Laporan Pendahuluan Uc
Laporan Pendahuluan Uc
1
Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung
bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus
besar.
Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus
besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah,
kram perut dan demam.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis
Ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan
rektum yang menyebabkan luka atau lesi dan berlangsung lama.
1.3 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori
tentang apa penyebab kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun
dapat membuktikan secara pas. Penelitian-penelitian telah dilakukan dan
membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan efek
kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis.
Penyebabnya meliputi herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau
gangguan sistem imun. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
1.3.1 Faktor ekstrinsik
1.3.1.1 Diet: asupan makanan cepat saji dan gula telah dihubungkan
pada banyak penelitian dengan kemungkinan menderita
kolitis ulseratif.
1.3.1.2 Infeksi: beberapa peneliti menyatakan bahwa kolitis ulseratif
dapat berhubungan dengan beberapa infeksi saluran cerna
yang disebabkan oleh mikroorganisme E. Coli. Satu teori
menjelaskan bahwa virus measles yang belum dibersihkan
dari tubuh dengan tuntas dapat menyebabkan inflamasi
kronik ringan dari mukosa usus.
1.3.1.3 Obat-obatan: penelitian juga menunjukkan hubungan antara
asupan oral pil kontrasepsi dan kolitis ulseratif dapat
2
menyebabkan pasien menderita serangan apalagi jika
mengkonsumsi antibiotik dan NSAIDs.
Hal yang terpenting adalah meskipun banyak dari orang yang
memakan diet buruk atau mempunyai infeksi E. Coli belum
pasti akan menderita kolitis Ulseratif sehinga dapat
disimpulkan bahwa masih ada sesuatu yang membuat
seseorang menjadi lebih rentan
1.3.2 Faktor intrinsic
1.3.2.1 Gangguan sistem imun: beberapa ahli percaya bahwa adanya
defek pada sistem imun seseorang berperan dalam terjadinya
inflamasi dinding usus. Gangguan ini ada 2 jenis:
a. Alergi: beberapa penelitian menunjukan bahwa
kolitis ulseratif adalah bentuk respon alergi terhadap
makanan atau adanya mikroorganisme di usus
b. Autoimun: penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kolitis ulseatif dapat merupakan suatu bentuk
penyakit autoimun dimana sistem pertahanan tubuh
menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri.
Diantaranya adalah usus besar.
1.3.2.2 Genetik: penelitian terbaru menujukkan bahwa faktor genetik
dapat meningkatkan kecenderungan untuk menderita kolitis
ulseratif.
1.3.2.3 Faktor herediter: adanya anggota keluarga yang menderita
kolitis ulseratif akan meningkatkan resiko anggota keluarga
lain untuk menderita penyakit serupa.
1.3.2.4 Psikosomatik: pikiran berperan penting dalam menjaga
kondisi sehat atau sakit dari tubuh. Setiap stres emosional
mempunyai efek yang merugikan sistem imun sehingga
dapat menyebabkan penyakit kronik seperti kolitis ulseratif.
Terdapat fakta bahwa banyak pasien kolitis ulseratif
mengalami situasi stres berat dikehidupannya
3
1.4 Patofisiologi
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada
kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang
menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal
tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal, namun pada
keadaan yang berat kelainan dapat tejadi pada ileum terminalis dan
appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi
inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini
disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada koln distaldan
rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didaptkan pada penyakit ini, melaikan
dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis
yang reversible.
Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa
pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada
penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan
penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan
kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan,
seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah
menembus dinding kriptus dan menyear dalam lapisan submukosa,
menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas
menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula
tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan
mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak
kehilangan jaringan, protein dan darah.
1.5 Manifestasi Klinis
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,
demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama
serangan, penderita tampak sangat sakit.
4
Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat,
kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu
buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel
darah merah dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang
air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada
rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang
sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang.
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang
paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah
dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat
badannya berkurang.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia
karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama
sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau
penyebaran infeksi.
1.6.2 Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan
dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam
salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan
ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.
Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang
lumpuh. Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut
megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang
5
sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih
meningkat.
Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita
yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang
di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
1.6.3 Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita
kolitis ulserativa yang lama dan berat.
Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita
telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa
menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan
usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi
terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi,
diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop.
Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis
kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan
bertahan hidup.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.7.1 Gambaran radiologi
1.7.1.1 Foto polos abdomen
1) Untuk melihat organ dalam abdomen
2) Mampu memperjelas abnormalitas (massa, tumor,
obstruksi/striktura)
3) Umumnya dilakukan pertama kali ketika mendiagnosis
masalah GI tract.
4) Tidak memerlukan persiapan khusus
5) Pasien memakai gaun, melepas perhiasan & ikat
pingang yang mungkin mempengaruhi hasil
1.7.1.2 Barium enema
6
Barium enema atau lower GI series merupakan
pemeriksaan X-ray pada colon.
1.7.1.3 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah suatu pemeriksaan diagnostik
non invasif dengan menggunakan gelombang frekuensi
tinggi kedalam abdomen. Gelombang-gelombang ini
dipantulkan kembali dari permukaan struktur organ
sehingga komputer dapat menginterprertasikan densitas
jaringan berdasarkan gelombang-gelombang tersebut.
1.7.1.4 CT-scan dan MRI
1.7.2 Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi temuan di kolitis ulseratif meliputi:
a) Hilangnya penampilan vaskular kolon
b) Eritema (atau kemerahan dari mukosa) dan kerapuhan dari
mukosa
c) Ulserasi yang dangkal, yang mungkin anak sungai, dan
d) Pseudopolyps.
1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1.8.1 Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan
selama penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus
dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
1.8.2 Protosigmoidoskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia,
dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa).
Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan
ulkus terjadi pada 35 % bagian ini.
1.8.3 Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi
dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter
infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
1.8.4 Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi
dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh,
karena dapat membuat kondisi eksasorbasi.
7
1.8.5 Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding,
menunjukkan obstruksi usus.
1.8.6 Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah. Masa
protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan
faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.
1.8.7 ESR: meningkat karena beratnya penyakit Trombosis: dapat terjadi
karena proses penyakit inflamasi.
1.8.8 Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit
berat.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Penatalaksanaan Medis
1.9.1.1 Terapi Obat – obatan
Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatif dan
antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi
peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan usus
yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi
defekasi dan kosistensi feses pasien mendekati normal.
Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau
sulfisoxazol (gantrisin) biasanya efektif untuk menangani
inflamasi ringan dan sedang. Antibiotik digunakan untuk
infeksi sekunder, terutama untuk komplikasi purulen seperti
abses, perforasi, dan peritonitis. Azulfidin membantu dalam
mencegah kekambuhan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal
1107-1108).
Pembedahan
Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis
ulseratif bila penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit
diatasi, intervensi bedah biasanya diindikasi untuk kolitis
ulseratif. Pembedahan dapat diindikasikan pada kedua
kondisi untuk komplikasi seperti perforasi, hemoragi,
obstruksi megakolon, abses, fistula, dan kondisi sulit
8
sembuh.(Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007, hal 323-
324)
1.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan
1.9.2.1 Masukan diet dan cairan
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori,
dan terapi suplemem vitamin dan pengganti besi diberikan
untuk memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak- seimbangan
cairan dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi
akibat diare, diatasi dengan terapi intravena sesuai dengan
kebutuhan. Adanya makanan yang mengeksaserbasi diare
harus dihindari. Susu dapat menimbulkan diare pada
individu intoleran terhadap lactose.Selain itu makanan
dingin dan merokok juga dapat dihindari, karena keduanya
dapat meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi parenteral total
dapat diberikan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106-
1107).
1.9.2.2 Psikoterapi
Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan
stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor
ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka
tidak berkabung karena kondisi mereka. (Brunner &
Suddarth, 2002, hal 1108).
1.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolitis Ulseratif
1.10.1 Pengkajian
1. Identitas
1) Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pemeriksaan, diagnosa medis.
2) Identitas penanggung jawab
9
Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama
Biasanya pada klien yang terkena kolitis ulseratif mengeluh
nyeri perut, diare, demam, anoreksia.
3 Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Perdarahan anus, diare dan sakit perut, peningkatan suhu
tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan
penurunan nafsu makan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Untuk menentukan penyakit dasar kolitis ulseratif.
Pengkajian predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi,
imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, dan
tuberculosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian
proferatif.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Vital sign, meliputi
Tekanan darah: Dalam batas normal (120/80 mmHg)
Nadi: Takikardia atau diatas normal (> 100 x/menit)
Suhu: Klien mengalami demam (> 37,5o C )
Respirasi: Dalam batas normal (16- 20 x/menit)
c) Pemeriksaan sistem tubuh
Sistem pencernaan meliputi :
- Terjadi pembengkakan pada abdomen
- Nyeri tekan pada abdomen
- Bising usus lebih dari normal (normalnya 5-35 x/menit)
- Anoreksia
10
Sistem pernafasan: Respirasi normal (16-20 x/menit).
11
e) Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik, diere
lama, iritasi kulit/ jaringan, eksoriasi fisura perirektal;
fistula.
f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan
interpretasi informasi, kurang mengingat, dan tidak
mengenal sumber.
g) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.
h) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
i) Feses berlendir dan bercampur darah berhubungan dengan
terjadinya infeksi dan iritasi pada kolon.
j) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan malnutrisi
dan diare.
1.10.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Diare Setelah diberikan 1. Observasi dan Membantu membedakan
berhubungan asuhan catat frekuensi penyakit individu dan
dengan keperawatan defekasi, mengkaji beratnya episode.
inflamasi, selama ...x 24 jam karakteristik,
iritasi, atau diharapkan diare karakteristik,
malabsorpsi pasien terkontol jumlah, dan faktor
usus. dengan out come: pencetus.
1. penurunan 2. Tingkatkan tirah Istirahat menurunkan
frekuensi baring, berikan alat- motilitas usus juga
defekasi, alat disamping menurunkan laju
konsistensi tempat tidur. metabolisme bila infeksi
kembali normal atau perdarahan sebagai
2.mengidentifikas komplikasi.
i / menghindari
12
factor pemberat. 3. identifikasi Menghindarkan iritan dan
makanan dan cairan meningkatkan istirahat usus.
yang mencetus diare.
13
peningkatan pasien terkontol terlihat. penggantian cairan.
kehilangan dengan out come:
cairan: diare. 1. 2. Observasi kulit Menunjukan kehilangan
Mempertahankan kering berlebihan cairan berlebihan/ dehidrasi.
volume cairan dan membran
adekuat mukosa, penurunan
dibuktikan oleh turgor kulit,
membran mukosa pengisisan kapier
lembab, turgor lambat.
kulit baik, dan
pengisian kapiler 3. Ukur berat badan Indikator cairan dan status
baik. tiap hari. nutrisi.
2. Tanda vital
stabil, 4. Pertahankan Kolon diistirahatkan untuk
keseimbangan pembatasan per oral, penyembuhan dan untuk
masukan dan tirah baring; hindari penyembuhan dan untuk
keluaran dengan kerja. menurunkan kehilangan
urine normal cairan usus.
dalam konsentrasi
jumlah. 5. Observasi Diet tidak adekuat dan
perdarahan dan tes penurunan absorpsi dapat
feses tiap hari untuk menimbulkan defisiensi
adanya darah samar. vitamin K dan merusak
koagulasi, potensial resiko
perdarahan.
14
7. Berikan cairan Mempertahankan istirahat
parenteral, tranfusi usus akan memerlukan
darah sesuai penggantian cairan untuk
indikasi. memperbaiki
kehilangan/anemia.
15
makanan dalam menyenangkan menurunkan
ventilasi yang baik, stress dan lebih kondusif
lingkungan yang untuk makan.
menyenangkan,
dengan situasi tidak
terburu- buru.
16
sesuai indikasi. kembali proses pencernaan.
17
baringpembatasan
masukkan peroral,
dan prosedur
18
khususnya pasien dengan
KU
19
untuk bergerak, pada hubungan verbal untuk
berhati-hati dengan mengidentifikasi
abdomen, menarik luas/beratnya masalah
diri dengan abdomen
dan depresi. Selidiki
perbedaan verbal
dan non verbal
20
9. Observasi distensi Dapat menunjukkan
abdomen, terjadinya obstruksi usus
peningkatan suhu karena inflamasi, edema,
tubuh, penurunan dan jaringan parut
TD
21
interpretasi pemahaman
informasi, terhadap penyakit 3. Kaji ulang obat, Meningkatkan pemahaman
kurang 2.mengidentifikas tujuan, frekuensi, dan kerjasama dalam
mengingat, i stres dosis, dan program penyembuhan
dan tidak 3.berpartisipasi kemungkinan efek
mengenal dalam pengobatan samping
sumber. 4.melakukan
perubahan pola 4. Ingatkan pasien Steroid dapat mengontrol
hidup untuk inflamasi namun dapat
mengobservasi efek menurunkan ketahanan
samping obatbila terhadap infeksi
steroid dberikan
dalam waktu
panjang
22
7 Intoleransi Setelah diberikan 1.Memfasilitasi 1.Dapat membantu pasien
aktifitas asuhan aktivitas yang tidak dalam memenuhi
berhubungan keperawatan dapat pasien kebutuhannya.
dengan selama......x24 lakukan.
keletihan jam diharapkan
pasien mampu 2. Memberi motivasi 2. Motivasi akan memberi
beraktivitas dorongan pasien untuk
dengan kriteria dapat melakukan aktivitas
hasil: kembali.
Klien dapat
beraktivitas 3.Lakukan latihan 3.Mengembalikan
dengan normal gerakan pada pasien kemampuan gerak pasien.
kembali
23
beristirahat
dengan tenang.
24
DAFTAR PUSTAKA
A. Price. S, Wilson. L. M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Buku 1. cetakan 1. 1995. EGC, Jakarta.
Anonim. The Merck Manual of Medical Information, 2nd ed. 2003. Merck & Co
Inc. USA.
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol
2.Jakarta:EGC
Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007. Buku saku keperawatan edisi 5. Jakarta
: EGC.
Ester, Monica.2002.Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta:EGC
Grace A.Pierce & Neil.R.Borley.2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Gelora Aksara
Pratama.
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan
pertama, Jakarta : EGC
Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk. 2008. Endoskopi Gastrointestinal, Jakarta :
Salemba Medika.
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.
Muttaqim, Arif & Sari, Kumala Gangguan Gastrointestinal. 2012. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Moorhouse,Dongoes.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC 2.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Purwono, H. Referat Kolitis Ulseratif. 2005. FK UII bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Smeltzer,Suzanne.2002.keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.Edisi 8 .Jakarta
EGC
Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009. Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
25