Anda di halaman 1dari 12

APLIKASI RADIOFARMASI DALAM DUNIA KESEHATAN

Disusun oleh:

Nama :WINEY TILLICH WAHYUNI

NPM : 1443057050

MK: RADIOFARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA


JAKARTA
2015

1
BAB I PENDAHULUAN

Teknologi nuklir untuk kemanusiaan telah terbukti sebagai salah satu teknologi yang
dapat memberi manfaat bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Peningkatan
kesejahteraan manusia melalui pemanfaatan teknologi nuklir telah diimplementasikan dalam
berbagai bidang diantaranya bidang kesehatan, pertanian, hidrologi, industri dan energi.
Teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka, serta pemanfaatan operasi siklotron,
harus senantiasa ditingkatkan pengembangan dan pendayagunaannya agar dapat
memenuhi kebutuhan pemakai. Pengembangan teknologi produksi radioisotop dan
radiofarmaka diarahkan pada inovasi produk berdayaguna tinggi dan strategis sehingga
dapat dimanfaatkan langsung dalam bidang kesehatan, industri dan bidang-bidang lain.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melakukan penelitian dan pengembangan
teknologi radioisotop dan radiofarmaka. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka
penguasaan teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka serta teknologi siklotron yang
kompetitif dan berdayaguna untuk kesejahteraan bangsa.
Di bidang kesehatan bahkan satu macam produk radioisotop dapat dikembangkan
dalam berbagai bentuk sediaan radiofarmaka untuk menangani beragam kasus medis
seperti proses fisiologi, biokimia, patologi dan farmakologi berbagai macam obat yang tidak
dapat atau sulit ditangani dengan teknik non-nuklir.
Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran, sebetulnya telah dimulai semenjak
tahun 1936 pada waktu John Lawrence et al. Menggunakan fosfor-32 untuk terapi.
Walaupun dimulai untuk terapi, tetapi penggunaan radioisotop selanjutnya hampir 90%
ditujukan untuk diagnosis, dan sebagian besar telah dalam bentuk senyawa bertanda.
Penggunaan teknologi radioisotop di Indonesia berkembang pesat selama dua
dasawarsa terakhir ini, ditandai dengan pertumbuhan jumlah institusi domestik yang
membutuhkan ketersediaan radioisotop dan menggunakannya untuk berbagai macam
kegiatan dan tujuan. Apabila dalam tahun 1985 tercatat sekitar 36 institusi domestik
pengguna sediaan radioisotop, dalam tahun 1989 jumlah tersebut telah meningkat sekitar
dua kali lipat dan menjadi sekitar 300 pada tahun 1999. Secara spesifik, fasilitas kedokteran
nuklir yang berjumlah sebanyak 6 fasilitas pada tahun 1985 telah meningkat menjadi 11
fasilitas pada tahun 1990 dan pada tahun 1999 tercatat tidak kurang dari 18 fasilitas
kedokteran nuklir di seluruh Indonesia, sebagian besar ada di Pulau Jawa.
Radioisotop dapat diperoleh melalui iradiasi neutron atau iradiasi partikel bermuatan.
Iradiasi neutron dilakukan di dalam reaktor nuklir sebagai penghasil neutron. Sedang iradiasi
partikel bermuatan dilakukan di fasilitas siklotron. Pada proses iradiasi, bahan sasaran
target harus sesuai dan tahan terhadap kondisi iradiasi, misalnya tahan terhadap panas.
Oleh karena itu, harus dilakukan pemilihan bentuk kimia sasaran. Pemilihan bentuk kimia

2
sasaran ini juga perlu mempertimbangkan kemudahan proses pasca iradiasi, misalnya
kemudahan dalam pelarutan dan pemisahan. Dalam beberapa tahun terakhir, BATAN telah
berhasil membuat berbagai jenis radioisotop dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki,
baik reaktor nuklir maupun siklotron.

A. Pengertian Radioisotop
Dalam Pengertiannya radioisotop adalah zat radioaktif yang selalu memancarkan
sinar (partikel) radioaktif (α, β,γ, . . .) secara spontan dan terus menerus sampai habis.
Partikel yang dipancarkan itu mempunyai energai dan dapat dideteksi dengan detector
(pencacah). Energinya dapat sebagai sumber energi dan partikel tersebut dapat dipakai
sebagai penelusuri jejak (tracer) suatu proses. Alur proses pembuatan radioisotop
tersebut adalah seperti terlihat pada skema di bawah ini.

Berdasarkan ilmu farmasi serta pengetahuan teknik nuklir dapat diracik sediaan
obat yang mengandung zat radioaktif yang secara spesifik dapat mencapai organ tubuh
tertentu, dikenal dengan nama radiofarmaka yaitu sediaan obat yang salah satu atau
lebih unsur kimianya digantikan dengan zat radioaktif dan dapat digunakan untuk tujauan
diagnosis suatu penyakit ataupun pengobatan. Radiasi yang dipancarkan oelh zat

3
radioaktif merupakan alat bantu para ahli medis dalam menelusus dalam menelusuri
dimana zat tersebut berada.
1. Sinar alfa ( α )
Sinar alfa merupakan radiasi partikel yang bermuatan positif. Partikel sinar alfa sama
dengan inti helium -4, bermuatan +2e dan bermassa 4 sma. Partikel alfa adalah
partikel terberat yang dihasilkan oleh zat radioaktif. Karena memiliki massa yang
besar, daya tembus sinar alfa paling lemah diantara diantara sinar-sinar radioaktif.
2. Sinar beta ( ß )
Sinar beta merupakan radiasi partikel bermuatan negatif. Sinar beta merupakan
berkas elektron yang berasal dari inti atom. Sinar beta paling energetik dapat
menempuh sampai 300 cm dalam uadara kering dan dapat menembus kulit. Karena
sangat kecil, partikel beta dianggap tidak bermassa sehingga dinyatakan dengan
notasi
3. Sinar gamma (γ )
Sinar gamma adalah radiasi elektromagnetek berenergi tinggi, tidak bermuatan dan
tidak bermassa. Sinar gamma dinyatakan dengan notasi. Sinar gamma mempunyai
daya tembus.
B. Pemilihan radioisotop
Secara umum, faktor yang harus dipehatikan dalam pemilihan radioisotop untuk
pemilihan radioisotop untuk pemakain pada manusia adalah tidak toksik (tidak beracun),
mudah diproduksi dan murah.
Di samping itu, pemilihan jenis radioisotop begantung pula pada tujuan pemakaian
radiofaramaka tersebut. Untuk tujuan diagnosis lebih banyak digunakan radioisotop
pemancar γ murni dengan waktu paro yang relatif singkat serta energi yang rendah,
sedangkan untuk pengobatan internal dipilih radioisotop pemancar α atau β. Pengertian
waktu paro suatu radioisotop adalah waktu yang menyatakan bahwa setelah waktu
tersebut maka radioaktivitas akan menurun menjadiradioaktivitas akan menurun menjadi
setengah daru setengah dari radioaktivitas semi radioaktivitas semula dana akan terus
menurun untuk waktu berikutnya.
C. Radiofarmaka
Radiofarmaka merupakan senyawa radioaktif yang digunakan dalam bidang
kedokteran nuklir,baik untuk tujuan diagnosis maupun pengobatan. Berdasarkan cara
penggunaannya, radiofarmaka dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu secara in vivo
dan in vitro. Dalam perkembanagan dunia kedokteran, khususnya kedokteran nuklir,
penggunaan radiofarmaka semakin meningkat dan penggunaan sediaan ini merupakan
penunjang dalam diagnosis ataupun pengobatan secara konvensional.

4
Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu radiofarmaka antara lain
sebagai berikut :
1. Toksisitasnya rendah.
2. Pembuatan dan penggunaannya mudah.
3. Lebih spesifik untuk penyakit tertentu atau terakumulasi pada organ tertentu.
4. Tingkat bahaya radiasi pada manusia rendah.
5. Untuk visualisasi eksternal (in vivo) sebaiknya merupakan sinar γ (gamma) murni
dengan energi 100-400 keV.
6. Harga relatif murah.
D. Pengunaan Radiofarmaka secara in vivo
Radiofarmaka diberikan ke dalam tubuh penderita dengan cara suntikan, ditelan atau
dihisap, dengan tujuan diagnosis atau pengobatansuatu penyakit.
1. Tujuan diagnosis
Pemeriksan dilakukan untuk mengevaluasi morfologi dan fungsi suatu organ.
Hingga saat ini radiofarmaka yang banayak digunakan adlah dalam bentuk senyawa
bertanda teknesium-99m, yangmerupakan radioisotop ideal utuk diagnosis karena
mempunyai waktu paro yang relatif singkat (6 jam) dengan energi yang relatif rendah
(140 keV) serta pemancar γ murni. Dengan berkembangnya teknologi pengadaan
99
radioisotop teknesium-99m, yaitu dapat diperoleh dengan sistem generator Mo-99m
Tc yang pemisahannya dapat dilakukan di rumah sakit, maka radiofarmaka yang
menggunakan radioisotop tersebut dapat dibuat dalam bentuk kit kering yaitu
radiofarmaka setengah jadi yang dikemas secara terpisah dengan
radioisotop/radionuklidanya. Secara prinsip, radiofarmaka yang dimasukkan ke dalam
tubuh akan diangkut oleh darah dan didistribusikan ke organ tubuh yang diinginkan
misalnya ginjal, jantung, hati, dan lain-lain, sesuai dengan jenis radiofarmaka yang
digunakan. Dengan metode pencitraan menggunakan alat tertentu mialnya kamera
gamma akan diperoleh gambaran organ yang memberikan informasi mengenai
morfologi dan fungsi dari organ tersebut. Pemeriksaan fungsi organ ini merupakan
keunggulan dari kedokteran nuklir terhadap metode diagnosis yang lain seperti sinar
–X, ultrasonografi. Selain itu, akibat radiasi yang ditimbulkan oleh suatu radiofarmaka
umumnya jauh lebih kecil dari pada pemeriksaan dengan sinar-X

5
BAB II ISI

Berikut adalah beberapa contoh aplikasi radioisotop sebagai perunut:

Jenis Radiofarmaka Organ Pemakaian


99M
Tc-MIBI, 99MTc-Tetrofosmin, Jantung, Payudara, Fungsi ventrikel, volume,
99M
Tc-teboroksim seluruh tubuh kanker
99M
Tc-DTPA, Ginjal Fungsi, perfusi, tumor/kista
99M 99M
Tc-Glukonat, Tc-MAG-3,
99M
Tc-Glukoheptonat,
131
I-Hipuran, 203Hg-klormerodrin
99M
Tc-ECD, 99MTc-HMPAO, Otak Tumor, abses, Ensefatis
99M
Tc-Prektenetat
99M
Tc-pirofosfat, 99MTc-MDP, Tulang Infeksi/radang, tumor/kanker,
99M
Tc-HEDSPA, 99MTc-STPP metabolisme
99M 99M
Tc-HIDA, Tc-Sulfur koloid, Hati Aliran darah, abses,
99M
Tc-fitat infeksi/radang
99M
Tc- perteknetat Kelenjar tiroid Fungsi, nodule, Infeksi,
kanker
99M
Tc-metionin, 75Se-selenometioni Pankreas Tumor/infeksi
99M 99M
Tc-Perteknetat, Tc-sulfur Lambung Infeksi, tumor/kanker
koloid
99M
Tc-leukosit, 99MTc-sulfur koloid, Limpa Infeksi/peradangan
99M
Tc-RBC denaturasi
99M
Tc-MAA, Xe-133, Kr-81m, Paru-paru Emboli, enfisema, infeksi,
99M
Tc-DTPA fungsi dan peredaran darah
Teknetum-99 (Tc-99) yang disuntikkan kedalam
pembuluh darah akan akan
diserap terutama oleh
jaringan yang rusak pada
organ tertentu, seperti
jantung, hati dan paru- paru.
Sebaliknya, TI-201 terutama
akan diserap oleh jaringan
sehat pada organ jantung.
Oleh karena itu, kedua

6
radioisotop itu digunakan
bersama-sama untuk
mendeteksi kerusakan
jantung.
Iodin-131 diserap terutama oleh kelenjar
gondok, hati dan bagian-
bagian tertentu dari otak. Jika
I-131 ini dimasukkan ke
dalam tubuh dalam dosis
yang kecil, maka I-131 ini
akan masuk k dalam
pembuluh darah traktus
gastrointestinal lalu I-131akan
melewati kelenjar tiroid yang
kemudian akan
menghancurkan sel-sel
galandula tersebut. Hal ini
akan memperlambat aktifitas
dari kelenjar tiroid dan dalam
beberpa kasus dapat
merubah kondisi tiroid. Oleh
karena itu, I-131 dapat
digunakan dalam menditeksi
kerusakan pada kelenjar
gondok, hati dan untuk
menditeksi tumor otak
Iodin-123 (I-123) adalah radioisotop lain dari
Iodin. I-123 yang
memancarkan sinar gamma
yang digunakan untuk
menditeksi penyakit otak.
Natrium-24 (Na-24) digunakan untuk menditeksi
adanya gangguan peredaran
darah. Larutan Nacl yang
tersusun atas Na-24 dan Cl
yang stabil disuntikkan ke

7
dalam darah dan aliran darah
dapat diikuti dengan
mendeteksi sinar yang
dipancarkan, sehingga dapat
diketahui jika terjadi
penyumbatan aliran darah.

Contoh aplikasi radioisotop sebagai sumber radiasi :


1. Teknik Pengaktifan Neutron
Teknik nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh
terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil
(Co, Cr, F, Fe, Mn, Se, Si, V, Zn, dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda
konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada siftanya yang tidak merusak dan
kepekaannya yang sangat tinggi. Disini contoh bahan biologik yang akan diperiksa
ditembaki dengan neutron.
2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan
radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang
diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium
dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat osteoporosis
yang sering menyerang wanita pada usia menopause sehingga menyebabkan tulang
mudah patah.
3. Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3d-Crt)
Terapi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit
radiasi telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik
elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa
perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi.
Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah
dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat
keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi
bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan
paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi
3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan dengan radiasi
pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit
dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini,
bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target.

8
4. Sterilisasi radiasi.
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat
digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional a)
Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme. b) Sterilisasi radiasi
tidak meninggalkan residu bahan kimia. c) Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat
tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan
cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan
masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit. Prinsip sterilisasi adalah membebaskan
alat tersebut dari semua jasad hidup terutama jasad renik (mikroba). Secara umum teknik
sterilisasi dapat dibagi menjadi 2 bagian (Nurlaila, 2002):
a) Sterilisasi panas menggunakan uap dan tekanan atau suhu 170°C.
b) Sterilisasi dingin dengan menggunakan cara kimia atau cara radiasi Alat kedokteran
kebanyakan berbahan plastik sehingga tidak tahan terhadap sterilisasi panas, untuk
itu dilakukan sterilisasi cara radiasi menggunakan radioisotop. Alat-alat kedokteran
yang disterilkan dengan cara radiasi harus tahan terhadap dosis radiasi yang
digunakan. Bila bahan tersebut terurai karena radiasi maka hasil urainya tidak
berpengaruh negatif. Jenis radiasi yang dapat digunakan untuk sterilisasi terdiri dari:
1) Radiasi pengion yang dapat berupa gelombang elektromagnetik (sinarγ, sinar-X
dan dapat pula berupa partikel β)
2) Radiasi non pengion misalnya sinar ultraviolet, infra merah, ultra sonik dan
lainnya
Besarnya dosis untuk sterilisasi tergantung pada jumlah, jenis dan daya tahan mikroba
yang mencemari, akan tetapi umumnya dosis yang digunakan adalah 25 kGy. Alat
kedokteran yang disterilkan dengan cara radiasi harus tahan terhadap dosis radiasi yang
digunakan.
5. Metode Terapi
Saat ini, telah ada beberapa terapi menggunakan radioisotop yang dapat
dikatagorikan ke dalam nanomedicine. Salah satunya adalah penggunaan CNT. Mereka
menggunakan lensa dilapisi dengan carbon nanotube (CNT) untuk mengkonversi cahaya
dari laser untuk gelombang suara terfokus. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
sebuah metode yang bisa menghancurkan tumor atau bagian tubuh lainnya yang sakit
tanpa merusak jaringan yang sehat.
Para peneliti sedang menyelidiki penggunaan nanopartikel bismut untuk
memfokuskan radiasi yang digunakan dalam terapi radiasi untuk mengobati tumor-kanker.
Terapi ini sedang dikembangkan untuk menghancurkan tumor kanker payudara. Dalam

9
metode ini, antibodi ditarik oleh protein yang diproduksi oleh sel kanker payudara setipe
yang melekat pada nanotube, yang menyebabkan nanotubeberakumulasi di tumor. Sinar
inframerah dari laser diserap oleh nanotube dan menghasilkan panas yang dapat
menghancurkan tumor.
6. Terapi tumor atau kanker
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik
sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor
ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat
dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut.
7. Medical Imaging
Medical imaging menggunakan sinar-X didasarkan pada perbedaan daya tembus
sinar-X pada materi yang berbeda. Sedangkan pada nuclear medicine, medical imaging
lebih didasarkan pada interaksi level molekul antara senyawa atau gugus atom tertentu
dengan sel atau jaringan. Misalnya senyawa 2- methoxy-isobutyl-isonitrile (MIBI) untuk
jantung, diethylene tetramine penta acetate (DTPA) dan hexamethylpropylene amine
oxime (HMPAO) untuk otak, DTPA untuk ginjal, hepatoiminodiacetic acid (HIDA) untuk
hati dan hydroxy methylene diphosphonate (HMDP) untuk tulang.

10
KESIMPULAN

Penggunaan aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan sangat menunjang


para ahli medis untuk mengambil keputusan dalam mendiagnosis suatu penyakit serta
dapat dipakai untuk pengobatan.
Diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat karena dari
hasil pencitraan dapat dievaluasi keadaan struktur morfologis, maupun anatomis dan
fisiologis suatu organ serta tidak memberikan rasa sakit.
Pemakaian zat radioaktif untuk maksud diagnosis serta pengobatan penyakit
relatif aman selama memenuhi aturan yang telah ditentukan baik mengenai dosis
maupun penanganannya.
Efek radiasi yang dipancarkan radioisotop dapat digunakan untuk sterilisasi
bahan dan peralatan yang menunjang segi kesehatan serta dapat digunakan sebagai
pengobatan dan terapi berbagai penyakit dalam organ tubuh. Teknik nuklir memberikan
manfaat dan andil yang cukup besar dalam menunjang program kesehatan masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Atika, Dien. 2015. “Aplikasi Radioisotop dalam Dunia Kedokteran”.


http://www.academia.edu/6642225/Aplikasi_Radioisotop_Dalam_Bidang_Ked
okteran?login=&email_was_taken=true (diakses tanggal 15 Maret 2015).

Nurlaila, Z. 2015. “Penggunaan Teknik Nuklir dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan
Sterilisasi Serta Resikonya Bagi Kesehatan.pdf”. (diakses tanggal 15 Maret
2015).

12

Anda mungkin juga menyukai