada juga penelitian skala mikro dan meso
pada lanskap riparian Ciliwung di hulu, di tengah dan di hilir. Bahkan ada penelitian
di wilayah hulu yang dikembangkan untuk kawasan urban agriculture deng an
memanfaatkan talun, kebun campuran dan pekarangan (Siswanto & Arifin 2014).
Selain dilakukan analisis spasial guna mengidentifikasi pembentukan RTH
dan RTB. Perlu dilakukan penyusunan konsep pengembangan green city maupun
waterfront city. Penyusunan tersebut perlu melibatkan banyak pihak. Organisasi
yang memiliki peran dan posisi penting dalam mempengaruhi, menyusun,
melaksanakan, mengawasi kebijakan pemanfaatan ruang perkotaan, antara lain:
DPRD, BKPRD, Asosiasi Profesi, Perguruan Tinggi , Lembaga Donor, dan
Organisasi Kemasyarakatan. Adanya kerjasama antar lembaga mampu
menciptakan konsep pengembangan kota berkelanjutan yang baik.

KESIMPULAN

Pengembangan konsep kota berkelanjjutan dapat dilakukan dengan


melakukan keseimbangan antara RTH dan RTB pada suatu wilayah. Kota Bogor
dapat menerapkan konsep pengembangan kota berkelanjutan apabila masing-
masing pihak yang terlibat dapat memberikan kontribusi lebih sehingga menunjang
terbentuknya kota green city maupun waterfront city.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin HS. 2014. Revitalisasi ruang terbuka biru sebagai upaya manajemen lanskap
pada skala bio-regional. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan.
1(3): 172-180.

Arkham, Arifin HS, Kaswanto. 2014. Strategi Pengelolaan Lanskap Ruang Terbuka
Biru di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Jurnal Lanskap Indonesia. Bogor
(ID): Departemen Arsitektur Lanskap-IPB, Bogor.

Dwiyanto 2009. Kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di permukiman


perkotaan. TEKNIK. 30 (2): 88-93.

Siswanto NG, Arifin HS. 2014. Manajemen ruang terbuka hijau dan ruang terbuka
biru bagi revitalisasi potensi dan pengembangan urban agriculture di bagian
hulu Sungai Ciliwung. Seminar Penelitian Sarjana. Bogor (ID): Dep.
Arsitektur Lanskap FAPERTA, IPB.
Yanan L, Yuliang Q, Yue Z. 2011. Dynamic Monitoring and Driving Force
Analysis on Rivers and Lakes in Zhuhai City Using Remote Sensing
Technologies. Journal of Procedia Environmental Science. 2677-2683

Anda mungkin juga menyukai