1 Pengkajian Konstipasi
Tujuan dari pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit anak dengan konstipasi
fungsional dan situasional adalah untuk mengetahui faktor penyebab serta
menyingkarkan adanya penyebab konstipasi organik. Hasil pengkajian berupa
informasi mengenai frekuensi defekasi, ukuran dan bentuk feses, riwayat defekasi
pertama setelah lahir. Gejala terkait konstipasi yang perlu dikaji distensi abdomen,
anoreksia, mual dan muntah, nafsu makan kurang, penurunan BB dan kegagalan
penambahan BB (Hilichi, 2008 dalam Bowden & Greenberg, 2010). Pengkajian
lain yang diperlukan adalah riwayat diet dan toilet training, adanya stres
psikososial.
Dalam pengkajian juga perlu diketahui adanya keluhan nyeri perut yang
diekspresikan. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan konstipasi yaitu
pemeriksaan palpasi untuk mengetahui adanya massa feses di kuadran kiri .atas,
pemeriksaan auskultasi untuk mengetahui gerakan peristaltik usus, pemeriksaan
inspeksi untuk mengetahui kontur abdomen serta adanya distensi (Bowden &
Greenberg, 2010). Pemeriksaan perianal untuk mengetahui adanya anal fisura,
posisi anus ruam popok serta prolaps rectum. Pemeriksaan traktus urinaria perlu
dilakukan untuk mengkaji adanya riwayat infeksi traktus urinaria.
Untuk mendiagnosa konstipasi, alat ukur yang digunakan menurut Bennet &
Cresswell (2003) adalah Bowel score.
Tabel 1
Airputih merupakan komponen terbesar dalam tubuh. Air berperan sebagai pelarut
dan sarana pembuangan sisa produksi dalam tubuh, membantu proses
metabolisme, mengatur suhu tubuh, menjaga keseimbangan serta
mempertahankan volume darah (Potter & Perry, 2009)
Hasil studi menggunakan air putih dengan volume 250-500 ml sebagai terapi air
menimbulkan reflek gastrokolik dalam upaya pencegahan konstipasi(Lunding,
2006)). Demikian juga penelitian yang dilakukan Yasmara, Irawaty, & Kariasa
(2013) menunjukkan bahwa minum air putih memiliki pengaruh yang signifikan
dalam mencegah konstipasi.
Pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk mengaktifkan refleks gastrokolik,
yaitu suatu refleks yang terjadi saat lambung meregang dengan volume tertentu.
Lambung melakukan kontraksi dan melalui saraf otonom ekstrinsik meningkatkan
motilitas kolon melalui gerakan propagasi untuk mencegah terjadinya konstipasi.
Gerakan propagasi ini terjadi pada pagi hari saat pertama kali bangun tidur
(Snodgrass & Bush, 2014); Sudoyo, 2007)
Pemilihan air putih untuk mengisi volume lambung karena derajat fluiditas kimus
di lambung mempengaruhi pengosongan lambung. Air putih sudah berbentuk cair
merata tanpa harus dicerna lagi sebelum disalurkan ke duodenum ( Snodgrass &
Bush, 2014). Air putih secara kimiawi tidak mempengaruhi sekresi hormon oleh
kelenjar endokrin di saluran pencernaan (Snodgrass & Bush, 2014). Dengan
minum air putih 250-500 ml pada pagi hari, maka lambung akan menstimulasi
barostat lambung untuk melakukan kontraksi atau gaya peristaltik (Lunding,
2006) Peningkatan volume isi lambung akan merangsang peningkatan motilitas
lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui
keterlibatan pleksus intrinsik, saraf vagus, dan hormon lambung gastrin. Karena
yang dimasukkan adalah air putih, maka derajat fluiditas air putih mempercepat
tingkat keenceran sehingga isi lambung semakin cepat dievakuasi. Hal tersebut
tercetusnya refleks gastrokolik(Snodgrass & Bush, 2014)
Refleks ini menstimulasi otot polos kolon sehingga meningkatkan motilitas kolon
melalui kontraksi propagasi. Kontraksi ini akan memperpendek waktu feses
transit di kolon sehingga penyerapan air berkurang dan tidak terjadi konstipasi
Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan
yang terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu
refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos)
melemas dan rektum dan sigmoid berkontraksi lebih kuat. Tindakan ini sangat
meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja. (Bassotti
& Villanaci, 2009; (Snodgrass & Bush, 2014)