Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab accuired immunodeficiency syndrome
(AIDS). AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun
dilemahkan oleh virus HIV. Sindrom imunodefisiensi yang didapat diartikan sebagai bentuk
paling berat dari keadaan sakit terus-menerus yang berkaitan dengan infeksi human
immunodeficiency virus (HIV). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari kelainan ringan
dalam respons imun tanpa tanda-tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi
yang berat yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan
kelainan malignitas yang jarang terjadi.
Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun
2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun 2010 terdapat 34 juta
orang, dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara, di kawasan itu kasus
infeksi baru mencapai 70 persen, di Afrika Selatan 5,6 juta orang terinfeksi HIV, di Eropa
Tengah dan Barat jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara
kumulasi ada 73 ribu orang, kawasan Asia Pasifik merupakan urutan kedua terbesar di
dunia setelah Afrika Selatan dimana terdapat 5 juta penderita HIV/AIDS. Menurut World
Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 3,5 juta orang di
Asia Tenggara hidup dengan HIV/AIDS. Beberapa Negara seperti Myanmar, Nepal dan
Thailand menunjukkan Tren penurunan untuk infeksi baru HIV, hal ini dihubungkan salah
satunya dengan diterapkannya program pencegahan HIV/AIDS melalui program Condom
use 100 persen (CUP). Trend kematian yang disebabkan oleh AIDS antara tahun 2001
sampai 2010 berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah sejumlah
orang meninggal karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi 90.000, di Timur Tengah dan
Afrika Utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia Timur juga meningkat dari
24.000 menjadi 56.000.
Di Indonesia sendiri menurut data Kemenkes, sejak tahun 2005 sampai September
2015, terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat dari laporan layanan konseling
1
dan tes HIV. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa
Timur (24.104kasus), Papua (20.147 kasus), Jawa Barat (17.075 kasus) dan Jawa Tengah
(12.267 kasus). Kasus HIV Juli-September 2015 sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko
penularan HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (46,2 persen)
penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (3,4 persen), dan LSL (Lelaki sesama
Lelaki) (24,4 persen).
Maka dari itu melihat betapa banyaknya kasus HIV/AIDS di Indonesia maupun di dunia
muncul gagasan untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai materi Konsep Masalah
Kesehatan Asuhan Keperawatan dengan gangguan HIV/AIDS. dan dari latar belakang
tersebut penyusun mengambil kasus tersebut sebagai bahan penyusunan makalah
Keperawatan Medikal Bedah 2 dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan HIV/AIDS.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Dengan selesainya makalah ini mahasiswa dapat membuka wawasan mengenai
konsep asuhan keperawatan dengan gangguan HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami tinjauan mengenai HIV/AIDS yang meliputi pengertian,
tipe-tipe HIV dan cara penularan HIV/AIDS
b. Mengetahui dan memahami Patofisiologi HIV/AIDS
c. Mengetahui dan memahami Manifestasi klinik pada penderita HIV/AIDS
d. Mengetahui dan memahami evaluasi diagnostic untuk HIV/AIDS
e. Mengetahui dan memahami proses keperawatan pada klien dengan gangguan
HIV/AIDS

C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menguraikannya dalam tiga bab, yaitu Bab I adalah
Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan. Bab II adalah Tinjauan Teoritis tentang konsep asuhan keperawatan dengan
gangguan HIV/AIDS. Pada bab ini penulis menguraikan menjadi lima subbab, yaitu subbab
2
pertama mengenai tinjauan HIV/AIDS, subbab kedua mengenai Patofisiologi HIV/AIDS,
subbab yang ketiga mengenai Manifestasi Klinik HIV/AIDS, subbab yang ke empat
mengenai Evaluasi Diagnostik untuk HIV/AIDS, serta subbab yang kelima mengenai Proses
keperawatan pada klien dengan gangguan HIV/AIDS. Sedangkan Bab III adalah
kesimpulan. Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari pembahasan materi makalah ini.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

TENTANG KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN HIV/AIDS

A. Tinjauan
1. Pengertian HIV/AIDS

HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab accuired immunodeficiency


syndrome (AIDS). AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system
imun dilemahkan oleh virus HIV. Sindrom imunodefisiensi yang didapat diartikan
sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus-menerus yang berkaitan dengan
infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai
dari kelainan ringan dalam respons imun tanpa tanda-tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi yang berat yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang
dapat membawa kematian dan kelainan malignitas yang jarang terjadi.

2. Tipe-tipe HIV
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV 1 adalah virus HIV yang pertama diidentifikasi oleh Luc Moontainer di Institut
Pasteur Paris, tahun 1983. HIV-2 berhasil di isolasi dari pasien Afrika Barat tahun 1986
(Levinson W, Jawetz E, 2003). HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di
dunia, sementara HIV-2 kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2
berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes yang ditemukan
di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari
Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun ( Price SA, Wilson LM, 2006). HIV-1 adalah yang
lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan
infeksi HIV di seluruh dunia. HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika Barat.

4
Kedua spesies berawal di Afrika Barat dan tengah, menular dari primata ke manusia
dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
3. Cara Penularan
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B. Pada homoseksual
pria, anal intercourse atau anal manipulation akan meningkatkan kemungkinan trauma
pada mukosa rectum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV
lewat secret tubuh. Hubungan seksual ini dengan partner bergantian juga turut
menyebarkan penyakit ini. Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita
infeksi HIV juga merupakan bentuk penularan yang terus tumbuh secara bermakna.
Penularan melalui pemakai obat intravena terjadi lewat kontak langsung darah
dengan jarum yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit relatif
kecil,efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi
tersebut akan meningkatkan risiko penularan. Darah dan produk darah, yang mencakup
transfuse yang diberikan pada penderita hemophilia, dapat menularkan HIV kepada
resipien. Namun demikian,risiko yang berkaitan dengan transfuse kini sudah banyak
berkurang sebagai hasil dari pemeriksaan serologi yang secara sukarela diminta sendiri,
pemrosesan konsentrat factor pembekuan dengan pemanasan,dan cara-cara inaktivasi
virus yang semakin efektif. Virus HIV dapat pula ditularkan in utero dari ibu kepada
bayinya dan kemudian melalui air susu ibu.

B. Patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang
menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan asam deoksiribonukleat (DNA) Virion HIV (partikel virus yang lengkap
yang dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru
yang terpancung dimana p24 merupakan komponen structural yang utama .
Sel-sel CD4+ mencakup monosit,makrofag dan limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat dengan
membran sel t4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
kedalam sel t4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal dengan reverse

5
transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas ganda). DNA ini akan disatukan
kedalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen.
Aktivasi sel yang terinfeksidapat dilaksanakan oleh antigen,mitogen,sitokin (TNF
alfa atau interleukin atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV ;
cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya,
pada sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi
dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam plasma
darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag menjadi reservoir HIV sehingga virus tersebut
dapat tersembunyi dari system imun dan terangkat ke seluruh tubuh lewat system ini untuk
menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung
molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya. Replika virus ini akan
berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan
limfoid . Ketika system imun testimulasi, replika virus akan terjadi dan virus tersebut
menyebar ke dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+
yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukan bahwa system imun pada infeksi HIV
lebih aktif daripada yang diperkirakansebelumnya sebagaimana dibuktikan oleh produksi
sebanyak dua milyar limfosit CD4+ per hari Keseluruhan populasi sel-sel CD4+ perifer akan
mengalami “pergantian (turn over)” setiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi yang
lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan
dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau system imunnya
terstimulasi. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama berpuluh
tahun; kendati demikian ,sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap
menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam waktu sepuluh tahun sesudah
orang tersebut terinfeksi.
Dalam respon imun,limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting,yaitu;
mengenali antigen yang asing,mengaktifkan limfosit B yang memproduksi limfokin dan

6
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4
terganggu,mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan
malignansiyang timbul sebagai akibat dari gangguan system imun dinamakan infeksi
oportunistik.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pnyakit AIDS menyebar luas pada dasarnya mengenai setiap sistem
organ.
1. Respiratorius
a. Pneumonia Carinii Pneumocystic. Gejala napas pendek, sesak napas (dipsnea),
batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunistik.
PCP ini terjadi sebanyak 60% pada pasien AIDS dan 80% pada pasien yang
terinfeksi HIV. PCP awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa namun sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme ini merupakan jamur (Fungus).
Jamur ini menginvasi dan berpoliferasi dalam alveoli pulmonalis sehingga terjadi
konsolidasi parenkim paru.
b. Komplek mycrobacterium avium. Penyakit kompleks mycrobacterium avium muncul
sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien – pasien AIDS. Kompleks
Mycrobacterium avium yaitu suatu kelompok baksil tahan asam biasanya dapat
menyebabkan Tuberkuosis (TB) yang cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan
infeksi HIV. Penyakit TB yang terjadi tidak adanya respon terhadap tes kulit
tuberkulin.karena sistem kekebalan yang sudah terganggu.
2. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal pada penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan,
mual, vomitus, kandidiasis oral serta esofagus dan diare. Gejala gastrointestinal dapat
berhubungan langsung dengan efek HIV pada sel – sel yang melapisi intestinum.
Kandidiasis oral ditandai dngan bercak – bercak putih seperti krim dalam rongga mulut.
Jika tidak diobati kandidiasis oral akan berlanjut dengan menegenai esofagus dan
lambung. Sindrom pesulitan, yaitu pnyakit peyerta HIV yang ditandai dengan penurunan
Berat badan sebanyak 10% yang disebakan oleh diare kronis selam 30 hari.

7
3. Kanker
Terjadinya kanker disebabkan oleh adanya stimulasi HIV terhadap sel – sel kanker yang
sedang tumbuh atau berkaitan dengan difisiensi kekebalan yang memungkinkan substansi
penyebab kanker seperti virus, untk mengubah bentuk sel - sel rentan menjadi sel – sel
malignan. Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignitas yang berkaitan dengan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe. Secara khas ditandai dengan lesi kulit dibagian
ekstermitas bawah pada laki – laki umumnya penyakit sarkoma kaposi ini terjadi pada
pasien yang melakukan transplantasi organ. Sarkoma kaposi epidemik paling sering
ditemukan pada biseksual dan homoseksual.
4. Neurologik
Diperkirakan ada 80% dari semua pasien AIDS yang mengalami bentuk kelainan
neurologik tertentu selama perjalan infeksi HIV. Koplikasi neurologik meliputi fungsi
saraf sentral, perifer dan autonom. Gangguan fungsi neurologik dapat terjadi akibat efek
langsung HIV pada jaringan sistem saraf, infeksi oportunis, neoplasma primer atau
metastatik, perubahan serebrovaskuler, ensefalopati metabolik atau komplikasi sekunder
karena terapi. Ensefalopati HIV, Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS yang
merupakan akibat dari infeksi HIV secara langsung. Sel – sel otak yang terinfeksi HIV
didominasi oleh sel – sel CD4 + yang berasal dari monosit dan makrofag. Infeksi HIV
akan memicu toksin atau limfokin yang mengakibatkan disfungsi seluler atau
mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang menyebabkan kerusakan seluler. Ditandai
dengan penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Manifestasi dini
yaitu mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
5. Struktur Integumen
Infeksi oportunis sperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri yang merusak integritas kulit. Penderita AIDS juga
dapat menimbulkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit mengelupas dan
kering dengan dermatitis atopik seperti ekzema atau psoriasis.
6. Manifestasi Klinis khusus pada wanita
Kandidiasi vagina yang persisten atau rekuren dapat menjadi tanda pertama yang
menunjukkan infeksi HIV pada wanita. Ulkus genitalis yang terjadi sebelumnya atau

8
sekarang meruoakan faktor resiko bagi enularan infeksi HIV. Wanita dengan infeksi HIV
lebih rentan terhadap ulkus genitalis serta kondiloma akuminata (venereal Warts) dan
akan mengalami peningkatan kekambuhan pada kedua penyakit kelamin tersebut. Pada
wanita yang menderita infeksi HIV akan terdapat insidn yang lebih tinggi untuk
terjadinya abnormalitas menstruasi yang mencakup amenore, atau perdarahan pervagina
diantara saat –saat haid bila dibandingkan dengan wanita tanpa infeksi HIV.

D. Evaluasi Diagnostik
1. Tes Laboratorium
2. Tes Antibodi HIV
a. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
b. Pemeriksaan western blot
c. Indirect immunofluorescence Assay (IFA)
d. Radioimmunoprecipitation assay (RIPA)Tabel pemeriksaan labolatorium untuk
mengdiagnosis serta melacak virus HIV dan system imun
Pemeriksaan Hasil pada Infeksi HIV

Tes Antibodi HIV

a. ELISA - Hasil tes yang positif dipastikan

dengan Western blot

b. Western blot - Positif

c. Indirect Immunofluorescence assay - Hasil tes yang positif dipastikan

(IFA) dengan Western blot

d. Radioimmunoprecipitation (RIFA) - Positif, lebih spesifik dan

sensitive daripada Western blot

Pelacakan HIV

a. Antigen p24 - Positif untuk protein virus yang

bebas

9
b. Reaksi rantai polymerase - Deteksi RNA atau DNA virus

(PCR;polymerase chain reaction) HIV

c. Kultur sel mononuclear darah - Positif kalau dua kali uji-kadar

perifer untuk HIV-1 (assay) secara berturut-turut

mendeteksi enzim reverse

transcriptase atau antigen p24

dengan kadar yang meningkat.

d. Kultur sel kuantitatif - Mengukur muatan virus dalam

sel.

e. Kultur plasma kuantitatif - Mengukur muatan virus lewat

virus bebas yang infeksius dalam

plasma

f. Mikroglobulin B2 - Protein meningkat bersamaan

dengan berlanjutnya penyakit

g. Neopterin serum - Kadar meningkat dengan

berlanjutnya penyakit.

Status Imun

a. # sel-sel CD4+ - Menurun

b. % sel-se CD4+ - Menurun

c. Rasio CD4:CD8 - Rasio CD4:CD8 menurun

d. Hitung sel darah putih - Normal hingga menurun

e. Kadar immunoglobulin - Meningkat

f. Tes fungsi sel CD4+ - Sel-sel T4 mengalami penurunan

10
kemampuan untuk bereaksi

terhadap antigen.

g. Reaksi sensitivitas pada tes kulit - Menurun hingga tidak terdapat.

E. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Mencakup pengenalan faktor risiko yang potensial, termasuk praktik seksual yang
beresiko dan penggunaan obat IV. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai,.
Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama.
Berikut adalah aspek yang harus dinilai diantaranya :
a. Status nutrisi
Menanyakan riwayat diet dan mengenai faktor-faktor yang dapat mengganggu
asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan.
Kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai.
Penimbangan BB, pemeriksaan BUN, protein serum, albumin, dan transferin akan
memberikan parameter status nutrisi yang objektif.
b. Kulit dan membran mukosa
Diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi.
Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulserasi, dan adanya
bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis. Daerah perianal
harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare
yang profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme yang infeksius.
c. Status respiratorius
Mendeteksi adanya gejala batuk, produksi sputum, napas yang pendek, ortopnea,
takipnea dan nyeri dada. Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus
diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto ronsen toraks, hasil
pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru.
d. Status neurologis
Menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat serta waktu
dan ingatan yang hilang. Pasien juga dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik

11
(perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstermitas) serta
gangguan motorik (perubahan gaya berjalan, paresis atau paralisis) dan serangan
kejang.
e. Status cairan dan elektrolit
Memeriksa kulit serta membran mukosa untuk menetukan turgor dan
kekeringannya. Peningkatan rasa haus, penurunan keluaran urin, tekanan darah
rendah dan penurunan tekanan sistolik. Gangguan keseimbangan elektrolit seperti
penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida dalam serum
secara khas akan terjadi karena diare hebat.
f. Tingkat pengetahuan
Mengetahui tentang penyakitnya dan cara penularannya harus di evaluasi. Tingkat
pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap
diagnosis penyakit AIDS merupakan informasi penting yang harus digali. Reaksi
pasien bermacam macam mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu,
menarik diri dari pergaulan sosial dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien
menghadapi sakitnya dan riwayat stres utama yang pernah dialami sebelumnya
kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan
dukungan kepadanya harus diidentifikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diare b.d. kuman patogen usus dan infeksi HIV
b. Bersihan saluran napas tidak efektif b.d. pneumonia pneumocytis carinii (PCP),
peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang
menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, b.d. penurunan asupan oral
d. Isolasi sosial b.d. stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur
isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang lain.
e. Risiko terhadap infeksi b.d. imunodefisiansi.
f. Kurang pengetahuan b.d. cara-cara mencegah penularan HIV dan perawatan
mandiri.
3. Intervensi
a. Diare b.d kuman pathogen usus dan infeksi HIV

12
Tujuan: Mendapatkan Kembali kebiasaan defekasi yang lazim
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
Kaji kebiasaan defekasi Memberikan dasar untuk 1. Kebiasaan defekasi
normal pasien evaluasi kembali normal
Kaji terhadap diare Mendeteksi perubahan 2. Melaporkan penurunan
(frekuensi, konsistensi pada status, episode diare dank ram
dan nyeri) kuantitaskehilangan abdomen
cairan dan memberikan 3. Mengidentifikasi dan
dasar untuk tindakan menghindari makanan
keperawatan selanjutnya. yang mengiritasi
Dapatkan kultur feses Untuk mengidentifikasi traktus gastrointestinal
mikroorganisme 4. Menunjukan kultur
patogenik feses normal
Anjurkan untuk: 5. Menggunakan obat
b. Pertahankan a. Menurunkan stimulasi sesuai ketentuan
pembatasan makanan usus 6. Menunjukan turgor
dan cairan kulit normal, membram
c. Hindari merokok b. Nikotin bertindak mukosa lembab,
sebagai stimulant usus haluaran urin adekuat,
dan tidak ada rasa haus
d. Hindari iritan usus berlebihan
c. Mencegah rangsangan
seperti makanan
pada usus dan distensi
berlemak, sayuran
abdomen
mentah dan kacang-
a.
kacangan
Kolaborasi pemberian anti Menurunkan spasme dan
spasmodic antikolinergis motilitas usus
atau obat-obatan lain
sesuai ketentuan
Pertahankan masukan Mencegah hipovolemia
cairan sedikitnya 3 liter

13
kecuali jika
dikontraindikasikan
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d pneumonia pneumocystis, peningkatan sekresi
bronkial, dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat kelemahan dan keletihan
Sasaran: bersihan jalan napas membaik
Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan
Kaji dan laporkan tanda Menunjukan fungsi 1. Mempertahankan
dan gejala perubahan pernapasan abnormal bersihan jalan napas
status pernapasan normal:
Dapatkan sampel sputum Membantu dalam - Frekuensi napas ±
untuk pemeriksaan identifikasi organisme 20 kali permenit
labolatorium patogenik - Pernapasan tidak
Berikan perawatan paru Mencegah stasis sekresi sulit dan tidak
(batuk, napas dalam, dan meningkatkan menggunakan otot
drainase postural dan bersihan jalan napas bantu pernapasan
vibrasi) dan cuping hidung
Bantu pasien dalam Memudahkan pernapasan - Kulit berwarna
mengambil posisi powler merahmuda tanpa
atau semi powler sianosis
Anjurkan beristirahat Memaksimalkan 2. Melaporkan penurunan
secara adekuat pengurangan energy dan kesulitan pernapasan
mencegah keletihan 3. Menunjukan posisis
berlebihan yang tepat dan
Lakukan pengisapan Membuang secret bila mempraktikan drainase
trakeal sesuai kebutuhan pasien tidak bisa postural
melakukannya 4. Menunjukan penurunan
Berikan terapi oksigen Meningkatkan kekentalan secret
sesuai dengan kebutuhan availabilitas oksigen 5. Melaporkan
peningkatan
kemudahan dalam
batuk efektif.

14
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
Sasaran: perbaikan status nutrisi
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
Kaji terhadap malnutrisi Memberikan pengukuran 1. Melaporkan
objektif terhadap status peningkatan napsu
nutrisi makan
Dapatkan riwayat diet Memastikan kebutuhan 2. Menyatakan
termasuk makanan yang terhadap pendidikan pemahaman kebutuhan
disukai dan tidak disukai nutrisi dan membantu nutrisi
serta intoleransi makanan intervensi individual 3. Melaporkan
Kolaborasi dengan ahli Memudahkan perencanaan peningkatan masukan
gizi untuk menentukan makan diet
kebutuhan nutrisi klien 4. Melaporkan penurunan
Kolaborasi dengan dokter Memperbaiki dukungan kecepatan turunnya
untuk pemberian nutrisi nutrisi bila pasien tidak berat badan
enteral atau parenteral dapat mengkonsumsi
jumlah yang cukup peroral
d. Isolasi social b.d penyakit, menarik diri dari system dukungan, dan rasa takut
terhadap oranglain
Sasaran: penurunan rasa isolasi social
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
Kaji pola interaksi pasien Menetapkan dasar unutk 1. Menunjukan minat
yang lazim intervensi individual dalam peristiwa,
Observasi terhadap Isolasi social dapat aktivitas dan
perilaku idikatif isolasi dimanifestasikan dalam komunikasi
social seperti penurunan beberapa cara 2. Memahami cara-cara
interaksi dengan pencegahan penularan
oranglain, bermusuhan, HIV/AIDS dan
ketidakpatuhan, afek menjelaskan pada
sedih, dan menyatakan oranglain sambil

15
perasaan ditolak atau memertahankan kontak
kesepian denga keluarga, teman
Berikan Penyuluhan Pengawasan informasi atau kerabat lainnya
mengenai cara yang akurat memperbaiki
pencegahan penularan kesalahan konsepsi dan
HIV/AIDS menghilangkan ansietas
e. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi
Sasaran: tidak ada infeksi
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
Pantau tanda dan gejala Deteksi dini terhadap 1. Melaporkan tidak ada
infeksi infeksi untuk antisipasi demam, menggigil dan
tindakan agan segera diaphoresis
ditangani. 2. Hasil pemeriksaan sel
Pantau jumlah sel darah Peningkatan SDP darah putih dalam batas
putih dikaitkan dengan infeksi normal yaitu 6000-
Pertahankan teknik Mencegah infeksi 10000 /mm3
aseptic bila melakukan nosokomial
prosedur invasif seperti
pungsi vena, kateterisasi
kandung kemih, dan
injeksi

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pencegahan penularan HIV


Sasaran: peningkatan pengetahuan mengenai cara pencegahan penularan penyakit
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
Berikan penkes pada 1. Menunjukan praktik
pasien, keluarga dan seksual yang aman
kerabat tentang 2. Menghindari
pencegahan penularan penggunaan alat-alat

16
HIV/AIDS: intravena bersama
a. Menghindari kontak Risiko infeksi meningkat 3. Melaporkan
seksual dengan bersamaan dengan jumlah pemahaman tentang
pasangan ganda dan pasangan seksual dan cara pencegahan
bila status HIV kontak seksual dengan penularan HIV/AIDS
pasangan tidak pasti orang terinfeksi dapat
memperberat resiko
infeksi
b. Gunakan kondom Menurunkan risiko
selama berhubungan penularan HIV
seksual hindari oral
dan anal
c. Jangan menggunakan Penggunaan alat-alat
obat-obatan intravena intravena bersamaan
yang digunakan beresiko untuk penularan
bersama orang lain HIV/AIDS
d. Wanita yang telah AIDS dapat ditularkan dari
terpajan HIV/AIDS ibu ke anak di dalam
harus berkonsultasi kandungan. ZDV selama
dengan dokter kehamilan membantu
sebelum hamil dan mengurangi penularan
pertimbangkan untuk HIV perinatal.
mengkonsumsi ZDV
bila terjadi kehamilan

17
BAB III

KESIMPULAN

HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab accuired immunodeficiency syndrome


(AIDS). AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun dilemahkan
oleh virus HIV.Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 kebanyakan berada
di Afrika.

Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B diantaranya: Hubungan
heteroseksual, pemakai obat intravena, Darah dan produk darah, dan virus HIV dapat pula
ditularkan in utero. HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan asam deoksiribonukleat (DNA) Virion HIV (partikel virus yang lengkap yang
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang
terpancung dimana p24 merupakan komponen structural yang utama .

Sel-sel CD4+ mencakup monosit,makrofag dan limfosit T4 helper (yang


dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat dengan
membran sel t4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
kedalam sel t4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal dengan reverse
transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas ganda). DNA ini akan disatukan
kedalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Manifestasi klinis pnyakit AIDS menyebar luas pada dasarnya mengenai setiap
sistem organ, yaitu:
1. Respiratorius
2. Gastrointestinal
3. Kanker

18
4. Neurologik
5. Struktur Integumen
6. Manifestasi Klinis khusus pada wanita
Evaluasi diagnostic yang dapat digunakan untuk pasien HIV/AIDS, yaitu:
1. Tes Laboratorium
2. Tes Antibodi HIV
Pemeriksaan Hasil pada Infeksi HIV

Tes Antibodi HIV

e. ELISA - Hasil tes yang positif dipastikan

dengan Western blot

f. Western blot - Positif

g. Indirect Immunofluorescence assay - Hasil tes yang positif dipastikan

(IFA) dengan Western blot

h. Radioimmunoprecipitation (RIFA) - Positif, lebih spesifik dan

sensitive daripada Western blot

Pelacakan HIV

h. Antigen p24 - Positif untuk protein virus yang

bebas

i. Reaksi rantai polymerase - Deteksi RNA atau DNA virus

(PCR;polymerase chain reaction) HIV

j. Kultur sel mononuclear darah - Positif kalau dua kali uji-kadar

perifer untuk HIV-1 (assay) secara berturut-turut

mendeteksi enzim reverse

transcriptase atau antigen p24

19
dengan kadar yang meningkat.

k. Kultur sel kuantitatif - Mengukur muatan virus dalam

sel.

l. Kultur plasma kuantitatif - Mengukur muatan virus lewat

virus bebas yang infeksius dalam

plasma

m. Mikroglobulin B2 - Protein meningkat bersamaan

dengan berlanjutnya penyakit

n. Neopterin serum - Kadar meningkat dengan

berlanjutnya penyakit.

Status Imun

h. # sel-sel CD4+ - Menurun

i. % sel-se CD4+ - Menurun

j. Rasio CD4:CD8 - Rasio CD4:CD8 menurun

k. Hitung sel darah putih - Normal hingga menurun

l. Kadar immunoglobulin - Meningkat

m. Tes fungsi sel CD4+ - Sel-sel T4 mengalami penurunan

kemampuan untuk bereaksi

terhadap antigen.

n. Reaksi sensitivitas pada tes kulit - Menurun hingga tidak terdapat.

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Mencakup pengenalan faktor risiko yang potensial, termasuk praktik seksual yang
beresiko dan penggunaan obat IV. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai,.
20
Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama.
Berikut adalah aspek yang harus dinilai.
2. Diagnosa Keperawatan
g. Diare b.d. kuman patogen usus dan infeksi HIV
h. Bersihan saluran napas tidak efektif b.d. pneumonia pneumocytis carinii (PCP),
peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang
menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih
i. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, b.d. penurunan asupan oral
j. Isolasi sosial b.d. stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur
isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang lain.
k. Risiko terhadap infeksi b.d. imunodefisiansi.
l. Kurang pengetahuan b.d. cara-cara mencegah penularan HIV dan perawatan
mandiri.
3. Intervensi
Intervensi disesuaikan dengan diagnosa keperawatan dan kebutuhan setiap pasien.

21

Anda mungkin juga menyukai