Anda di halaman 1dari 3

1.1.

3 Kecerdasan Emosional
Goleman (2009:45) menyatakan: “Kecerdasan emosi merupakan
kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki
daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls,
memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan
membina hubungan dengan orang lain” Individu yang mempunyai kecerdasan
emosional yang tinggi akan mampu mengatasi berbagai masalah atau tantangan
yang muncul dalam hidupnya. Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa
kecerdasan emosional sebaiknya mulai di kembangkan sedini mungkin karena
dapat membuat anak mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar atau disukai
teman-temannya di arena bermain.
Penelitian Astuti (2000) menunjukkan bahwa permainan tradisional dapat
meningkatkan kemampuan social. Sedangkan penelitian Mastuti (2002)
menunjukkan bahwa permainan tradisional mampu meningkatkan kemampuan
berempati. Kedua penelitian tersebut mengungkapkan dua ranah dari kecerdasan
emosi melalui permainan tradisional. Kelompok Neo-Piagetians juga menyatakan
bahwa masa anak adalah masa yang tepat untuk mengenalkan berbagai
pengalaman dan pengetahuan baru karena kemampuan memproses informasi
sudah semakin bertambah dibandingkan masa sebelumnya (dalam Santrock,
1995). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masa anak merupakan saat yang
tepat untuk mengenalkan ketrampilan social sehingga lebih peka terhadap
keberadaan dan kebutuhan orang lai, dan cerdas secara emosional. Hal yang sama
juga dinyatakan oleh Goleman (1997) bahwa kecerdasan emosi dapat dibina sejak
masa kanak-kanak.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara
lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan
memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami
perasaan orang lain dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat
digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.

1.1.4 Pendidikan Karakter Usia Dini


Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa.
Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang
pendidikan, baik jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah maupun tinggi. Kebanyakan anak-anak Indonesia dalam memulai
proses masuk ke lembaga pendidikan, mengabaikan pendidikan anak usia dini,
padahal untuk membiasakan diri dan mengembangkan pola pikir anak pendidikan
sejak usia dini mutlak diperlukan.
Pendidikan anak usia dini (paud) adalah “suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut” (pasal 1 butir 14, uu no. 20 th 2003). Kurikulum
pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian siswa, yaitu
pribadi yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab yang hasilnya terlihat
dalam tindakan nyata. Bagaimana mereka diberi pengetahuan dan pemahaman
akan nilai-nilai kebaikan yang universal (knowing the good).
Saat usia dini, lebih mudah membentuk karakter anak. Sebab, ia lebih cepat
menyerap perilaku dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini, perkembangan
mental berlangsung sangat cepat. Oleh karena itu, lingkungan yang baik akan
membentuk karakter yang positif. Karakteristik Anak usia dini pada usia 5-7
tahun yaitu rasa ingin tahu bertambah besar dengan fokus interest pada kegiatan
sosial, science, akademik lainnya. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan
fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Oleh karena itu, banyak
yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age). Pada
masa tersebut merupakan kesempatan bagi orang tua untuk memberikan
pendidikan karekater yang baik bagi anak untuk keberhasilan sang anak (
Wibowo, 2011).
Pada dasarnya dari berbagai teori perkembangan dapat disimpulkan bahwa
masa anak adalah masa yang identik dengan bermain. Dalam bermain pada
umumnya anak terlibat dalam suatu permainan. Misbach (2006:5) menyimpulkan
bahwa permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau
tujuan tertentu, yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam bermain terdapat aktivitas yang
diikat dengan aturan untuk mencapai tujuan tertentu. Rogers & Sawyer’s
(Iswinarti, 2010:6) mengemukakan bahwa hingga pada anak usia sekolah bermain
bagi anak memiliki arti yang sangat penting. Adapun nilai-nilai penting dalam
bermain bagi anak, yaitu sebagai berikut: meningkatkan kemampuan problem
solving pada anak, menstimulasi perkembangan bahasa dan kemampuan verbal,
mengembangkan keterampilan social, dan merupakan wadah pengekspresian
emosi.

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN


Kabupaten Jember adalah salah satu kabupaten yang mendapatkkan
penghargaan Adipura. Penghargaan ini diberikan kepada kota atau kabupaten
yang mendapat predikat sebagai kota terbersih. Cuaca di daerah kota Jember
terbilang cukup panas, karena itu kota jember merupakan kota yang cocok untuk
penanaman tembakau yang memerlukan suhu tinggi. Pada 2 bulan terakhir ini,
Jember mengalami cuaca yang tidak stabil, sehingga menyebabkan kemarau
berkepanjangan. Kemarau panjang ini menyebabkan wabah diare menjangkiti
Kabupaten Jember, Dinas Kesehatan Jember mencatat peningkatan jumlah kasus
diare di 38 pusat kesehatan masyarakat perawatan. Sebagian besar menyerang
anak-anak. Dinkes mencatat pada Mei ada 4.474 kasus diare, Juni ada 4.363
kasus, Juli 4.440 kasus. Lonjakan terjadi pada Agustus menjadi 5.325 kasus.
Sedangkan untuk penyakit lingkungan terbanyak lainnya yang menjangkit daerah
Jember adalah demam berdarah 63 kasus, diare 6 kasus dan 18 kasus scabies.4
—-Penyakit diare merupakan salah satu yang sering terjadi akibat kurang
diperhatikannya kebersihan pengolahan makanan dan bisa menyebabkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat. Kasus diare lebih banyak terjadi akibat makanan yang
mengandung mikroba atau tercemar bakteri. Dilihat dari penyebabnya, dapat
dipastikan para produsen makanan, terutama yang berskala kecil, kurang
memperhatikan higienis dan sanitasi makanan.
Menurut data dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa daerah Jember
merupakan daerah endemik penyakit diare. Kasus tersebut bermula akibat kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar. Jika kita lihat, daerah atau tempat
pengabdian masyarakat yang akan menjadi sasaran oleh mahasiswa berada pada
desa yang cukup terpencil, yaitu di Desa Sruni Kecamatan Jenggawah Kabupaten
Jember. Bisa diketahui juga bahwa kebersihan daerah pedesaan di lingkungan ini
juga terbilang kurang diperhatikan. Terbukti dengan bergabungnya kandang
ternak yang dipelihara oleh masyarakat dengan tempat makan atau dapur
pemiliknya. Jika kandang ternak bergabung dengan dapur atau tempat makan,
maka kehygienisan makanan akan diragukan, karena kotoran ternak akan
mengkontaminasi makanan tersebut. Anak-anak akan menjadi korban dari
kurangnya edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan lingkungan
pada anak usia dini.

Anda mungkin juga menyukai