Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fitrohana Nur’Isma Zubaeda

NIM : 933100817

Matkul : Hubungan Antar Agama

Dosen : Dr. Limas Dodi, M.Hum

Prodi : Studi Agama-Agama

Fakultas : Ushuluddin dan Ilmu Dakwah

“ Menerapkan Theologi Pluralisme”

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keragaman cukup tinggi.


Indonesia memiliki ras, suku, etnik, budaya dan agama yang beragam. Dalam pembahasan
kali ini, saya akan mencoba membahas tentang keragaman agama yang ada di Indonesia,
dimana hal tersebut memunculkan pandangan “Pluralisme Keagamaan”. Pluralisme
merupakan sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Manusia hidup dalam pluralisme
dan menjadi bagian dari pluralisme, baik secara pasif maupun aktif, salah satunya dalam hal
keagamaan.

Menurut Coward (1989 : 167). Setiap agama muncul dalam lingkungan yang plural
ditinjau dari sudut agama dan membentuk diri sebagai sebuah tanggapan terhadap pluralisme
tersebut.1 Jika tidak dipahami secara benar dan arif oleh pemeluk agama, pluralisme agama
akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik antarumat beragama, tetapi juga
konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Kendati agama memiliki fungsi memupuk
persaudaraan dan fungsi tersebut telah dibuktikan dengan fakta-fakta konkret dari zaman ke
zaman, namun disamping fakta yang positif itu terdapat pula fakta negatif, yaitu perpecahan
antarmanusia yang bersumber pada agama.2

Dalam konteks pluralitas agama, setiap umat beragama berupaya untuk memahami
dan menyikapi realitas perbedaan dan keragaman agama-agama dengan mengacu pada nilai-
nilai dasara dalam agama yang dianutnya, terutama kitab suci. Upaya seperti ini tentu saja

1
https://uin-malang.ac.id/r/131101/pluralisme-agama-sebagai-sebuah-realitas.html

2
https://uin-malang.ac.id/r/131101/perdebatan-di-seputar-pluralisme-agama.html
karya dalam perspektif dan beragam pemahaman serta sikap. Hal ini disebabkan oleh
beragamnya pendekatan terhadap realitas pluralitas agama berbagai variannya. 3

Perbedaan agama bukan untuk dipertentangkan, tetapi menjadi tantangan untuk


dijawab. Yang lain sebagai yang berbeda bukan merupakan objek yang harus menjadi bagian
kami atau menjadi seperti kami, tetapi yang lain menarik diri di dalam misterinya. Dengan
menhargai perbedaan yang ada, hal tersebut mempermudah menjalin hubungan baik
antarumat beragama.4

Untuk menghasilkan hubungan yang termasuk antar agama melalui dialog, ada
beberapa prinsip yang harus dipegang yaitu:

1) Tujuan pertama dialog adalah untuk belajar mengubah dan mengembangkan persepsi dan
pengertian tentang realitas.

2) Dialog antar agama harus merupakan suatu proyek dua pihak masyarakat satu agama atau
antar masyarakat penganut agama berbeda.

3) Setiap peserta dialog harus mengikuti dialog dengan kejujuran dan ketulusan yang
sungguh-sungguh.

4) Setiap peserta dialog harus mendefinisikan dirinya sendiri.

5) Setiap peserta dialog harus mengakui dialog tanpa asumsi-asumsi yang kukuh dan tergesa-
gesa mengenai umpamanya apa-apa saja hal yang tidak bisa disetujui.

6) Dialog hanya bisa dilakukan antara pihak-pihak yang setara.

7) Dialog harus dilakukan atas dasar saling percaya.

8) Orang-orang yang memasuki arena dialog antar agama, paling kurang harus bersikap
kritis.

9) Setiap peserta dialog akhirnya harus mencoba memahami agama mitra dialognya dari
dalam.

3
Limas Dodi, Persoalan kehidupan Kontemporer : Menggagas Kajian Sachedina tentang Theologi Pluralisme,
Jurnal Empirisma, Vol.26 No.1 Januari 2017, hal 25-26.
4
http://limasdodi.blogspot.com/2012/09/teologi-pluralisme.html
10) Dalam dialog antar agama, orang tidak boleh membandingkan idealism dengan praktek
mitra dialognya.

Keyakinan adanya titik temu dari masing-masing agama yang beragam dapat menjadi
titik pijak untuk membangun sikap yang toleran dan saling menghargai. Kedatangan islam di
berbagai wilayah telah memperbaiki dan mengangkat kondisi masyarakat setempat. Sejarah
membuktikan bahwa umat islam adalah umat yang toleran. Dalam hubungannya dengan
pluralitas agama-agama, islam menetapkan prinsip untuk saling menghormati dan saling
mengakui eksistensi masing-masing agama. Oleh karena itu, islam secara jelas menegaskan
tidak adanya paksaan dalam beragama.5

Pluralitas merupakan realitas kehidupan yang telah hadir dan menjadi bagian tidak
terpisah dari kehidupan masyarakat. Dalam pluralitas, terdapat beraneka ragam perbedaan
yang berkaitan dengan semua sisi kehidupan. Ada perbedaan ras, sosial, ekonomi, budaya,
politik, dan juga agama. Realitas pluralitas tidak mungkin untuk ditolak.6

Teologi Pluralisme telah berkembang kuat pada zaman modern ini. Namun, ada
beberapa perbedaan di kalangan pluralis. Ada pandangan pluralis yang mengatakan bahwa
semua agama memiliki inti atau esensi yang sama. Esensi yang sama ini dapat
diidentifikasikan secara historis didalam tradisi-tradisi mistik agama-agama dunia. Mereka
menyatakan bahwa semua tradisi bersifat relatif dan tidak dapat mengklaim dirinya superior
dibandingkan dengan jalan keselamatan yang lain, yang sama terbatas dan sama relatifnya.
Pandangan ini dianut oleh Arnold Tonybee dan Ernest Troeltsch.7

Dalam semangat paralelisme, pemeluk agama menghargai keberbedaan. Perbedaan


agama-agama ini perlu dikenal dan diolah lebih lanjut, karena perbedaan ini secara potensial
bernilai dan penting bagi setiap orang beragama dalam pemerkayaan imannya. Maka isi yang
bernilai dari agama-agama itu harus di-share-kan, dan dikomunikasikan. Agama-agama
menurut Sachedina harus berdialog. Ibaratnya, kalau saya mengenal Anda, bahwa Anda
sungguh-sungguh berbeda dari saya, dan jika saya juga mengenali bahwa apa yang berbeda
itu dapat juga benar dan bernilai sekaligus, saya pasti tidak akan bisa melupakan Anda!
Begitu jugalah dengan dunia agama-agama.

5
Wardani, Pluralisme dan Dialog Teologi : Jurnal Khazanah, Januari-Februari No.5 2001, hal.47-48.
6
Ahmad Qoirul Fata, Diskursus dan Kritik terhadap Teologi Pluralisme di Indonesia : Jurnal Miqot Vol.XLII No. 1
Januari-Juli 2018.
7
Cristian Sulistio, Teologi Pluralisme Agama : Jurnal Veritas 2/1 April 2001, hal.56.
Gagasan Gus Dur tentang pluralisme adalah keinginannya agar kemajemukan yang
terdapat dalam berbagai kelompok sosial dipahami sebagai khazanah kekayaan bangsa.
Menurut Gus Dur semua manusia sama, tidak peduli dari mana asal usulnya, apa jenis
kelamin, warna kulit, suku, ras, kelompok dan kebangsaan mereka. Gus Dur hanya melihat
mereka hanya manusia seperti dirinya dan yang lain. Sekarang, keragaman identitas menjadi
persoalan yang serius dalam perjalanan bangsa Indonesia.8

Pluralisme merupakan hal yang sangat penting karena kesalahan pemahaman dapat
berakibat timbulnya sikap kontraproduktif. Pernyataan Abdulaziz Sachedina yang
menyatakan bahwa pluralisme keagamaan bagi syariat bukanlah sekedar masalah
mengakomodasi berbagai klaim kebenaran agama dalam wilayah keimanan pribadi
seseorang. Lebih dari itu, pluralisme religius secara inheren selalu merupakan masalah
kebijakan publik dimana suatu pemerintahan Islam harus mengakui dan melindungi hak
pemberian Tuhan kepada setiap pribadi untuk menentukan sendiri nasib spiritualnya tanpa
paksaan. Pengakuan terhadap kebebasan hati nurani dalam hal keimanan ini adalah titik temu
utama konsep Al-Quran mengenai pluralisme religius, pluralisme antar agama maupun intra
agama.9

Secara mendasar, pluralisme merujuk kepada kesadaran untuk hidup bersama secara
legitimatif dalam keberagaman pemikiran, kehidupan, dan tingkah laku yang dalam sisi
tertentu sebenarnya bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Puralisme
sebagaimana ditegaskan oleh Abdurrahman Wahid, bukan hanya sekedar hidup bersama yang
tentram, tetapi lebih substansial lagi adalah tumbuhnya kesadaran, pengakuan, dan
penerimaan atas perbedaan dan keragaman yang ada. Dalam konteks agama, konsep ini
menuntut kepada setiap pemeluk agama bukan saja untuk mengakui keberadaan dan hak
agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dalam
rangka pencapaian kerukunan dalam kebhinekaan.10

8
Eko Setiawan, KONSEP TEOLOGI PLURALISME GUS DUR DALAM MERETAS KEBERAGAMAN DI INDONESIA :
Jurnal Asketik Vol. 1 No. 1 Juli 2017, hal.59.
9
M.Nugroho Adi Saputro, KONSEP PLURALISME MENURUT K. H. ABDURRAHMAN WAHID, 2018, hal. xvi
10
Limas Dodi, Persoalan kehidupan Kontemporer : Menggagas Kajian Sachedina tentang Theologi Pluralisme,
Jurnal Empirisma, Vol.26 No.1 Januari 2017, hal 33.
REFERENSI

Setiawan, Eko. KONSEP TEOLOGI PLURALISME GUS DUR DALAM MERETAS


KEBERAGAMAN DI INDONESIA : Jurnal Asketik Vol. 1 No. 1 Juli 2017.

Adi Saputro, M.Nugroho. KONSEP PLURALISME MENURUT K. H. ABDURRAHMAN


WAHID. 2018.

Limas Dodi, Persoalan kehidupan Kontemporer : Menggagas Kajian Sachedina tentang


Theologi Pluralisme : Jurnal Empirisma, Vol.26 No.1 Januari 2017 .

Wardani. Pluralisme dan Dialog Teologi : Jurnal Khazanah, Januari-Februari No.5 2001.

Qoirul Fata, Ahmad. Diskursus dan Kritik terhadap Teologi Pluralisme di Indonesia : Jurnal
Miqot Vol.XLII No. 1 Januari-Juli 2018.

Sulistio, Cristian. Teologi Pluralisme Agama : Jurnal Veritas 2/1 April 2001.

https://uin-malang.ac.id/r/131101/pluralisme-agama-sebagai-sebuah-realitas.html

https://uin-malang.ac.id/r/131101/perdebatan-di-seputar-pluralisme-agama.html

http://limasdodi.blogspot.com/2012/09/teologi-pluralisme.html

Anda mungkin juga menyukai