Anda di halaman 1dari 11

Lex Crimen Vol. IV/No.

8/Okt/2015

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM Pidana disebutkan bahwa “Penyidikan tindak


DALAM MENGELUARKAN SURAT PERINTAH pidana merupakan serangkaian tindakan
PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) MENURUT penyidik dalam hal dan menurut cara yang
KUHAP1 diatur dalam undang-undang untuk mencari
Oleh: Ofriyanto Lantu2 serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang
ABSTRAK terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.3
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk Penyidikan merupakan suatu tahap
mengetahui apa yang menjadi alasan terpenting dalam kerangka hukum acara pidana
penghentian penyidikan suatu tindak pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini pihak
dan bagaimana kewenangan jaksa penuntut penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta
umum dalam mengeluarkan Surat Perintah dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak
Penghentian Penyidikan (SP3). Dengan pidana serta menemukan tersangka pelaku
menggunakan metode penelitian hukum tindak pidana tersebut. Ada kegiatan
normatif disimpulkan bahwa: 1. Alasan penyidikan maka tentunya ada orang yang
penghentian penyidikan suatu tindak pidana melakukannya. Di dalam Kitab Undang-undang
khusus sudah diatur dalam Pasal 109 ayat (2) Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 1
KUHAP yakni; Tidak diperoleh bukti yang cukup; dirumuskan apa yang dimaksud dengan
Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan penyidik yaitu “Pejabat Polisi Negara Republik
tindak pidana; dan penyidikan ditutup demi Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat
hukum. Dalam ketentuan Pasal 14 RUU-KUHAP penyidik penuh dan pejabat penyidik
secara tegas disebutkan bahwa penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri sipil
berwenang menghentikan penyidikan karena: tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Nebis in idem; Tersangka meninggal dunia; undang-undang untuk melakukan penyidikan”.4
Sudah lewat waktu; Tidak ada pengaduan pada Pergantian HIR dengan KUHAP telah
tindak pidana aduan; UU atau pasal yang yang mengakibatkan terjadinya perubahan yang
menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau fundamental dalam hukum acara pidana.
dinyatakan tidak mempunyai daya laku Perubahan tersebut antara lain di bidang
berdasarkan putusan pengadilan; dan Bukan penyidikan, dimana kewenangan penyidikan
tindak pidana atau terdakwa masih di bawah yang selama ini berada pada Kejaksaan RI telah
umur 8 tahun pada waktu melakukan tindak beralih kepada Kepolisian RI kecuali terhadap
pidana. 2. Kewenangan penyidik untuk tindak pidana tertentu. Oleh Pasal 284 ayat (2)
mengeluarkan SP3 dalam kasus tindak pidana, KUHAP masih dipercayakan kepada Kejaksaan
diberikan kepada tersangka yang kasusnya RI khususnya penyidikan terhadap tindak
tidak ditemukan kerugian negara; pada saat pidana khusus, yang kemudian ditegaskan
berkurang atau tidak adanya perhatian melalui Pasal 30 ayat (1) huruf (d) Undang-
masyarakat terhadap kasus tersebut karena undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
ternyata kasus tersebut tidak bersifat melawan Kejaksaan RI.
hukum dan tidak terdapat cukup bukti untuk Kewenangan yang diberikan undang-
diteruskan penyidikan perkara tersebut. undang terhadap Kejaksaan RI untuk menjadi
Kata kunci: SP3, penghentian penyidikan, jaksa penyidik dalam tindak pidana khusus telah
dijalankan dengan baik oleh pihak Kejaksaan RI.
PENDAHULUAN Namun dari sejumlah keberhasilan yang dicapai
A. Latar Belakang Masalah oleh Kejaksaan RI, tidak sedikit juga kasus yang
Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1981 dihentikan penyidikannya oleh pihak kejaksaan
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara dengan mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP 3). Contohnya :
1
Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Prof. Hi. Atho Bin
Smith, SH, MH; Dr. Wempie J. Kumendong, SH, MH; Ernest
Runtukahu, SH, MH
2
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 199.
4
Manado; NIM: 090711512. Ibid.

51
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Jaksa Agung Marzuki Darusman mengeluarkan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut
SP 3 kasus “Brunei Gate” Presiden Gus Dur.5 disusun secara sistematis, dikaji, kemudian
Kewenangan Kejaksaan RI untuk ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya
menghentikan penyidikan terhadap suatu kasus dengan masalah yang diteliti.
tindak pidana memang diberikan oleh Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) PEMBAHASAN
sebagaimana tercantum dalam Pasal 109 ayat A. Alasan-alasan Penghentian Penyidikan
(2) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Sebelum dimulainya suatu proses
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan, terlebih dahulu telah dilakukan
penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti proses penyelidikan oleh penyelidik pada suatu
atau peristiwa tersebut ternyata bukan perkara tindak pidana yang terjadi. Dalam Pasal
merupakan tindak pidana atau penyidikan 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
dihentikan demi hukum, maka penyidik 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
memberitahukan hal itu kepada penuntut disebutkan pengertian penyelidikan adalah
umum, tersangka atau keluarganya.”6 sebagai berikut: “Penyelidikan adalah
Dari bunyi Pasal 109 ayat (2) KUHAP ini, serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
maka ada tiga (3) hal yang menjadi alasan dari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
Kejaksaan selaku penyidik dalam tindak pidana sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
korupsi untuk menghentikan penyidikannya, atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
yaitu: 1. Tidak terdapat cukup bukti; 2. Bukan cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
merupakan tindak pidana; dan 3. Dihentikan Sedangkan dalm Pasal 1 angka (2)
demi hukum. disebutkan pengertian tentang penyidikan
Dari ketiga alasan tersebut maka yang sebagai berikut: “Serangkaian tindakan
sering dipakai oleh pihak Kejaksaan RI selaku penyidik dalam hal dan menurut cara yang
penyidik untuk tindak pidana korupsi untuk diatur dalam undang-undang ini untuk mencari
menghentikan penyidikannya adalah alasan serta mengumpulkan bukti yang yang terjadi
yang pertama yaitu tidak terdapat cukup bukti. dan guna menemukan tersangkanya.”
Alasan yang kedua dan ketiga sangat jarang Dari kedua pengertian di atas, maka
sekali digunakan oleh Kejaksaan untuk penyelidikan adalah untuk ‘mencari dan
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian menemukan suatu peristiwa yang diduga
Penyidikan (SP 3). sebagai tindak pidana’ sedangkan penyidikan
adalah proses untuk ‘mencari serta
B. Rumusan Masalah mengumpulkan bukti dan menemukan
1. Apa yang menjadi alasan penghentian tersangka’. Namun bagaimana halnya apabila
penyidikan suatu tindak pidana? ternyata setelah bukti sudah dikumpulkan dan
2. Bagaimana kewenangan jaksa penuntut tersangka sudah ada namun ternyata kemudian
umum dalam mengeluarkan Surat Perintah penyidikan terhadap peristiwa yang diduga
Penghentian Penyidikan (SP3)? sebagai tindak pidana penyidikannya dihentikan
ditengah jalan?
C. Metode Penelitian Undang-undang memberi wewenang
Mengacu pada judul dan perumusan penghentian penyidikan kepada penyidik, yakni
masalah, maka penelitian ini termasuk ke penyidik berwenang bertindak menghentikan
dalam kategori penelitian normatif atau penyidikan yang telah dimulainya.7 Penghentian
penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang penyidikan suatu kasus pidana merupakan
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka kewenangan yang dimiliki oleh penyidik dalam
atau data sekunder yang terdiri dari bahan menghadapi sebuah kasus yang dianggap tidak
hukum primer, bahan hukum sekunder dan perlu lagi diteruskan pada tahapan penegakan
hukum selanjutnya. Dalam hal ini penghentian
5
O.C. Kaligis, Pengawasan Terhadap Jaksa Selaku Penyidik
penyidikan biasa juga disebut sepoonering.
tindak Pidana Khusus dalam Pemberantasan Korupsi,
Alumni, Bandung, 2006, hlm. 125.
6 7
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 243. Ibid, hlm. 150.

52
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Oleh Yahya Harahap dikatakan bahwa “Dalam hal penyidik menghentikan


wewenang penghentian penyidikan yang penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti
sedang berjalan yang diberikan kepada penyidik atau peristiwa tersebut bukan merupakan
dengan rasio atau alasan:8 tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi
1. Untuk menegakkan prinsip peradilan yang hukum, maka penyidikan memberitahukan hal
cepat, tepat dan biaya ringan, dan sekaligus itu kepada penuntut umum, tersangka atau
untuk tegaknya kepastian hukum dalam keluarganya”.
kehidupan masyarakat. Jika penyidik Berdasarkan ketentuan Pasal 109 ayat (2)
berkesimpulan bahwa berdasar hasil KUHAP di atas, terdapat beberapa keadaan
penyeilidikan dan penyidikan tidak cukup dimana sebuah penyidikan terhadap kasus
bukti atau alasan untuk menuntut tersangka pidana dapat dihentikan. Keadaan tersebut
di muka persidangan, untuk apa berlarut- adalah:
larut menangani dan memeriksa tersangka. 1. Tidak terdapat cukup bukti;
Lebih baik penyidik secara resmi 2. Peristiwa ternyata bukan tindak pidana;
menyatakan penghentian pemeriksaan dan
penyidikan, agar segera tercipta kepastian 3. Perkara tersebut ditutup demi hukum.
hukum baik bagi penyidik sendiri, terutama Ketiga keadaan yang terdapat/tercantum dalam
kepada tersangka dan masyarakat. Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
2. Supaya penyidikan terhindar dari Acara Pidana (KUHAP) ini akan dibahas satu
kemungkinan tuntut ganti kerugian, sebab persatu sebagai berikut dibawah ini.
kalau perkaranya diteruskan, tapi ternyata 1. Tidak Terdapat Cukup Bukti
tidak cukup bukti atau alasan untuk Apabila penyidik tidak memperoleh cukup
menuntut ataupun menghukum, dengan bukti untuk menuntut tersangka atau bukti
sendirinya memberi hak kepada yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk
tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan
kerugian berdasar Pasal 95 KUHAP. ke depan sidang pengadilan, maka penyidik
Undang-undang telah menyebutkan secara berwenang melakukan penghentian
limitatif alasan yang dapat digunakan penyidik penyidikan. Untuk dapat mengetahui bahwa
sebagai dasar penghentian penyidikan. dalam suatu penyidikan tidak terdapat cukup
Penyebutan atau penggarisan alasan-alasan bukti, maka harus diketahui kapankah hasil
tersebut penting, guna menghindari penyidikan dipandang sebagai cukup bukti.
kecenderungan negatif pada diri pejabat Untuk dapat dinyatakan sebagai cukup bukti
penyidik. Dengan penggarisan ini, undang- ialah tersedianya minimal dua alat bukti yang
undang mengahrapkan supaya didalam sah untuk membuktikan bahwa benar telah
menggunakan wewenang penghentian suatu tindak pidana dan tersangkalah sebagai
penyidikan, penyidik mengujinya kepada pelaku yang bersalah melakukan tindak pidana
alasan-alasan yang telah ditentukan. Tidak tersebut.
semaunya tanpa alasan yang tidak dapat Untuk memahami pengertian ‘cukup bukti’
dipertanggungjawabkan menurut hukum, serta sebaiknya penyidik memperhatikan dan
sekaligus pula akan memberi landasan berpedoman kepada ketentuan Pasal 183
perujukan bagi pihak-pihak yang merasa KUHAP yang menegaskan prinsip “batas
keberatan atas sah tidaknya penghentian minimal pembuktian” (sekurang-kurangnya ada
penyidikan menurut hukum. dua alat bukti), dihubungkan dengan Pasal 184
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan seterusnya, yang berisi penegasan dan
(KUHAP) menyebutkan secara terbatas alasan penggaraisan tentang alat-alat bukti yang sah di
yang dipergunakan penyidik untuk melakukan depan sidang pengadilan. Menurut Pasal 184
penghentian penyidikan., yang diatur dalam ayat (1) KUHAP, yang dimaksud dengan alat
Pasal 109 ayat (2) yang selengkapnya berbunyi bukti yang sah adalah:
sebagai berikut: a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Saksi;
8
Ibid.

53
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

d. Petunjuk; kepadanya tidak terbukti secara sah dan


e. Keterangan terdakwa.9 meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.13
Kepada ketentuan Pasal 184 KUHAP inilah Dengan tidak adanya prospek bahwa suatu
penyidik berpijak menentukan apakah alat perkara pidana akan berbentuk pemidanaan
bukti yang ada di tangan benar-benar cukup maka jika diteruskan hanya akan membuang
untuk membuktikan kesalahan tersangka waktu dan sumber daya dari peradilan.
dimuka persidangan. Kalau alat bukti tidak Di negara common law seperti di Australia
cukup dan memadai, penyidikan perkara negara bagian Victoria, menetapkan standart
tersebut haruslah dihentikan. Tetapi apabila di untuk menghentikan atau meneruskan perkara
kemudian hari penyidik dapat mengumpulkan pidana dengan keberadaan alat bukti dengan
bukti yang lengkap dan memadai, dapat lagi menanyakan “is there a reasonable prospect of
kembali memulai penyidikan terhadap conviction?”.14
tersangka yang telah pernah dihentikan Tes ini mensyaratkan penentuan apakah
pemeriksaan perkaranya.10 terdapat cukup bukti untuk membuktikan
Menurut Marfuatul Latifaah, ketentuan unsur-unsur pidananya. Jika dianggap tidak
‘tidak cukup bukti’ merupakan ketentuan yang terdapat cukup bukti dan tidak dapat
dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda- membangun “reasonable prospect of
beda di antara penyidik. Karena dalam conviction”, maka perkara pidana tidak akan
peraturan hukum terkait dengan hukum acara diteruskan karena pertimbangan akan tidak adil
pidana di Indonesia, tidak ditentukan syarat bagi tersangka atau terdakwa dan juga
yang tegas dalam keadaan bagaiaman keadaan dianggap akan membuang waktu atau
tidak cukup bukti tersebut.11 Ketentuan ini sumberdaya pengadilan.15
berpotensi sebagai celah hukum bagi Ketentuan dalam R-KUHAP juga mengatur
pelaksanaan penyidikan di Indonesia, karena tentang mekanisme penghentian penyidikan
pengaturan normanya yang sangat umum dan yang diatur dalam Pasal 14. Ketentuan dalam R-
membuka peluang bagi penyidik untuk KUHAP, mengeliminir ketentuan “tidak cukup
menjalankan kewenangan menghentikan bukti” yang semula menjadi ketentuan yang
penyidikan hanya berdasakan subyektifitas memudahkan penghentian penyidikan bagi
penyidik. tersangka tindak pidana.16
Menurut Taufik Rachman12 sepatutnya jika
dalam peroses penyidikan maupun 2. Peristiwa Ternyata Bukan Tindak Pidana
prapenuntutan jika tidak diketemukan Apabila dari hasil penyidikan dan
minimum alat bukti, Polisi atau Jaksa Penuntut pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa apa
Umum (JPU) harus menghentikan perkara yang disangkakan terhadap tersangka bukan
pidana, karen akan percuma jika dihadapakan merupakan perbuatan pidana seperti yang
ke Majelis. Alasan yang dapat diajukan ketika diatur dalan KUHP, maka penyidik berwenang
menggunakan dasar bahwa dalam suatu untuk menghentikan penyidikan. Memang
perkara tidak teedapat cukup bukti adalah diakui, kadang-kadang sangat sulit untuk
dibebaskannya terdakwa menurut ketentuan menarik garis yang tegas tentang apakah suatu
Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: tindakan yang dilakukan oleh seseorang
“Jika pengadilan bependapat bahwa dari termasuk dalam lingkup tindak pidana baik itu
hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan kejahatan atau pelanggaran. Kesulitan ini sering
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan dijumpai dalam peristiwa-peristiwa yang dekat
hubungannya dengan ruang lingkup hukum
perdata.17 Misalnya, antara perjanjian utang-
9
Anonimous, KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 271. piutang dengan penipuan.
10
Yahya Harahap, Op-Cit, hlm. 151.
11
Marfuatul Latifah, Kasus Penghentian Penyidikan dan
13
Penegakan Hukum di Indonesia, Info Singkat vol V, No. KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 275.
14
11/1/P3DI/Juni/2013, Jakarta, hlm. 3. Taufik Rachman, Op-Cit.
12 15
Taufik Rachman, Dasar Teori Kewenangan Penyidik Ibid.
16
Maupun Penuntut Umum Dalam Menghentikan Perkara Marfuatul Latifah, Op-Cit.
17
Pidana, diakses tanggal 20 Oktober 2015. Yahya Harahap, Op-cit, hlm. 152.

54
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Penyidik dalam menentukan sebuah Seseorang tidak dapat lagi dituntut


peristiwa merupakan tindak pidana atau bukan, untuk kedua kalinya atas dasar
harus berpegang pada unsur delik dari tindak perbuatan yang sama, terhadap maana
pidana yang disangkakan. Karena dalam sebuah atas perbuatan itu orang yang
definisi tindak pidana terdapat unsur delik yang bersangkutan telah pernah diadili dan
harus dipenuhi, sehingga penyidik dapat telah diputus perkaranya oleh hakim
memutuskan sebuah peristiwa sebagai tindak atau pengadilan yang berwenang untuk
pidana.18 Terhadap penghentian penyidikan itu di Indonesia, serta putusan itu telah
dengan alasan bahwa peristiwa tersebut bukan memperoleh kekuatan hukum tetap.22
merupakan tindak pidana, maka penyidik tidak Azas nebis in idem ini termasuk salah
dapat mengadakan penyidikan ulang, karena satu hak asasi manusia yang harus
perkara tersebut bukan merupakan lingkup dilindungi hukum dan sekaligus
hukum pidana, kecuali bila ditemukan indikasi dimaksudkan untuk tegaknya kepastian
yang kuat membuktikan sebaliknya. hukum. Bahwa seseorang tidak
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 ayat (2) diperkenankan mendapat beberapa kali
KUHAP yang berbunyi: hukuman atas suatu tindak pidana yang
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dilakukannya. Apabila terhadapnya
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa telah pernah diputus suatu tindak
terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan pidana baik putusan itu berupa
suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus pemidanaan, pembebasan, ataupun
lepas dari segala tuntutan hukum”.19 pelepasan dari tuntutan hukum, dan
Dengan pertimbangan bahwa tidak adanya putusan itu telah memeperoleh
prospek untuk penjatuhan pidana dan hanya keputusan hukum yang tetap, terhadap
akan mengahabiskan sumberdaya peradilan, orang tersebut tidak lagi dapat
maka Polisi ataupun Jaksa Penuntut Umum dilakukan pemriksaan, penuntutan dan
(JPU) jika menjumpai kondisi semacam ini peradilan untuk kedua kalinya atas
dapat menghentikan perkara. peristiwa yang bersangkutan.
Menurut Marfuatul Latifah,20 penyidik 2. Tersangka meninggal dunia
dalam menentukan sebuah peristiwa pidana Dengan meninggalnya tersangka,
merupakan tindak pidana atau bukan, harus dengan sendirinya penyidikan harus
berpegang pada unsur delik dari tindak pidana dihentikan. Hal ini sesuai dengan
yang disangkakan. Karena dalam sebuah prinsip hukum yang berlaku universal
definisi tindak pidana terdapat unsur delik yang pada abad modern, yakni kesalahan
harus dipenuhi sehingga penyidik dapat tindak pidana yang dilakukan oleh
memutuskan sebuah peristiwa sebagai tindak seseorang adalah menjadi tanggung
pidana. jawab sepenuhnya dari pelaku yang
bersangkutan. Prinsip hukum ini adalah
3.Perkara Ditutup demi Hukum penegasan pertanggungjawaban dalam
Apabila suatu perkara ditutup demi hukum hukum pidana, yang mengajarkan
berarti perkara tersebut tidak bisa dituntut atau bahwa tanggung jawab seseorang
dijatuhkan pidana. Ketentuan tersebut dalam hukum pidana, hanya
dicantumkan dalam Bab VIII Kitab Undang- ditimpakan kepada si pelaku tindak
undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 76 sampai pidananya. Tanggung jawab itu tidak
dengan Pasal 85 yang mengatur tentang dapat dialihkan kepada ahli waris.
‘hapusnya kewenangan menuntut pidana dan Dengan meninggalnya tersangka,
menjalankan pidana’,21 diantaranya: penyidikan dengan sendirinya berhenti
1. Nebis in idem dan hapus menurut hukum. Penyidikan
dan pemeriksaan tidak dapat dialihkan
18
Marfuatul Latifah, Op-cit.
kepada ahli waris.
19
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 275.
20
Marfuatul Latifah, Op-Cit, hlm. 3.
21 22
Yahya Harahap, Op-Cit, hlm. 152. Ibid., hlm. 153.

55
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Di dalam ilmu pengetahuan hukum Mengenai cara penghitungan tenggang


pidana, pertanggungjawaban pidana itu waktu kedaluwarsa, mulai dihitung dari
adalah pertanggungjawaban personal keesokan harinya sesudah perbuatan
atau individual, artinya tidk bisa tindak pidana dilakukan.
dibebankan kepada orang lain.23 4. Tersangka menderita sakit jiwa
3. Kedaluwarsa Seorang penderita sakit jiwa, baik yang
Setelah melampaui tenggang waktu terus menerus maupun yang kumat-
tertentu, terhadap suatu tindak pidana kumatan secara hukum tidak mampu
tidak dapat dilakukan penuntutan untuk mempertanggungjawabakan
dengan alasan tindak pidana tersebut perbuatannya. Tidak dapat diketahui
telah melewati batas waktu atau dengan pasti apakah perbuatannya itu
daluwarsa, (Pasal 78 KUHP). Logikanya, dilakukan secara sadar stau apakah ia
jika terhadap seseorang pelaku tindak paham akibat dari perbuatan yang akan
pidana telah hapus wewenang untuk dilakukannya. Mengenai hal ini diatur
menuntut di muka sidang pengadilan, dalam Pasal 44 KUHP yang berbunyi:24
tentu percuma melakukan penyidikan (1). Barangsiapa melakukan perbuatan
dan pemeriksaan terhadap orang itu. yang tidak dapat
Karena itu, jika penyidik menjumpai dipeertanggunjawabkan kepadanya
keadaan seperti ini, harus segera karena jiwanya cacat dalam
menghentikan penyidikan dan pertumbuhan atau terganggu karena
pemeriksaan. Tenggang waktu penyakit, tidak dipidana.
kedaluwarsa yang disebut pada Pasal (2). Jika ternyata perbuatan itu tidak
78 KUHP, antara lain: dapat dipertanggungjawabkan kepada
a. Lewat waktu satu tahun terhadap pelakunya karena pertumbuhan
sekalian pelanggaran dan bagi jiwanya cacat atau terganggu karena
kejahatan yang dilakukan dengan penyakit, maka hakim dapat
alat percetakan; memerintahkan supaya orang itu
b. Lewat masa enam tahun bagi dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling
tindak pidana yang dapat dihukum lama satu tahun sebagai waktu
dengan pidana denda, kurungan percobaan.
atau penjara yang tidk lebih dari Dalam Rancangan undang-undang Hukum
hukuman penjara selama tiga acara Pidana, diatur juga mengenai mekanisme
tahun; penghentian penyidikan yang menjadi bagian
c. Lewat tenggang waktu dua belas dari wewenang penyidik yang diatur dalam
tahun bagi semua kejahatan yang Pasal 14. Dalam ketentuan Pasal 14 Rancangan
diancam dengan hukuman pidana undang-undang Hukum Acara Pidana ini secara
penjara lebih dari tiga tahun; tegas disebutkan bahwa penyidik berwenang
d. Lewat delapan belas tahun bagi menghentikan penyidikan karena:
semua kejahatan yang dapat a. Nebis in idem;
diancam dengan hukuman pidana b. Tersangka meninggal dunia;
mati atau penjara seumur hidup; c. Sudah lewat waktu;
e. Atau bagi orang yang pada waktu d. Tidak ada pengaduan pada tindak
melakukan tindak pidana belum pidana aduan;
mencapai umur delapan belas e. Undang-undang atau pasal yang yang
tahun, tenggang waktu menjadi dasar tuntutan sudah dicabut
kedaluwarsa yang disebut pada atau dinyatakan tidak mempunyai daya
point 1 sampai 4, dikurangi laku berdasarkan putusan pengadilan;
sehingga menjadi sepertiganya. dan

23
Djisman Samosir, Segenggam tetang Hukum Acara
24
Pidana, Nuansa Aulia, Bandung, 2013, hlm. 108. KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 20.

56
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

f. Bukan tindak pidana atau terdakwa menghentikan perkara pidana jika


masih di bawah umur 8 tahun pada diketemukan kondisi seperrti yang dimaksud
waktu melakukan tindak pidana. dalam ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP
Ketentuan dalam Rancangan Undang-undang dan Pasal 140 ayat (2) KUHAP.
Hukum Acara Pidana ini mengeliminir
ketentuan “tidak cukup bukti” yang semula B. Kewenangan Jaksa Penuntut Umum
menjadi ketentuan yang memudahkan Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
penghentian penyidikan bagi tersangka pidana. Penyidikan(SP 3)
Penghentian penyidikan tidak dapat dilakukan Philipus M Hadjon menjelaskan bahwa
ketika tidak ditemukan cukup bukti guna karakter wewenang dapat dibedakan atas:28
melanjutkan proses penyidikan tindak pidana 1. Wewenang terikat:
tersebut. Dengan demikian aparat penegak Adalah wewenang dari pejabat atau badan
hukum akan lebih berhati-hati dalam pemerintah yang wajib dilaksanakan atau
menentukan sebuah peristiwa sebagai tindak tidak dapat berbuat lain selain dari apa yang
pidana yang berakibat menemptkan seseorang tercantum dalam isi sebuah peraturan.
sebagai tersangka.25 Wewenang ini sudah ditentukan isinya
Menurut Taufik Rachman, di Indonesia, secara rinci, kapan dan dalam keadaan yang
penghentian perkara pidana oleh penyidik bagaimana wewenang tersebut dapat
maupun penuntut umum bukanlah digunakan.
kewenangan diskresi. Hal ini dikemukakan oleh 2. Wewenang diskresi:
Taufik Rachman atas alasan:26 Adalah wewenang yang diberikan beserta
1. berdasarkan asas Legalitas di dalam hukum kebebasan dari pejabat untuk mengatur
acara pidana, Jaksa Penunut Umum (JPU) secara lebih konkrit dan rinci, sedangkan
harus menuntut setiap perkara pidana yang peraturan perundang-undangan hanya
dihadapkan kepadanya menurut undang- memberikan hal-hal yang pokok saja.
undang. Berdasarkan penjelasan mengenai karakter
2. muara setiap penyidikan adalah mungkin kewenangan di atas, Surat Perintah
tidaknya dilakukan penuntutan berdasarkan Penghentian Penyidikan (SP3) merupakan
undang-undang di muka persidangan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
sehingga pelimpahan perkara kepada Jaksa penyidik atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) jika
Penuntut Umum (JPU) adalah kewajiban jika menemui kondisi sebagaimana yang dimaksud
berkas dan alat bukti sudah lengkap. dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
3. kewenangan diskresi hanya pada Jaksa Agung Penghentian penyidikan kasus pidana
terkait dengan pengesampingan perkara merupakan kewenangan yang dimiliki oleh
demi kepentingan umum (Pasal 35 huruf c penyidik dalam menghadapi sebuah kasus yang
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan) dianggap tidak perlu lagi diteruskan pada
dan bukan yang dimaksud dalam ketentuan tahapan penegakan hukum selanjutnya. Dalam
Pasal 109 ayat (2) KUHAP ataupun Pasal 140 hal ini penghentian penyidikan biasa juga
ayat (2) yang berbunyi: “Dalam hal penuntut disebut dengan ‘sepoonering’.29 Berdasarkan
umum memutuskan untuk menghentikan ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, terdapat
penuntutan karena tidak tidak terdapat beberapa keadaan dimana sebuah penyidikan
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata terhadap kasus pidana dapat dihentikan,
bukan merupakan tindak pidana atau sebagaimana sudah diuraikan pada
perkara ditutup demi hukum, penuntut pembahasan bagian A di atas.
umum menuangkan hal tersebut dalam Keberhasilan penyidikan suatu tindak
surat ketetapan.27 pidana akan sangat mempengaruhi berhasil
4. Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum
penyidik tidak mempunyai pilihan lain selain pada tahap pemeriksaan sidang pengadilan

25 28
Marfuatul Latifah, Op-Cit, hlm. 4. Philipus M Hadjon, Pengertian-Pengertian Dasar tentang
26
Taufik Rachman, Op-Cit. Tindak Pemerintahan, Djumali, Surabaya, 1985, hlm. 12-13
27 29
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 253. Marfuatul Latifah, Op-Cit, hlm. 3.

57
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

nantinya. Namun bagaimana halnya bila 1. Jika yang menghentikan penyidikan


penyidikan dihentikan di tengah jalan? Undang- adalah penyidik Polri, pemberitahuan
undang memberikan wewenang kepada penghentian penyidikan disampaikan
penyidik untuk menghentikan penyidikannya pada penuntut umum dan
dan hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 109 tersangka/keluarganya;
ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara 2. Jika yang menghentikan penyidikan
Pidana (KUHAP). adalah penyidik PNS, maka
Ketika penyidik memulai tindakan pemberitahuan penyidikan
penyidikan, kepadanya dibebani kewajiban disampaikan kepada:
untuk memberitahukan hal dimulainya a. Penyidik Polri, sebagai pejabat yang
penyidikan tersebut kepada penuntut umum. berwenang melakukan koordinasi
Akan tetapi masalah kewajiban pemberitahuan atas penyidikan; dan
itu bukan hanya pada permulaan tindakan b. Penuntut umum.
penyidikan, melainkan juga pada tindakan Terdapat empat pola pemberian Surat
penghentian penyidikan. Untuk itu, setiap Perintah Penghentian Penyidikan (SP 3) yang
penghentian penyidikan yang dilakukan pihak dilakukan oleh Kejaksaan yang ada selama ini,
penyidik secara resmi harus menerbitkan suatu yaitu:32
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP 3).30 1. Penerbitan Surat Perintah Penghentian
SP 3 adalah Surat Perintah Penghentian Penydidikan (SP 3) secara diam-diam;
Penyidikan. SP 3 merupakan surat 2. Pengumuman Surat Perintah
pemberitahuan dari penyidik pada penuntut Penghentian Penyidikan (SP 3)
umum bahwa perkara dihentikan diberikan apabila telah tercium oleh
penyidikannya. Surat Perintah Penghentian masyarakat banyak;
Penyidikan (SP 3) menggunakan formulir yang 3. Surat Perintah Penghentian Penyidikan
telah ditentukan dalam Keputusan Jaksa Agung (SP 3) diberikan kepada para tersangka
No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember korupsi yang mengakibatkan kerugian
2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa negara dalam jumlah sangat besar;
agung Republik Indonesia No. 231/JA/11/1994 4. Pemberian Surat perintah Penghentian
tentang Adminitrasi Perkara Tindak Pidana.31 Penydidikan (SP 3) dilakukan pada saat
Penghentian penyidikan merupakan berkuarang atau tidak adanya
kewenangan dari penyidik yang diatur dalam perhatian masyarakat terhadap kasus
Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum tersebut.
Acara Pidana (KUHAP). Alasan-alasan Selain empat pola di atas, hal lain yang
penghentian penyidikan diatur secara limitatif selalu dikaitkan dengan pemberian Surat
dalam pasal tersebut. Dari ketiga alasan Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh
penghentian penyidikan berdasarkan Pasal 109 Kejaksaan terhadap para tersangka dan
ayat (2) KUHAP seperti yang telah disebutkan di umumnya adalah tersangka kasus korupsi
atas, alasan pertama yaitu karena tidak adalah adanya ‘indikasi suap’. Berikut ini akan
terdapat cukup bukti merupakan alasan yang dipaparkan kasus-kasus di bidang tindak pidana
paling sering digunakan oleh penyidik tindak korupsi yang oleh Kejaksaan Agung Republik
pidana, dimana dilakukan penghentian Indonesia sudah dikeluarkan Surat Perintah
penyidikan oleh penyidik dalam beberapa Penghentian Penyidikan (SP3), yakni:33
tindak pidana korupsi yang dapat dikatakan 1. Kasus dugaan korupsi Technical
besar. Assitance Contract (TAC), an tersangka
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP Ginanjar Kartasasmita, perkiraan
3) diberikan dengan merujuk pada Pasal 109
32
ayat (2) KUHAP, yaitu: Emerson Yuntho, Mencermati Pemberian SP 3 Kasus
Korupsi, http://www.hukumonline.com/detail.
33
Budi Setyawan, Penerbitan SP 3 (Surat Perintah
30
I Dewa Gede Dana Sugama, Surat Perintah Penghentian Penghentian Penyidikan) oleh Kejaksaan Agung RI Dalam
Penyidikan (SP 3) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Penanganan Kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi Dikaitkan
Korupsi, Jurnal, Universitas Udayana, Bali, 2014, hlm. 4. dengan Semangat Penegakan Hukum Di indonesia,
31
Ibid, hlm. 5. Makalah, hlm. 4.

58
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

kerugian negara US$ 24,8 juta, SP 3 15. Kasus dugaan korupsi Pemberian
tanggal 15 Januari 2008. fasilitas kredit ke PT Texmaco, an
2. Kasus dugaan korupsi BDNI-BLBI, an tersangka Marimutu Sinivasan,
tersangka Sjamsul Nursalim, perkiraan perkiraan kerugian negara Rp. 1,8
kerugian negara Rp. 28,4 Trilyun, SP 3 Trilyun.
tanggal 29 Pebruari 2008. 16. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan
3. Kasus dugaan korupsi kredit BLBI, BPPC, di Asosiasi Panel Kayu Indonesia
an tersangka Tommy Soeharto, (Apkindo), an tersangka Bob Hasan,
perkiraan kerugian negara Rp. 759 perkiraan kerugian negara US$. 86 juta.
Milyar, SP 3 tanggal 7 September 2008. 17. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan
4. Kasus dugaan korupsi Technical di Asosiasi Panel Kayu Indonesia
Assistance Contract (TAC), an tersangka (Apkindo), an tersangka Tjipto
Praptono Honggopati Tjitrohupojo, Wignjoprajitno, perkiraan kerugian
perkiraan kerugian negara US$ 24,8 negara US$. 86 juta.
juta, SP 3 tanggal 6 Pebruari 2009. 18. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan
5. Kasus dugaan korupsi Pipanisasi di BLBI oleh PT. BDI, an tersangka
Jawa, an tersangka Siti Hardijanti Adriansyah, perkiraan kerugian negara
Rukamana, perkiraan kerugian negara Rp. 418 Milyar.
Rp. 10 Triliun, SP 3 tanggal 6 Pebruari 19. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan
2009. BLBI oleh PT. BDI, an tersangka
6. Kasus dugaan korupsi Proyek Sukamdani Sahid Gitosarjono,
Penanaman Hutan, an tersangka perkiraan kerugian negara Rp. 418
Prayogo Pangestu, perkiraan kerugian Milyar.
negara Rp. 331 Milyar. 20. Kasus dugaan korupsi di BRI, an
7. Kasus dugaan korupsi Jamsostek, an tersangka Joko S Tjanda, perkiraan
tersangka Abdul Latief, perkiraan kerugian negara Rp. 572,2 Milyar.
kerugian negara Rp. 7,1 Milyar. Melihat contoh-contoh kasus dugaan
8. Kasus dugaan korupsi Jamsostek, an korupsi yang telah dikeluarkan Surat perintah
tersangka Abdillah Nussi, perkiraan Penghentian Penyidikan (SP 3) oleh Kejaksaan,
kerugian negara Rp. 7,1 Milyar. maka terlihat bahwa alasan-alasan penerbitan
9. Kasus dugaan korupsi Jamsostek, an SP 3 oleh Jaksa Agung dalam kasus-kasus tindak
tersangka Yudo Swasono, perkiraan pidana korupsi adalah:
kerugian negara Rp. 7,1 Milyar. 1. Tidak ditemukannya perbuatan
10. Kasus dugaan korupsi Bapindo- melawan hukum;
Kanidotekx, an tersangka Robby 2. Tidak ditemukannya bukti yang kuat;
Tjahjadi, perkiraan kerugian negara Rp. dan
300 Milyar. 3. Tidak ditemukannya kerugian negara.34
11. Kasus dugaan korupsi Bapindo- Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP
Kanidotekx, an tersangka Johanes 3) merupakan kewenangan penyidik.
Kotjo, perkiraan kerugian negara Rp. Kewenangan tersebut dimaksudkan sebagai
300 Milyar. upaya lain sebelum perkara yang sedang disidik
12. Kasus dugaan korupsi asrama Haji berlanjut pada tahapan penegakan hukum
Donohudan, an tersangka Soewardi, selanjutnya. Penerbitan SP 3 dapat
perkiraan kerugian negara Rp. 19 menimbulkan kecurigaan publik apabila tidak
Milyar. disertai dengan alasan kuat mengapa SP 3
13. Kasus dugaan korupsi di BRI, an tersebut diterbitkan. Dalam penerbitan SP 3
tersangka Prijadi, perkiraan kerugian khususnya kasus tindak pidana korupsi,
negara Rp. 572,2 Milyar. Kejaksaan Agung seharusnya membeberkan
14. Kasus dugaan korupsi di BRI, an
tersangka Djoko Santoso, perkiraan
kerugian negara Rp 572,2 Milyar.
34
Ibid.

59
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

perjalanan dan kronologi kasus hingga akhirnya dalam menentukan sebuah peristiwa
diputuskan. sebagai suatu tindak pidana.
Ketentuan penghentian penyidikan 2. Kewenangan JPU dalam mengeluarkan SP 3,
dapatlah dikatakan termasuk dalam kategori hendaknya dipikirkan dengan baik dan
‘demi kepentingan umum’ dengan ketentuan matang karena suatu kasus yang sudah
yang limitatif didasarkan pada Pasal 109 ayat disidik semuanya berawal dari bukti
(2) KUHAP. permulaan yang cukup. Penerbitan SP 3
dapat menimbulkan kecurigaan publik
PENUTUP apabila tidak disertai dengan alasan kuat
A. Kesimpulan mengapa SP 3 tersebut diterbitkan.
1. Alasan penghentian penyidikan suatu tindak
pidana khusus sudah diatur dalam Pasal 109 DAFTAR PUSTAKA
ayat (2) KUHAP yakni; Tidak diperoleh bukti Anonimous, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika,
yang cukup; Peristiwa yang disangkakan Jakarta, 2013.
bukan merupakan tindak pidana; dan Harahap, Yahya., Pembahasan, Permasalahan
penyidikan ditutup demi hukum. Dalam dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan
ketentuan Pasal 14 RUU-KUHAP secara tegas Penuntutan,Asinar Grafika, Jakarta, 2012.
disebutkan bahwa penyidik berwenang Harun M. Husein, Penyidikan dan penuntutan
menghentikan penyidikan karena: Nebis in Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,
idem; Tersangka meninggal dunia; Sudah 1991
lewat waktu; Tidak ada pengaduan pada Hadjon M. Philipus, Pengertian-Pengertian
tindak pidana aduan; UU atau pasal yang Dasar Tentang Tindak Pemerintahan,
yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut Djumali, Surabaya, 1985.
atau dinyatakan tidak mempunyai daya laku Kaligis, O.C., Pengawasan Terhadap Jaksa
berdasarkan putusan pengadilan; dan Bukan selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus
tindak pidana atau terdakwa masih di bawah Dalam Pemberantasan Korupsi, Alumni,
umur 8 tahun pada waktu melakukan tindak Bandung, 2006.
pidana. Latifah, Marfuatul, Kasus Penghentian
2. Kewenangan penyidik untuk mengeluarkan Penyidikan dan Penegakan hukum Di
SP3 dalam kasus tindak pidana, diberikan Indonesia Info singkat Vol VI, Jakarta, 2013.
kepada tersangka yang kasusnya tidak Mulyadi, Liliek, Hukum Acara Pidana Normatif,
ditemukan kerugian negara; pada saat Teoritis, Praktis dan Permasalahannya,
berkurang atau tidak adanya perhatian Alumni, Bandung, 2007.
masyarakat terhadap kasus tersebut karena Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum,
ternyata kasus tersebut tidak bersifat Prenada Media Grup, Jakarta, 2011.
melawan hukum dan tidak terdapat cukup Prakoso Djoko, Penyidik, Penuntut Umum,
bukti untuk diteruskan penyidikan perkara Hakim Dalam proses Hukum Acara Pidana,
tersebut. Bina Aksara, Jakarta, 1987.
Rachman Taufik, Dasar Teori Kewenangan
B. Saran Penyidik Maupun Penuntut Umum Dalam
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Penghentian Perkara Pidana, diakses
(KUHAP) melalui Pasal 109 ayat (2) telah tanggal 20 Oktober 2015.
menetapkan alasan-alasan penghentian Rachmadsyah, Shanti, Surat Perintah
penyidikan suatu tindak pidana, oleh Penghentian Penyidikan (SP3), diakses
karenanya alasan “tidak cukup bukti” yang tanggal 13 Oktober 2015.
sering digunakan oleh penyidik untuk Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian
menghentikan penyidikan jangan digunakan Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986,
lagi. Dengan tidak digunakannya alasan Setyawan Budi, Penerbitan SP3 Oleh Kejaksaan
tersebut maka dengan sendirinya aparat Agung RI Dalam Penanganan Kasus-Kasus
penegak hukum akan lebih berhati-hati tindak Pidana Korupsi dikaitkan dengan

60
Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Semangat penegakan Hukum di Indonesia,


Kompas Gramedia, Jakarta, 2013.
Sugama, I Dewa Gede Dana., SP 3 Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Jurnal, Unud, Bali, 2014.
Samosir, Djisman., Segenggam tentang Hukum
Acara pidana, Nuansa Aulia, Bandung, 2013.
UURI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, Karnia, Surabaya, 2004.
Yuntho, Emerson., Mencermati Pemberian SP 3
Kasus Korupsi,
http://www.hukumonline.com/detail.

61

Anda mungkin juga menyukai