LO 5 Blok 3
LO 5 Blok 3
Jawab:
a. Hepatitis B
Hepatitis adalah peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab hepatitis
yang paling sering adalah virus yang dapat menyebabkan pembengkakan dan
pelunakan hati. Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia. Adapun Hepatitis B, disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB) (Rumini, 2018).
b. Sirosis hepar
Etiologi sirosis hepatis diantaranya virus hepatitis (B,C,dan D), alkohol,
kelainan metabolik, hemakhomatosis, penyakit Wilson, defisiensi
Alphalantitripsin, galaktosemia, tirosinemia, kolestasis, sumbatan saluran vena
hepatika, sindroma Budd-Chiari, payah jantung, gangguan imunitas, toksin dan
obat-obatan, operasi pintas usus pada obesitas, kriptogenik dan malnutrisi
(Budhiarta, 2017).
Sumber:
Budhiarta, D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains
Medis. Vol 8(1). Viewed on 17 December 2019. From https://isainsmedis.id/
index.php/ism/article/viewFile/106/124
Rumini, Zein, U., and Suroyo, R.B. 2018. Faktor Risiko Hepatitis B pada Pasien di
RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Kesehatan Global. Vol 1(1). Viewed on 17
December 2019. From http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg
Sumber:
Budhiarta, D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains
Medis. Vol 8(1). Viewed on 17 December 2019. From https://isainsmedis.id/
index.php/ism/article/viewFile/106/124
Soemaharjo, S. 2015. Hepatitis Virus B, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sumber:
Rumini, Zein, U., and Suroyo, R.B. 2018. Faktor Risiko Hepatitis B pada Pasien di
RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Kesehatan Global. Vol 1(1). Viewed on 17
December 2019. From http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg
Sumber:
Budhiarta, D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains
Medis. Vol 8(1). Viewed on 17 December 2019. From https://isainsmedis.id/
index.php/ism/article/viewFile/106/124
Sumber:
Budhiarta, D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains
Medis. Vol 8(1). Viewed on 17 December 2019. From https://isainsmedis.id/
index.php/ism/article/viewFile/106/124
6. Diagnosis banding?
Jawab:
1. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan suatu penyakit yang berbahaya, karena seseorang yang
menderita penyakit ini lebih banyak tidak menunjukkan gejala yang khas,
sehingga penderita akan mengalami keterlambatan diagnosis. Hepatitis adalah
suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia.
Penyakit ini menyerang semua umur, gender dan ras di seluruh dunia. Hepatitis B
dapat menyerang dengan atau tanpa gejala hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia
mengidap hepatitis B tanpa gejala. Namun demikian, hepatitis B dapat dicegah
dengan memberikan imunisasi. Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin
setelah lahir. Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir harus
berdasarkan apakah ibu mengandung virus hepatitis B aktif atau tidak pada saat
melahirkan. Ulangan imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-
12 tahun. Apabila anak sampai usia 5 tahun belum mendapatkan imunisasi
hepatitis B maka diberikan secepatnya (Rumini, 2018).
2. Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global.
Diperkirakan sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh
HCV. Masa inkubasi hepatitis C umumnya sekitar 6-8 minggu (berkisar antara 2-
26 minggu) pada beberapa pasien yang menunjukkan gejala malaise dan jaundice
dialami oleh sekitar 20-40% pasien. Peningkatan kadar enzim hati (SGPT > 5-15
kali rentang normal) terjadi pada hampir semua pasien. Selama masa inkubasi ini,
HCV RNA pasien bisa positif dan meningkat hingga munculnya jaundice. Selain
itu juga bisa muncul gejala-gejala fatique, tidak napsu makan, mual dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas. Dari semua individu dengan hepatitis C akut, 75-
80% akan berkembangmenjadi infeksi kronis (Soemaharjo, 2015).
3. Varises esofagus
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal
pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika
aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu
ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih
mudah pecah. Ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah dengan kemampuan
pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises). Varises
esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Beberapa keadaan lain yang
juga dapat menyebabkan varises esofagus antara lain gagal jantung kongestif yang
parah, trombosis di vena porta atau vena splenikus, Sarkoidosis, Schistomiasis,
dan Sindrom Budd-Chiari (Budhiarta, 2017).
Sumber:
Budhiarta, D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains
Medis. Vol 8(1). Viewed on 17 December 2019. From https://isainsmedis.id/
index.php/ism/article/viewFile/106/124
Rumini, Zein, U., and Suroyo, R.B. 2018. Faktor Risiko Hepatitis B pada Pasien di
RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Kesehatan Global. Vol 1(1). Viewed on 17
December 2019. From http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg
Soemaharjo, S. 2015. Hepatitis Virus B, Edisi 3. Jakarta: EGC.
7. Rujukan?
Jawab:
Sistem rujukan nasional untuk pasien dengan hepatitis B didesain melibatkan
seluruh komponen kesehatan yang ada di masyarakat Indonesia, dimulai dari FKTP
sebagai garda terdepan hingga Rumah Sakit Umum Daerah tipe A. Setiap komponen
memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda untuk menjamin terlaksananya
tujuan dibentuknya sistem rujukan nasional (Kemenkes, 2015).
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Sebagai lini terdepan, FKTP memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan
HBsAg pada kelompok dengan risiko tinggi maupun pasien dengan tanda dan
gejala klinis yang sesuai. Dokter umum bertugas pada sistem rujukan ini. Apabila
pasien memiliki hasil pemeriksaan HBsAg positif, pasien kemudian segera dirujuk
ke dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah tipe B/C. FKTP
tidak menyediakan obat-obatan antivirus untuk terapi hepatitis B. Pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap dilakukan pada institusi kesehatan yang lebih
tinggi (Fasilitas Kesehatan Tingkat Sekunder/FKTS) (Kemenkes, 2015).
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Sekunder
Fasilitas Kesehatan Tingkat Sekunder diperlengkapi dengan pemeriksaan
penunjang yang lebih lengkap dan beberapa jenis obat antivirus untuk
memberikan tatalaksana kepada pasien hepatitis B yang dirujuk oleh FKTP.
Pemeriksaan penunjang yang wajib disediakan oleh FKTS adalah:
1) USG;
2) Biopsi hati;
3) AFP;
4) Pemeriksaan Laboratorium: ALT, HbeAg, Anti-Hbe, HbsAg (Kemenkes,
2015).
Pemeriksaan DNA VHB kuantitatif dilakukan dengan melibatkan
laboratorium yang terdapat di tiap provinsi. Darah pasien diambil di FKTS ini,
kemudian dikirimkan sesuai dengan 28 protokol pengiriman sampel (Kemenkes,
2015).
Dokter spesialis penyakit dalam diperbolehkan melakukan tatalaksana pada
pasien dengan syarat hasil pemeriksaan HBeAg positif dan nilai DNA VHB yang
rendah (2x104 IU/mL - <2x108 Iuo/mL) pada pemeriksaan praterapi. Pemberian
pegylated interferon hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam
konsultan gastroenterohepatologi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Tersier (FKTT).
Tidak ada obat antivirus yang disediakan untuk anak pada FKTS ini (Kemenkes,
2015).
c. Fasilitas Kesehatan Tingkat Tersier.
FKTT memiliki obat antivirus dan pemeriksaan yang lebih lengkap
dibandingkan dengan FKTS. Pasien dewasa dirujuk dari FKTS apabila terdapat
resistensi, memerlukan pengobatan pegylated interferon, nilai HBeAg negatif,
atau nilai DNA VHB yang tinggi (≥ 2 x 108 IU/mL) pada pemeriksaan praterapi.
Pada anak, pasien dirujuk ke FKTT dan untuk mendapatkan pemeriksaan biopsi
dan tatalaksana sesuai indikasi apabila terdapat peningkatan ALT lebih dari 2 kali
lipat batas atas normal pada pemeriksaan laboratorium di FKTS. Seluruh
pemeriksaan padaFKTS dan pemeriksaan DNA VHB kuantitatif tersedia pada
FKTS ini. Pada FKTS ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultan
gastroenterohepatologi dan dokter spesialis anak konsultan gastroenterohepatologi
bertanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan dan tatalaksana terhadap
pasien hepatitis B yang dirujuk dari FKTS (Kemenkes, 2015).
Sumber:
Kemenkes. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2015 Tentang Penanggulangan Hapatitis Virus. Viewed on 17 December
2019. From https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk532015.
pdf