Kasus Sindrom Croup Oktaviano
Kasus Sindrom Croup Oktaviano
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Fairuz
Umur : 21 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Perumnas Kharisma Blok B6, Secang, Magelang
Tgl. masuk RS : 19 November 2013 melalui IGD RST Soedjono
Jam Masuk : 03.20 WIB
No. RM : 0108.09.28.70
B. SUBJECTIVE
Keluhan utama:
Sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang:
Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam, terus menerus, semakin lama
semakin berat. Sebelum sesak muncul, pasien mengalami batuk kering seperti
menggonggong 1 hari SMRS. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan
stridor. Demam mulai tadi malam, terus menerus tapi tidak terlalu tinggi.
Makan/minum berkurang.
Keluhan tambahan:
Menggigil (-), kejang (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK/BAB
normal.
Riwayat Pemakaian Obat:
Batuk & pilek selama 1 minggu diobati sembuh 1 hari SMRS
kambuh lagi. Alergi obat disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Belum pernah seperti ini sebelumnya. Asma bronkial disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien mengalami ISPA sebelum pasien seperti ini.
Riwayat Imunisasi:
• Imunisasi lengkap (Hepatitis B, BCG, Polio, DPT, Campak)
C. OBJECTIVE
Keadaan Umum : Sakit Sedang, tampak gelisah
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4V5M6
BB : 12 kg.
1|Sindrom Croup
Tanda Vital :
• Nadi : 130 x/menit
• Suhu : 37,70C
• Respirasi : 44 x/menit
Thorax :
• Pulmo
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (+)
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing +/+, stridor istirahat +/+
• Cor
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : pembesaran jantung (-)
Auskultasi: S1>S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
2|Sindrom Croup
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit normal, nyeri
tekan (-).
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
• Edema ekstremitas superior et inferior (-)
• Akral hangat
• Sianosis (-)
• Capillary refill < 2 detik
D. Assesment
Observasi dsypneu:
o Croup
o Bronchiolitis
o Epiglottitis
o Pneumonia
E. Planning
Diagnostik
o Darah lengkap
o Elektrolit
o Foto Thorax
Terapi
Supportif
o Infus D5 ¼ NS 1100 cc/24 jam
o O2 4L/menit
Kausatif
o Injeksi tridicef 3x400 mg
o Nebulizer ventolin 3x1 amp
Simptomatik
o Injeksi kalmethasone 3x1/4 amp
o Injeksi norages 3x125 mg
o Injeksi zantadin 3x1/4 amp
Monitoring
o Keadaan umum, vital sign, efek samping obat, infus
3|Sindrom Croup
Edukasi
o Istirahat cukup
Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 13,9 % 20-40 # Lym 2,6 103/mm3 0,6-4,1
% Mon 6,4 % 1-15 # Mon 1,2 103/mm3 0,1-1
% Gra 79,7 % 50-70 # Gra 15,6 103/mm3 2-7
4|Sindrom Croup
Hasil Pemeriksaan Foto Thorax tanggal 20/11/2013
Kesan :
1. Gambaran infiltrate di perihiler dan pericardial sinistra
2. Besar cor normal
3. Sistema tulang intact
5|Sindrom Croup
HASIL FOLLOW UP
TANGGAL S O A P
20/12/2013 o Sesak nafas (+) o Tampak lemah Sindrom Diagnostik : -
(ICU) o Batuk Croup
menggonggong (↓) o Tanda vital : Terapi :
o Demam (+) N: 142x/mnt Supportif
o Batuk/pilek (-) RR: 44 x/mnt o Infus D5 ½ NS
o Menggigil (-) S: 37,2˚C 1100 cc/24 jam
o Mual/muntah (-) o O2 4L/menit
o Nyeri perut (-) o Kepala dan leher : Kausatif
o BAK/BAB normal. CA -/-, SI -/- o Injeksi tridicef
o Makan/minum Sianosis (-) 3x400 mg
sedikit Dsypneu (+) o Nebulizer
o Lemas (+) Nafas cuping ventolin 3x1 amp
hidung (-) Simptomatik
Retraksi (↓) o Injeksi
Pembesaran kalmethasone
KGB (-) 3x¼ amp
o Injeksi zantadine
o Thorax : 3x¼ amp
Paru: o Injeksi norages
A: SDV +/+, 3x125 mg
Wh ↓/↓, Rh ↓/↓, Monitoring
stridor ↓/↓ o Keadaan umum
Jantung: o vital sign
A: S1 > S2 reg, o ESO
murmur (-) o infus
Edukasi
o Abdomen : o Istirahat cukup
I: cekung
A: Bising usus
(+)
P: supel , nyeri
tekan (-)
P: timpani
o Ekstremitas :
Edema (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Turgor kulit dbn
6|Sindrom Croup
TANGGAL S O A P
21/12/2013 o Batuk o Tanda vital : Sindrom Diagnostik : -
(bangsal) menggonggong (↓) N: 130x/mnt Croup
o Sesak nafas (↓) RR: 32 x/mnt Terapi :
o Demam (-) S: 36,8˚C Supportif
o Batuk/pilek (-) o Infus D5 ½ NS
o Menggigil (-) o Kepala dan leher : 1100 cc/24 jam
o Mual/muntah (-) CA -/-, SI -/- o O2 4L/menit (kp)
o Nyeri perut (-) Sianosis (-) Kausatif
o BAK/BAB normal. Dsypneu (↓) o Injeksi tridicef
o Makan/minum Nafas cuping 3x400 mg
sedikit hidung (-) o Nebulizer
o Lemas (+) Retraksi (↓) ventolin 3x1 amp
Pembesaran stop
KGB (-) Simptomatik
o Injeksi
o Thorax : kalmethasone
Paru: 3x¼ amp
o Injeksi zantadine
A: SDV +/+,
Wh ↓/↓, Rh ↓/↓, 3x¼ amp
stridor ↓/↓ Monitoring
o Keadaan umum
Jantung:
A: S1 > S2 reg, o vital sign
murmur (-) o ESO
o infus
o Abdomen : Edukasi
I: cekung o Istirahat cukup
A: Bising usus
(+)
P: supel , nyeri
tekan (-)
P: timpani
o Ekstremitas :
Edema (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Turgor kulit dbn
7|Sindrom Croup
TANGGAL S O A P
22/12/2013 o Batuk o Tanda vital : Sindrom Diagnostik : -
(bangsal) menggonggong (↓) N: 130x/mnt Croup
o Sesak nafas (-) RR: 28 x/mnt Terapi :
o Demam (-) S: 37,0˚C Supportif
o Batuk/pilek (-) o Infus D5 ½ NS
o Menggigil (-) o Kepala dan leher : 1100 cc/24 jam
o Mual/muntah (-) CA -/-, SI -/- o O2 4L/menit (kp)
o Nyeri perut (-) Sianosis (-) Kausatif
o BAK/BAB normal. Dsypneu (-) o Injeksi tridicef
o Makan/minum Nafas cuping 3x400 mg
sedikit hidung (-) Simptomatik
o Lemas (-) Retraksi (-) o Injeksi
Pembesaran kalmethasone
KGB (-) 3x¼ amp
o Injeksi zantadine
o Thorax : 3x¼ amp
Paru: Monitoring
o Keadaan umum
A: SDV +/+,
Wh -/-, Rh -/-, o vital sign
stridor -/- o ESO
Jantung: o infus
A: S1 > S2 reg, Edukasi
murmur (-) o Istirahat cukup
o Abdomen :
I: cekung
A: Bising usus
(+)
P: supel , nyeri
tekan (-)
P: timpani
o Ekstremitas :
Edema (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Turgor kulit dbn
8|Sindrom Croup
TANGGAL S O A P
23/12/2013 o Batuk o Tanda vital : Sindrom Diagnostik : -
(bangsal) menggonggong (-) N: 128x/mnt Croup
o Sesak nafas (-) RR: 24 x/mnt Terapi :
o Demam (-) S: 36,5˚C Supportif
o Batuk/pilek (-) o Infus D5 ½ NS
o Menggigil (-) o Kepala dan leher : 1100 cc/24 jam
o Mual/muntah (-) CA -/-, SI -/- o O2 4L/menit (kp)
o Nyeri perut (-) Sianosis (-) Kausatif
o BAK/BAB normal. Dsypneu (-) o Injeksi tridicef
o Makan/minum Nafas cuping 3x400 mg
normal hidung (-) Simptomatik
o Lemas (-) Retraksi (-) o Injeksi
Pembesaran kalmethasone
KGB (-) 3x¼ amp
o Injeksi zantadine
o Thorax : 3x¼ amp
Paru: Monitoring
o Keadaan umum
A: SDV +/+,
Wh -/-, Rh -/-, o vital sign
stridor -/- o ESO
Jantung: o infus
A: S1 > S2 reg, Edukasi
murmur (-) o Istirahat cukup
o Abdomen :
I: cekung
A: Bising usus
(+)
P: supel, nyeri
tekan (-)
P: timpani
o Ekstremitas :
Edema (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Turgor kulit dbn
9|Sindrom Croup
TANGGAL S O A P
24/12/2013 o Batuk/pilek (+) o Tanda vital : Sindrom Diagnostik : -
(bangsal) o Batuk N: 128x/mnt Croup
menggonggong (-) RR: 24 x/mnt Terapi :
o Sesak nafas (-) S: 36,5˚C Supportif
o Demam (-) o Infus D5 ½ NS
o Batuk/pilek (+) o Kepala dan leher : 1100 cc/24 jam
o Menggigil (-) CA -/-, SI -/- aff
o Mual/muntah (-) Sianosis (-) o O2 4L/menit (kp)
o Nyeri perut (-) Dsypneu (-) Kausatif
o BAK/BAB normal. Nafas cuping o Injeksi tridicef
o Makan/minum hidung (-) 3x400 mg stop
normal. Retraksi (-) Simptomatik
o Lemas (-) Pembesaran o Injeksi
KGB (-) kalmethasone
3x¼ amp stop
o Thorax : o Injeksi zantadine
Paru: 3x¼ amp stop
Monitoring
A: SDV +/+,
o Keadaan umum
Wh -/-, Rh -/-,
stridor -/- o vital sign
Jantung: o ESO
A: S1 > S2 reg, o infus
murmur (-) Edukasi
o Istirahat cukup
o Abdomen :
I: cekung Obat rawat jalan:
A: Bising usus o alco DMP 3x1
(+)
P: supel, nyeri
tekan (-)
P: timpani
o Ekstremitas :
Edema (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Turgor kulit dbn
10 | S i n d r o m C r o u p
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindroma croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak,
batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres
pernapasan. Gejala yang dapat ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang,
atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup parah biasanya terjadi memburuk
pada malam hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak. “Croup” berasal dari
bahasa Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”. Penyakit ini pertama kali
dikenal pada tahun 1928.
Croup sindrom ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya
terpapar antara usia 6 bulan dan 5-6 tahun. Penyakit ini terdapat sekitar 5% dari
penerimaan rumah sakit dalam suatu populasi. Dalam kasus yang jarang, mungkin
terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua sekitar usia 15 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah
50% anak laki-laki lebih sering daripada perempuan, dan ada peningkatan
prevalensi di musim gugur.
Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi
sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis.
Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus
yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan
obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga
berat.
Croup sindrom terbanyak disebabkan oleh virus yang menyerang saluran
respiratori atas. Virus yang paling sering menyebabkan sindroma croup ini
biasanya adalah Para-influenza tipe 1 virus (HPIV-1) 60%, HPIV-2, 3 dan 4,
influenza A dan virus B, adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan
campak virus. Selain dapat disebabkan oleh virus, croup sindrom ini dapat pula
11 | S i n d r o m C r o u p
disebabkan oleh suatu bakteri. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini
antara lain Corynebacterium diphtheriae, Staphylococcus aureus , Streptococcus
pneumoniae , Hemophilus influenzae , dan Catarrhalis Moraxella.
Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung
menjadi berat bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30%
kasus croup sindrom harus dirawat d Rumah Sakit dan 1,7% memerlukan intubasi
endotrakea. Akan tetapi, setelah kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus
croup yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit menurun drastis, dan intubasi
endotrakea jarang dilakukan.
DEFINISI
KLASIFIKASI
12 | S i n d r o m C r o u p
biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar
kemudian kembali normal.
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan
puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak
berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini
cukup kecil.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan, dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin
dan musim gugur pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis
seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi penyakit
ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh
pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter.
13 | S i n d r o m C r o u p
Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan
dengan pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15% pasien
sindrom croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama5.
ETIOLOGI
Croup sindrom ini biasanya dianggap terjadi karena infeksi virus. Nama
lain menggunakan istilah yang lebih luas, untuk menyertakan laryngotrakeitis
akut, batuk tidak teratur, difteri laring, trakeitis bakteri , laryngotrakeo-bronkitis,
dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Dari macam-macam penyakit tersebut
terdapat kondisi yang melibatkan infeksi virus dan umumnya lebih ringan
sehubungan dengan simptomatologi, akan tetapi terdapat pula yang dikarena
infeksi bakteri dan biasanya dengan tingkat keparahan lebih besar. Selain dapat
disebabkan virus dan bakteri, croup sindrom juga bisa dikarenakan infeksi jamur
yaitu berupa Candida albican1.
Viral
Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human
Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4
terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B,
virus campak , Adenovirus dan Virus pernapasan/Respiratory Syncytial Virus
(RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang sama seperti
laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa (seperti
demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan,
dan respon terhadap pengobatan, juga serupa2.
Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa
antara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan
laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan Corynebacterium
diphtheriae sementara trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan
laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus primer dengan
pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian besar bakteri yang umum terlibat adalah
14 | S i n d r o m C r o u p
Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Hemophilus influenzae , dan
Catarrhalis moraxella2.
Penyebab Lain
Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri, dan
jamur. Terdapat pula penyebab lain yaitu1:
Mekanik
Benda asing
Pasca pembedahan
Penekanan massa ekstrinsik
Alergi
Sembab angioneurotik
PATOFISIOLOGI
15 | S i n d r o m C r o u p
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas2.
MANIFESTASI KLINIS
16 | S i n d r o m C r o u p
Tabel perbandingan antara Viral croup dan Spasmodic croup
Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup
Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun
Gejala prodromal Ada Tidak jelas
Stridor Ada Ada
Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari
Demam Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi
Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam
Riwayat keluarga Tidak ada Ada
Predisposisi asma Tidak ada Ada
DIAGNOSIS
17 | S i n d r o m C r o u p
Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai
dinding dada indrawing.
Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan
pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi
menonjol pada tahap ini.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis
tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan
anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan
diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-
Scan.
18 | S i n d r o m C r o u p
Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara /
steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang
ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral.
Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher.
Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen
subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik
pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen
subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang
menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.
19 | S i n d r o m C r o u p
Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior
Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas
adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar.
Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh
adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan
hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan
gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya
penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini
hanya dijumpai pada 50% kasus saja.
20 | S i n d r o m C r o u p
1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-
camping.
2. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.
3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang
menonjol.
DIAGNOSIS BANDING
Epiglotitis akut
Laringitis
Laringotrakeitis akut
Laringotrakeobronkopneumonitis
TATALAKSANA
Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan
napas. Sebagian besar pasien croup tidak perlu dirawat RS, melainkan cukup
dirawat dirumah. Pasien dirawat di RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala
berikut: anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar stridor progresif, stridor
terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat gejala gawat napas, hipoksemia,
gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan
tidak ada respons terhadap terapi 2,7.
Terapi inhalasi
Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi
jalan napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap
panas, karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan
melembabkan saluran respiratori, akan inflamasi, mengencerkan lender pada
21 | S i n d r o m C r o u p
saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan menenangkan
bagi anak.
Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom
croup, kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat
keadaan pada dengan bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti
laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat ini beberapa pusat kesehatan tidak
merekomendasikan penggunaan terapi uap.
Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi
(coldwater fog) tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk
mengobati croup menguntungkan. Gina dkk.melakukan penelitian RCT dengan
memberikan terapi oksigen lembab (humidifiedoxygen) pada pasien croup derajat
sedang di UGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang
tidak diberikan.
Epinefrin
Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi
kadang-kadang membutuhkan farmakoterapi. Nebulisasi epinefrin telah
digunakan untuk mengatasi sindrom croup selama hampir 30 tahun, dan
pengobatan dengan epinefrin ini menyebabkan trakeostomi hampir tidak
diperlukan.
Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan
sindrom croup sedang-berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan
membutuhkan intubasi, serta pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak
mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin.
Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel
bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju
udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi
nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua
jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
22 | S i n d r o m C r o u p
1. Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis
0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml
salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.
2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek
terapi terjadi dalam dua jam
Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan
mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.
Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi
dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.
Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme
anti radang. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis
ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan
dengan plasebo.
Deksametason
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular
sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-
3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan
penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:
Mengurangi rata-rata tindakan intubasi
Mengurangi rata-rata lama rawat inap
Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.
Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon
dengan dosis 1-2 mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24
RCT) tentang pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian
kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak
ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.
Budesonid
Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya
adalah E2 bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml)
23 | S i n d r o m C r o u p
diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek
terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid
sistemik terjadi dalam satu jam.
Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan
gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan
epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian
budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral.
Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali
pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka
waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi
Candida albicans.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat,
yang tidak responsive terapi lain. Intubasi endotrakeal rnerupakan terapi
alternative selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi
melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya hiperkarbia dan ancaman gagal
napas. Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat peningkatan stridor,
peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada,
sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk
jangka waktu yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi2,7.
Kombinasi Oksigen-Helium
Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra
untuk mengatasi sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta
mempunyai densitas dan viskositas yang rendah. Hal ini sangat membantu
mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan meningkatkan aliran gas dan
mengurangi kerja otot-otot respiratorius. Bila helium dikombinasikan dengan
oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.
Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup beratakan merasa
nyaman dan kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis
24 | S i n d r o m C r o u p
pemberian kombinasi oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi
epinefrin.
Antibiotik
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali
pasien dengan laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai
infeksi bakteri. Pasien diberikan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur.
Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian
sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan pada pasien sindrom croup.
25 | S i n d r o m C r o u p
CROUP
Diagnosis banding
Obstruksi jalan napas yang Aspirasi benda asing
Abnormalitas kongenital
mengancam jiwa
Epiglotitis
Sianosis
Penurunan kesadaran
O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi
adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang
TIDAK YA yang berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak
RAWAT RS
Membaik Tidakmembaik
Dipulangkan bila tidak Evaluasiulang
ada stridor saat istirahat Rawat
Edukasi orang tua pasien Perbaikan
Hubungikonsulen
Evaluasi diagnosis
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian Nebulisasi adrenalin (dosis
kortikosteroid oral/12 jam sama) dan kortikosteroid
Edukasi ortu pasien Sebagian sistemik (dosis sama)
Sediakan penjelasan Persiapkan pelayanan untuk
tertulis untuk dokter umum tindakan darurat
yang akan follow up Pertimbangkan intubasi
Evaluasi diagnosis
26 | S i n d r o m C r o u p
Komplikasi
Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik2.
27 | S i n d r o m C r o u p
DAFTAR PUSTAKA
28 | S i n d r o m C r o u p