Anda di halaman 1dari 12

Nama : Mela Deliani

Kelas : 88.3A.33

NIM : 88170009

Mata kuliah : Komunikasi keperawatan II

Tugas : Karakteristik di ruang anak, lansia, IGD dan ICU

LANSIA
Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia,
kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia
lebih dari 70 tahun.
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun
2. Usia tua : 75 -89 tahun
3. Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.
Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut
usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan
pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah
yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.
Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu
penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4
penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih
sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory,
1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal
yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap
buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al., 2003).
Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik
berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-
perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud
komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut
sertakan dirinya
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat
tersebut demi kenyamanan klien.
Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang
memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai
teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a) Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara
agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
b) Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut
misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang
bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.
Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c) Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan,
maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan
petugas kesehatan.
d) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan
menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan
kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi
dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil
maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-
ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk
itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat
di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan
tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
f) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikan nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
2. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu
yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan
yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif
sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan
tepat
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

IGD (Instalansi Gawat Darurat)


Pengertian UGD dan IGD

Pelayanan IGD merupakan pelayanan rumah sakit, yang memberikan pelayanan khusus
kepada pasien gawat darurat secara terus menerus selama 24 jam setiap hari. Salah satu yang
dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien dalam membantu
memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka
membantu mengatasi masalah pasien adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi terapeutik
diterapkan oleh perawat dalam melakukan tindakan pelayanan ke pasien dan untuk
meningkatkan rasa saling percaya, apabila tidak diterapkan akan mengganggu hubungan
terapeutik yang berdampak pada ketidakpuasan pasien, fenomena yang terjadi di IGD
Banyak orang menganggap UGD (unit gawat darurat) dan IGD (instalasi gawat darurat)
adalah dua fasilitas perawatan yang sama. Padahal tidak begitu. UGD dan IGD memang
merupakan tempat pelayanan kesehatan untuk menangani pasien yang gawat darurat. Akan
tetapi, UGD dan IGD adalah dua hal yang berbeda. UGD memiliki ruang lingkup yang lebih
kecil dibanding IGD. Biasaya UGD terdapat di rumah sakit kecil sementara IGD berada di
rumah sakit yang lebih besar dengan dokter jaga yang juga lebih banyak. Dokter jaga di UGD
biasanya adalah dokter umum. Sedangkan dokter jaga di IGD biasanya tak hanya melibatkan
dokter umum saja, namun juga dokter spesialis. Meski begitu baik UGD dan IGD memiliki
prinsip penanganan yang sama. Pasien gawat darurat yang datang ke akan langsung
mendapatkan penanganan dari dokter jaga hingga kondisinya membaik. Setelah membaik, pasien
umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap yang telah ditentukan oleh dokter.

Jenis Pelayanan Kegawatan yang sering dilakukan


1. Tindakan kegawatan sesuai ABC ( airway breating Circulation ) untuk penyelamatan pasien
2. Penanganan Trauma yang disebabkan kecelakaan lalu lintas ( kerja sama dengan Polres
terdekat )
3. Penanganan Cidera ( tulang, kepala, abdoment )
4. Kejang demam
5. Sesak nafas
6. Penanganan pasien kholik saluran pencernaan
7. Penanganan pasien kholik saluran kemih
8. Penanganan pasien perdarahan
9. Penanganan pasien Stroke
10. Penanganan korban bencana / disaster
Pemilahan Pasien di IGD (TRIAGE)
1. Merah : Pasien Gawat Darurat
2. Kuning : Pasien tidak gawat darurat, atau darurat tidak gawat
3. Hijau : Pasien tidak gawat tidak darurat
4. Hitam : Pasien meninggal dunia

ICU (Intensive Care Unit)


Pengertian ICU

Intensive Care Unit alias ICU adalah perawatan di rumah sakit yang dikhususkan untuk
pasien dewasa dengan kondisi yang mengancam jiwa. Sebagian besar prosedur yang dilakukan
di ruang perawatan ICU ditujukan untuk menyelamatkan pasien dari cacat permanen yang
dikhawatirkan dapat memengaruhi bagaimana mereka menjalani aktivitas sehari-hari. Bahkan,
dalam banyak kasus, prosedur yang dilakukan di ruang ICU dikhususkan untuk menyelamatkan
pasien dari kematian. Oleh sebab itu, pasien yang mengalami kondisi kritis atau mengacam jiwa
biasanya akan dipantau secara intensif dengan peralatan khusus oleh tenaga medis yang sudah
terampil dan terlatih. Akan ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi di ruang ICU. Nah, hal
inilah yang jadi alasan mengapa tenaga medis yang ditugaskan berjaga di ruang ICU dituntut
untuk bisa melakukan tindakan penanganan medis kritis dengan tingkat kesiagaan yang
tinggi. Para tenaga medis yang kebagian tugas jaga di ruang ICU harus siap jika sewaktu-
sewaktu ada pasien yang membutuhkan pertolongannya.

Karakteristik Perawat ICU


1.Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2.Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3.Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai etik dan legal
dalam memberikan asuhan keperawatan
4.Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5.Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6.Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7.Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8.Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9.Berpikir kritis
10.Mampu menghadapai tantangan
11.Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12.Berpikir ke depan
13.Inovatif
INDIKASI MASUK ICU
a. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan agresif seperti
Gangguan atau gagal nafas akut , Gangguan atau gagal sirkulasi, Gangguan atau gagal susunan
syaraf , Gangguan atau gagal ginjal .
b. Prioritas 2
Pemantauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
ancaman gangguan pada sistem organ vital Misalnya Observasi intensif pasca bedah operasi :
post trepanasi, post open heart, post laparatomy dengan komplikasi, Observasi intensif pasca henti
jantung dalam keadaan stabil , dan Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.
c. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk
penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife Intubasi atau Resusitasi
Kardio Pulmoner. NB : Pasien prioritas 1 harus didahulukan dari pada prioritas 2 dan 3

ANAK

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA


BAYI DAN ANAK

1. Penerapan komunikasi pada bayi (0-1 tahun)


Bayi terlahir dengan kemampuan menangis karena dengan cara itu mereka berkomunikasi. Bayi
menyampaikan keinginanya melalui komunikasi non verbal. Bayi akan tampak tenang dan
merasa nyaman dan aman jika ada kontak fisik yang dekat terutama dengan orang yang
dikenalnya (ibu). Tangisan bayi itu adalah cara bayi memberitahukan bahwa ada sesuatu yang
tidak enak dia rasakan, lapar, popok basah, kedinginan,lelah dan lain-lain.
(Kemenkes, 2013 :14-15)

2. Penerapan komunikasi pada kelompok todler (1-3 tahun) dan prasekolah (3-6 tahun)
Pada usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Ciri khas
kelompok ini adalah egosentris, dimana mereka melihat segala sesuatu hanya berhubungan
dengan dirinya sendiri dan melihat segala sesuatu dengan sudut pandangnya sendiri.

Contoh penerapan komunikasi dalam perawatan :


a) Memberitahu apa yang terjadi pada diri anak
b) Memberikan kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan
digunakan
c) Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika tidak menjawab harus diulang lebih jelas
dengan
pengarahan yang sederhana
d) Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”
e) Mengalihkan aktifitas saat komunikasi misalnya dengan memberikan mainan saat
komunikasi
f) Menghindari konfrontasi langsung
g) Jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak
h) Bersalam dengan anak saat memulai interaksi, karena bersalaman dengan anak
merupakan cara
untuk menghilangkan perasaan cemas
i) Mengajak anak menggambar, menulis atau bercerita untuk menggali perasaan dan fikiran
anak.
(Kemenkes, 2013 :15-16)

3. Komunikasi pada usia sekolah (7-11 tahun)

Pada masa anak akan banyak mencari tahu terhadap hal-hal baru dan akan belajar menyelesaikan
masalah yang dihadapinya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, berani mengajukan
pendapat dan melakukan klarifikasi yang tidak jelas baginya.
Contoh penerapan komunikasi dalam keperawatan
a) Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak dengan menggunakan kata-kata
sederhana yang spesifik
b) Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak
c) Pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi, maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya
d) Jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu
berkomunikasi secara afektif.
(Kemenkes, 2013 :17)
TEKHNIK KOMUNIKASI DENGAN BAYI DAN ANAK : TEKHNIK VERBAL DAN
NON VERBAL

Teknik Verbal

a) Melalui orang atau pihak ketiga


Khususnya mengahadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi secara langsung pada
anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan cara berbicara terlebih dahulu dengan orang
tuanya yang sedang berapa disampingnya, mengomentari pakaian yang sedang dikenakanya. Hal
ini pada dasarnya adalah untuk menanamkan rasa percaya anak pada perawatan terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan yang menjadi tujuan.
(Yupi Supartini, 2004 : 86)

b) Bercerita sebagai alat komunikasi

Dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak misalnya, bercerita tentang
anak pintar dan saleh yang sedang sakit yang mematuhi nasihat orang tua dan perawat sehingga
diberi kesembuhan oleh ALLAH Yang Mahaesa. Jadi, ini cerita harus disesuaikan dengan
kondisi anak dan pesan yang ingin kita sampaikan kepada anak. selama bercerita gunakan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti anak. penggunaan gambar-gambar yang menarik dan lucu
saat bercerita akan membuat penyampaian cerita lebih menarik bagi anak sehingga pesan yang
ingin disampaikan dapat diterima anak secara efektif. (Yupi Supartini, 2002 : 86-87)

c) Fasilitasi anak untuk berespons

Satu hal yang penting yang harus diingat, selama berkomunikasi jangan menimbulkan kesan
bahwa hanya kita yang dominan berbicara pada anak, tetapi fasilitasi juga anak untuk berespons
terhadap pesan yang kita sampaiakan. Dengarkan ungkapanya dengan baik, tetapi hati-hati dalam
merefleksikan ungkapan yang negatif. Misalnya, saat anak bicara, “saya mau pulang, saya tidak
ada suka tinggal di rumah sakit “. Untuk merespons perkataan anak seperti ini katakan, “ tentu
saja kamu akan pulang jika... supaya kamu senang berada dirumah sakit bagaimana kalau kita
buat permainan yang lain setiap harinya. Suster akan merencanakanya kalau kamu setuju.
(Yupi Supartini, 2002 : 87)

d) Meminta anak untuk menyebutkan keinginanya

Untuk mengetahui apa yang sedang dikeluhkan anak, minta anak untuk menyebutkan
keinginanya. Katakan apabila suster menawarkan pilihan keinginan, apa yang paling diinginkan
anak saat itu. Keinginan yang diungkapkanya akan meningkatkan perasaan dan pikirannya saat
itu sehingga dapat mengetahui masalah dan potensial yang dapat terjadi pada anak. (Yupi
Supartini, 2002 : 87)

e) Biblioterapi

Buku atau majalah dapat juga digunakan untuk membantu anak mengekspresikan pikiran dan
perasaanya. Bantu anak mengekspresikan perasanya dengan menceritakan isi buku atau majalah.
Untuk itu perawat harus tahu terlebih dahulu ini dari buku atau majalah tersebut dan simpulkan
pesan yang ada didalamnya sebelum bercerita pada anak.
(Yupi Supartini, 2002 : 87)

f) Pilihan pro dan kontra


Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak adalah dengan mengajukan satu situasi,
biarkan anak menyimak dengan baik, kemudian mintalah anak untuk memulihkan hal yang
positif dan negatif memuat pendapatnya dari situasi tersebut. (Yupi Supartini, 2002 : 88)

g) Penggunaan skala peringkat

Skala peringkat digunakan untuk mengkaji kondisi tertentu, misalnya mengkaji intensitas nyeri.
Skala peringkat dapat berkisar antara 0 pada satu titik ekstrim dan 10 pada satu titik ekstrim
lainya. Nilai tingkat nyeri 1 sampai lima. Kemudian kita tentukan kondisi anak berada pada
angka berapa saat mengungkapkan perasaan sedih, nyeri, dan cemas tersebut.
0 diartikan sebagai perasaan skala tidak nyeri
1-2 diartikan sebagai skala nyeri ringan
Lebih dari 3-7 diartikan sebagai skala nyeri sedang
Lebih dari 7- 9 diartikan nyeri yang sangat berat
Lebih dari 9-10 diartikan nyeri yang sangat hebat
(Yupi Supartini, 2002 : 88)

Teknik Non Verbal

a) Menulis

Menulis adalah pendekatan komunikai yang secara efektif tiadak saja dilakukan pada anak tetapi
juga pada remaja.

Perwat dapat memulai komunikasi dengan anak dengan cara memeriksa atau menyelidiki tentang
tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis perawat
dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana perasaan anak.

b) Menggambar

Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambarkan sesuatu terkait dengan
dirinya, misalnya perasaan, apa yang dipikirkan, keinginan.

Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan keluarganya dan
dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah) dengan anak.

c) Kontak mata, postur dan jarak fisik

Pembicaraan atau komunikasi akan teras lancar dan efektif jika kitan sejajar. Saat berkomunikasi
dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara membungkuk atau merendahkan posisi kita
sejajar dengan anak. dengan posisi sejajar akan memungkinkan kita dapat memungkinkan kontak
mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa yang dikomunikasikan anak.

d) Ungkapan marah
Anak mengungkapakan perasaan marahnya dan dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian
apa yang menyebabkan ia merasa jengkel dan marah. Untuk memberikan ketenangan anak pada
saat marah, duduklah dekat dia, pegang tangannya atau pundaknya atau peluklah dia.

e) Sentuhan

Adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memegang sebagian tangan atau bagian tubuh
anak misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan, bertujuan untuk
memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang dilakukan antara anak dan
orang tua. (Kemenkes, 2013)

Anda mungkin juga menyukai