Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

PRAKTIK FARMASI KLINIK DAN RUMAH SAKIT

“HIV”

Karunia Wulan A ( 1720343772 )

Khanza Sari Dewi ( 1720343773 )

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS SETIA BUDI

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

A. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.
Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan tubuh (imunitas) sehingga tubuh menjadi
lemah. Infeksi HIV dapat didefinisikan sebagai individu dengan infeksi HIV sesuai dengan fase klinik
(termasuk fase klinik 4 yang dikenal sebagai AIDS) ang dikuatkan oleh kriteria laboratorium (Iso
Farmakoterapi, 204).

B. Klasifikasi Infeksi HIV Berdasarkan Gambaran Klinik (WHO, 2006)

Klasifikasi Berkaitan Dengan Manifestasi Fase Klinik


Klinik
Tanpa gejala 1
Ringan 2

Lanjut 3
Parah 4

C. FASE KLINIK HIV


Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfa) menetap dan menyeluruh
Fase klinik 2
Penurunan berat badan, (< 10%) tanpa sebab, infeksi saluran pernapasan atas
(sinusitis,tonsilitis, otitis media, faringitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus
mulut berulang, papular pruritic eruptions, seborrhoeik dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
Fase klinik 3
Penurunan berat badan, (< 10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai lebih dari 1
bulan, demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral menetap, tbc
pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalkan pneumonia, empyema
(nanah dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang),
meningitis bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing ulcerative
stomatitis,gingivitis atau peridontitis, anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dL),
neutropenia (< 0,5 x 109/L) dan atau trombositopenia kronik (< 50 x 109/L).
Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneumonia (pneumonia karena
pneumocytis carinii), pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes simplex kronik (orolabial,
genital atau anorektal > 1 bulan), oesophageal candidiasis (atau candidiasis trakea, bronkus
atau paru-paru), TBC ekstrapulmonal, kaposi sarkoma, infeksi sitomegalovirus, toksoplasma
di SSP, HIV enselopati, septisema berulang, limfoma, invasive cervical carcinoma, atypical
disseminated leishmaniasis, symtomatic HIV assosiated nephropathy atau symtomatic HIV
assosiated cardiomyopathy.

D. Patofisiologi Infeksi HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi HIV/AIDS. Penderita
AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200 µL meskipun tanpa ada gejala
yang terlihat atau tanpa adanya infeksi oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan
darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya
atau melalui laktasi.
Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam tahap infeksi. HIV
terutama akan menyerang limfosit CD4, kemudian CD4 akan berikatan kuat dengan gp120 HIV
sehingga gp41 dapat memperantai fusi membran virus ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan
sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp 120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor
CD4. Ko-reseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel
sasaran.
Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag
yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV
bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia seperti sel natural killer (NK), limfosit
B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel mkiroglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah
virus berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks kemudian terbentuk
partikel-partikel virus baru yang terinfeksi.
Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin
mengalami siklus-siklus replikasi menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat
menimbulkan sitopatogenitas beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram).

E. Tahapan Infeksi
F. Diagnosa
 Metode umum untuk menetapkan HIV adalah Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA),
yang mendeteksi antibodi terhadap HIV-1 dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Positif
palsu dapat terjadi pada perempuan yang telah melahirkan beberapa kali, pada yang baru
mendapatkan vaksin hepatitis B, HIV influenza atau rabies, penerima transfusi darah berulang dan
penderita gagal ginjal atau hati atau sedang menjalani hemodialisa kronik.
 Elisa positif diulang dan bila salah satu atau keduanya reaktif, test konfirmasi dilakukan untuk
diagnosa akhir. Uji Western Blot adalah yang paling umum dilakukan untuk test konfirmasi.
 Test beban virus menghitung viremia dengan mengukur jumlah virus RNA. Beberapa cara yang
bisa digunakan yaitu : Transcriptase-Coupled Polymerase Chain Reaction (RT-PCR,branched
DNA) dan Transcription Mediated Amplification.
 Beban virus dapat digunakan sebagai faktor prognosis untuk memonitor perkembangan penyakit
dan efek terapi.
 Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda pengganti perkembangan penyakit. Normal CD4
berkisar antara 500-1600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit.

G. Terapi
 Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus adalah strategi yang sukses pada terapi
HIV. Ada tiga golongan ARV yaitu :
1) Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI)
- Analog nukleosida (NARTI)
- Analog nukleotida (NtARTI)
- Non nukleosida (NNRTI)
2) HIV Protease Inhibitor
3) Fusion Inhibitor
 Bila terjadi kegagalan terapi dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien tidak dapat menoleransi
reaksi obat yang tidak diinginkan maka terapi harus diganti
 Regimen yang direkomendasikan dan perubahan terapi dapat dilihat pada tabel
 Interaksi yang bermakna dapat terjadi dengan beberapa obat ARV.

 Terapi Pada Ibu Hamil


KASUS

Data pasien :

Nama : NY. TS

Usia : 23 tahun

Alamat : Jln Kotak 24

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

BB/TB : kg 40 / 154 cm

Tanggal masuk RS : 15 Agustus 2013

Riwayat Masuk RS :

Pasien merupakan pasien rujukan dari sebuah puskesmas, dengan keluhan demam 38 C sejak 5

hari yll, batuk batuk 2 bulan, candidiasis pada mulut, serta diare. Pasien sedang hamil 10 minggu

P1G0A0. Pasien juga dinyatakan menderita HIV dengan CD4 saat ini 200 sel/mm3 namun belum

mendapat terapi ARV. Pasien mengalami hyperemesis gravidarum, sehingga kondisi lemas,
anemis, turgor turun.

Diagnose : HIV stad 3, Hiperemesis gravidarum, Anemia

Hasil pemeriksaan darah TGL 15 AGUSTUS:

Hb = 8 gr/dL (N = 10=15 gr/dL)

AL = 2500 sel/mm3 (N=6000-17.000 sel/mm3)

HT = 38% (N =30=36%)

Pada pemeriksaan sel darah merah terdapat penurunan ferritin serum

Basophil 0 ( 0-1%)
EOS 1% (1-3%)

NETROFIL 2 %(3-5%)

LIMFOSIT 20%(25-35%)

MONOSIT 3 %(4-6)

Trombosit 100 sel/mm3 (N = 150-400 sel/mm3)

Eritrosit 6.106 sel/mm3 (N= 4-5,5.106 sel/mm3)

Pengobatan yang direncanakan :

1. Kandistatin drop 1x1

2. Fentolin nebulizer 3x sehari

3. Ondansetron iv 1x1 prn

4. ARV Zidovudin 300 mg

5. Asam folat 400 mcg 1x1

PENYELESAIAN KASUS
Form Data Base Pasien Untuk Analisis Penggunaan Obat
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : NY.TS
Umur : 23 Tahun No Rek Medik :-
Tempt/tgl lahir :- Dokter yg merawat : -
Alamat : Jln Kotak 24
Ras :-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Sosial :-
BB/TB : 40 kg / 154 cm
Tgl masuk RS : 15 agustus 2013
Riwayat Masuk RS :

Pasien merupakan pasien rujukan dari sebuah puskesmas, dengan keluhan demam 38 C sejak 5

hari yll, batuk batuk 2 bulan, candidiasis pada mulut, serta diare. Pasien sedang hamil 10 minggu

P1G0A0. Pasien juga dinyatakan menderita HIV dengan CD4 saat ini 200 sel/mm3 namun belum

mendapat terapi ARV. Pasien mengalami hyperemesis gravidarum, sehingga kondisi lemas,
anemis, turgor turun.

Diagnose : HIV stad 3, Hiperemesis gravidarum, Anemia

Kegiatan Keterangan
Pola makan/diet
- Vegetarian -
Merokok -
Meminum Alkohol -
Meminum Obat herbal -

Keluhan / Tanda Umum

Tangga Subyektif Obyektif


l
15 Demam sejak 5 Hb = 8 gr/dL (N = 10=15 gr/dL)
agustus hari yll, batuk AL = 2500 sel/mm3 (N=6000-17.000 sel/mm3)
2013 batuk 2 bulan, HT = 38% (N =30=36%)
candidiasis Pada pemeriksaan sel darah merah terdapat penurunan ferritin
pada mulut, serum
serta diare, Basophil 0 ( 0-1%)
lemas, anemia EOS 1% (1-3%)
NETROFIL 2 %(3-5%)
LIMFOSIT 20%(25-35%)
MONOSIT 3 %(4-6)
Trombosit 100 sel/mm3 (N = 150-400 sel/mm3)
Eritrosit 6.106 sel/mm3 (N= 4-5,5.106 sel/mm3)

RIWAYAT PENYAKIT DAN PENGOBATAN

NAMA PENYAKIT TANGGAL/TAHUN NAMA OBAT


HIV stad 3
Hyperemesis gravidarum
Anemia
ASSESMENT

Problem Medik Subyektif Obyektif Terapi DRP


HIV stad 3 Demam, batuk, T : 38oC Belum di terapi
candidiasis pada AL : 2500
mulut serta diare sel/mm3
HT : 38%
Pada
pemeriksaan sel
darah merah
terdapat
penurunan
ferritin serum
Basophil 0
EOS 1%
NETROFIL 2 %
LIMFOSIT 20%
MONOSIT 3 %
Trombosit 100
sel/mm3
Eritrosit 6.106
sel/mm3
Hiperemesis Lemas Belum diterapi
gravidarum
Anemia Anemis Hb : 8 gr/dl Belum diterapi

PLAN (Care Plan)

a) Gunakan kombinasi terapi ARV yaitu AZT + 3TC + NVP (Zidovidin + Lamivudin +
Nevirapin)
b) Gunakan kandistatin drop 1x1 untuk mengatasi candidiasis pada mulut
c) Gunakan Ondansetron iv 1x1 prn untuk mengatasi hyperemesis gravidarum
d) Gunakan asam folat 400 mcg 1x1 untuk mengatasi anemia dan akukan peninjauan apakah
anemia yang dialami pasien memerlukan transfusi atau tidak
e) Gunakan parasetamol 500 mg 3x sehari untuk mengatasi demam

Rekomendasi Terapi:

Obat Rute Pemberian Dosis Karakter Fisika


Kimia

DAFTAR PUSTAKA

A Service of the U.S. Department of Health and Human Services. HIV and pregnancy (diunduh
November 2015). Tersedia dari: http://aidsinfo.nih.gov

Abbas AK, Lichtman AH. Cellular and molecular immunology. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders;
2003.

Brooks GF, Butel JS, Ornston LN, Jawetz E, Melnick, JL, Adelberg EA, et al. Medical microbiology.
Edisi ke-24. USA: Prentice-Hall International Inc; 2007.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Hauthh JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Williams
obstetrics. Edisi ke-22. USA: McGraw-Hill; 2005.

Greenwood D, Slack R, Peutherer J, Barer M. Medical microbiology: a guide to microbial infections:


pathogenesis, immunity, laboratory diagnosis and control. Edisi ke-17. UK: Churchill Livingstone;
2007.

Goering RV, Dockrell HM, Zuckerman M, Walekin D, Roitt IM, Mims C, et al. Medical microbiology.
Edisi ke-4. China: Mosby Elseiver; 2008. hlm. 261-86.

Kemenkes RI, 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral
Murray RP, Rosenthal KS, Pfaler MA. Medical microbiology. Edisi ke-5. Pennsylvania: Mosby
Elsevier; 2005.

McCutchan A. HIV infection and AIDS pathogenesis (diunduh November 2015). Tersedia dari:
www.hivtraining.ucsd.edu /powerpoint/HIV_AIDS_Pathogenesis_1-04.ppt

Tripathi R, Tyagi S, Chanchal. HIV in obstetrics and gynaecology. Dalam: Gandhi G, Metha S, Batra
S, editor. Infection in obstetrics and gynaecology. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2006.
hlm. 34-55.

Anda mungkin juga menyukai