Di Susun Oleh :
Denie Tresna Sanubari, S.Ked
NPM 12310100
Pembimbing :
dr.H.Denny Raharjo Sp.S
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD CIAMIS TAHUN 2016
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
dalam menyelesaikan referat yang berjudul Carpal Tunnel Syndrome. Referat ini disusun sebagai
bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami dalam mengikuti program studi profesi
dokter di bagian Ilmu saraf Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati periode Juli
– Agustus 2016.
Adapun tujuan dari penulisan ini dalam rangka mengikuti Kepanitraan Klinik Ilmu
Saraf, RSUD Ciamis, Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.
Penulis menyadari kekurangan dalam penyusunan referat ini, penulis mengharapkan
segala masukan baik berupa saran maupun kritik membangun dari para pembaca dalam
rangka meningkatkan kualitas refarat ini .
Demikianlah referat ini disusun, kiranya dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Carpal tunnel terletak di bagian bawah pergelangan tangan yang terdiri dari
tulang-tulang carpal di median, dorsal, dan sisi lateral dan terselubungi secara ventral
oleh flexor retinaculum.
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau disebut juga entrapment neuropathy adalah
keadaan dimana nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga
menimbulkan rasa nyeri, parastesia, dan kelemahan pada pergelangan tangan. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma repetitif akibat
paparan okupasi berkelanjutan.
Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin
dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. CTS lebih umum
dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun). Resiko untuk
menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa.
Sindrom ini biasanya timbul pada orang-orang yang sering bekerja
menggunakan tangan, seperti memeras baju, orang yang sering bertepuk (guru
TK), pengendara motor, mengetik, olahraga taichi, sering bermain game.
Ras kaukasia memiliki resiko tertinggi terkena CTS jika dibandingkan dengan ras
yang lain. Perempuan beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki dengan tingkat
perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 – 60 tahun. Hanya sebesar 10% kasus CTS
yang dilaporkan ditemukan pada usia yang lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum
perempuan diduga memiliki ukurang canalis carpi yang lebih kecil dibandingkan kaum
laki – laki.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan.
Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang
dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot –
otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus
medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal
proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam
pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.
5
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg membentuk N.
medianus berasal dari saraf spinal C5-C8 dan Th
1 dari pleksus brakhialis, dibentuk oleh cabang
lateralis fasciculus medialis dan cabang medial
dari fasciculus lateralis dimana kedua cabang
tersebut bersatu pada tepi bawah M. Pectoralis
minor.
7
tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan
pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
2.3 Epidemiologi
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah entrapment
neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus mengalami tekanan pada
saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit
ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral
tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada
2
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.
Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173
per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht,
Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-
jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk
menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS.
2.4 Etiologi
Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat
berkontribusi sebagai penyebab, yaitu :
a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu seperti
diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan.
b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi umum
d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat meningkatkan
tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS
f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan tangan
g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang
pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat yang menimbulkan
getaran
h. Faktor keturunan
9
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan tangan secara
berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan tangan, sehingga tekanan
CT meningkat dari pada tangan dengan posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan tulang baru yang
berlebihan pada Colles fracture Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena
fragmen tulang patah atau ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan “Muscle Belly”
dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran pembuluh darah sehingga
terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt di daerah
tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.
Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya
aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu
nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel
ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut
(mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus
berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar
menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema
sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi
Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus akan
menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di tusuk –
tusuk pada daerah carpal
Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya aliran
darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan pada terowongan
sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan
pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang
meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam
akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung selama 8 jam maka
akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat
transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel kapiler maka akan
11
semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan sehingga oedema makin
menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat dan
oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium. Perineurium
lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan.
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko Anda mengalami CTS, yaitu:
Faktor keturunan.
Menurut penelitian, CTS bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Jika ada anggota keluarga
Anda yang menderita CTS, risiko Anda mengalaminya akan meningkat. Meski hingga kini
tidak diketahui bagaimana dan kenapa bisa terpengaruh oleh faktor keturunan.
Cedera pada tangan bisa menjadi penyebab munculnya CTS, misalnya terkilir dan tulang
retak bisa menyebabkan pembengkakan dan akhirnya memberi tekanan pada saraf
median. Cedera yang terjadi juga bisa mengubah bentuk tulang dan ligamen pada tangan.
Perubahan ini berakibat saraf median terhimpit.
Kehamilan.
Hampir setengah dari wanita hamil mengalami CTS pada masa kehamilan, tapi tidak
diketahui kenapa hal ini bisa terjadi. Kebanyakan kasus CTS pada kehamilan pulih
dengan sendirinya setelah bayi dilahirkan. Wanita yang memasuki masa menopause juga
cenderung mengalami CTS.
Risiko terkena CTS akan meningkat akibat beberapa kondisi medis, seperti diabetes,
hipotiroidisme, obesitas, dan jika mengonsumsi obat untuk kanker seperti exemestane.
Jenis kelamin.
Wanita memiliki lorong karpal lebih kecil daripada pria. Karena itu, CTS lebih cenderung
terjadi pada wanita.
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya
terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial
jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan
mengenai seluruh jari-jari. dua bentuk carpaltunnel syndrome: akut dan kronis.
Bentuk akut mempunyai gejaladengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh
kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejalabaik disfungsi
sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri
proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome. Keluhan parestesia biasanya lebih
menonjol di malam hari.
13
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari
sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak - gerakkan tangannya atau dengan
meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila
penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan
dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktumenggenggam. Pada tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot -otot thenar ( oppones pollicis dan abductor pollicis brevis ).dan
otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.
2.6 Diagnosa
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh
beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada
fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi
4
yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa
CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi
maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai
juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai
dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau
menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong
diagnosa CTS.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu
60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis
berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter
di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosa.
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan
berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai
4
kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.
b.Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
4
masa laten motorik.
3. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada
penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan
15
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang
selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan
tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid atau
pun darah lengkap.
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan
hingga saat ini, antara lain:
Nonoperasi
Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa dengan
mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari 2-3 minggu
untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa
meningkatkan tekanan. Bidai biasanya digunakan pada pasien dengan gelaja yang ringan
4,5
sampai sedang yang berlangsung kurang dari 1 tahun.
2. Peregangan (Stretching)
17
dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang CTS, berikut ini adalah gerakan
2,4
peregangan yang bisa dilakukan:
Kepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan ratakan
seluruh jari – jari tangan. Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi gerakan ini sebanyak 5
kali di tiap tangan.
Gerakan 2 : Peregangan
Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang disebabkan oleh
pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu. Dengan menggunakan salah satu
tangan, jari – jari di tangan lain di lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa
nyeri. Hasil dari peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan.
Tahan posisi peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu lepaskan. Lakukan gerakan ini
sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak mengepal dan meregang.
Prosedur fisioterapi ini harus dilakukan secaras pesifik terhadap pola nyeri/gejala dan
disfungsi yang ditemukan. Terapi okupasi memberikan penyaranan ergonomik untuk
mencegah gejala yang semakin parah. Terapi okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui
terapi adaptif tradisional. Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot –
2
otot lengan dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus.
Pemijatan merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan untuk mengobati
gejala CTS. Perengangan dan pelepasan myofascial dapat menghilangkan rasa nyeri, mati
rasa, kesemutan dan nyeri terbakar dalam beberapa menit.
Operasi
Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan. Jika gejala
menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi CTS adalah membelah
19
lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan
nervus di bawahnya akan berkurang.
Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome. Dapat dilihat
adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan tanda kronik CTS.
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome. Dapat
dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal dengan
sebutan pembedahan “pembebasan canalis carpi”. Pembedahan ini sangat
direkomendasikan bagi pasien yang telah mengalami secara konstan dan static mati rasa,
kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa
lagi mengontrol gejala – gejala intermiten CTS.
2.9 Prognosis
Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat
menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan alkohol.
Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator prognosis yang
buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik mengalami resolusi
sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh
perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek
sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan
gangguan trofik.
2.10 Pencegahan
21
BAB III
KESIMPULAN
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) terjadi akibat penekanan nervus medianus di dalam
terowongan karpal. Sindrom ini sering terjadi berulang-ulang. Gejala yang ditimbulkan adalah
rasa baal dan kesemutan, nyeri yang menjalar atau meluas dari pergelangan tangan ke bahu atau
turun ke telapak tangan. Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya carpal tunnel syndrome,
antara lain: obesitas, hipotiroidisme, arthritis, diabetes dan trauma.
Secara klinis CTS didiagnosis dengan kriteria yaitu rasa nyeri yang berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal pada jari I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV
dengan onset terjadi di waktu malam hari atau dini hari. Pada keadaan yang berat, rasa nyeri
dapat menjalar hingga ke lengan atas dan terdapat atrofi pada otot thenar. Penegakan
diagnosis baru dilakukan jika telah dilakukan tes provokasi berupa Tes Phalen dan tes Tinel.
Untuk mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang
menimbulkan rasa baal dan nyeri, perlu dilakukan gerakan meregang pergelangan tangan,
tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal tunnel
syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Edisi kedua. Lange.
2012;h.296-297
4. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123
23