Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Tulang
A. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia.
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
1. Tulang Panjang (Femur, Humerus)
Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung
yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebutlempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di
lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh
jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan
habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang Pendek (Carpals)
Bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat.

3
4

3. Tulang Pendek Datar (Tengkorak)


Terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous.
4. Tulang Yang Tidak Beraturan (Vertebrata)
Sama seperti dengan tulang pendek.
5. Tulang Sesamoid
Merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi
dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah
sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuliyang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakanperiosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
5

memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan


ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga
sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).

II. Konsep Dasar Medis Fraktur Ekstremitas atas


A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
atau osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga
disebabkan karena kecelakaan (Mansjoer, 2010). Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price, 2013). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer &
Bare, 2012).
Fraktur ekstrermitas atas adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak
atau patahnya tulang-tulang pada ekstermitas atas yang utuh biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma.
6

B. Klasifikasi
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan Sifat Fraktur (Luka Yang Ditimbulkan
a. Faktur Tertutup (Closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound)
Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Fraktur Humeri
Fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun
tidak langsung.
a. Fraktur suprakondilar humerus
Fraktur ini ini dibagi menjadi jenis ekstensi dan fleksi. Jenis
ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi
dan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi. Jenis
fleksi biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan
dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit
fleksi.
Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus tipe ekstensi dan
fleksi dibuat atas dasar derajat displacement.
1) Tipe I undisplaced
2) Tipe II partially displaced
3) Tipe III completely displaced
7

b. Fraktur interkondiler humerus


Fraktur yang sering terjadi adalah fraktur kondiler lateralis dan
fraktur kondiler medialis humerus.
c. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di
bawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah
tuberkulum).
3. Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula Adalah merupakan cedera yang seringterjadi akibat
hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu
akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.
a. Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Neer
(1968), yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok
1) Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang
klavikula(insidensi kejadian 75-80%).
a) Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b) Umumnya terjadi pada pasien yang muda
2) Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-
25%) Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament
coracoclavicular yakni (yakni, conoid dan trapezoid).
a) Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa
adanya perpindahan tulang maupun ganguan ligament
coracoclevicular.
8

b) Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang,


danligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.
c) Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak
ataupunkedua-duanya.
d) Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula
yangmelibatkan AC joint.
e) Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum,
sedangkanfragmen proksimal berpindah keatas.
f) Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa
fragmen.
3) Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal
(5%). Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera
neurovaskuler
4. Fraktur Antebrachii
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi
di tulang radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung seperti
kecelakaan atau pun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada anak
biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah
masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii
pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna
sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.
a. Klasifikasi Fraktur antebrachii
Menurut Mansjoer (2010), jenis fraktur antebrachii yaitu:
1) Fraktur Colles
Fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung bawah
radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan
berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di
9

tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi). Fraktur ini terjadi


dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur distal
mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas
seperti “sendok makan” (dinner fork deformity).

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur


ekstensi dari radius distal.Namun yang paling sering digunakan
adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini
maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe yaitu:
a) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
b) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
10

c) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio


karpal
d) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radio karpal
e) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio
ulnar
f) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radio ulnar
g) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi
radiokarpal dan sendi radioulnar
h) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi
radio karpal dan sendi radio ulnar
2) Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles,
dengan angulasi ke arah anterior (volar) dari fraktur radius.
Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.
11

3) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai
dislokasi sendi radius ulna distal. Gambaran klinisnya
bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur.Bila ringan
nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat,
biasanya terjadi pemendekan lengan bawah.Pada fraktur ini
tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi kedorsal. Pada
pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
12

4) Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal
ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini
dapat terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Penyebabnya
biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang
tangkis.Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi gaya yang terjadi
mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi dan pada tipe
fleksi, gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.

5) Fraktur Barton volar


Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur
Smith. Reduksi biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi,
tetapi karena garis patah tulang miring reposisi yang dicapai
biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang pembedahan akan
lebih baik hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk reposisi
secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan
13

pertumbuhan. Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang


secara terbuka.Dengan atau tanpa reposisi operatif dapat dipakai
kawat K yang kecil yang cukup kuat untuk fiksasi intern
sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram epiflsis.

6) Fraktur atau dislokasi tulang karpus


Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering terlewat
diagnosisnya, baik karena tidak terperhatikan maupun karena
tidak dibuat foto Rontgen oblik khusus. Seperti halnya tulang
yang lain, vaskularisasi tulang skafoid sebagian besar melalui
simpal sendi dan karena sebagian besar permukaan tulang ini
merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang masuk
relatif sedikit. Oleh karena itu, komplikasi nekrosis avaskuler
dan kegagalan pertautan cukup sering.
5. Fraktur Metakarpal
Fraktur Metakarpal adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner Suddarth.2012) atau fraktur
yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi inter falang, atau
terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahan terhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I
(Mansjoer.2010)
a. Klasifik fraktur metacarpal
1) Baseball Finger (Mallet Finger)
14

Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis


falang distal pada insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang
dalam keadaan ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi inter
falang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen
tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
2) Boxer Fracture (Street Fighter’s Fracture)
Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur
kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke
volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal
3) Racture Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metacarpal I
6. Fraktur phalanx
Fraktur phalang adalah hilangnya kontinuitas tulang mengenai bagian
persendian tulang ruas jari –jari.
a. Fraktur phalanx dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
1) Cedera hiperekstensi dengan avulsi phalanx tengah, tapi
permukaan sendi masih tetap kongruen atau utuh,
2) Dislokasi dorsal phalanx medial dengan disertai oleh
inkongruensi permukaan sendi dan melibatkan ligamen,
3) fraktur dan dislokasi dengan keterlibatan kurang dari
sepertiga permukaan sendi (Smith, 2009).
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya mengamuk, gerakan
puter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer,2012).
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya
fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
15

olahraga, kekerjaan, atau luka yang yang disebabkan oleh kecelakaan


kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua perempuan lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya ensiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon
pada menopause. (2011).
D. Tanda Gejala
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba
2. Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan
3. Spasme otot
4. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan
normal.
5. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur
6. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syaraf oleh
fragmen tulang
7. Krepitas jika digerakkan
8. Perdaahan
9. Syok
10. Keterbatasan mobilisasi
E. Komplikasi
1. Kompliksi awal setelah fraktur adalah syok. Biasanya berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera.
2. Sindroma kompartemen, masalah yang terhadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dubutuhkan untuk kehidupan jaringan.
3. Tromboemboli
4. Infeksi
16

III. Patophysiological Pathway (WOC)


Trauma langsug/trauma tidak langsung, kondisi patologis

Fraktur ekstremitas atas

Luka terbuka Cedera sel Perubahan status kesehatan Penatalaksanaan konservatif

Trauma Post de enrty Perdarahan Degranulasi sel Kurang informasi Gips/traksi


jaringan kuman mati

Risiko Defisiensi Keterbatasan pergerakan


Kerusakan Risiko Pelepasan pengetahuan
integritas syok fisik
infeksi mediator kimia
kulit

Pembedahan Nosiseptor Hambatan mobilitas Defisiensi perawatan


menerima rangsang fisik diri

Pre op Intra op Post op


Rangsangan
diteruskan ke
Prebuhan status Perdarahan Luka korteks serebri
kesehatan pembedahan
(insisi)
Cemas Risiko
Risiko infeksi area
syok
pembedahan

Ansietas
17

IV. Penatalaksanaan kasusk


A. Penatalaksanaan Kasus dan Keperawatan
Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai
berikut:
1. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
a. ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur
pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
stabilitas dan mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang
telah direduksi dengan skrup, paku dan pin logam.
b. Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangantulang
yang patah.
c. Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan
diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam
fragmen tulang.
2. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a. Immobilisasi dan penyangga fraktur;
b. Istirahatkan dan stabilisasi;
c. Koreksi deformitas;
d. Mengurangi aktifitas;
e. Membuat cetakan tubuh orthotic.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
18

a. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;


b. Gips patah tidak bisa digunakan;
c. Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat membahayakan klien;
d. Tidak merusak / menekan gips;
e. Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk;
f. Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
3. Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien.Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
a. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
2) Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
3) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
b. Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot;
2) Memperbaiki & mencegah deformitas;
3) Immobilisasi;
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi);
5) Mengencangkan pada perlekatannya.
c. Prinsip pemasangan traksi, meliputi:
19

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya


tarik.
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
6) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
V. Fokus Pengkajian
A. Anamnesis
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sebagai berikut.
a. Nyeri
1) Sifat dari nyeri antara lain:
a) lokasi setempat/meluas/menjalar;
b) ada trauma riwayat atau tidak;
c) sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;
d) bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa
panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu
bergerak/istirahat dan seterusnya;
e) apa yang memperberat/mengurangi nyeri;
f) nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;
g) apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.
20

2) Kelainan bentuk/pembengkokan
a) angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang);
b) benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan
a) Kekakuan: pada umumnya mengenai persendian. Apakah
hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan
terganggu.
b) Kelemahan: apakah yang dimaksud instability atau kekakuan
otot menurun/melemah/kelumpuhan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab dari fraktur
yang dapat membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien
berupa kronologi terjadinya penyakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab fraktur dan
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s menyebabkan fraktur patologis sering
sulit buat menyambung.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang adalah salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung diturunkan
secara genetik.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola eliminasi
21

d. Pola aktivitas dan latihan


e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang
dialami pasien secara lebih jelas.Pemeriksaan fisik meliputi primary survey
(dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary survey
(untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau
tidak).
1. Keadaan umum, tanda vital
2. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
3. Pemeriksaan fraktur
a. Look/inspeksi
1) Bandingkan dengan bagian yang sehat
2) Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
3) Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
4) Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
5) Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
22

6) Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-
organ lain
7) Keadaan vaskularisasi
b. Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Nyeri tekan
2) Krepitasi
3) Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
4) Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c. Move/gerakan
1) Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma.
2) Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
3) Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan,
tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada
tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
4) Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita
melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak
normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang
tidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat
23

digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang


membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuaidefinisi
fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak
ada fasilitas pemeriksaan rontgen.
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
2. X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan
lateral.
3. CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang
khusunya pada cedera plafon.
4. MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan,
ligament dan tendon.
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (fraktur
terbuka).
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
gangguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi.
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.
24

VII. Interversi Keperawatan dan Rasional


No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
berhubungan tindakan (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui kondisi
dengan fraktur keperawatan selama mampu menggunakan komprehensif (lokasi, umum pasien dan
tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi, pertimbangan tindakan
tulang, spasme 1X6 jam diharapkan
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan selanjutnya
otot, edema, nyeri dapat mencari bantuan) faktor presipitasi)
kerusakan berkurang 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai 2. Pasien memahami
jaringan lunak berkurang dengan penyebab nyeri keadaan sakitnya
menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal
nyeri dari ketidaknyamanan 3. Respon nonverbal
3. Mampu mengenali nyeri
terkadang lebih
(skala, intensitas, 4. Segera immobilisasi daerah menggambarkan apa
frekuensi, dan tanda nyeri) fraktur yang pasien rasakan
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Tinggikan dan dukung 4. Mempertahankan posisi
setelah nyeri berkurang ekstremitas yang terkena fungsional tulang
6. Ajarkan pasien tentang 5. Memperlancar arus balik
alternative lain untuk vena
mengatasi dan mengurangi 6. Mengatasi nyeri misalnya
rasa nyeri kompres hangat,
mengatur posisi untuk
mencegah kesalahan
posisi pada
7. Ajarkan teknik manajemen tulang/jaringan yang
stress misalnya relaksasi cedera
nafas dalam 7. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
25

rasa kontrol dan


meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen nyeri
yang mungkin menetap
untuk periode lebih lama
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mengontrol atau
kesehatan lain dalam mengurangi nyeri pasien
pemberian obat analgeik
sesuai indikasi

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Pasien terbebas dari cidera Environment management


intergritas tindakan 2. Pasien mampu 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi
kulit/jaringan keperawatan selama menjelaskan cara/metode terbuka terhadap benda mengenai keadaan kulit
untuk mencegah asing, kemerahan, pasien saat ini
berhubungan 3X24 jam
injuri/cedera perdarahan, perubahan
dengan diharapkan 3. Pasien mampu warna
immobilisasi, cidera/injuri tidak menjelaskan faktor resiko 2. Massage kulit, pertahankan 2. Menurunkan tekanan
penurunan terjadi dari lingkungan/perilaku tempat tidur kering dan pada area yang peka dan
sirkulasi, fraktur personal bebas kerutan beresiko rusak
terbuka 4. Mampu memodifikasi gaya 3. Ubah posisi dengan sering 3. Mencegah terjadinya
hidup untuk mencegah 4. Bersihkan kulit dengan air dekubitus
injury hangat 4. Mengurang kontaminasi
5. Menggunakan fasilitas
dengan agen luar
kesehatan yang ada 5. Lakukan perawatan luka 5. Mengurangi resiko
6. Mampu mengenali secara steril gangguan integritas kulit
perubahan status kesehatan
26

3 Ansietas Setelah dilakukan 1. Pasien mampu Anxiety reduction (penurunan


berhubungan tindakan mengidentifikasi dan kecemasan)
dengan status keperawatan selama mengungkapkan gejala 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat
cemas pasien (ringan, sedang, kecemasan pasien
kesehatan, 3X24 jam
2. Mengidentifikasi, berat, panik)
prosedur tindakan diharapkan cemas mengungkapkan dan 2. Dampingi pasien 2. Agar pasien merasa aman
pembedahan dan berkurang menunjukkan tehnik untuk
dan nyaman
hasil akhir mengontrol cemas
3. Ber support sistem dan 3. Meningkatkan pola
pembedahan NOC: 3. Vital sign dalam batas
motivasi pasien koping yang efektif
1. Anxiety self normal
4. Beri dorongan spiritual 4. Agar pasien dapat
control 4. Postur tubuh, ekspresi
menerima kondisinya saat
2. Anxiety level wajah, bahasa tubuh dan
ini
3. Coping tingkat aktivitas
5. Jelaskan jenis prosedur dan 5. Memberikan informasi
menunjukkan
tindakan pengobatan sehingga dapat
berkurangnya kecemasan
menurunkan ansietas
27

Anda mungkin juga menyukai