Tugas Makalah
Tugas Makalah
Puji syukur atas ke khadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Makalah Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan” yaitu Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKN) yang diampu oleh Bapak H.Wuryantoyo,Pd.I.
M.Pd. S. Progam studi Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Nahdlotul Ulama Jepara.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan Makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dan pada kesempatan ini pula penulis haturkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen Bapak H.Wuryantoyo,Pd.I. M.Pd. S. yang telah
membimbing, sehingga Makalah ini dapat selesai dengan baik.
Penulis
2
Daftar isi
Daftar Isi................................................................................................................ 3
i. Kesimpulan................................................................................ 25
ii. Saran-saran ................................................................................ 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa
yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan
dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan
datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau
berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang
berbeda dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh
kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal
ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan
berlaku adil terhadap sesama.
6
kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik dengan nilai-nilai luhur yang
dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai budaya merupakan pedoman
hidup bersama yang tidak tertulis dan merupakan kesepakatan bersama yang
diikuti secara suka rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan
yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan cara
manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-
masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu
sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974). Nilai budaya akan
mempengaruhi pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga
akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia.
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi
pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang dipakai oleh masyarakat
dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan hidup sebenarnya meliputi
bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan
yakni hubungan manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri,
dan hubungan manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro
dikenal istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan
mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
Asal mula pancasila secara formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan
menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat
dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya
sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk
mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh
karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang
telah dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia.
Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian
kualitatif dari gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo
menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi : 1.
Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2.
Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke arah
kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah; 5.
Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
7
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait
dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-
nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu
1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi
kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad,
bertahap dan menggunakan cara yang bermacam-macam; 3. Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945
merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5.
Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6. Pasal-pasal UUD
1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung di dalam
Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7. Maka penafsiran sila-sila
pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga
kelompok (Bakry, 1998: 20) :
Masa Pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September
1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah
Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada
tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada
tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai).
Badan ini baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
8
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik
pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara
Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman
Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa
Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha), sedangkan
anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan
kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan
sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama
pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada
tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan
usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara
Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan
dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi Peri
kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan
kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan
dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai
berikut :
9
budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk
persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin,
antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-
pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah,
rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan
didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara,
2. Hubungan antara negara dan agama,
3. Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan
lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai
Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa
yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi,
Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut
menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila
yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan
internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar
kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi
nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang
berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari
M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka
untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah
panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri atas Sembilan orang yang diketuai
oleh Soekarno, yang kemudian disebut dengan panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea
keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun secara
sistematis:
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani
bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga
dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.
Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17
Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan
merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa
sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI
pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang
disebut dengan piagam Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia
Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
1. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan
anggota yang berjumlah 19 orang,
2. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil.
Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu
dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya
menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945
sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan
Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal
16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan
tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan
dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan
Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:
11
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29
Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila.
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia,
namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah
menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat
proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh
karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18
Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan
Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945).
Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI, kemudian
anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini menyempurnakan
kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam
membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil
mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan
menetapkan (Kaelan, 1993: 43-45) :
1. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa
perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.
2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah
darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD
1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya.
Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
12
pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa
Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
rumusan kelima dalam sejarah perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan
pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu
sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan
menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis
atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini
memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak
terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih
lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945,
yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun
dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara ini lebih lanjut dapat dirinci sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai
dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum Indonesia. Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945. Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan
cita-cita hukum bagi hukum dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai
dasar negara mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk memelihara
budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
13
ii. Pancasila Era Kemerdekaan
14
iii. Pancasila Era Orde Lama (5 Juli 1959 – 11 Maret 1996)
15
o Bahwa berhubungan dengan adanya pernyataan terbesar anggota-
anggota Konstituante tidak menghadiri sidang, maka Konstituante
tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya.
o Bahwa hat demikian ini dapat menimbulkan keadaan ketatanegaraan
yang membahayakah persatuan dan keselamatan negara dan
sebagainya.
o Bahwa negara dengan dukungan dari sebagian besar rakyat
Indonesia dan didorong oleh
keyakinan kami sendiri, kami (Presiden) terpaksa menempuh satu-
satunya jalan untuk \ menyelamatkah negara Proklamasi. ‘
o Bahwa kami (Presiden) berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta
tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu
rangkaian kesatuan konstitusi tersebut.
2. Bagian Diktum, yaitu keputusan yang diambil sebagai hasil kesimpulan
dari pertimbangan- pertimbangan tersebut yaitu:
o Menetapkan perubahan Konstituante.
o Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
o Menetapkan tidak berlakunya lagi UUDS
o Akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya
pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan
daerah dan golongan-golongan.
o Akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya
pembentukan DPAS.
16
anggaran yang bersangkutan. Karena DPR tidak menyetujui rancangan
APBN yang diajukan presiden, maka DPR dibubarkan 1960.
Menteri-menteri diperboiehkan menjabat sebagai ketua MPRS, DPR-
GR.DPA, dan MA. MPRS dan DPR-GR seharusnya menjadi lembaga
perwakilan rakyat yang tugasnya mengawasi jalannya pemerintahan,
malah sebaliknya, yaitu tunduk kepada kebijksanaan presiden.
iv. Pancasila Era Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan.
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur (Kabinet Dwi Kora).
3. Turunkan harga (perbaikan ekonomi).
17
Keputusan Pengemban Super Semar No. 13/1966 (12 Maret 1966) yang
dikuatkan dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (Pembubaran PKI) berisi:
Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas
dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin
menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan;
Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan
rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut,
penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik
dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental,
toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat
dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya.
Romantisme Pelaksanaan P4
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-
nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti
UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan
materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme.
Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level
bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi
hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui
Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
19
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan
UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal
mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu
dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya
dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik
masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya
malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah.
Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan
masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab
setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun
tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan
pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara
pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-
tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam
Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan
Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan
Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber
tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan
“sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda
tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya
hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak
ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan
dalam era Orde Baru.
Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah
dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais.
Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta
merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk suatu tatanan rakyat
Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala
20
bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita
yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan
yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak
terjadi secara general.
21
majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan
UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai
landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam,
maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI
telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan
diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran
dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam
dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat
ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran
dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang
berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun
non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan
arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan
epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara
positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki
persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan
sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami
perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento
Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar
negara dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation
and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
22
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik
dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima
sangat dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut
Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa
Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan
suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa
Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan
realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan
menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan
komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan
dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka
Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD
1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah
secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan
mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri,
masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila
sebagai asas tunggal.
2. Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi.
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,
akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap
ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara
spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala
ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan
sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran
P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin
memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu
perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara
komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat,
Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak
hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus
berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping
menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kronisme.
3. Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini,
bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa
Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara
23
mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila
sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa
dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan
perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu
reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna
Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan
UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat
padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im
sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah
sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk
membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari
depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang
sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka
bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus
berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila
menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi kehidupan
bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti
pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam
melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar berdirinya bangsa
ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan
yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integrative dan relevan.
24
BAB III
PENUTUP
i. Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa
yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan
dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan
datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau
berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang
berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia
berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses
waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan
tonggak sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.
ii. Saran-Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
http///www.google.com
http//Birokrasi.kompasiana.com
http//dokumenqu.blogspot.com
https//www.slideshare.net/DWIAYU2/sejarah-pancasila
http://www.pelajaran.co.id/?s=berlakunya+orde+lama
26