Anda di halaman 1dari 1

Pasifisme Bukan Satu-Satunya Jalan

Rabu 4 September 2019, sesi perkuliahan SPI Fatahillah Angkatan 10 kembali digelar di markas
INSISTS (Institue for the Study of Islamic Thought and Civilizations) di Kalibata Utara, Jakarta.
Pada sesi kedua yang mengupas topik Ghazwul Fikr ini, pemateri sekaligus pendiri SPI, Akmal
Sjafril membuka perkuliahan dengan menekankan pentingnya poin agresi pada bab perang
pemikiran.

Ghazwul Fikr yang berarti perang pemikiran didefinisikan sebagai konfrontasi terencana musuh-
musuh islam untuk menaklukkan umat muslim secara ideologis, melalui upaya penyusupan ke
dalam dengan meracuni pikiran umat islam. Akmal menjelaskan bahwa selayaknya makna
definitif perang, artinya kita selaku muslim juga perlu menyiapkan strategi untuk menyerang
balik.

Beliau kemudian mengilustrasikan bahwa kesalahan yang umum terjadi di kalangan umat
muslim adalah dengan menyikapi upaya-upaya serangan semacam ini semata-mata dengan
respon pasifis seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW di Thaif ketika upaya dakwah
nabi disana direspon dengan pelecehan dan penghinaan. Pada dalil Thaif ini, diriwayatkan bahwa
ketika nabi didatangi oleh Jibril yang menawarkan untuk menimpakan dua gunung kepada
masyarakat Thaif sebagai azab balasan atas penghinaan yang nabi terima, nabi justru
menolaknya dan meresponnya dengan kesabaran, pemberian maaf dan mendoakan yang terbaik.

“Tidak semua musuh islam mesti direspon dengan dalil Thaif. Ketika sudah menyerang islam,
kita harus mampu melawan,” tegas Akmal yang juga merupakan salah satu pendiri Gerakan
Indonesia Tanpa JIL ini. Beliau kemudian menyampaikan bahwa cara-cara pasifisme melalui
pembiaran dan sekedar mendoakan bukanlah satu-satunya respon terbaik yang dapat dilakukan
umat muslim karena konteks kebaikan dalam islam juga beragam.

Kontribusi melalui karya ilmiah dan tulisan yang mampu menyanggah dan menguak kesesatan
logika dari pemikiran-pemikiran yang salah ini merupakan cara-cara nyata yang dapat ditempuh
umat muslim dalam perlawanan merespon perang pemikiran ini, demikian pungkasnya.
(Malysha Restu)

Anda mungkin juga menyukai