Anda di halaman 1dari 8

KERATITIS

1. Definisi
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea
ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi
pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.Keratitis biasanya
diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau
interstisial (Ilyas, 2004).
2. Klasifikasi
Menurut Biswell, keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.
1. Berdasarkan lapisan yang terkena Keratitis dibagi menjadi:
a. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel)
Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang
dapat terletak superfisial dan subepitel
Etiologi : Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat
terjadi pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpeszoster,
Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eye,
keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahaya
pengawet lainnya.
Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.
Pemeriksaan laboratorium : Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi
berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan
dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes
untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji ini adalah
bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat
warna fluorescein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat
defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih
basa.uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk mengetahui fungsi dari saraf
trigeminus dan fasial. Pada umumnya sensibilitas kornea juga akan menurun.
Penatalaksanaan : Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada
prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan
idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama
adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin
atau fluconazol. Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial
ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa
nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.
b. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus.Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau
keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien
setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis
Etiologi : Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan
Esrichia.
Gejala klinis : Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi,
disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat
tunggal ataupun multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan
pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri
Penatalaksanaan : Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai
dengan penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat
diberikan vitamin B dan C dosis tinggi
c. Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah
ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea.Keratitis
interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan.Sifilis adalah penyebab paling sering
dari keratitis interstitial.
Etiologi : Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke
dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis
Gejala klinis : Biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi, dan
menurunnya visus. Menurut Hollwich keratitis yang disebabkan oleh sifilis
kongenital biasanya ditemukan trias Hutchinson (mata: keratitis interstisial, telinga:
tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk obeng), sadlenose, dan pemeriksaan serologis
yang positif terhadap sifilis. Pada keratitis yang disebabkan oleh tuberkulosis
terdapat gejala tuberkulosis lainnya.
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan
pewarnaan gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri
Penatalaksanaan : Penatalaksanaannya dapat diberikan kortikosteroid tetes mata
jangka lama secara intensif setiap jam dikombinasi dengan tetes mata atropin dua
kali sehari dan salep mata pada malam hari.
2. Berdasarkan penyebabnya
Keratitis diklasifikasikan menjadi:
a. Keratitis Bakteri
Etiologi : Menurut American Academy of Ophthalmology (2009).
Causes of Bacterial Keratitis Common Organisms : Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae and other Streptococcus
spp, Pseudomonas aeruginosa (most common organism in soft contact lens
wearers), Enterobacteriaceae (Proteus, Enterobacter, Serratia), Non-spore-
forming anaerobes
Gejala klinis : Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada
mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi
kabur.Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis, perikornea,
blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan
menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan Moraxella
sp), agar darah (untuk kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar
Sabouraud (untuk jamur, media ini diinkubasi pada suhu kamar).Kemudian
dilakukan pewarnaan Gram.
Penatalaksanaan : Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan
(AmericanAcademy of Ophthalmology, 2009):

b. Keratitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis
Etiologi Menurut Susetio (1993), secara ringkas dapat dibedakan :
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
2) Jamur bersepta :Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium
sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria
sp.
3) Jamur tidak bersepta :Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
4) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas:
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
5) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium :Blastomices sp, Coccidiodidies sp,Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
Gejala klinis : Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu
kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada mata
aka terlihat infiltrate kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi superficial, dan
satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan
plaque tanpak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque dengan gambaran
stelit pada kornea, dan lipatan descement.
Pemeriksaan laboratorium : Hal yang utama adalah melakukan pemeriksaan
kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus
dengan biomikroskop. Kemudian dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa
atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-
60%, 60-75% dan 80
Penatalaksanaan : Hal yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai
jenis keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi:
1) Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya. Topikal amphotericin B 1,02,5
mg/ml, thiomerosal (10 mg/ml), natamycin > 10 mg/ml, golongan imidazole.
2) Jamur berfilamen. Untuk golongan II : Topikal amphotericin B, thiomerosal,
natamycin (obat terpilih), imidazole (obat terpilih).
3) Ragi (yeast). Amphoterisin B, natamycin, imidazole
4) Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.Golongan sulfa,
berbagai jenis antibiotik.
c. Keratitis Virus
Etiologi : Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea.Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan
parasit intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung,
rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus
Gejala klinis : Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata, fotofobia,
penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika
bagian pusat yang terkena.Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan
dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat
sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
Pemeriksaan laboratorium : dilakukan kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV
dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel raksasa. Virus ini dapat dibiakkan
pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan pada banyak jenis lapisan sel
jaringan (misal sel HeLa, tempat terbentuknya plak-plak khas).
Terapi :
1) Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial,
karena virus berlokasi didalam epitel.Debridement juga mengurangi
bebanantigenik virus pada stroma kornea.Epitel sehat melekat erat pada kornea
namunepitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.Debridement dilakukan dengan
aplikatorberujung kapas khusus.Obat siklopegik seperti atropin 1% atau
homatropin 5%diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit
tekanan. Pasienharus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek
korneanyasembuh umumnya dalam 72 jam
2) Terapi Obat menurut Ilyas,
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan
setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).
 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
3) Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya
dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif.
d. Keratitis Acanthamoeba
Etiologi : Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang biasanya
disertai dengan penggunaan lensa kontak
Gejala klinis : Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya yaitu
kemerahan, dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini, dengan
perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin banyak ditemukan.
Keratitis Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan sebagai keratitis herpes
Pemeriksaan laboratorium : Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan
dan biakan di atas media khusus.Biopsi kornea mungkin diperlukan.Sediaan
histopatologik menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit).Larutan
dan kontak lensa harus dibiak. Sering kali bentuk amuba dapat ditemukan pada
larutan kotak penyimpan lensa kontak
Penatalaksanaan : Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat,
propamidin topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Bikuanid
poliheksametilen (larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain atau sendiri,
kini makin populer. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk
mengendalikan reaksi radang dalam kornea.Keratoplasti mungkin diperlukan pada
penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan berlanjutnya infeksi atau setelah
resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan penglihatan.Jika organisme ini
sampai ke sklera, terapi obat dan bedah tidak berguna
Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoptalmus di mana kelopak tidak dapat menutup
dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.lagoptalmus akan menyebabkan mata
terpapar sehingga terjadi trauma pada konjugtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi.
Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis dan keratitis.
Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parrut pada tepi kelopak, eksoftalmus,
paralise saraf fasial, atoni orbicularis okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan keratitis lagoftalmus adalah dengan mengatasi kausa dan air mata
buatan.Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan salep mata.
Keratokonjungtiva epidemic
Keratitis yang terjadi pada keratokonjungtivitis epidermic adalah reaksi peradangan
kornea dan konjugtiva yang disebabkan reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 9, 19, 37 yang
berdifat bilateral
Keluhan umum demam, gangguan saluran nafas, penglihatan menurun, merasa seperti
ada benda asing, berair dan kadang disertai nyeri
Gejala klinis yang ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran
pada konjugtiva tarsal yang membentuk jaringan parut, kelenjar pre aurikuler membesar. Pada
hari ke 7 terdapat lesi epitel setempat dan hari ke 11-1 terdapat keekeruhan subepitel di bawwah
lesi epitel tersebut. Kekeruhan subepitel menghilang sesudah 2 bulan sampai 3 tahun atau lebih.
Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya dengan kompres dingin, cairan air mata dan
pengobatan penunjang lainya.Lebih baik diobati secara konservatif.Bila terdapat kekeruhan pada
kornea yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat diberikan steroid tetes mata 3 kali /
hari, IDU (iodo 2 dioxyrudine) tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Sumber : Riordan-Eva, Whitcher John. Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC. 2010.
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI. 2010.

Anda mungkin juga menyukai