1
ESOFAGUS
ANATOMI
Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari
perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan
dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu Leher (pars servikalis),
sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada
(pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior
mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok
ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen
(pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari
diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm
Bagus-TOLE | 3
Gambar 3. Persarafan berasal dari n. vagus & trunkus simpatis servikal.
Secara histologis dinding esofagus terdiri atas 4 lapis, yaitu: membran
mukosa (tunika mukosa); submukosa; muskularis eksterna dan tunika adventisia.
Tidak adanya tunika serosa menyebabkan keganasan pada esofagus lebih cepat
menyebar serta membuat anastomosis dan perbaikan dengan pembedahan
menjadi lebih sulit. 11
Bagus-TOLE | 4
FISIOLOGI
Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Yang kedua, refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah
esofagus dan masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh
sfingter atas esofagus, sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi
tonik otot krikofaringeus.
Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung
oleh gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada
besarnya bolus makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus
terdiri dari gerakan peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak
peristaltik primer adalah gerak peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan
peristaltik pada faring yang menyebar ke esofagus. Gerakan ini berlangsung
dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan membutuhkan waktu 8-9 detik untuk
mendorong makanan ke lambung. Gerakan peristaltik sekunder terjadi oleh
adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan peristaltik primer dan masih
ada makanan pada esofagus yang merangsang reseptor regang pada esofagus,
maka akan terjadi gelombang peristaltik sekunder. Gelombang peristaltik
sekunder berakhir setelah semua makanan meninggalkan esofagus. Esofagus
dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus proksimal atau sfingter atas
esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan dengan lambung
oleh sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal
spinchter/ LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur
oleh n. vagus. Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari
neuron post ganglion n. vagus yang menghasilkan asetilkolin.
Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara
esofagus dan lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak
berbeda dengan esofagus tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam
keadaan normal sfingter selalu konstriksi.
Bagus-TOLE | 5
Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu :
1. Faseoral, yang mencetuskan proses menelan
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan liur akan membentuk bolus makananmelalui dorsum lidah ke
orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator veli palatini
mengakibatkan rongga pada tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole
dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant's ridge) terangkat
penutupan nasofaring akibat kontraksi m. levator veli palatine kontraksi m.
Palatoglosusismus fausium tertutupkontraksi m. palatofaring, sehingga
bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
2. Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya
makanan dari faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas
oleh kontraksi m.stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu
plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena
kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligespenghentian aliran udara
ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan
masuk ke sal.nafasmeluncur ke arah esofagus.
3. Fase esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan
dari esofagus ke lambung. Rangsangan makanan pada akhir fase
faringealrelaksasi m. krikofaring introitus esofagus terbuka dan bolus
makanan masuk kedalam esofagus. sfingter berkontraksi > tonus introitus
esofagus saat istirahat,refluks dapat dihindari. Akhir fase esofageal sfingter
ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal
untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus
makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.
Bagus-TOLE | 6
AKALASIA ESOFAGUS
PATOFISIOLOGI
Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada eofagus, sfingter bawah
esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi
dan tidak memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan
dilatasi minimal pada awalnya, namun lama kelamaan dapat menjadi seluas 16
cm. Secara histologis, abnormalitas utama berupa hilangnya sel ganglion di
pleksus mienterikus (pleksus Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi
neuropatik lain juga dapat ditemukan, antara lain: a). Inflamasi atau fibrosis
pleksus myenterikus pada awal penyakit, b). Penurunan varikosa serabut saraf
pleksus myenterikus, c). Degenerasi n. Vagus, d). Perubahan di dorsal nukleus
motoris n. Vagus dan f). Inklusi intrasitoplasma yang jarang pada dorsal motor
nukleus vagus dan pleksus myenterikus. Segmen esofagus di atas sfingter
esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit dan
tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut
mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus
yang berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses,
bisa berbentuk botol, fusiform, samapai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi
jaringan sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat
rangsangan retensi makanan. 2
Bagus-TOLE | 7
GAMBARAN KLINIS
Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri (chest pain)
atau tidak enak di daerah retrosternal dan penurunan berat badan. Disfagia,
merupakan gejala paling umum pada penderita akalasia, baik makanan padat
ataupun cair berakibat disfagia meskipun makanan padatlah yang paling sering
dikeluhkan pasien menimbulkan disfagia.
Disfagi : Rasa penuh/mengganjal (hilang timbul/ makin lama makin berat)
Makan perlahan, minum banyak, Makanan hangat dingin Makanan padat
cair, Makanan dingin lebih sulit lewat cairan > sulit dari padat
Regurgitasi : Regurgitasi setelah terjadi mega-esofagusAspirasi pneumoni
Saat baring (pada malam hari pasien terbangun)
Kompresi : Sudah dilatasi hebat, Rasa rasa tidak enak di substernum, Sesak
napas. Predisposisi karsinoma esofagus
Sekitar 25-50% pasien disfagia melaporkan adanya episode nyeri dada yang
sering dipicu saat sedang makan.nyerinya khas yaitu di aerah retrosternal, gejala
ini lebih sering dijumpai pada pasien awal atau yang di sebut vigorous achalasia.
Seiring perjalanan penyakit, aspirasi akan semakin sering, akibatnya beberapa
pasien akan datang dengan gejala pneumonia atau pneumonitis. Abses paru,
bronkiektasis dan hemoptisis termasuk penyakit paru berat yang dihubungkan
dengan aspirasi akibat akalasia. Keadaan gizi pada penderita akalasia biasanya
baik pada awalnya dan kemudian mundur pada tahap lanjut.
Type of Achalasia Motility
1. Primer Achalasia
• sel ganglion Plexus Auerbach/Mienterikus (-)
• Tidak ada peristaltik esofagus & relaksasi LES.
• Beak-like appearance pd esofagografi.
• Onset dysfagia sejak usia dini.
2. Secondary Achalasia
• Tidak ada peristaltik tumor, inflamasi/infeksi
gastoresofial junction.
• Beak-like appearance dg dilatasi esofagus
• Onset dysfagia < 6 bl dimulai saat Dewasa/Tua
(>60th).
• Berat badan sering menurun
Beda Akalasia:
Striktur: Pada endoskopi, mukosa menyempit
dan alat tidak bisa melewati daerah striktur.
Tumor: Pada endoskopi, tampak massa tumor,
dan sering terjadi perdarahan.
Bagus-TOLE | 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto thorax Dilatasi esofaghus di belakang jantung, Gelembung udara di
esofagus dapat terlihat kecil atau tidak ada.
2. Barium meal dilakukan sebelum endoskopi untuk identifikasi, dimana
disfagia pada keganasan mudah terjadi perforasi karena alat endoskopi.
Esofagus berdilatasi dan material kontras masuk ke dalam lambung secara
perlahan-lahan bagian distal menyempit gambaran paruh burung (bird’s
beak), ini berbeda dengan ’rat tail appearance’ karsinoma esofagus.
3. Endoskopi untuk menyingkirkan keganasan sehingga harus dilakukan
pada pasien akalasia ”Rat Tail Appearance”. Pada Striktur, alat
kemungkinan tidak bisa melewati daerah striktur.
4. Manometri Gold Standart diagnosis akalasia. Pada akalasia didapatkan
tekanan istirahat sfingter kardia yang tinggi, relaksasi yang tidak
sepenuhnya pada saat menelan dan tidak adanya peristaltik di esofagus
distal, simultaneous, amplitudo rendah, single-peaked, kontraksi peristaltik
yang luas dan tekanan positif gastroesofageal yang tajam. 1,4,12
5. Monitoring PH esofagus bagian bawah, diperlukan untuk menyingkirkan
gastroesophageal reflux disease (GERD). Jika ditemukan ada GERD, maka
kontra indikasi penatalaksanaan dilatasi pneumatik.
6. CT scan dengan tambahan kontras dapat mendemonstrasikan gambaran
kasar abnormalitas esofagus yang berhubungan dengan akalasia.
Esofagografi :
• Dilatasi di proksimal, kardioesofageal
sempit "bird beak” atau “ Mouse Tail “
• Grade I : dilatasi < 4 cm,
II : 4-6 cm,
III : > 6 cm
IV : dilatasi hebat, berkelok,
sigmoid
DIAGNOSIS BANDING
Striktur benigna pada esofagus bawah dan karsinoma di dekat sambungan
gastroesofagus harus dibedakan dari akalasia. Esofagoskopi, pada tumor
ditemukan Infiltrasi karsinoma intramural (massa Tumor), pada striktur
kemungkinan alat endoskopi tidak bisa melewati daerah striktur. Kondisi yang
mirip akalasia ditemukan pada komplikasi dari penyakit Chaga‟s (American
trypanosomiasis). Pada kondisi ini tidak ditemukan segmen aganglionik, atau
pada akalasia yang berhubungan dengan diabetes dan keganasan tertentu. 4,10
Bagus-TOLE | 9
PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif (oral, dilatasi pneumatik, injeksi toksin botulinum) dan
Terapi Bedah (miotomi Heller).
Konservatif:
Terapi oral (kapsul atau pil) :
Untuk mengendorkan sfingter esofagus dan diberikan sebelum makan. Bersifat
sementara dan tidak memperbaiki gejela secara bermakna. Efek samping, sakit
kepala, hipotensi dan edema kaki. Indikasi: tahap awal, tidak ada rencana
operasi, dan injeksi toksin botulinum. Ca channel blocker (verapamil,nifedipine),
agen antikolinergik (cimetropum bromide), nitrat (isosorbid dinitrat) dan opioid
(loperamide).
Toksin botulinum :
Disuntikkan ke LES saat endoskopi, bekerja menghambat pelepasan asetilkolin
di sfingter bawah esofagus relaksasi otot sfingtermakanan mudah masuk ke
lambung.
Dilatasi pneumatik (balloning) :
Memasukkan balon ke esofagus untuk meregangkan sfingter, dengan Anestesi
lokal.
Operatif:
Esofagomiotomi :
Terapi yang optimal yang dilakukan pertama kali oleh Earnest Heler (1913).
Prosedur ini dapat membedakan dengan tepat otot sirkuler dan longitudinal pada
esofagus bawah, dan memperbaiki obstruksi fungsi esofagus bawah. Dilakukan
secara transtorakal atau minimal invasif laparoskopi.
Kontra indikasi: pasien dengan penyakit kardiopulmoner berat atau pun keadaan
lain yang beresiko untuk tindakan pembiusan. Pilihan terapi untuk pasien
tersebut adalah Terapi Konservatif.
Gambar 5. skema esofagomiotomi Heller. A. Miotomi esofagus dari v. Pulmonalis inferior hingga
sfingter bawah esofagus dan 1-1,5 cm ke dinding lambung, B. Mukosa dimobilisasi > 50% sekeliling
esofagus. C. Penjahitan untuk mendekatkan otot esofagus & fundus gaster, D. Setelah operasi
Bagus-TOLE | 10
Bagus-TOLE | 11
Teknik Operasi
Cara tradisional dalam miotomi Heller yaitu melakukan torakotomi kiri pada
ruang interkostal VII. Esofagus distal dan proksimal dimobilisasi. Otot sirkuler
dan longitudinal diinsisi dari inferior v. Pulmonalis menyilang dengan
persambungan gastroesofagus melengkapi miotomi dengan jarak yang
bervariasi ke dalam lambung. Otot dipisahkan dari lapisan mukosa sehingga
memungkinkan lapisan mukosa yang kuat menonjol. Miotomi yang panjang
memungkinkan gangguan pada sfingter esofagus bawah memulihkan disfagia
namun meningkatkan resiko refluks. Untuk mengoptimalkan hasilnya, banyak
ahli bedah menambahkan funduplikasi parsial pada miotomi yang panjang. Dada
ditutup setelah itu di pasang chest tube dan pasien dirawat 4 hingga 7 hari. 1
Laparoskopi miotomi Heller saat ini merupakan prosedur yang optimal,
hasilnya sangat baik dan hanya sedikit morbiditas yang ditimbulkan. Prosedur ini
harus dilakukan oleh ahli bedah dengan kemampuan laparoskopik yang baik dan
berpengalaman. Prosedur ini dilakukan dengan pembiusan total, dan
memerlukan 5 trokar laparoskopi. Peritonium di atas esofagus distal dipisahkan
dan esofagus anterior akan terlihat setelah memasuki pneumoperitoneum. N.
Vagus anterior diidentifikasi dan diamankan. Dengan pembesaran laparoskopis,
otot longitudinal dan sirkular dipisahkan secara hati-hati untuk membuat lapisan
mukosa nampak. Setelah itu miotomi diperluas ke proksimal 6 cm dari
sambungan gastroesofagus dan ke distal sepanjang 1 cm kedalam lambung
bagian proksimal. Pemisahan otot dari mukosa memungkinkan mukosa
mengalami penonjolan. Endokopi fleksibel intraoperatif kemudian dilakukan
untuk memastikan tidak adanya obstruksi distal lebih lanjut. Miotomi dapat
dengan mudah diperluas jika dibutuhkan hingga LES diablasi. Udara kemudian
dimasukkan ke esofagus untuk menyelidiki ada atau tidaknya perforasi. Setelah
proses miotomi selesai dilanjutkan dengan prosedur antirefluks yaitu fundoplikasi
parsial. Setelah trokar di lepaskan , 0,5-1 cm insisi tersebut dijahit dengan
benang yang dapat diabsorpsi. Pemasangan NGT tidak diperlukan, dan
malamnya pasien dapat memulai makan makanan cair. Nyeri postoperatif,
pemulihan dan kembalinya pasien bekerja sama seperti setelah prosedur
kolesistektomi laparoskopi. 1
KOMPLIKASI
- Akalasia yang tidak ditanganiinhalasi material dari esofagus pada malam hari
(nokturnal) dan pneumonia aspirasi.
- Penanganan akalasiamengakibatkan perforasi dan refluks gastroesofagus.
- Kronis Karsinoma esofagus (2-7 % pasien).
PROGNOSIS
Perbaikan gejala obstruksi dapat diperoleh pada prosedur dilatasi dan
operasi sekurang-kurangnya 85-90% pasien. Prosedur Heller dapat mengatasi
obstruksi namun juga dapat berakibat pada timbulnya refluks gaastroesofagus.
Akan lebih baik jika dilakukan esofagoskopi secara berkala pada semua pasien
karena terapi yang berhasil pun tidak mengurangi resiko kanker esofagus pada
pasien akalasia.
Bagus-TOLE | 12
KARSINOMA ESOFAGUS
Gambaran Klinis.
Ada beberapa gejala klinis yang sering ditemukan pada karsinoma esofagus :
1. Dysfagia : gejala yang paling sering, dari yang ringan sampai progresif.
2. Regurgitasi : gejala kedua terbanyak menunjukkan suatu obstruksi berupa
ketidaklancaran aliran makanan dari esofagus ke lambung.
3. Penurunan berat badan : Takut makan keadaan gizinya memburuk.
4. Hematemesis melena : adanya perdarahan pada tumor esofagus.
5. Anemia : Karena perdarahan atau defisiensi esofagus nutrisi.
6. Gejala-gejala lain seperti : nyeri dan suara parau.
Insiden.
Adenocarsinoma esofagus adalah sekitar 5-10% dari carcinoma esofagus,
bahkan di Asia dilaporkan sekitar 15% dari seluruh carcinoma esofagus dan di
negara-negara barat merupakan 50% dari carcinoma esofagus merupakan jenis
adenocarsinoma.
Patogenesis Dan Patologi
Penyebaran tumor pada esofagus dimulai dari subepiteliel dan dapat
muncul sebagai suatu flag submucosa yang besar atau ulcer. Penyebaran
submucosa dapat melebihi 5 cm dari masa tumor primer. Penyebaran
selanjutnya dari tumor adalah infiltrasi langsung ke organ lain yang berdekatan
dengan esofagus melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan melalui
pembuluh darah.
Adenocarsinoma esofagus terjadi pada mukosa esofagus yang abnormal
dimana pada reaksi terhadap refluks gastroesofageal yang kronik terjadi
metaplastik dari epitel squamous pada esofagus bagian distal menjadi suatu
epitel kolumner yang mengandung sel goblet yang disebut epitel Barret.
Selanjutnya epitel tersebut mengalami dysplasia mulai dari Lao grade dysplasia
sampai high grade dysplasia dan terakhir menjadi carsinoma. Adenocarsinoma
esofagus lebih banyak terjadi pada bagian bawah dari esofagus terutama pada
gastroesofageal junction. Perubahan yang terjadi pada squamous epithel sampai
terjadinya adenocarsinoma adalah sebagai berikut :
Squamous epithel Esofagitis Metaplasia Displasia Adenocarsinoma
(Barretts esofagus)
Secara mikroskopis dapat ditemukan berupa intestinal type, diffuse sign ring
cells (gastric type) dan poorby differentiated small cell type.
Gastroesofageal Reflux Disease (GERD) merupakan factor yang sangat
penting dalam perkembangan epitel Barret. Sekitar 10% pasien GERD akan
mengalami Barriet Esofagus. Faktor resiko lain dari terjadinya adenocasinoma
adalah alcohol dan tembakau, bahkan helicon bacter pylori diduga juga suatu
factor resiko bagi terjadinya adenocarsinoma.
Bagus-TOLE | 13
Staging karsinoma esofagus didasarkan pada system TNM dari Union
International Contre Le Cancer (UICC) yaitu:
T(Tumor) : Tis : Carsinoma in situ
T1 : Tumor invasi pada lamina propria atau submucosa
T2 : Tumor invasi pada muskularis
T3 : Tumor invasi pada lapisan adventitia
T4 : Tumor invasi pada organ lain
N(Nodul) : N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
N1 : Ada pembesaran kelenjar limfe regional
M(Metastase) : M0 : Tidak ada metastase
M1 : Ada metastase
Bagus-TOLE | 14
Table 9–1. Factors Associated with Pathogenesis of Esophageal Cancer
Factor Squamous Cell Cancer Adenocarcinoma
Smoking +++ +
Alcohol consumption +++ –
Hot beverages + –
N-nitroso compounds (e.g., pickled vegetables) + –
Betel nut chewing + –
Maté drinking + –
Deficiencies of green vegetables and vitamins + –
Low socioeconomic class + –
Fungal toxin or virus + –
History of radiation to the mediastinum + +
Lye corrosive stricture + –
History of aerodigestive malignancy +++ –
Plummer-Vinson syndrome + –
Obesity – ++
Achalasia + –
Gastroesophageal reflux – +++
Barrett's esophagus – ++++
Bagus-TOLE | 15
Bagus-TOLE | 16
Bagus-TOLE | 17
GASTER / LAMBUNG
ANATOMI
Lambung merupakan suatu organ yang terletak antara esophagus dengan
duodenum, terletak pada region epigastrium dan merupakan organ intraperitonel.
Berbentuk menyerupai huruf J dan terdiri dari fundus, corpus dan pylorus.
Memiliki 2 buah permukaan yaitu permukan anterior dan posterior serta memiliki
2 buah kurvatura yaitu mayor dan minor. Lambung memiliki dua buah orifisium
yaitu orifisium kardia dan pilori.
Bagus-TOLE | 18
Aliran vena lambung mengikuti nama dari arteri arteri yang memperdarahi
lambung dan aliran vena lambung akan menuju ke vena porta. Aliran limfe
lambung juga mengikuti daerah daerah yang diperdarahi arteri arteri lambung.
Pada daerah yang diperdarahi cabang arteri lienalis maka aliran limfe akan
bermuara ke hilus lienalis, sedangkan pada sepanjang arteri gastrika kiri akan
bermuara ke limfe sekitar aksis coeliakus. Daerah kurvatura mayor akan
bermuara ke limfe nodus subpilorik yang selanjutnya bermuara ke limfe nodus
coeliacus.
Bagus-TOLE | 19
Bagus-TOLE | 20
FISIOLOGI
Secara histologi, lambung terdiri atas 5 lapisan,yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis, subserosa & serosa. Pada cardia terdapat kelenjar yang
menghasilkan musin/lendir. Fundus dan corpus merupakan 4/5 dari permukaan
lambung memiliki 3 macam sel, yaitu:
- Sel musin yang menghasilkan lendir, terutama terletak di bagian atas
- Sel utama menghasilkan pepsinogen
- Sel parietal menghasilkan HCl dan faktor intrinsik Castle. Jika bercampur
dengan faktor ekstrinsik akan membentuk vitamin B12 (faktor antianemia).
Juga ditemukan sel argentafin yang tersebar, yaitu sel yang dapat dipulas
dengan perak dan mempunyai fungsi endokrin.
Mukosa, lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang
disebut rugae, sehingga dapat berdistensi waktu diisi makanan.
Submukosa, Jaringan areolar yang menghubungkan lapisan mukosa dan
muskularis bergerak bersama gerakan peristaltik mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah dan saluran limfe.
Muskularis,tiga lapis otot polos: lapisan longitudinal (luar), lapisan sirkular
(tengah) & lapisan oblik (dalam)memecahkan, mengaduk & mencampur
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Serosa/Subserosa Merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan
peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan
memanjang ke arah hati, membentuk omentum minus.
Fungsi lambung sebagai berikut :
A. Fungsi motorik :
Fungsi Reservoir : Menyimpan makanan.
Fungsi Mencampur : Memecahkan menjadi pertikel kecil dan mencampurnya
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
Fungsi Pengosongan: Pengosongan diatur oleh faktor saraf dan hormonal.
B. Fungsi pencernaan dan sekresi :
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini.
Sintesis & skresi gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,peregangan
antrum,alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.
Sekresi faktor intrinsikabsorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
Sekresi mukusMelindungi lambung & sebagai pelumas.
Faktor pertahanan mukosa gastro-duodenal
Epitel lambung diiritasi oleh 2 faktor yaitu endogen (HCL,pepsinogen/ pepsin &
garam empedu) dan eksogen (obat-obatan,alkohol dan bakteri), maka terdapat
sistem pertahanan mukosa gastroduodenal yang terdiri dari :
Lapisan pre epitel: Berisi mukus bikarbonat (air 95% & lipid glikoprotein)
sebagai rintangan fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hydrogen.
Sel epitel : Menghasilkan mukus,transportasi ionik sel epitel serta produksi
bikarbonatmempertahankan pH (6-7) intraseluler, intracellular tight junction.
Sub epitel : Sistem mikrovaskuler dalam lapisan submukosa lambung adalah
komponen kunci dari pertahanan sub epitel.
Bagus-TOLE | 21
Fisiologi Sekresi Lambung
Fase sefalik. Menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan. Penglihatan,penciuman dan rasa dari makanan
merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus.Sinyal
neurogenik yag menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan.
Fase Gastrik. Terjadi pada saat makanan masuk kedalam lambung,komponen
sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat didalamnya (asam amino dan
amino bentuk lainnya) yang secara langsung merangsang sel G untuk
melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktifasi sel-sel parietal melalui
mekanisme langsung maupun tidak langsung.Peregangan dinding lambung
memicu pelepasan gastrin dan produksi asam.
Fase intestinal. Sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk
kedalam usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan pencempuran
kandungan makanan yang ada.
Bagus-TOLE | 22
Bagus-TOLE | 23
Bagus-TOLE | 24
Bagus-TOLE | 25
Gastro Esofageal Refluks Disease ( GERD )
Pendahuluan
Penyakit Gastroesofageal refluks (Gastroesophageal refluks
disease/GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks cairan
lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat
keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas yang dapat
menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstra esophagus, dari
ringan sampai berat.
Gejala Klinis.
Keluhan rasa terbakar dan nyeri dada di bagian tengah, yang kemudian disusul
dengan timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut masam (regurgitasi). Rasa
terbakar tersebut dirasakan terutama pada waktu makan, dan dirasakan
sepanjang hari. Selain keluhan tersebut juga timbul rasa panas dan pedih di ulu
hati, mual, bahkan sering disusul dengan muntah. Akibat keluhan tersebut
umumnya nafsu makan menjadi berkurang. Walaupun demikian ada tiga keluhan
utama yang sering diajukan pada panderita, yaitu : rasa panas dan pedih di dada
bagian tengah, regurgitasi, dan disfagia.
Penyebab dari keluhan tersebut di atas adalah sebagai akibat dari
gangguan motilitas di esophagus, dan di lambung. Selain itu adalah akibat dari
meningkatnya asam lambung. Gangguan motilitas di esophagus biasanya terjadi
karena tonus sfingter bagian distal esophagus menurun. Sedangkan gangguan
motilitas di lambung karena berkurangnya peristaltik terutama di antrum dan
pylorus sehingga waktu pengosongan lambung menurun.
Sfingter esophagus bagian distal mempunyai peranan penting sebagai
mekanisme anti refluks pada kardia. Jadi dengan berkurangnya tonus sfingter
esophagus bagian distal, maka peristaltik di kardia akan terganggu atau lambat
membuka, sehingga makanan atau minuman terasa lambat turunnya, bahkan
dapat menyebabkan timbulnya refluks. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan
berkurangnya tonus esophagus bagian distal adalah : makan yang berlemak,
merokok, berbagai obat – obatan diantaranya : antikholinergik, aminofilin,
benzodiazepine, nitrate.
Pada penderita dengan keluhan GER, tidak hanya terjadi sebagai akibat
berkurangnya tonus sfingter esophagus bagian distal, tetapi juga disertai
berkurangnya peristaltik di antrum dan pylorus, sehingga waktu pengosongan
lambung menjadi lambat. Mengenai hal ini ditegaskan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi patogenesisnya. Faktor esophagus dan lambung mempunyai
peran penting dalam terjadinya GER. Oleh karena itu selain timbulnya keluhan
rasa terbakar atau rasa panas dan pedih di dada bagian tengah terutama waktu
makan atau minum, juga timbul keluhan lain yaitu merasa panas dan pedih di
hati, mual, muntah, mulut terasa masam atau pahit, dan merasa cepat kenyang.
Kadang – kadang GER dapat menimbulkan keluhan rasa nyeri di dada yang
kadang – kadang disertai rasa seperti kejang yang menjalar ke tengkuk, bahu
atau lengan sehinga menyerupai keluhan seperti angina pektoris. Keluhan ini
timbul sebagai akibat rangsangan kemoreseptor pada mukosa. Mungkin juga
Bagus-TOLE | 26
rasa nyeri di dada tersebut disebabkan oleh dua mekanisme yaitu adanya
gangguan motor esophageal dan esophagus yang hipersensitif. Gangguan motor
esophageal tidak akan disertai GER, mungkin merupakan penyebab nyeri yang
langsung. Biasanya keluhan nyeri seperti kejang tersebut ditemukan pada
penderita dengan akalasia, simptomatik spasme esophageal yang difus. Oleh
karena itu kondisi demikian terdapat pada esophagus yang sensitif mekanik.
Yang jelas bahwa esophagus hanya sensitif pada satu faktor saja, yaitu
pengaruh asam atau rangsangan mekanik.
Gangguan motilitas
Bersihan esofagus
ASAM
Tekanan lambung
Barier anti refluk
REFLUKS
tidak berfungsi
Pengosongan
lambung Lambung dilatasi
Refluk empedu
Patogenesis
Ada 4 faktor penting yang memegang peranan untuk terjadinya GER dan
esofagitis – refluks :
1. Anti-Refluks Barrier
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES
hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Peran
terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai
tonus LES yang normal. Faktor – faktor yang menurunkan tonus LES yaitu
adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah
tonusnya), obat – obatan (antikolinergik, beta-adrenergik, theofilin, opiat, dan lain
– lain), faktor hormonal.
Pada pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus–kasus GERD
dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks
ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat
spontan yang berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Bagus-TOLE | 27
Hubungan antara hernia hiatus dan GER masih kontroversial. Perlu diketahui
bahwa meskipun hanya 50 – 60% penderita dengan hiatus hernia menunjukkan
tanda esofagitis secara endoskopik, sekitar 90 % esofagitis disertai dengan
hiatus hernia. Ini menunjukkan bahwa hiatus hernia merupakan faktor penunjang
terjadinya GER karena kantong hernia mengganggu fungsi LES, terutama pada
waktu mengejan. Dewasa ini LES terbukti memegang peranan penting untuk
mencegah terjadinya GER. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi
pada tekanan SED yang normal. Ini yang dinamakan “Inappropriate”, atau
“Transient Sphincter Relaxation”, yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar
proses telan.
- Hernia hiatus → LES inkompeten → Erosif GERD
- Hiatus hernia → TLESRs lebih sering terjadi.
Faktor hormonal (cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES
seperti yang terjadi setelah makan hidangan yang berlemak. Pada kehamilan
dan pada penderita yang menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/-
estrogen, tekanan LES juga turun. Begitu pula coklat dan beberapa jenis obat
mempengaruhi tekanan LES dan secara tidak langsung mempermudah
terjadinya GER.
2. Isi lambung dan pengosongannya
GER lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh
karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi
lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang
lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.
3. Daya perusak bahan refluks
Asam pepsin dan mungkin juga asam empedu/lysolecithin yang ada dalam
bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus.
4. Esophageal Clearing
Bahan refluks dialirkan kembali ke lambung oleh kontraksi peristaltik esophagus
dan pengaruh gaya gravitasi. Proses membersihkan esophagus dari asam
(esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula
– mula peristaltik esophagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan
cepat mengosongkan isi esophagus, kemudian air liur yang dibentuk sebanyak
0,5 ml/menit menetralkan asam yang masih tersisa.
Bagus-TOLE | 28
Pemeriksaan penunjang
1. Kontras media barium
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara
fluroskopi jalannya barium di dalam esofagus perlu diperhatikan peristaltik
terutama di bagian distal (sfingter esofagus bagian distal = SED). Bila ditemukan
refluks barium dari lambung kembali ke esofagus maka dapat dinyatakan adanya
GER. Kelainan struktur dari esophagus tersebut sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan endoskopi dan biopsi. Sebaliknya bila ditemukan ada dugaan
kelainan motilitas, sebaiknya dilakukan manometri esofagus, selanjutnya baru
dilakukan pemeriksaan endoskopi.
2. Endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi untuk menentukan ada tidaknya kelainan di
esophagus, misalnya esofagitis, tukak esophagus, akhalasia, striktura, tumor
esophagus, varises di esophagus. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian
atas merupakan Gold Standart untuk diagnosis GER dengan ditemukannya
mucosal break di esophagus.
A B C
Ket: A. esophagus normal; B. esophagus dengan erosive refluks esofagitis; C.
eosinofil esofagitis.
Klasifikasi Los-Angeles The
The LA
LAClassification
Classificationsystem
system
– Grade A reflux esophagitis
– Grade A reflux esophagitis
Derajat kerusakan Gambaran Endoskopi Grade One
Grade One(or
(ormore)
more)mucosal
mucosalbreak
breakno
nolonger
longerthan
than55mm,
mm,
A:
A: that
thatdoes
doesnot
notextend
extendbetween
betweenthe
thetops
topsof
oftwo
two
mucosal
mucosalfolds
folds
Lundell
Lundelletetalal1999,
1999,Published
Publishedwith
withpermission
permissionfrom
fromProfessor
ProfessorGGTytgat
Tytgatand
andProfessor
ProfessorJJDent
Lesi mukosa esofagus yang bersifar18
18
Dent
Lundell et al 1999, Published with permission from Professor G Tytgat and Professor J Dent
19
Lundell et al 1999, Published with permission from Professor G Tytgat and Professor J Dent
19
Bagus-TOLE | 29
3. Pengukuran pH 24 jam dan tekanan esophagus (1,8)
Pengukuran pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada
tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk GER. Pemeriksaan distribusi normal pH di dalam esophagus
telah menunjukkan bahwa pH esophagus jarang turun di bawah 4 atau naik di
atas 7. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan GER
adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus - menerus selama 24
jam pH intra esophagus dan tekanan manometrik esophagus. Selama
rekaman penderita dapat memberi tanda serangan dada yang dialaminya,
sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esophagus/gangguan motorik esophagus.
4. Manometri esophagus
Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jjika pada pasien – pasien
dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata di dapatkan
esofagografi barium dan endoskopi yang normal. Manometri esophagus
dilakukan dengan kateter yang berisi air, melalui sisstem mikrokapiler
pneumohidrolik dengan kelenturan rendah, yang secara progresif ditarik dai
esophagus.
Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan lesi esophagus,
mengurangi/menghilangkan terjadinya refluks, menetralisir bahan refluks,
memperbaiki tekanan LES, mempercepat pembersihan esophagus,
menghilangkan keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup,
dan mencegah timbulnya komplikasi. Ada 2 macam pengobatan GERD, yaitu:
--Konservatif : Terapi medikamentosa dan perubahan pola makan.
--Operatif : Terapi pembedahan
1. Pengelolaan konservatif.
Bagus-TOLE | 30
- Setelah makan jangan cepat berbaring, Hindari mengangkat barang berat,
Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang, Penderita yang
gemuk, perlu diturunkan berat badan, Biasakan tidur dengan lambung yang
tidak diisi penuh, Tempat tidur di bagian kepala ditinggikan, Sebelum tidur
jangan makan terlalu kenyang, Hindari makanan berlemak, Kurangi atau
hentikan minum kopi, alkohol, coklat, Jangan merokok.
- Terapi medikamentosa.
Antasida
Untuk menghilangkan rasa nyeri dan menetralisir asam lambung. Antasida
kurang memuaskan karena waktu kerjanya singkat dan tidak dapat
diandalkan untuk menetralisir sekresi asam tengah malam. Ada resiko
terjadinya sekresi asam yang melambung kembali (rebound acid secretion),
dan menimbulkan efek samping diare atau konstipasi. Penggunannya
sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Dosis : 4 x 1 sendok makan sehari.
Antagonis Reseptor H2
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan
sampai sedang serta tanpa komplikasi.
Dosis pemberian :
- Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
- Ranitidin : 4 x 150 mg
- Famotidin : 2 x 20 mg
- Nizatidin : 2 x 150 mg
Penghambat Pompa Proton (PPI)
- Drug of choice dalam pengobatan GERD
- Bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung.
- Sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi
esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang
refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.
- Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh :
* omeprazole : 2 x 20 mg * pantoprazole : 2 x 40 mg
* lanzoprazole : 2 x 30 mg * esomeprazole : 2 x 40 mg
Bagus-TOLE | 32
KEUNTUNGAN KERUGIAN
2. Terapi pembedahan
Indikasi:
1. Terapi medis gagal.
2. Adanya pembentukan striktur yang masih dini atau pembentukan cincin
Schatzki merupakan pernyataan adanya refluks jangka panjang dan
mengharuskan suatu prosedur antirefluks.
3. Adanya metaplasia kolumnar pada esophagus distal, atau esophagus
Barrett, mencerminkan keadaan premalignan dengan dugaan etiologi
akibat GERD yang mungkin juga mengharuskan terapi operatif.
Bagus-TOLE | 33
Fundoplikasi baik melalui laparotomi atau torakotomi kini merupakan cara yang
banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan hasil yang lebih baik
lebih kurang 85% dan angka kekambuhan refluks kecil (<10%), terdiri atas:
Mobilisasi esophagus untuk menempatkannya kembali ke dalam abdomen.
Memfiksasi dinding lambung sekitar esophagus distal (duplikasi).
Menyempitkan hiatus esophagus.
Abdomen di eksplorasi melalui insisi di garis tengah, mobilisasi lobus kiri hati
dengan memotong lig. Triangularis, lig.gastrohepatik untuk mobilisasi lengkap
esofagus distal dan melihat hiatus esofagus.
Ligasi pembuluh darah gastrik yang pendek biasanya harus dihindari, karena
terjadi peningkatan insidensi splenektomisekunder karena cedera iatrogenik
akibat prosedur ini.
Selanjutnya dilakukan traksi lambung secara berhati – hati dan mobilisasi
esophagus secara tumpul dilakukan dari atas ligamentum gastrohepatik yang
dipotong dalam suatu bidang anterior dari ligamentum akuata medial. Sebuah
drain Penrose harus digunakan untuk mempertahankan retraksi dan reduksi
persambungan gastroesofagus ke dalam rongga abdomen.
Pada saat tersebut diseksi harus menemukan krura hiatus esofagus dan
memungkinkan mobilisasi posterior fundus lambung. Selanjutnya dilakukan
pemasangan dilator Maloney ukuran 40 – 42 sebelum aproksimasi krura
dilakukan sampai hanya ujung jari telunjuk ahli bedah dapat dimasukkan
bersama dilator ke dalam reparasi hiatus. Tangan kanan ahli bedah
digunakan untuk memasukkan fundus lambung ke belakang esophagus
sampai dapat diraih oleh klem Babcock. Aproksimasi selubung fundus
dilakukan dengan jahitan gastrik seromuskuler sutera 2-0 sepanjang kira –
kira 4 cm. Jahitan yang paling kaudal juga harus mengenai permukaan medial
persmabungan esofagogstrik ke jahitan terbawah dari selubung fundus harus
menghalangi migrasi lambung distal ke sefalad dan mencegah terbentuknya
kantung lambung suprafundus. Saraf fagus harus dikenali, dilindungi, dan
biasanya dimasukkan ke dalam selubung fundus.
Setelah selesainya fundoplikasi, dilator dilepas dan diganti dengan selang
nasogastrik untuk mendapatkan dekompresi pascaoperasi yang terus
menerus. Fundoplikasi juga harus memungkinkan dimasukkannya jari ahli
bedah ke dalam selubung untuk menjamin bahwa selubung tidak terlalu
sempit dan tidak bertindak sebagai obstruksi esophagus iatrogenik.
Fundoplikasi melalui pendekatan transtorakalis mengikuti cara yang sama sepert
pendekatan abdominal kecuali bahwa selubung fundus diselesaikan sebelum
reparas krura. Pertimbangan utama dilakukannya pendekatan torakalis adalah
ditujukan pada pasien dengan esofagus distal yang imotil atau esofagus yang
pendek.
Bagus-TOLE | 34
Bagus-TOLE | 35
Bagus-TOLE | 36
ALGORITMA PENATALAKSANAAN GERD
Gejala alarm
Gejala alarm (-)
(+)
Respons baik
Respons menetap
GERD (+)
Terapi minimal 4
Endoskopi minggu
Bagus-TOLE | 37
Diagnosis Banding
Angina pektoris : suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia
miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokard dengan dan kemampuan pembuluh dara
hkoroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kokntraksi mmiokard.
Gejalanya adalah sakit dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke
salah satu atau kedua tangan, leher atau punggung.(11)
Angina pektolris di jadikan diagnosis banding karena GER dapat
menimbulkan keluhan rasa nyeri di dada yang kadang – kadang disertai rasa
seperti kejang yang menjalar ke tengkuk, bahu atau lengan sehinga
menyerupai keluhan seperti angina pektoris. Keluhan ini timbul sebagai akibat
rangsangan kemoreseptor pada mukosa. Mungkin juga rasa nyeri di dada
tersebut disebabkan oleh dua mekanisme yaitu adanya gangguan motor
esophageal dan esophagus yang hipersensitif.
Komplikasi
Barret esophagus
Merupakan penyakit GERD stadium akhir. Kondisi ini ditemukan pada 7
sampai 10 persen pasien dengan GERD. Gangguan parah fungsi korpus
esofagus, da npeningkatan jelas pemaparan asam esovagus. Penyulit tipikal
pada pasien Barret‟s adalah ulseerasi pada segmen yang dilapisi epitel
kolumnar, pembentukan striktur, dan displasia kanker.
Bagus-TOLE | 38
TUMOR GASTER
Insiden
> Orang tua (50-70 tahun), Perbandingan laki-laki : wanita = 2:1. Pasien
dengan umur muda (< 30 tahun) tumornya lebih agresif dengan prognosis
lebih buruk.
Setelah tahun 1950, lokasi tumor berpindah dari yang awalnya banyak
ditemukan di antrum ke korpus dan fundus. Dan pada tahun 1976 mulai
banyak ditemukan di kardia dan esophagogastric junction.
50% tumor terletak di antrum (kurvatura minor), 30% di corpus dan fundus,
25% di cardia, dan 5% mengenai seluruh organ.
Diagnosa kanker lambung dini sangat jarang (80% tidak ada
keluhan/asimptomatik).Pada umumnya, penderita didiagnosis sudah dalam
stadium lanjut dan sulit disembuhkan.
I. TUMOR JINAK LAMBUNG
1. Tumor jinak epitelBerbentuk polip ( Bertangkai).
a. Adenoma. b. Adenoma Hiperplastik. c.Adenoma Heterotropik
2. Tumor jinak non epitel
a. Tumor Neurogenik. b. Leiomioma. c. Fibroma. d.Lipoma
II. TUMOR GANAS/KARSINOMA LAMBUNG.
Etiologi.
Penyebab kanker lambung adalah multi faktor. Hurst (1929) dan
Konjentzky (1936),orang yang pertama kali melakukan penyelidikan bahwa
adanya perubahan mukosa yaitu proses perubahan transisi dari gastritis menjadi
gastritis atropimetaplasiadisplasiakanker. Beberapa faktor yang
mempengaruhi proses ini :
Makanan yang mengandung nitrat (makanan yang diasamkan, diasinkan,
diasapkan) didalam lambung dirubah menjadi nitrit, kemudian bereaksi
sekunder dan tertier membentuk senyawa nitrosamin yang merupakan zat
karsinogen. Makanan: sayur/buah yang asam, ikan dan daging asin, dan
makanan diasap.
Hypo/achlorhydria : terjadi pada gastritis atrofi dan meningkatkan kolonisasi
bakteri lambung. Hal ini menyebabkan formasi nitrit meningkat pada lambung.
Infeksi Helicobacter pylori yang berkepanjangan menyebabkan gastritis kronik
atrofi. Keadaan ini menyebabkan hypchloridria dan meningkatkan resiko 6 kali
perkembangan suatu kanker lambung.
Radiasi: orang-orang yang selamat akibat bom atom di Jepang kebanyakan
menderita kanker lambung.
Infeksi Virus Ebstein-Barr pada sel epitel gaster
Merokok : perokok 30 batang per hari 5 kali beresiko untuk mendapatkan
kanker lambung.
Genetik : familial adenomatous polyposis, Non-Polyposis Hereditary Colon
Cancer (NPHCC), golongan darah A.
Anemia pernisiosa.
Adenoma lambung
Bagus-TOLE | 39
Secara makroskopis karsinoma lambung diklasifikasikan berdasarkan tipe
morfologisnya :
1. Karsinoma tipe polipoid atau fungating.
2. Karsinoma tipe ulseratif.
3. Karsinoma Campuran ( Ulcerating-Infiltratif).
4. Karsinoma difus infiltratif (tipe linitis plastika)
Bagus-TOLE | 40
Ada beberapa tipe dan subtipe dari early
gastric cancer, yaitu:
a. Tipe I : protrusi
b. Tipe IIa : a. Elevasi. b. Datar. c. Depresi
c. Tipe III : ekskavasi
DIAGNOSA
Diagnosa berdasarkan anamnesis, faktor resiko, pemeriksaan fisis yang cermat,
pemeriksaan laboratorium, radiologi, gastroskopi, sitologi, dan biopsi.
Pemeriksaan Fisik : tidak ada tanda yang spesifik
Status hemodinamik : tekanan darah, nadi, akral dan pernafasan
Berat badan kurang, kaheksia, konjungtiva kadang –kadang anemis
Pemeriksaan Abdomen daerah epigastrium dapat teraba massa, nyeri
epigastrium. Pada keganasan dapat ditemukan hepatomegali, asites.
Bila ada keluhan melena, lakukan pemeriksaan colok dubur.
Keganasancari pembesaran kelenjar supraklavikula (Virchow‟s node),
kelenjar aksila kiri (Irish‟s node), ke umbilikus (Sister Mary Joseph‟s node),
teraba tumor daerah pelvis cul-de-sac pada pemeriksaan colok dobur (Blumer‟s
shelf), pembesaran ovarium (Krukenberg‟s tumor).
Pemeriksaan endoskopi lokasi, bentuk, ukuran, ekstensi, kelainan lain
biopsi dan pemeriksaan kultur kuman H Pylori.
Bagus-TOLE | 41
Pemeriksaan Laboratorium
Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat
perlukaan pada dinding lambung. LED meningkat. Fractional test meal ada
aklorhidria pada 2/3 kasus kanker lambung. Elektrolit darah dan tes fungsi hati
kemungkinan metastase ke hati.
Radiologi
Foto thorax : dipakai untuk melihat metastase Paru.
Barium Meal Double-contrastadditional defect, iregularitas mukosa tumor
primer atau penyebaran tumor ke esofagus/ duodenum.
Ultrasonografi abdomen untuk mendeteksi metastase hati.
CT scan atau MRI pada thorax, abdomen, dan pelvis lihat ekstensi tumor
transmural, invasi keorgan dan jaringan sekitar, metastasis kelenjar, asites.
Untuk menilai proses penyebaran tumor seperti : menilai keterlibatan serosa,
pembesaran KGB dan metastase ke hati dan ovarium.
Bagus-TOLE | 48
ABNORMALITAS GEN FREKUENSI (%)
Supresi / delesi p53 60 – 70
FHIT 60
APC 50
DCC 50
E-Cadherin <5
Amplifikasi / ekspresi COX-2 70
berlebihan HGF/SF 60
VEGF 50
c-met 45
A1B-1 40
-catenin 25
k-sam 20
ras 10 -15
c-erb B-2 5–7
Instabilitas mikrosatelit 25 – 40
DNA aneuploidy 60 – 75
Schwartz, Principles of Surgery, 8th ed., 2005, 975.
Bagus-TOLE | 49
Bagus-TOLE | 50
Bagus-TOLE | 51
ULKUS PEPTIKUM
DEFINISI
Disebut tukakrobekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman sampai
submukosa dan muskularis mukosa atau secara klinis tukak adalah hilangnya
epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5 mm yang dapat
diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan mukosa < 5 mm disebut
erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa.
ETIOPATOGENESIS
Terjadinya oleh karena ketidakseimbangan antara faktor agresif yang
dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa
lambung dan duodenum.
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung
berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori.Helicobacter Pylori,adalah
bakteri gram (-),hidup dalam suasana asam pada lambung /duodenum,bentuk
kurva S,ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5µm, punya ≥ 1 flagel pada
salah satu ujungnya, terdapat hanya pada lapisan mucus permukaan epitel
antrum lambung, karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in
vivo yang dikenali oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitel/antar epitel.
Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah :
Memproduksi toksiklocal tissue injury
- Sitotoksin(vacuolating cytotoxin–Vac A Gen)rusak mukosa gastroduodenal.
- Enzim(urease, protease, lipase dan fospolipase)Merusak sel epitel.
Ureasememecahkan urea menjadi amoniasel epitel rusak.
Protease & fospolipasemenekan sekresi mukusdaya tahan mukosa
menurunasam lambung berdifusi baliknekrosistukak peptik.
- N-Histamin methyltranferaseEnzim ini menghasilkan N-methylhistamin,yang
menstimulasi sekresi asam lambung dan pepsin ↑ permeabilitas kapiler
terhadap proteinMukosa edema dan ptotein plasma menghilang
perdarahan interstitial. Diduga kadar asam yang rendah pada analisis
lambung akibat meningkatnya difusi balik bukan karena berkurangnya
produksi.
Menginduksi respon imun lokal pada mukosa.
Terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi
bakteri ini melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel limfosit/PMN.
Meningkatkan level gastrin meningkatkan sekresi asam.
Kerusakan sel D yang mengeluarkan somatostatin,untuk mengerem produksi
gastrinproduksi gastrin meningkatrangsang sel parietal mengeluarkan >>
asam lambungmasuk duodenum Tukak Duodenum.
2. Sekresi Asam Lambung
Normal kira-kira 20 mEq/jam. Pasien tukak duodenum dapat mencapai 40
mEq/jam. Pasien tukak duodenum memiliki ↑ dalam Basal Acid Output dan
Maximal Acid Output.
Bagus-TOLE | 52
3. Pertahanan Mukosal Lambung
Obat Antiinflamasi Non Steroid (OAINS),alkohol,garam empedu,dan zat-zat
lain dapat menimbulkan kerusakan pada mukosa lambungDifusi balik asam
klorida kerusakan jaringan,khususnya pembuluh darah.
Penggunaan OAINS, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX)
pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin. Kerusakan
mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan OAINS
melalui 4 tahap yaitu :
Menurunkan sekresi mukus dan bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel
pada lambung dan duodenumpertahanan lambung dan duodenum ↓
Terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa.
Berkurangnya aliran darah mukosa.Hambatan COX-1 akan menimbulkan
vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel.
Kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerjasama platelet dan
mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2peningkatan perlekatan
leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai
dengan pelepasan protease,radikal bebas oksigenkerusakan epitel &
endotelstatis aliran mikrovaskulariskemiatukak peptik.
Tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu :
Tipe 1,yang paling sering terjadi.Terletak pada kurvatura minor atau proximal
insisura,dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral.
Tipe 2, lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak
duodenum
Tipe 3,terletak pada 2 cm dari pilorus (pyloric channel ulcer)
Tipe 4,terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia
Bagus-TOLE | 53
DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Sekitar 90% dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti
terbakar disertai mual, muntah, perut kembung, berat badan↓, Hematemesis,
Melena dan anemia.
Pemeriksaan Penunjang
Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas ( UGIE-
Upper Gastrointestinal Endoscopy) + biopsi lambung (untuk deteksi kuman
H.Pylori, massa tumor?,kondisi mukosa lambung?
1. Pemeriksaan Radiologi.
Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
tukak peptik berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari
pinggiran tukak dan niche. Filling defect curiga ganastepi tukak tidak teratur.
2. Pemeriksaan Endoskopi
Bagus-TOLE | 54
Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur,mukosa licin dan normal disertai
lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak.Gambaran tukak akibat
keganasan adalah : Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-
IV/linitis plastika (scirrhus). Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12
minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi dibanding radiologi
adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm, dapat melihat lesi
yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan suatu tukak
ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai
penyebab tukak.
Bagus-TOLE | 57
Bagus-TOLE | 58
FIGURE 2.17. Proximal gastric vagotomy. (A and B) The key elements of proximal gastric vagotomy are
to divide the gastric branches of the anterior and posterior vagi at the lesser curvature while preserving
the nerve of Latarjet and the innervation of the antral pyloric mechanism. Another key feature of
this operation is “skeletonization” of the distal 6–8 cm of the esophagus. (Adapted from Jamieson GG,
Debas HT, eds. Rob & Smith‟s Operative Surgery: Surgery of the Upper Gastrointestinal Tract. London:
Chapman & Hall Medical; 1994.)
Bagus-TOLE | 59
Bagus-TOLE | 60
KOMPLIKASI
Intraktibilitas/tukak yang membandel ; yang berarti bahwa terapi medik telah
gagal mengatasi gejala-gejala tukak peptik secara secara adekuat.Teknik
operasi yang menjadi pilihan pada intraktibilitas adalah high selective
vagotomy.
Perdarahan ; Perdarahan adalah komplikasi tersering pada tukak
peptik,perdarahan yang tersering adalah pada dinding posterior bulbus
duodenum,karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria
pankreatikaduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Indikasi operasi pada
perdarahan adalah perdarahan masif dan transfusi yang membutuhkan darah
lebih dari 4 -6 kantong pada saat pemeriksaan endoskopi.Teknik operasi
yang paling bagus untuk perdarahan pada lambung adalah distal gastrektomi
Perforasi Peritonitis. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas
dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen antara
bayangan hati dan diafragma.Untuk perforasi lambung paling baik dioperasi
dengan teknik distal gastrektomi.Sedangkan untuk tukak peptik tipe II dan III
dengan vagotomi
Obstruksi ; Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet
obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.Mual,kembung
setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul.Apabila obstruksi
bertambah berat dapat timbul nyeri dan muntah.Operasi yang paling sering
dilakukan pada obstruksi tukak peptik adalah vagotomi dan antrektomi.
DIAGNOSIS BANDING
1.Dispepsia non ulcer atau dispepsia idiopatik adalah dispepsia kronis atau
berulang berlangsung lebih dari 1 bulan dan sedikitnya selama 25 % dalam
kurun waktu tersebut gejala dispepsia muncul,tidak ditemukan penyakit
organik yang bisa menerangkan gejala tersebut secara
klinis,biokimia,endoskopi (tidak ada ulkus,tidak ada oesofagitis dan tidak ada
keganasan) atau radiografi.
2. Gastritis,merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut,kronik,difus atau loka,.Gejala-gejalanya tidak khas dapat berupa nyeri dan
panas pada uluhati diserta mual dan muntah.Diagnosa ditegakkan dengan
endoskopi.Didapatkan mukosa memerah,edematosa ditutpi oleh mukus yang
melekat.
PROGNOSIS
Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan
memberikan prognosa yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi
untuk infeksi H.Pylori,menghindari OAINS dan meminum obat antisekretorus
pada lambung.
Bagus-TOLE | 61
DUMPING SYNDROMA
DEFINISI:
Suatu kumpulan gejala akibat pengosongan lambung yang terlalu cepat. Sering
terjadi setelah operasi gaster ( gastrektomy ). Sebagian asien dapat beradaptasi,
namun sebagian lagi gagal beradaptasi sehingga muncul komplikasi dumping
syndroma.
1. Early Dumping Syndroma.
Muncul dalam beberapa menit ( 1-2 mnt) setelah makan makanan yang
banyak mengandung karbohidrat. Karbohidrat bersifat hiperosmolar,
sehingga menarik cairan yeyunum yang menyebabkan yeyunum
dilatasi/meregang Renjatan/Borborigmi. G/: Palpitasi, berkeringat, wajah
merah, dan sinkop akibat reflek autonom akibat distensi yeyunum dan
pelepasan hormon vasoaktif usus yang berlebihan.
2. Late Dumping Syndroma.
Gejala timbul 1-2 jam setelah makan. Tampilan klinis terjadi karena
hipoglikemia.Hal ini sering terjadi setelah makan tinggi karbohidrat. Gula
yang terlalu cepat masuk yeyunum akan menyebabkan hiperglikemia dan
merangsang terjadinya hiperinsulinemia. Hipoglikemia yang terjadi adalah
sekunder dari hiperinsulinemia.
Pengobatan dulakukan secara konservatif, dengan menghindari makanan manis
dan mengandung tepung serta menghindari minum saat makan agar makanan
lebih kering dan turun dari lambung lebih perlahan. Gejala makin lama akan
makin berkurang dan akhirnya menghilang. Sangat sedikit yang memerlukan
pembedahan ulang.
Bagus-TOLE | 62
Bagus-TOLE | 63
DUODENUM
ANATOMI
Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung,
disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk
C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan
yeyunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling
proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari
bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
I. Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1
II. Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2
III. Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3
IV. Bagian keempat / obliq / ascending / D4
Bagian pertama (duodenal cap) bebas bergerak dan ditutupi oleh
peritoneum kecuali jika terdapat ulkus duodenum. Bagian ini mempunyai
cekungan mukosal longitudinal sementara bagian lain hanya cekungan
transversal. Lapisan anterior dan posterior dari peritoneum yang meliputi bagian
atas dari duodenal cap akan melanjutkan diri menjadi ligamentum
hepatoduodenale , yang berisi Portal Triad ( duktus koledokus , arteri hepatika
dan vena porta). Tepi anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh karena
adanya tepi bebas dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap terdapat
kantong empedu dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari
duodenal cap adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi gastroduodenal
menjadi lebih mudah jika pilorus dan duodenum di mobilisasikan kearah depan
didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena kedekatan
duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan adanya betu
empedu yang sering secara spontan masuk kedalam duodenum melalui
kolesistoduodenal fistula. Selanjutnya peritoneum hanya melapisi bagian ventral
dari duodenum sepanjang 2,5 cm berikutnya.
Bagus-TOLE | 64
Bagian kedua dari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena
adanya fusi dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale lateral
dinding abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral kanan
(manuver Kocher), dapat memobilisasi duodenum desending sehingga dapat
mencapai retroduodenal dan saluran empedu intrapankreatik. Disebelah
belakang dari bagian kedua duodenum ini terletak ginjal kanan dan struktur
hilusnya, kelenjar adrenal dan vena cava. Tepat dipertengahan duodenum,
mesokolon akan melintang secara horizontal, karena bersatunya peritoneum dari
arah atas dan arah bawah. Diatas dari fleksura duodenalis, duodenum bagian
pertama dan duodenum bagian kedua akan membentuk sudut yang tajam dan
berlanjut berkisar 7-8 cm dibawah fleksura duodenalis. Kolon tranversum akan
melintang daerah tersebut di sebelah depannya. Untuk memobilisasi duodenum
secara menyeluruh yang harus dilakukan adalah membuka fleksura hepatis pada
sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan dari bagian kedua duodenum
dinding posteromedial adalah papila vateri, yang terdiri atas gabungan antar
duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi. Letak dari duktus
pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang superior pankreatikoduodenal
yang berasal dari arteri gastroduodenalis, berjalan didalam cekungan antara
kaput pankreas dan duodenum bagian kedua atau desending.
Bagian ketiga dari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan
horizontal ke arah kiri di depan dari aorta, vena cava inferior, columna vertebra
L2 dan ureter, dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3. Radiks
yeyunoileum menyilang dekat akhir duodenum bagian ketiga. Arteri mesenterika
superior berjalan kebawah diatas depan dari duodenum bagian ketiga dan
masuk kedalam radiks mesenterii. Arteri pankreatikoduodenale inferior
membatasi pankreas dan tepi atas dari duodenum bagian ketiga.
Bagian keempat dari duodenum berjalan kearah atas samping kiri
sepanjang 2-3cm disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut
duodenoyeyunal pada radiks mesokolon transversal. Disebelah kiri dari vertebra
lumbal II, bagian terakhir dari duodenum menurun ke arah kiri depan dan
membentuk fleksura duodenoyeyunalis. Pada daerah ini, ligamentum
suspensorium duodenum (ligamentum Treitz) berawal, tersusun atas jaringan
fibrous dan pita triangular, berjalan ke arah retroperitoneal, dibelakang pankreas
dan vena lienalis, didepan vena renalis, dari arah kiri atau kanan dari krus
diafragma. Fleksura duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan
mencari obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari
yeyunum untuk dilakukan gastroyeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini
dapat ditemukan dengan cara menekan daerah dibawah mesokolon tranversal
ke arah belakang sampai ke dinding abdomen bagian belakang sementara
tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari pada tulang
belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda adanya perabaan yang
keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara peritoneum visceral dari
pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal posterior yang tersisa akan
menutupi semua duodenum kecuali sebagian dari bagian pertama duodenum.
Bagus-TOLE | 65
Variasi gabungan tadi ke dinding abdomen bagian belakang akan menentukan
variasi dari mobilitas duodenum. Fleksura kolon kanan, bagian dari mesokolon
tranversalis yang terfiksir, hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari
duodenum dapat dilihat dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini,
menunjukkan bahwa duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya
trauma, tapi kadang-kadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya
penekanan dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma tumpul
abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh peritoneum.
Vaskularisasi
Vaskularisasai duodenum berasal dari cabang arteri pankreatikoduodenal
anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini akan menghubungkan
sirkulasi antara trunkus seliakus dengan arteri mesenterika superior. Arteri ini
membagi aliran darahnya ke kaput pankreas, sehingga reseksi terhadap
pankreas atau duodenum secara terpisah adalah satu hal yang hampir tidak
mungkin dan dapat berakibat fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior adalah
cabang dari arteri gastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal inferior
adalah cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini bercabang
menjadi dua dan berjalan disebalah anterior dan posterior pada cekungan antara
bagian descending dan bagian transversal duodenum dengan kaput pankreas,
kemudian beranastomosis sehingga bagian anterior dan posterior masing-
masing membentuk cabang sendiri.
Vena tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal
anterior dan posterior. Anastomosis cabang psterior berakhir di atas vena porta,
dibawahnya vena mesenterika superior (SMV). Vena
posterosuperiorpankreatikoduodenal mungkin akan mengikuti arterinya
disebelah depan dari saluran empedu, atau mungkin berjalan di belakang
saluran tadi. Vena ini akan berakhir pada tepi kiri sebelah bawah dari SMV.
Bagus-TOLE | 66
Pada tempat tersebut, vena tadi akan bergabung dengan vena yeyunalis atau
dengan vena pankreatioduodenal inferior anterior. Sebagian besar aliran vena
pada cabang anterior ini berasal dari Trunkus gastrokolika atau ( Henle‟s trunk).
Pada saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari vena
kolika media sampai ke hubungannya dengan SMV tepat dibawah dari collum
pankreas. Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan dengan cara insisi
pada daerah avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi bawah dari pankreas.
Disebelah atas dari pankreas, vena porta akan terekspos dengan jelas bila arteri
gastroduodenal dan duktus koledokus dipisahkan. Kadang-kadang arteri
hepatika aberans salah di identifikasi dengan arteri gastroduodenal, sehingga
untuk kepentingan tersebut, sebelum dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal,
harus dilakukakan oklusi sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah
sambil mempalpasi pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.
Pembuluh arteri yang memperdarahi separuh bagian atas duodenum
adalah arteri pancreatikoduodenalis superior yang merupakan cabang dari arteri
gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreatikoduodenalis inferior yang merupakan cabang dari arteri mesenterika
superior.
Vena-vena duodenum mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena superior
bermuara langsung pada vena porta dan vena inferior bermuara pada vena
mesenterika superior.
Bagus-TOLE | 67
Pembuluh limfe
Aliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan
vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan
cairan limfe keatas melalui noduli lymphatici pancreatikoduodenalis ke noduli
lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke
bawah melalui noduli lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici
mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Karsinoma
duodenum primer mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau melalui
infiltrasi limfatik, tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar pertama kali
ke limfonodus periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura duodenalis superior
serta nodul pada retroduodenal biasanya berhubungan dengan adanya
metastasis karsinoma pancreas
Innervasi
Persarafan GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat
dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik ). Inervasi
ekstrinsik dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus Vagus (
anterior dan cabang celiac ) dan simpatis yang berasal dari nervus splanikus
pada ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterikus Aurbach‟s dan
dan plexus submucosal Meissner. Sel-sel saraf ini menginervasi terget sel
seperti sel-sel otot polos, sel-sel sekretorik dan sel- sel absorptive, dan juga sel-
sel saraf tersebut berhubungan dengan reseptor-reseptor sensoris dan
interdigitatif yang juga menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang terletak baik
didalam maupun di luar plexus. Sehingga pathway dari sistim saraf enterik bisa
saja multisinaptik, dan integrasi aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh
bersamaan dengan sistim saraf enterik.
Bagus-TOLE | 68
Histologi
Dinding duodenum tersusun atas 4 lapisan:
1. Lapisan paling luar yang dilapisi peritoneum, disebut serosa.
Merupakan kelanjutan dari peritoneum, tersusun atas selapis pipih sel-sel
mesothelial diatas jaringan ikat longgar.
2. Lapisan muskuler (tunika muskularis) tersusun atas serabut otot longitudinal (
luar) &sirkuler (dalam). Pleksus myenterikus Aurbach terletak diantara kedua
lapisan ini. Pleksus Meissner‟s ditemukan didalam submukosa di antara
jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah dan limfe.
3. Submukosa.
Terdapat kelenjar Brunner yang bermuara ke krypta Lieberkuhn melalui duktus
sekretorius. Sekresi kelenjar Brunner bersifat visceus , jernih, dengan pH alkali
( pH 8,2 – 9,3 ), berguna melindungi mukosa duodenum terhadap sifat korosif
dari gastric juice. Epitel kollumnernya mengandung 2 jenis sel: mucus
secreting suface cell - HCO3- secreting surface cell dan absorptive cell.
4. Mukosa, yang merupakan lapisan dinding yang paling dalam.
Terdiri dari 3 lapisan: lapisan dalam adalah muskularis mukosa , lapisan
tengah adalah lamina propria, lapisan terdalam terdiri dari selapis sel-sel epitel
kolumnar yang melapisi krypte dan villi-villinya. Fungsi utama krypte epitelum
ialah (1) pertumbuhan sel ; (2) fungsi eksokrin, endokrin, dan fungsi sekresi
ion dan air ; (3) penyerapan garam, air dan nutrien spesifik. Krypte epitelium
paling sedikit tersusun atas 4 jenis sel yang berbeda ; Paneth, goblet,
undefferentieted cell dan sel-sel endokrin. Pada bagian pertama duodenum
ditutupi oleh banyak lipatan sirkuler yang di namakan plica circularis, tempat
saluran empedu & duktus pancreatikus mayor menembus dinding medial
bagian ke dua duodenum. Duktus pankreatikus accesorius (bila ada) bermuara
ke duodenum pada papila yang kecil yang jaraknya sekitar 1,9 cm di atas
papilla duodeni mayor. Dinding duodenum sebelah posterior dan lateral
letaknya retoperitoneal sehingga tidak ditemukan lapisan serosa
Bagus-TOLE | 69
FISIOLOGI
Motilitas. Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali
kontraksi, dan mendorong makanan sepanjang usus kecil melalui segmentasi
(kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur ke depan dan belakang)
dan peristaltik (migrasi aboral dari gelombang kontraksi dan bolus makanan).
Kolinergik vagal bersifat eksitasi. Peptidergik vagal bersifat inhibisi. Gastrin,
kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas muskular; sedangkan sekretin dan
dihambat oleh glukagon.
Pencernaan dan Absorpsi
Lemak Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung
dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati membran sel
secara pasif dengan difusi, lalu mengalami disagregasi, melepaskan garam
empedu kembali ke dalam lumen dan asam lemak serta monogliserida ke dalam
sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan menggabungkannya
dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron. Asam lemak
kecil memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu diresorbsi ke
dalam sirkulasi enterohepatik diileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr
hilang setiap hari, dan kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
Protein didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease
pankreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin, dan
endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein. Menghasilkan
asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor aktif membawa dipeptida dan
tripeptida ke dalam sel-sel absorptif. Karbohidrat. Amilase pankreas dengan
cepat mencerna karbohidrat dalam duodenum. Air dan Elektrolit. Air, cairan
empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10 L/hari, kebanyakan
diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau secara
pasif berdifusi. Natrium dan klorida diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut
organik atau dengan transpor aktif. Bikarbonat diabsorpsi dengan pertukaran
natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transpor aktif dalam duodenum,
jejunum, dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.
Bagus-TOLE | 70
Fungsi Endokrin
Mukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah
(endokrin ) melalui pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai neurotransmiter.
Major Actions of Duodenal Peptides
Cholecystokinin Gallbladder contraction
Stimulation of pancreatic exocrine and endocrine secretion
Stimulation of bicarbonate secretion from stomach and duodenum
Inhibition of gastric emptying
Growth of pancreas
Satiety effect
Secretion Stimulation of pancreatic water and bicarbonate secretion
Stimulation of biliary water and bicarbonate secretion
Stimulation of serum parathormone
Stimulation of pancreatic growth
Stimulation of gastric pepsin secretion
Stimulation of colonic mucin
Inhibition of gastric acid secretion
Inhibition of gastric emptying and gastrointestinal motility
Inhibition of lower esophageal sphincter tone
Somatostatin Inhibition of gastric acid and biliary secretions
Inhibition of pancreatic exocrine, and enteric secretions
Inhibition of secretion & action of gastrointestinal endocrine secretion
Inhibition of gastrointestinal motility and gallbladder contraction
Inhibition of cell growth
Small bowel increased reabsorption of water and electrolytes
Neurotensin Stimulation of pancreatic secretion
Mesenteric vasodilation
Decreased lower esophageal sphincter pressure
Inhibition of gastric acid secretion
Gastric inhibitory polypeptide Glucose-dependent release of insulin
Inhibition of gastric acid secretion
Motilin Initiation of migrating motor complex ("housekeeper") of small intestine
Increased gastric emptying
Increased pepsin secretion
Sekretin. Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil
melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang
menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan hambat pelepasan
gastrin, asam lambung dan motilitas.
Kolesistokinin. Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino
dan asam lemakkontraksi kandung empedu dengan relaksasi sfingter Oddi
dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa usus dan pankreas,
merangsang motilitas, melepaskan insulin.
Fungsi Imun. Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari
imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria. Sel-sel M menutupi
limfosit dalam bercak Peyer yang terpanjang pada antigen, bermigrasi ke dalam
nodus regional, ke dalam aliran darah, kemudian kembali untuk berdistribusi
kedalam lamina propria untuk meningkatkan antibodi spesifik.
Bagus-TOLE | 71
Bagus-TOLE | 72
TRAUMA DUODENUM
MEKANISME TRAUMA
Trauma abdomen terjadi sebagai hasil dari trauma akselerasi-deselerasi
dan trauma akibat luka tembak. Kebanyakkan trauma abdomen apakah karena
kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh, pukulan langsung ke abdomen
disebabkan oleh cedera akselerasi dan deselerasi. Pada saat tubuh dalam
keadaaan melaju/akselerasi dan tiba-tiba berhenti mendadak maka organ-organ
intraabdominal yang dalam keaadan terisi dengan cairan dapat robek dan
mengalami avulsi sehingga dapat menyebabkan robekkan mesenterium,
perdarahan, ruptur lien dan avulsi pedikel ginjal. Mayoritas cedera di duodenum
adalah disebabkan oleh trauma tembus dan cedera ini kebanyakkan di akibatkan
oleh luka tembak (75 %) dan sisanya akibat luka tikaman (20%). Cedera akibat
tikama pisau biasanya menyebabkan laserasi pada dinding duodenum,
sedangkan proyektil menghasilkan luka dengan derajat kerusakan jaringan yang
berbeda-beda. Tembakan senjata api dapat menyebabakan cedera organ dan
vaskular yang mengancam nyawa. Trauma pada duodenum jarang terjadi, hanya
kira-kira 5 % dari cedera yang terjadi pada abdomen.Trauma pada duodenum
dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus. Trauma tumpul
biasanya disebabkan oleh karena kecelakaan lalulintas, jatuh atau
dipukul.Trauma tembus biasanya disebabkan oleh luka tikam atau luka tembak.
Insiden cedera bervariasi pada lokasi anatomis dari duodenum dimana bagian
yang paling sering terkena adalah bagian kedua (33%), diikuti bagian ketiga dan
bagian keempat (20%), bagian pertama (15%). Trauma tembus bisa terjadi
diseluruh bagian duodenum sedang pada trauma tumpul, mayoritasnya terjadi
pada bagian kedua dan ketiga.
Trauma akibat proyektil memiliki tipe kecepatan yaitu kecepatan rendah
dan kecepatan tinggi. Luka akibat peluru dengan kecepatan rendah terbatas
pada jalan peluru, namun tidak tertutup kemungkinan arahnya akan melenceng
di dalam abdomen. Luka peluru dengan kecepatan tinggi mempunyai lubang
masuk yang kecil dan lubang keluar yang besar dan biasanya menyebabkan
kerusakan yang luas pada jaringan. Kerusakan pada jaringan tergantung jarak
tembak. Jarak tembak yang dekat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas,
sedangkan jarak tembak yang jauh menyebabkan kerusakan yang tidak terlalu
parah kecuali langsung mengenai organ atau pembuluh darah.
Trauma tumpul biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalulintas, jatuh,
akibat pukulan dan lain- lain. Daya kinetik yang kompleks pada trauma tumpul
duodenum dapat menyebabkan bentuk luka remuk, terpotong atau pecah.
Bentuk cedera yang remuk terjadi akibat pukulan langsung ke dinding anterior
abdomen yang mengenai doudenum yang terfiksir terhadap kolumna vertebralis
yang rigid. Hal ini biasanya terjadi pada pengemudi akibat terhantam oleh setir.
Pukulan yang terlokalisir akan ditransmisikan ke duodenum yang teregang
dapat menyebabkan cedera tipe blow out. Apabila korban kecelakaan lalulintas
dengan laju kecepatan tinggi mengalami mekanisme akselerasi /deselerasi yang
cepat maka akan terjadi luka robek. Cedera abdominal juga berhubungan
dengan penggunaan sabuk pengaman. Cedera abdominal yang paling spesifik
Bagus-TOLE | 73
akibat penggunaaan sabuk pengaman adalah terjadinya Chance’s fractur: fraktur
di lumbal atas vertebra, paling sering adalah L-1, bersamaan dengan perforasi
usus halus (yang paling sering adalah yeyunum). Tetapi cedera abdomen karena
sabuk pengaman dapat juga menyebabkan laserasi kolon, usus besar, hepar
danlien.
Bagus-TOLE | 74
EVALUASI TRAUMA ABDOMEN
Pasien Yang Tidak Sadar
Jika pasien tidak sadar dengan trauma multipel, harus disimpulkan bahwa
telah terjadi cedera intraabdominal sehingga dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan yang spesifik. Cara tercepat untuk menentukan cedera
intraabdominal adalah dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL) setelah
mengosongkan kandung kemih dengan kateter. Teknik yang dipilih adalah teknik
terbuka (open technique). Dilakukan insisi kecil di infraumbilikus dan diteruskan
ke peritonium, kemudian pegang menggunakan forsep dan buka melalui
penglihatan langsung. Kemudian kateter lavage dimasukkan. Jika tidak ada
darah ditemukan, 1 liter cairan saline dimasukkan ke dalam kavitas peritoneum
dan kemudian dikeluarkan kembali. Hasil positif jika ada: 1) secara makroskopik
terdapat darah ; 2) adanya lebih dari 100.000 sel darah merah / mL; dan/atau 3)
mengandung cairan empedu, feses atau bakteri. Jika pasien tidak sadar dengan
trauma multipel yang stabil hemodinamikanya, terutama jika dicurigai dengan
cedera organ abdominal, pemeriksaan CT abdomen dipilih karena cedera lien
atau hepar dapat dilihat.
Pasien Yang Sadar
Dengan pengetahuan tentang tanda dan gejala pada pasien yang sadar
sangat membantu setiap dokter. Pasien mungkin mengeluh adanya nyeri
abdomen dan/atau mungkin menunjukkan tanda-tanda iritasi peritoneal yang
jelas. Ukuran lingkaran abdomen yang meningkat secara terus menunjukkan
indikasi bagi perdarahan intraabdominal yang berat. Jika tidak ada tanda-tanda
peritonitis, belum tentu tidak terjadi cedera pada organ intra abdomen
intraabdominal.Pada pasien dengan hemodinamika yang stabil sebaiknya
diamati tanda dan gejala pada abdomen dengan pemeriksaan abdomen secara
serial. Jika pasien yang memerlukan terapi operatif, sebaiknya terlebih dahulu
dilakukan peritoneal dialisis sebelum dilanjutkan tindakan bedah. 6
MORTALITAS
Dilaporkan bahwa cedera pada duodenum menunjukkan angka mortalitas
yang bervariasi dari 5 – 25 % (± 15 %). Kebanyakan mortalitas pada pasien
dengan cedera duodenum disebabkan oleh cedera-cedera penyerta dari organ
lain.Cedera tunggal pada duodenum merupakan penyebab kematian pada
minoritas kasus (6-12%). Kematian pada saat awal setelah suatu cedera
duodenum biasanya berhubungan dengan adanya cedera pada pembuluh darah
besar. Dilaporkan bahwa sebagian besar pasien yang meninggal menunjukkan
gejala syok. Angka mortalitas juga dipengaruhi oleh mekanisme trauma yang
menunjukkan bahwa angka mortalitas pada trauma tumpul sedikit lebih tinggi
dibandingkan pada trauma tembus (20% versus 15 %).
Adanya cedera pada duktus bilier dan organ-organ utama yang
berhubungan dengan pankreas mempunyai resiko mortalitas 2 kali lebih tinggi di
bandingkan cedera tunggal duodenum.Keterlambatan dalam mendiagnosa
cedera duodenum melebihi 24 jam akan meningkatkan angka mortalitas samapi
40%.1,2
Bagus-TOLE | 75
DIAGNOSIS
Trauma Tembus
Diagnosis trauma tembus duodenum biasanya ditegakkan diatas meja
operasi. Alur masuknya pisau atau tembakan yang melewati duodenum
membutuhkan visualisasi yang teliti dan perlu eksplorasi yang menyeluruh dari
duodenum untuk menyingkirkan kemungkinan cedera organ lain.
Trauma Tumpul
Diagnosis trauma tumpul duodenum lebih sulit dibandingkan dengan
trauma tembus. Dilaporkan bahwa diagnosis sering terlambat di tegakkan
sehingga pasien dengan kecurigaan trauma ini memerlukan penanganan dan
monitor oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Trauma tumpul
duodenum jarang terjadi dan sangat sukar di diagnosis dibandingkan trauma
tembus dan dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan trauma pada pancreas.
Keadaan kompresi pada duodenum biasanya terjadi karena hentakkan antara
tulang belakang dan setir, dashboard mobil atau lainnya yang terletak di depan
abdomen. Beberapa cedera yang berhubungan dengan fraktur flexi atau
distraksi pada vertebara L1-L2 (Chance‟s fracture). Biasanya trauma duodenum
terjadi akibat tendangan atau pukulan pada epigastrium. Yang jarang terjadi
adalah akibat deselerasi yang bila terjadi biasanya menyebabkan robekkan pada
perbatasan antara bagian ke tiga dan ke empat duodenum, dan bahkan pernah
di laporkan robekan terjadi pada duodenum bagian pertama dan kedua.Trauma
ini terjadi pada perbatasan bagian duodenum yang bebas (intraperitoneal) dan
bagian yang terfiksir (retroperitoneal).Bila ada kecurigaan maka dasar untuk
menegakan diagnosa adalah perlu diketahui mekanisme trauma serta
permeriksaan jasmani.
Perubahan klinis yang pada awal terjadi cedera tidak terlihat jelas dan
akan tampak bila keaadan memberat dan berkembang menjadi peritonitis dan
mengancam nyawa. Pada perforasi retroperitoneal yang masif, keluhan yang
muncul hanyalah kekakuan pada abdomen bagian atas dengan peningkatan
suhu yang progresif, takikardi, dan terkadang terdapat keluhan mual. Setalah
beberapa jam isi duodenum akan mengalami ekstravasasi kedalam kavum
peritoneum dan berkembang menjadi peritonitis. Bila isi tumpah kedalam
kantong yang lebih kecil, biasanya akan terbungkus dan terlokalisasi, walaupun
terkadang dapat bocor kedalam cavum peritonium melalui foramen Winslowi dan
akhirnya timbul peritonitis generalisata.
Secara teori, perforasi duodenum dihubungkan dengan kebocoran amilase
dan enzim pencernaan lainnya, dan telah di kemukakan bahwa penentuan
konsentrasi serum amilase dapat membantu dalam diagnosis. Pada cedera
duodenum, akibat kebocoran konsentrasi amilase bervariasi dan konsentrasi
amilase seringkali membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari untuk
meningkat setelah cedera. Pemeriksaa serial terhadap kadar serum amilase
sensitivitasnya masih lemah tetapi penting dilakukan karena turut mempengaruhi
penanganan.
Bagus-TOLE | 76
Pemeriksaan radiologi dapat membantu menegakkan diagnosa.Tanda
radiologi cedera duodenum. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan udara di
sepanjang ginjal kanan atau sepanjang tepi muskulus psoas kanan atau anterior
sampai ke tulang belakang bagian atas dan udara bebas intraperitoneal, gas
dalam saluran empedu (walaupun jarang terlihat). Hilangnya garis psoas kanan
disertai udara retroperitoneal yang sering susah dibedakan dengan udara pada
colon transversum atau fraktur processus tranversus pada vertebra lumbalis
merupakan indikasi adanya trauma retroperitoneal. Pemeriksaan serial dengan
Meglumine ( Gastrografin, Schering, Berlin, Germany) material yang larut air
melalui NGT dibawah kontrol fluoroskopi dengan posisi pasien lateral kanan,
memberikan hasil yang positif pada 50 %. Bila tidak ada kelainan, dilanjutkan
dengan posisi supine dan posisi lateral kiri. Bila hasil gastrografin negatif, harus
diikuti dengan kontras barium, karena dapat dengan mudah mendeteksi perforasi
yang kecil. Pemeriksaan saluran cerna bagian atas dengan media kontras juga
dapat diindikasikan pada pasien dengan kecurigaan hematom duodenum,
karena dapat memperlihatkan gambaran “coiled spring“ sebagai obstruksi total
oleh hematom.
CT scan di tambahkan sebagai alat diagnostik untuk cedera duodenum.
Kecurigaan ruptur duodenum retroperitoneal paling baik dikonfirmasi dengan CT-
scan abdomen dengan kontras. CT sangat sensitif dengan adanya sejumlah
kecil udara pada retroperitoneal, darah atau zat kontras yang mengalami
ekstravasasi. Adanya penebalan dinding periduodenal atau hematoma tanpa
ekstravasasi kontras harus di periksa dengan pemeriksaan gastrografin dan
pemeriksaan kontras barium jika hasil pemeriksaan awal negatif atau normal.
Para peneliti menekankan bahwa gambaran trauma duodenum yang tidak khas /
samar pada CT abdomen sebaiknya diindikasikan untuk tindakkan laparotomi.
CT-scan memperlihatkan ruptur
duodenum dimana terdapat cairan
yang bocor ke ruang pararenal
(panah)
Bagus-TOLE | 78
TERAPI
Penanganan trauma duodenum ditentukan melalui beratnya trauma dan
kemungkinan komplikasi setelah operasi. Sekitar 70- 80 % cedera duodenum
dapat dijahit primer dan sekitar 20-30 % merupakan cedera berat yang
memerlukan prosedur yang kompleks. Cedera duodenum yang ringan dan tanpa
cedera pada pankreas dapat dijahit primer sedangkan cedera duodenum yang
berat memerlukan strategi yang lebih kompleks. Ada 5 faktor yang berhubungan
dengan keparahan cedera duodenum dan morbiditas dan mortalitas. Dan
terdapat faktor keenam yaitu adanya cedera pada pankreas.
ALGORITME PENANGANAN TRAUMA DUODENUM
Pasien dengan trauma duodenal
-Riwayat pukulan langsung ke epigastrium
-Periksa serum amylase & hitung leukosit
-Periksa x-ray abdomen dan foto kontras
-Jika dicurigai trauma pada duodenum lakukan
laparotomi untuk inspeksi ,tentukan derajat cedara
Grade IV &V
Grade I atau II laserasi Pilihan terapi :
Lakukan penutupan primer satu -pankreatikoduodenektomi
atau dua lapisan. -reimplantasi ampulla atau dukt-
Pertimbangkan eksklusi pylorik, tus koledokus ke duodenum a-
atau pelindung bila disertai tau Roux-en-Y yeyunal
trauma pankreas - rekonstruksi dan hepatikoyeyu-
nostomi
-rekonstruksi sekunder
Untuk grade V penanganannya
adalah pankreatikoduodenektomi
Bagus-TOLE | 79
DETERMINAN KEPARAHAN CEDERA DUODENUM
American Association for the Surgery of Trauma (AAST) Organ Injury
Scaling Committee. Cedera duodenum dibagi atas 4 grade. Penjahitan primer
dapat dilakukan pada cedera grade I dan II, sedangkan cedera grade III-V
memerlukan strategi yang lebih kompleks.
Determinant keparahan Cedera Duodenum
NO DERAJAT
RINGAN BERAT
1 Agent Luka Tusuk Tumpul / Peluru
2 Ukuran < 75% Diameter >75% Diameter
3 Lokasi Duodenum Pars III, IV Pars I, II
4 Waktu cedera-Operasi < 24 Jam > 24 Jam
5 Cedera Penyerta Tidak ada Ada ( Pankreas, CBD, dll
Prognosis : Mortalitas 0% 6%
6
Mobiditas 6% 14 %
Bagus-TOLE | 80
Bagian D1 dan D2 dapat dilihat dengan memobilisasi flexura hepatis dari kolon dan insisi
pada ligamentum hepatoduodenale
A B
A. Manuver Kocher memaparkan dinding posterior dari D1, D2 dan D3.
B. Reflexi peritoneum dari caecum, kolon kanan, fleksura hepatis dan ileum terminal di
insisi untuk memudahkan mobilisasi dari kolon kanan.
A B C
A. Colon tranversum dan omentum mayus di elevasi ke superior.
B. Hal ini juga dapat dilakukan dengan meletakan seluruh usus halus ke superior sehingga
bagian D3 dan D4 dapat terlihat. Insisi manuver Kocher dan diteruskan ke ligamentum Treitz.
C. Dengan terelevasinya usus halus, bagian retroperitonel yang melekat pada bagian D4 harus
diinsisi sepanjang batas antimesenterika ke ligamentum Treitz. Harus di kerjakan secara hati-
hati untuk menghindari cedera ke vena meesnterika inferior, yang terlokasi dibatas kiri
posterior dari ligamentum Treitz.
Bagus-TOLE | 81
Bila hasil eksplorasi negatif, tetapi masih terdapat kecurigaan akan
cedera duodenum, Brotman dkk merekomendasikan pemberian metilen blue
melalui NGT. Bila terlihat berwarna (+),dapat dipastikan lokasi cedera.
Secara sederhana duodenum dapat dibagi menjadi bagian atas yang
termasuk bagian I dan II serta bagian bawah yaitu bagian III dan IV. Bagian atas
memiliki struktur anatomis yang kompleks (termasuk duktus biliaris dan spincter)
dan pilorus. Hal ini membutuhkan manuver langsung untuk mendiagnosa cedera
tersebut (cholangiogram, inspeksi visual secara langsung) dan teknik yang
kompleks untuk memperbaiki defek. Bagian I dan II duodenum memiliki
vaskularisasi yang padat dan aliran darahnya bergantung pada kaput pankreas,
sehingga diagnosis dan penanganan setiap cedera sangat kompleks. Bagian
bawah relatif simpel untuk ditangani sama seperti penanganan cedera pada usus
halus,termasuk debridement, reseksi dan reanastomosis. Cedera transeksi
duodenum yang komplit, debridemant tepi mukosa dan penjahitan primer harus
dilakukan . Jika mobilisasi dari kedua ujung duodenum tidak mungkin dilakukan,
atau cedera sangat dekat dengan ampulla dan mobilisasi kedua ujung
duodenum dapat membahayakan saluran empedu, maka Roux-en-Y jejenum
anastomose merupakan pilihan yang cocok.
Hematom intramural (grade I)
Cedera duodenum yang jarang, lebih banyak terjadi pada anak-anak yang
mengalami trauma pada abdomen bagian atas, oleh karena fleksibilitas dan
kelenturan otot dinding perut anak. Cedera ini dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah dalam lapisan submukosa dan subserosa dinding duodenum,
yang memperlihatkan bentuk seperti sosis dan dapat menimbulkan obstruksi
duodenum parsial atau komplit. Foto polos abdomen akan memperlihatkan
bayangan massa tak jelas pada kuadran kanan atas dan obliterasi bayangan
psoas kanan. Pemeriksaan serial traktus gastrointestinal atas memperlihatkan
dilatasi lumen duodenum seperti "gulungan kumparan" pada bagian kedua dan
ketiga duodenum yang berhubungan dengan banyaknya valvula koniventes.
Diagnosis dapat dibuat dengan CT-scan double kontras atau pemeriksaan
saluran cerna bagian atas dengan menggunakan kontras (meglumine
diatrizoate), diikuti dengan pemeriksaan barium untuk mendeteksi tanda coiled-
spring sign atau stacked coin sign. Tanda ini adalah karakteristik untuk hematom
duodenum intramural.
Bagus-TOLE | 82
Cedera ini biasanya ditangani tanpa pembedahan dan hasil terbaik
biasanya diperoleh melalui pengobatan konservatif, apabila cedera yang lain
dapat dikesampingkan. Setelah penanganan konservatif selama 3 minggu
dengan aspirasi NGT secara kontinyu dan nutrisi parenteral total. Bila tanda
obstruksi tidak meredah/ sembuh spontan, pasien kembali dievaluasi dengan
pemeriksaan kontras saluran cerna bagian atas dengan interval 5-7 hari. USG
dapat juga dilakukan untuk follow up resolusi hematom duodenum. Bila tidak ada
perkembangan maka disarankan tindakkan laparotomi untuk menyingkirkan
adanya perforasi duodenum atau cedera kaput pankreas (pada sekitar 20%
pasien) yang juga dapat menjadi penyebab alternatif untuk terjadinya obstruksi
duodenum. Pada penelitian 6 kasus hematom duodenum dan yeyunum akibat
trauma tumpul, hematom mengalami resolusi tanpa tindakan operasi sebanyak 5
kasus, durasi lama rawat rat-rata 16 hari ( antara 10- 23 hari) dan durasi nutrisi
parenteral total rata-rata 9 hari ( antara 4-16 hari). Pada kasus ke 6 pemeriksaan
serial abdomen bagian atas mempelihatkan adanya obstruksi yang gagal
mengalami resolusi setelah penanganan konservatif selama 18 hari dan pada
saat dilakukan laparotomi ditemukan striktur pada yeyunum dan kolon karena
terbentuk fibrosis, tetapi akhirnya dapat direseksi dengan sukses.
Hematom intramural yang besar yang melibatkan dua atau lebih segmen
jarang sembuh secara spontan. Penanganan hematom intramural ditemukan
pada laparotomi kontroversial. Salah satu pilihan yaitu dengan melakukan insisi
longitudinal sepanjang serosa kebatas antemesenterika, membuka serosa,
mengevakuasi hematom dan serosa yang melekat ke lapisan muskular tanpa
merusak mukosa dan dengan hati-hati memperbaiki dinding usus dengan
melakukan penjahitan menggunakan jahitan interuptus 4-0. Perlu diperhatikan
bahwa hal ini dapat menimbulkan sedikit robekan bahkan sampai robekan yang
tebal pada dinding duodenum. Bila hal itu terjadi maka diperlukan dekompresi
gastrik yang lama bahkan feeding yeyunostomi sebaiknya di buat. Pada kasus ini
drainase tidak diperlukan. Pilihan lain adalah dengan hati-hati mengeksplorasi
duodenum untuk menyingkirkan perforasi. Drainase perkutaneus terhadap
hematom duodenum sudah pernah dilaporkan.
Grade I. Operasi evakuasi sepanjang sisi serosa Longitudinal ke batas antemesenterika, setelah
hematom dievakuasi lakukan penjahitan dengan benang 4-0.
Bagus-TOLE | 83
Perforasi Duodenum (grade II)
Sebagian besar perforasi duodenum dapat ditangani dengan prosedur
operasi yang sederhana, terutama untuk kasus trauma tembus dimana interval
waktu antara trauma dan operasi harus singkat. Metoda perbaikan cedera
duodenum dan prosedur supportif untuk pencegahan dehisensi akan di jelaskan
berikut ini.
Laserasi berat duodenum ditutup secara primerdebridement minimal. Lapisan dalam ditutup
dengan jahitan absorbel 4-0. Diikuti jahitan seromuskular nonabsorbel interuptus 4-0. Luka obliq
atau longitudinal ditutup sesuai arah cedera dengan jahitan sekaligus lapisan serosa,muscular
dan submukosa. . Laserasi simpel pada duodenum dapat ditutup primer. Laserasi sepanjang axis
duodenum dapat dijahit longitudinal atau transverse. Penjahitan secara transverse lebih disukai
oleh karena bisa terjadi penyempitan lumen apabila penjahitan secara longitudinal.
Repair Perforasi
Kebanyakkan cedera duodenum dapat diperbaiki dengan repair primer
satu atau dua lapis. Penutupan dapat dilakukan secara tranversal, jika
memungkinkan hindari kontak dengan lumen dan dalam penjahitan hindari juga
inversi yang berlebihan. Duodenotomi longitudinal dapat menyerupai tranversal
bila panjang cedera duodenum <50% lingkar duodenum. Bila penutupan primer
dapat merusak lumen duodenum, maka ada beberapa pilihan yang
direkomendasikan. ´Pedicled mucosal graft´ menggunakan segmen yeyunum
atau dengan flap „gastric island‟ dari corpus gastricum yang dianjurkan untuk
defek duodenum yang lebar. Kemungkinan lain adalah menggunakan tambahan
dari serosa yeyunum untuk menutup defek duodenum. Walaupun cukup
memuaskan dalam penelitian, aplikasi klinik kedua metoda ini sangat terbatas
dan pernah dilaporkan terjadi kebocoran pada garis sutura duodenum.
Meletakan loop yeyunum diatas daerah yang cedera seperti serosa yeyunum
untuk melapisi duodenum juga bisa disarankan.
Bagus-TOLE | 84
Laserasi dan Transeksi Duodenum (grade III)
Pada transeksi duodenum komplit, metoda perbaikan yang lebih di sukai
adalah anastomosis primer. Anastomosis primer dapat dilakukan setelah tepi
mukosa dapat di debridement, duodenum dapat dimobilisasi, selain itu bila
kehilangan jaringan minimal, bila ampula tidak terlibat dan efek dapat ditutup
tanpa tension. Perforasi duodenum sederhana ditutup dengan jahitan simpul
kontinyu dengan benang 3-0 yang dapat diserap, melalui seluruh lapisan dinding,
diikuti pada lapisan luar dengan jahitan matras terputus dengan benang yang
tidak dapat diserap pada lapisan seromuskular. Cara ini biasanya dilakukan
untuk kasus cedera duodenum pars I,III dan IV dimana teknik mobilisasinya tidak
sulit.
a b c d
a.Pada cedera dengan transeksi lengkap dari D1,D2 dan D3 dapat diperbaiki
dengan anastomosis primer end to end.
b.Anastomosis 2 lapis dilakukan dengan menjahit dinding posterior dengan
jahitan seromuskular interuptus
c.Jepit duodenum dengan klem usus untuk menghindari tumpahnya isi usus
sewaktu penjahitan lapisan dalam
d.Penjahitan seromuskular pada dinding anterior menggunakan jahitan matras
horizontal atau teknik Lambert
Namun demikian apabila terdapat sejumlah besar kehilangan jaringan dan
aproksimasi ujung duodenum tidak bisa di lakukan karena kemunginan terjadi
tension dan bila kasus transeksi komplit ini terjadi pada bagian pertama
duodenum maka dilakukan anterectomi dengan penutupan stump duodenum
dan gastroyeyunostomi (Billroth II).
Bagus-TOLE | 85
Apabila mobilisasi tidak adekuat sehingga bisa menyebabkan cedera pada
CBD dan bila trauma dekat dengan ampulla Vater ,maka pilihan yang paling
mungkin adalah penutupan duodenum distal dan anastomose Roux-en-Y
duodenoyeyunal dapat dilakukan. Mobilisasi bagian kedua duodenum terbatas
oleh adanya pembagian asupan darah dengan caput pankreas. Anastomosis
direk ke loop Roux-en-Y diatas defek duodenum secara end to side merupakan
cara terpilih. Hal ini dapat juga di lakukan sebagai metoda alternatif penanganan
operasi pada defek ekstensif pada bagian lain duodenum saat anastomosis
primer tidak dapat dilakukan.
Pada transeksi yang luas dengan udem atau inflamasi, loop Roux-en-Y pada
yeyunum dapat digunakan untuk menutup defek
Gambar 9-3. Ruptur duodenum yang extensive dapat diterapi dengan reseksi
dan end to end Roux-en-Y duodenojejunostomy.
Bagus-TOLE | 86
Alternatif lain adalah dengan mengunakan patch dari yeyunum untuk
menutupi defek yang besar sebagai graft serosa. Patch repair dengan mukosa
yeyunum (mucosal jejunal patch repair) jarang dilakukan.
Gambar 9-4. Cedera duodenum yang tidak dapat direpair secara primer tanpa mengakibatkan
penyempitan dari lumen dapat direpair dengan tehnik serosa patch. Serosa dari jejenum dijahit pada
tepi defek duodenum. Studi experimental memperlihatkan bahwa serosa yang terekspose ke dalam
lumen duodenum akan ditutupi oleh epitel.
Alternatif penggunaan serosa patch pada cedera duodenum yang berat dengan
menggunakan pedicle graft (A sampai D). Graft dapat diambil dari corpus gaster
atau dari jejenum. Defek duodenum yang besar dapat ditutup seperti pada
gambar E. Segment jejenum direpair secara end to end anastomosis.
Pankreotikoduodenektomi hanya dilakukan pada trauma duodenum bila terjadi
perdarahan pankreas yang tidak terkontrol atau bila trauma duodenum bersama-
sama dengan trauma CBD distal atau duktus pankreatikus.
Drainase external juga sangat diperlukan karena mampu mendeteksi
dan mengontrol adanya fistula duodeni. Drain sebaiknya sederhana dari karet
silikon lunak, sistim tertutup dan diletakan dekat dengan lokasi defek yang
diperbaiki.
CEDERA PANKREATIKODUODENAL
Cedera hebat pada pancreas dan duodenum jarang terjadi. Pada suatu studi
yang dilaporkan antara tahun 1981-1990 hanya 48 (3%) dari 1404 pasien yang
dilakukan tindakan pancreaticoduodenectomi.Trauma gabungan ini paling sering
disebabakan oleh trauma tembus dan terjadinya di hubungkan dengan trauma
multipel pada abdomen.
Cedera pancreatikoduodenal dihubungkan dengan tingginya angka
mortalitas. Dilaporkan bahwa angka mortalitas pada kasus cedera
pankreatikoduodenal adalah sebanyak 30-35%. Cedera ini sering dikaitkan
dengan cedera hebat pada vaskularisasi mayor dari kaput pancreas, perdarahan
dan syok dimana cedera pada vaskular merupakan penyebab kematian
tersering. Bahkan cedera ringan pada pankreas meningkatakan angka
morbiditas dalam hubungannya dengan cedera pada duodenum. Beberapa
Bagus-TOLE | 87
penulis melaporkan beberapa teknik simpel yang banyak digunakan untuk
penatalaksanaan trauma tersebut adalah penjahitan duodenum dan kapsul
pankreas dengan drainase luas, beberapa prosedure tambahan seperti
divertikulasi duodenal dan eksklusi pilorik.
Hal penting dalam penatalaksanaan cedera kombinasi
pankreatikoduodenal adalah perlu diketahui keadaan pankreas dan duktus
biliaris. Adanya cedera pada duktus biliaris dapat di identifikasi dengan
chlolangiografi, dilanjutkan dengan choledochotomi atau melalui duktus sistikus
setelah cholecystectomi. Penilaian terhadap keadaan dari duktus pankreatikus
adalah sangat sulit. Pada saat lokasi cedera pada duodenum ditemukan dengan
kecurigaan adanya cedera pada duktus pankreatikus, kanulasi pada duktus ke
defek di duodenum dan pankreatografi retrograde dapat dengan mudah
dikerjakan. Pada kasus-kasus dimana duodenum intak dan adanya kecurigaan
terdapatnya cedera pada duktus pankreatikus, maka dilakukan retrograde
pancreatography dilanjutkan dengan pertimbangan dilakukannya duodenotomy
atau antegrade pancreatography setelah amputasi cauda pankreas dapat di
usulkan. Cedera pankreatikoduodenal yang mengakibatkan kerusakkan pada
duktus pankreatikus di caput pankreas merupaka masalah yang sulit. Cedera ini
sering menimbulkan syok akibat cedera pada vaskuler atau adanya feses akibat
cedera pada kolon. Banyak penulis mengindikasikan tindakan
pankreatikoduodenektomi untuk kasus-kasus cedera berat tersebut.
Penatalaksanaan
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, hyponatremia,
koagulopati dan asidosis , yang pertama dilakukan adalah kontrol perdarahan,
berikutnya kontrol dan penanganan terhadap saluran cerna dan kontaminasi
bakteri dan yang terakhir adalah identifikasi lokasi cedera. Resusitasi selanjutnya
dilakukan di ICU dan bila stabil direncanakan untuk tindakan defenitif berupa
rekonstruksi dan anastomosis( umumnya 24-48 jam kemudian).
Cedera pada pankreas dan duodenum yang terjadi bersamaan harus
ditangani secara terpisah.Beberapa cedera yang berat membutuhkan prosedur
yang rumit. Feliciano dkk melaporkan pengalaman pada cedera pankreas dan
duodenum dan mengusulkan bahwa :
Bagus-TOLE | 88
a. Cedera duodenum yang simpel tanpa cedera duktus pankreatikus
(grade I & II) ditangani dengan perbaikan primer dan drainase
b. Grade III, cedera duodenum dan pankreas, paling baik di tangani
dengan reseksi kedua organ, eksklusi pylorus, gastroyeyunostomi, dan
penutupan
c. Grade IV & V,cedera duodenum dan pankreas paling baik di tangani
dengan pancreaticiduodenectomi
Dari 129 kasus trauma pancreas dan duodenum yang ditinjau terdapat
24 % pasien yang dilakukan tindakan repair simpel dan drainase, 50% dilakukan
repair dan eksklusi pylorus dan 10% menjalani prosedur Whipple. Pilihan terapi
terbaik diberikan kepada pasien yang ditentukan oleh integritas dari distal CBD
dan ampulla sesuai beratnya trauma pada duodenum. Untuk alasan ini, maka
setiap pasien dengan kombinasi cedera pancreas dan duodenum dilakukan
cholangiography, pancreatography dan evaluasi ampulla. Jika CBD dan ampulla
intak, duodenum dapat ditutup secara primer. Apabila status dari duktus
pankreatikus tidak dapat dinilai selama intraoperatif dilakukan drainase external
luas pada caput pankreas dan pemasangan drain hisap dari pada tindakan total
pankreatektomi, diikuti dengan tindakan ERCP atau MRP segera setelah
postoperasi.
Cedera ekstensif lokal intraduodenal atau duktus biliaris intrahepatik
mengharuskan tindakan pankreatikodudenektomi. Cedera lokal yang kurang
ektensif dapat ditangani dengan tindakan stenting intraluminal, spincteroplasty
atau reimplantasi ampula Vater.
Pankreatikoduodenektomi merupakan prosedur operasi besar yang harus
dilatih dalam situasi trauma, jka tidak ada alternatif lain. Rekonstruksi dapat
dilakukan dalam 48 jam saat pasien sudah stabil. Indikasi untuk melakukan
pankreatioduodenektomi adalah terdapatnya kerusakan hebat dari kompleks
pankreatikoduodenal, devaskularisasi duodenum dan terkadang adanya cedera
ekstensif pada bagian ke dua dari duodenum yang melibatkan ampulla dan
bagian distal duktus biliaris.
Peranan pankreatikodudenektomi di gambarkan oleh Walt ; pada akhirnya
apakah Whipple atau bukan Whipple menjadi pertanyaan. Pada lesi destruktif
masif yang melibatkan pankreas, duodenum dan duktus biliaris, keputusan untuk
melakukan pankreatikoduodenektomi tidak dapat dilakukan. Dan faktanya
adalah banyak keputusan harus diambil cepat, dan faktor psikologi pasien
menjadi penentu dalam pengambilan keputusan.
Bagus-TOLE | 89
Divertikulasi Duodenum
Pertama kali diperkenalkan oleh Berne dkk pada tahun 1968, sebagai
terapi tambahan yang digunakan dalam kasus cedera duodenum yang berat
atau cedera kombinasi antara pankreas dan duodenum. Teknik ini diciptakan
untuk mengeksklusi duodenum yang sedang diperbaiki dan menjadi jalan dari isi
gaster. Operasi kombinasi ini terdiri dari antrektomi gaster(Gastrektomi Billroth II
distal) , penutupan bagian pertama dari duodenum, gastroyeyunostomy,
vagotomy dan tube duodenostomy. Tube duodenostomy dipasang untuk
mengurangi kemungkinan gangguan pada garis jahitan duodenum. Dalam kasus
cedera kandung empedu ,dilakukan juga tube choledocostomy. Drainase
eksterna juga dilakukan dengan menempatkan selang pada bagian yang di
perbaiki.Laporan susulan (follow up) oleh Berne dkk mendokumentasiakan
angka mortalitas 16 % pada pasien yang dilakukan terapi ini. Secara teori,
kelebihan divertikulasi adalah terbentuknya end fistula yang akan tertutup
dengan sendirinya. Kekurangan dari divertikulasi duodenum adalah tidak boleh
dilakukan pada pasien trauma dengan hemodinamik yang tidak stabil atau
pasien dengan cedera multipel.
Bagus-TOLE | 90
Eksklusi Pylorus
Teknik eksklusi pylorus dilaporkan oleh Vaugan dkk pada tahun 1977
sebagai metoda untuk mendapat hasil yang sama dengan teknik divertikulasi
dengan lebih mudah. Eksklusi pylorus disarankan sebagai alternatif dari teknik
divertikulasi dengan keuntungan waktunya lebih pendek dan prosedur yang
reversibel.
Setelah perbaikan luka duodenum, dan penempatan selang dekompresi
,gastrotomi dibuat di antrum sepanjang curvatura mayor.Cincin pylorus yang kuat
mencengkram dinvaginasi keluar gaster selama gastrotomy dan pylorus dijahit
kuat dari dalam dengan menggunakan benang nonabsorable dengan hati-hati
untuk menghindari terjadinya ulcerogenic retained antrum syndrome. Dan
sebagai alternatif dapat juga ditutup dengan barisan stepler yang dapat
ditempatkan secara melintang atau di bawah pylorus dengan alat stapling.
Kemudian dilakukan loop gastroyeyunostomy. Vagotomy tambahan masih
kontroversial. Penutupan cincin pylorus akan rusak dalam beberapa minggu dan
kontuinitas gastrointestinal akan kembali baik. Perhatian tidak perlu ditujukan
pada tindakan penutupan pylorus apakah dengan benang atau dengan stapler
tetapi pada potensi terjadinya suatu ulcerogenic pada tindakan eksklusi pylorus.
Walaupun tindakan ini ulcerogenik, namun insiden ulserasi marginal pada pasien
yang di rawat adalah rendah dilaporkan pada 10 % kasus.
Ginzburg dkk, mengajukkam pertanyaan untuk melakukan
gastroyeyunostomy rutin setelah eksklusi pylorus, harus yakin akan kontuinitas
traktus gastrointestinal akan ditata ulang pada 20 % pasien dalam waktu 3
minggu. Fistula duodenum dapat tetap ada setelah eksklusi pylorus dan perlu
diperhatikan bahwa spincter yang terbuka spontan akan memberikan efek
negatif terhadap penutupan fistula. Martin dkk melaporkan bahwa pada dari
penelitian yang melibatkan 128 pasien didapatkan fistula duodenum sebanyak 2
% dan hanya 2 kematian yang langsung disebabkan oleh cedera duodenum.
Eksklusi pylorus adalah teknik yang mudah, kurang radikal dan lebih
cepat dari divertikulasi duodenum dan tampak efektif untuk melindungi
duodenum yang telah di perbaiki. Dari foto kontras gastrointestinal menunjukan
bahwa pylorus terbuka kembali setelah beberap minggu. Suatu teknik yang
menarik untuk kontrol terbukanya kembali pylorus setelah eksklusi pylorus
dilaporakan oleh Fang dkk. Penggunaan octrectide dalam melindungi garis
suture pada pancreatikoduodenektomi terlihat cukup menguntungkan.
Penggunaanya setelah trauma duodenum untuk proteksi luka duodenum di
sarankan oleh Mullins dkk.
Bagus-TOLE | 91
Prosedur yang sangat berguna pada cedera duodenum dan
pankreotikoduodenal adalah eksklusi pylorus. Melalui suatu gastrostomy pda
daerah distal gaster, pylorus dijahit dengan benang nonabsorbel. Alternatif lain,
dapat digunakan stapler pada duodenum distal dari pylorus. Kemudian dilakukan
gastrojejunostomi.
Bagus-TOLE | 92
DIVERSI DUODENUM
Trauma duodenum dengan resiko tinggi, setelah repair akan dikuti oleh
insidensi terjadinya dehisensi.Untuk melindungi luka post repair,isi saluran cerna
dengan enzim proteolitiknya dapat di alihkan, praktis dan juga memudahkan
penanganan fistula duodenum.
Dekompresi Duodenum
Dekompresi intraluminal duodenum dengan tube adalah teknik tertua
yang digunakan untuk dekompresi duodenum dan diversi isi duodenum untuk
mempertahankan integritas duodenografi. Ini diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1945 sebagai metoda penanganan penutupan stump duodenum setelah
gastrektomi. Teknik ini di perkenalkan untuk trauma oleh Stone dan Geroni
sebagai “Triple ostomy” yang terdiri dari tube gastrotomy untuk decompresi
gaster, yeyunostomi untuk dekompresi duodenum dan antegrad yeyunostomy
untuk nutrisi pasien. Laporan pertama mengenai kemampuan teknik ini untuk
menekan insiden dehisensi pada pada duodenografi tidak terlalu mendukung
karena terdapat kekurangan dari teknik ini termasuk terbentuknya perforasi baru
pada saluran cerna ,tabung yeyunostomy tidak tidak menunjukan efisiensi dalam
dekompresi duodenum secara tepat dan ada kemungkinan bahwa drain yang
dipasang akan jatuh atau tertarik oleh si pasien sendiri. Walaupun hasil awal
yang dilaporkan oleh Stone bahwa teknik ini memberikan insiden kebocoran post
operatif yang minimal,namun masih ada kontroversi karena terdapat studi yang
mengatakn bahwa angka morbiditas menungkat dengan dekompresi yang rutin.
Yeyunostomy feeding pada awal laparotomi pada pasien dengan cedera
duodenum dan trauma abdomen yang luas ( index trauma abdomen >25) sangat
disaranakan.
Bagus-TOLE | 93
HEPATOBILIER
ANATOMI HEPAR
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar
1200 – 1600 gr. Berat pada laki-laki 1400 – 1600 gr dan pada perempuan 1200 –
1400 gr (1). Berat hepar tergantung pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8
% - 3,1 % dari total berat tubuh, yang pada infant memiliki berat yang agak lebih
yaitu kira-kira 5% sampai 6 % dari total berat tubuh. Hepar menempati hampir
seluruh bagian dari dari hipokondrium kanan, sebagian dari regio epigastrium,
dan kadang-kadang meluas sampai region hipokondrium kiri sejauh linea
mammilaria.1,4,5
Ukuran tranversal dari hepar berkisar 20 cm- 22,5 cm, dan ukuran vertikal
berkisar 15 cm – 17,5 cm, dengan diamenter anteroposterior terbesar berkisar
10 cm – 12,5 cm. Hepar mempunyai konsistensi kenyal, berwarna coklat
kemerahan(1,2,3,4) . Bentuk hepar adalah piramid , yang puncaknya dibentuk
oleh bagian pada lobus sinistra, sedangkan basisnya pada sisi lateral kanan
yang lokasi pada dinding thorax kanan. Hepar dibungkus peritoneum viseralis
kecuali gallbladder bed, porta hepatis dan di posterior pada daerah yang disebut
bare area dari hepar di kanan dari vena cava inferior. Di bawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang
meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di
permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka
untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu. Duplikasi
peritoneum pada permukaan hepar dirujuk sebagai suatu ligamentum. Duplikasi
peritoneum yang meluas dari dinding abdomen anterior dan diafragma ke hepar
membentuk ligamentum yang mempertahankan organ hepar pada tempatnya.
Duplikasi horizontal peritoneum membentuk ligamentum coronary yang nampak
jika menarik hepar ke bawah. Tepi kanan yang bebas dari ligamentum coronary
membentuk ligamentum triangular kanan dan ujung kiri membentuk ligamentum
Bagus-TOLE | 94
triangular kiri yang melekat pada apeks lobus kiri dan mencapai procesus fibrous
hepar yang melekat pada diafragma. Dari pertengahan ligamentum coronary
muncul ligamentum falciform yang meluas ke anterior sebagai membrana tipis
menghubungkan permukaan hepar ke diafragma, dinding abdomen dan
umbilikus. Ligamentum teres (obliterasi vena umbilikalis) yang berjalan ditepi
inferior ligamentum falciform dari umbilikus sampai fisura umbilkalis. Fisura
umbilikalis berada pada permukaan inferior hepar sinistra dan terdapat triad
portal kiri. Ligamentum falciform, sebagai penanda permukaan yang jelas, yang
secara historis digunakan untuk pembagian lobus hepar kiri dan lobus hepar
kanan
Hepar dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri
yang lebih kecil. Walaupun ligamentum falciform sering digunakan untuk
membagi hepar menjadi lobus kanan dan kiri, „true / surgical Couinaud‟s
segmental anatomy‟ dari hepar yang paling banyak digunakan oleh ahli bedah
sebagai deskripsi secara anatomi fungsional atau anatomi modern. Sedangkan
deskripsi secara klasik atau tradisional anatomi, hepar di bagi menjadi empat
lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, kaudatus, dan quadratus. Bagaimanapun juga
deskripsi lobus secara tradisional ini yang berdasarkan pada anatomi permukaan
tidak menggambarkan „true segmental anatomy‟ dari hepar seperti pada
couinaud. Klasifikasi Couinaud membagi hepar kedalam 4 sektor didasarkan
pada jalannya tiga vena hepatika utama. Masing-masing sektor menerima suplai
darah dari pedikel portal secara terpisah. Dalam scissura utama terdapat vena
hepatika media yang berjalan dari sisi kiri vena cava suprahepatika ke bagian
tengah fossa kandung empedu. Secara fungsional scissura utama membagi
hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri yang tidak bergantung pada aliran
portal dan arsitektur biliaris. Secara singkat, penanda yang dari kandung empedu
sampai sisi kiri vena cava inferior (di kenal dengan fisura portal atau Cantlie,s
line) membagi hepar menjadi lobus kanan dan kiri . Lobus kanan lebih lanjut
dibagi menjadi segmen anterior dan segmen posterior. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial (yang dikenal lobus quadratus) yang menempati sisi kanan
ligamentum falciform dan fisura umbilikalis dan segmen lateral menempati sisi
Bagus-TOLE | 95
kirinya. Sistim yang di kenal seperti ini cukup untuk tindakan mobilisasi hepar
dan tindakan hepar yang sederhana, tetapi tidak dapat menggambarkan lebih
banyak kerumitan dan anatomi fungsional yang di perlukan bagi ahli bedah
hepar. Hepar selanjutnya dibagi atas 8 segmen yang masing-masing disuplai
oleh pedikel yang terdiri dari vena portal, arteri hepatika dan duktus biliaris.
Segmen-segmen ini lebih lanjut di bagi kedalam 4 sektor yang dipisahkan oleh
scissura yang mengandung tiga vena hepatika utama. Sistim ini mula-mula
digambarkan pada tahun 1957 oleh Goldsmith dan Woodburney sebagaimana
juga oleh Couinaud, yang mengambarkan anatomi hepar , dimana itu paling
berkaitan dengan pembedahan hepar
Scissura utama terdapat vena hepatika media yang berada pada arah
anteroposterior dari fosa kandung empedu sampai ke sisi kiri vena cava inferior
dan membagi hepar menjadi hemiliver kiri dan kanan. Garis dari scissura yang di
kenal juga sebagai Cantlie,s line. Hepar kanan dibagi menjadi sektor anterior
(segmen V dan segmen VIII) dan sektor posterior (segmen VI dan segmen VII)
oleh scissura kanan yang mana terdapat vena hepatika kanan. Pedikel portal
kanan yang terdiri atas arteri hepatika kanan, vena porta kanan dan duktus
biliaris kanan yang kemudian menjadi pedikel anterior kanan dan pedikel
posterior kanan yang mensuplai sektor anterior dan posterior. Hepar kiri memiliki
fisura yang nampak berada di sepanjang permukaan inferior yang di sebut fisura
umbilikalis. Ligamentum teres ( yang merupakan sisa vena umbilikalis) berada
pada fisura ini. Ligamentum falciform berhubungan dengan fisura umbilikalis dan
ligamentum teres . Fisura umbilikalis bukan merupakan scissura, tidak
mengandung vena hepatika dan pada kenyataannya mengandung vena portal
kiri (triad yang terdiri atas vena portal kiri,arteri hepatika kiri dan duktus biliaris
kiri) yang berada pada fisura ini,bercabang untuk memberi makan hepar kiri.
Scissura kiri berada di posterior ligamentum teres dan terdapat vena hepatika
kiri. Hepar kiri dibagi menjadi sektor anterior (segmen III dan IV) dan sektor
posterior (segmen II- sektor yang hanya terdiri dari satu segmen ) oleh scisura
Bagus-TOLE | 96
kiri. Sedangkan lobus kaudatus (segmen I) merupakan bagian posterior hepar.
Pada hilus hepar,triad portal kanan merupakan pedikel extrahepatika yang
pendek kira-kira 1 – 1,5 cm sebelum memasuki jaringan hepar dan bercabang
atau mensuplai ke sektor anterior dan posterior dari hepar kanan. Bentuk
percabangan vena-vena portal sektor ini kedalam sub bagian hepar kanan
menjadi 4 segmen yaitu segmen V (anterior dan inferior) dan segmen VIII(
anterior dan superior) membentuk sektor anterior dan segmen VI (posterior dan
inferior) dan VII ( posterior dan superior) membentuk sektor posterior.
Sebaliknya , untuk triad portal kiri memiliki panjang saluran extrahepatika - 4 cm
berada di bagian inferior lobus quadratus (segmen IV B) yang berjalan secara
tranversal di bungkus dalam „peritoneal sheath‟ yang berada pada ujung atas
omentum minus.
Bagus-TOLE | 98
Fiksasi Hepar
Fiksasi Hepar dilakukan atau dimungkinkan oleh adanya :
1. Ligamenta
Ligamentum Falciforme hepatis di ventral
Omentum minus di caudomedial
Ligamentum triangulare hepatis sinsitrum et dextra di lateral dan medial
Ligamentum coronarii hepatis sinistra et dextra di cranial
Ligamentum teres hepatis di caudal
Ligamentum venosum arantii di caudal
2. Vena hepatica
Vena ini menfiksasi hepar ke dinding posterocranial cavum abdominis
terhadap vena cava inferior.
3. Desakan negative dari cavum thoracis yaitu adanya daya isap dari tekanan
negative tadi ke arah ventrocranial, terhadap organ-organ didalam cavum
abdominis.
4. Desakan positif dari cavum abdomini yaitu adanya dorongan dari organ-organ
satu dengan yang lainnya didalam cavum abdominis dan oleh kontraksi otot-
otot dinding abdomen.(3)
Lymphonodus Hepatis
Hepar merupakan organ yang mempunyai system limfatika yang terbesar
dibandingkan dengan viscera abdominis lainnya. Lymponodus hepatis terdiri
atas kelompok superficialis dan profunda.
Kelompok superificialis terdiri atas :
a. Pada facies inferior dan anterior hepatis
b. Pada facies superior dan posterior menuju ke lymponodus para aorta dan
ada yang menuju lymponodi parasternal.
c. Pada facies posterior sebagian menuju ke lymponodus coelica seterusnya ke
cisterna chili
Kelompok profunda; sebagian besar menuju lymponodi hepatis dan sebagian
kecil saja yang menuju ke lymponodi paraaorta.
Innervasi Hepar
Hepar mendapat innervasi dari :
1. Nn. Splancnici
Bersifat simpatis untuk pembuluh darah didalam hepar. Nervus vagus dextra et
sinistra. Bersifat parasimpatis dan berasal dari chordae anterior dan posterior nn.
Vagus. Keduanya masuk ke dalam ligamentum hepatodoudenale. Menuju portae
hepatis.
2. Nn.Phrenicus dextra
Setelah masuk kedalam cavum abdominis akan menuju ke pleksus coeleacus
untuk kemudian mengikuti ligamentum hepatoduodenale sampai ke porta
hepatis. Nervus ini bersifat viscera afferent untuk ligamentum falciforme hepatis,
ligamentum coronaria hepatis, ligamentum triangulare hepatis serta capsula
Glissoni.
Bagus-TOLE | 99
VASKULARISASI HEPAR
Vascularisasi Hepar
Sirkulasi darah pada hepar dibentuk oleh arteri hepatica, vena porta, dan
vena hepatica, disebut sirkulasi portal. Arteri celiakus yang bercabang berasal
dari aorta muncul dari hiatus diafragma, yang secara karakteristik sangat pendek
dan bercabang menjadi arteri gastrika kiri, arteri lienalis dan arteri hepatika
komunis
1. Arteri hepatica communis
Merupakan cabang dari arteri coeliaca, berjalan ke ventral agak ke kanan
pada margo superior pancreas, di sebelah dorsal pars superior duodeni.
Kemudian arteri itu membelok dan masuk ke dalam ligamentum
hepatoduodenale di bagian caudal foramen epiploicum Winslowi; berjalan
didalam ligamentum itu bersama-sama dengan duktus choledocus, vena
portae, pembuluh limfe, dan serabut saraf menuju porta hepatis. Didalam
ligamentum hepatoduodenale, arteri hepatis comunis berada disebelah
anterior agak ke kiri dari duktus choledocus dan berada disebelah anterior
vena porta. Sampai pada porta hepatis, arteri hepatica communis bercabang
menjadi 2 yaitu :
a. Arteri hepatica propria dextra
Berjalan di sebelah ventral vena porta, kemudian menyilang ductus
hepaticus communis, berjalan terus ke kanan dan sebelum masuk ke
dalam lobus hepatis dextra memberi cabang arteri cystica, yang memberi
suplai darah kepada vesica fellea.
b. Arteri hepatica propria sinistra
Berjalan ke arah porta hepatis, berada disebelah kiri dari duktus hepaticus
dextra dan sebelum masuk ke dalam lobus hepatis sinistra memberi
cabang ke cranial dan caudal, serta memberi suplai darah untuk capsula
hepatis glissoni dan lobus caudatus hepatis.
2. Vena portae hepatis
Dibentuk oleh gabungan antara vena mesenterica superior dan vena
lienalis. Berjalan disebelah dorsal pars superior duodeni, lalu berjalan
ascendens masuk ke dalam ligamentum hepatoduodenale. Didalam
ligamentum hepatoduodenale, vena porta berada disebelah dorsal dari arteri
hepatica communis, sampai pada porta hepatis, vena portae bercabang 2
membentuk ramus dextra dan sinistra, dan bersama-sama dengan arteri
hepatica propria dextra dan sinistra masuk kedalam lobus hepatis dextra dan
lobus hepatis sinistra.
3. Vena Hepatica
Membawa darah dari hepar masuk kedalam vena cava inferior. Terdiri dari :
a. Upper group, terdiri dari 3 vena yang besar
b. Lower group, yang jumlah bervariasi dan ukurannya kebih kecil.(2,3)
Bagus-TOLE | 100
Arteri hepatika komunis, berjalan dalam jarak yang pendek di
retroperitoneal kemudian melewati permukaan suprior dan sisi kiri dari duktus
hepatika komunis. Arteri hepatika komunis mensuplai 25 % aliran darah ke hepar
dan vena porta mensuplai sisanya yaitu 75 %. Dari aksis celiakus, arteri hepatika
komunis menuju ke atas dan kelateral berdekatan dengan duktus biliaris
komunis. Arteri gastroduodenal yang mensuplai proksimal duodenum dan
pankreas adalah cabang pertama dari arteri hepatika komunis. Lalu arteri
gastrika kanan sebagai cabangnya yang menuju ke kurvatura minor dalam
omentum minus. Kemudian arteri hepatika melintas menuju hilus dan segera
bercabang menjadi arteri hepatika kanan dan kiri. Saat melalui ligamentum
hepatoduodenal arteri hepatika komunis, duktus biliaris komunis dan vena porta
dibungkus dengan „peritonel sheath‟ dalam suatu ligamentum hepatoduodenal.
Arteri hepatika kanan bercabang lebih dulu dari duktus biliaris komunis dan vena
porta. 80 % kasus arteri hepatika kanan berada diposterior duktus hepatika
komunis sebelum masuk parenkim hepar. 20% kasus, arteri hepatika kanan di
anterior duktus hepatika komunis. Setelah mencapai parenkim hepar arteri
hepatika kanan bercabang ke sektor anterior kanan (segmen V dan VIII) dan
posterior kanan (segmen VI dan VII). Cabang ke sektor posterior awalnya
melintas secara horizontal melalui „hilar tranverse fissure‟ dari Banz yang secara
normal berada pada basis segmen V dan bersebelahan dengan procesus
kaudatus. Arteri hepatika kiri melintas secara vertikal menuju fisura umbilikalis
dimana memberi cabang-cabang kecil (sering disebut middle hepatic artery) ke
segmen IV, sebelum meneruskan mensuplai segmen II dan III. Tambahan
cabang-cabang kecil dari arteri hepatika kiri mensuplai lobus kaudatus (segmen
I) walau cabang-cabang arteri kaudatus dapat juga berasal dari arteri hepatika
kanan. Vena porta dan duktus biliaris segmental dan sektoral mengikuti cabang-
cabang arteri hepatica
Aliran darah hepar berasal dari 2 sumber yaitu vena portal dan arteri
hepatika. Ini merupakan 25 % dari cardiac output (COP). Vena portal
memberikan ¾ aliran darah dan sebagian darah vena portal telah melewati
kapiler gastrointestinal; banyak oksigen telah terpakai. Darah yang dari arteri
hepatika mengandung banyak oksigen dan ¾ oksigen digunakan oleh hepar
berasal dari arteri hepatika. Cabang vena portal dan arteri hepatika, memberi
cabang venula portal, arterial hepatika yang masuk ke acinus hepatika. Aliran
darah dari pembuluh-pembuluh terminal ini ke sinusoid yang mana merupakan
jaringan kapiler dari hepar. Sinusoid berhubungan dengan pembuluh hepatika
terminal. Drainase venula-venula terminal ini di bentuk cabang-cabang besar
vena hepatika yang merupakan tributaries vena cava inferior. Tekanan vena
portal secara normal sekitar 10 mmHg pada manusia, dan aliran vena hepatika
sekitar 5 mHg. Mean pressure pada cabang-cabang arteri hepatika yang
membungkus sinusoid sekitar 90 mmHg.
Bagus-TOLE | 101
Bagus-TOLE | 102
Komponen struktural dasar hepar adalah hepatosit atau sel hepar. Unit
fungsional dasar hepar adalah lobulus hepar yang pada manusia ada beberapa
juta jumlahnya. Sulit untuk menetapkan batas yang tepat dari lobulus dimana
mereka dalam hubungan yang rapat. Pada beberapa daerah, lobulus di batasi
oleh jaringan penghubung yang mengandung duktus biliaris, limfatik, saraf dan
pembuluh-pembuluh darah. Daerah-daerah ini berlokasi pada sudut lobulus dan
ditempati oleh portal triad disebut portal spaces. Terdapat 3 - 6 portal triad
perlobulus, masing-masing mengandung venula (cabang vena portal); arteriol
(cabang arteri hepatika), duktus (bagian dari sistim biliaris) dan pembuluh
limfatik. Menurut Rappaport, bagaimanapun juga pembagian fungsional hepar
yang secara fisiologi, dimana tiap-tiap portal triad sebagai pusat, bukan perifer,
merupakan unit mikrovaskuler fungsional atas acinus. Tiap-tiap acinus dibagi
menjadi 3 zone didasarkan pada jarak dari „feeding vessels‟. Hepatosit-hepatosit
disusun seperti jeruji roda pada tiap lobule, membentuk sebuah lapisan dan
terdiri dari 1 atau 2 sel tebalnya. Lempengan seluler ini arahnya dari perifer ke
pusat lobulus. Ruang antara lempengan sel ini mengandung kapiler yang dikenal
sebagai sinusoid hepar. Sinusoid ini adalah pembuluh yang berdilatasi yang
mengandung sel-sel endotelial yang berpori. Sel endotelial dipisahkan dari
hepatosit sebelahnya oleh ruang subendotelial yang dikenal dengan ruang dari
Disse, dimana proyeksi hepatosit seperti serabut retikuler dan mikrovili dapat
ditemukan. Permukaan hepatosit dalam hubungan yang erat/ rapat dengan
dinding endotelial, dimana mudah bagi makromolekul untuk pertukaran dari
lumen sinusoid ke sel hepar. Tipe-tipe lain sel yang dapat ditemukan pada
lobulus hepar adalah makrofag dan fat-storing cell. Sel kupffer merupakan
fagosit mononuklear dan ditemukan pada permukaan luminal sel endotelial. Fat-
storing cell disebut sebagai Ito cell dan berada di ruang Disse.
FISIOLOGI HATI
1. Merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh
2. Merupakan sumber energi sebanyak 20%, menggunakan 20-25% O2 darah
Berat hati 4 – 5% dari berat badan
Aliran darah ke hati ± 1500 cc/ 1,75 m2 dan 75% berasal dr V. porta, 25% dr
A.hepatica
Tekanan V.porta 7 – 10 mmHg, tekanan ini dpt meningkat sekali pd cirrhosis
hepatis yaitu 40 – 50 mmHg. Sedangkan tekanan sinusoid hanya 2 – 4 mmHg
Empedu t.a bilirubin, garam-garam asam empedu, kolesterol, fosfolipid,
garam-garam inorganik, mucin/ lendir, air dan bbrp metabolit.
Produksi empedu setiap hari ± 600 – 1000 cc
Selain dr empedu, hati jg membentuk as empedu dr bahan kolesterol, shg
empedu merupakan rute utama eliminasi kolesterol oleh hati
Bilirubin dibuat dari pemecahan Hb oleh jaringan RES di berbagai tempat,
terutama di sum-sum tulang dan limpa.
Bagus-TOLE | 103
Empedu di bentuk di membran kanalikuli hepatosit. Sebagian juga pada
duktulus-duktulus empedu dan di sekresi oleh proses aktif yang secara relatif
tidak bergantung pada aliran darah. Empedu terdiri dari larutan ion-ion anorganik
dan organik. Komponen organik utama empedu adalah asam empedu
terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu dan protein. Dalam keadaan
normal 600-1000 ml empedu di produksi perhari. Tekanan sekresi empedu
sekitar 10 – 20 cm dengan tekanan sekresi maksimal 30 – 35 cm pada keadaan
obstruksi biliaris totalSalah satu dari berbagai fungsi hepar adalah untuk
mengeluarkan empedu, normalnya antara 600 – 1200 ml/ hari. Empedu disekresi
dalam dua tahap oleh hepar : (1) Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit
; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol,
kemudian empedu disekresikan kedalam kanalikuli biliaris yang terletak diantara
sel-sel hati. (2) Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa
interlobularis, tempat kanalikuli mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris
terminal dan kemudian mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis.
Dari sini empedu langsung dikosongkan menuju ke duodenum atau dialihkan
melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Empedu melakukan dua
fungsi penting : pertama, empedu berperan penting dalam pencernaan dan
absorbsi lemak. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan
beberapa produk buangan penting dari darah, hal ini terutama meliputi bilirubin,
dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel-sel hepar.
Langkah pembentukan bilirubin:
1. Proses pemecahan pembukaan dari cincin tetrapyrole menjadi biliverdin –
iron – globin (tjd dlm jaringan RES)
2. Besi/ iron – globin akan dipisahkan terbentuk biliverdin (tjd dlm jar RES)
3. Biliverdin direduksi Unconjugated Bilirubin (tjd dlm jar RES). Komponen
ini (Unconjugated bilirubin) tidak larut dalam air dan tidak memberikan reaksi
Van der Berg kecuali bila sebelumnya ditambah bahan yang dapat
melarutkannya. Selanjutnya akan dibw msk ke dlm sel-sel liver dan dlm
perjalanannya di dlm drh akan diikat dengan albumin dan α – globulin.
4. Sampai ke dlm sel-sel liver, bilirubin tsb akan mengalami konjugasi dg
glukuronidase+sulfatbilirubin diglukuronide dan bilirubin sulfat. Kedua
bahan ini disebut Conjugated Bilirubinlarut dalam air dan memberikan
reaksi Van der Berg yang langsung yang disebut juga Bilirubin Direct.
5. Conjugated bilirubin disekresi ke dalam canaliculi billier dan dibawa ke ductus
bilier, msk ke dlm usus halus. Di usus halus, oleh flora usus akan diubah
menjadi mesobilirubinogen dan sterkobilirubinogen, urobilinogen.
Kebanyakan dari urobilinogen akan diekskresi melalui faeces di mana
sebagian akan direduksi menjadi urobilin yang berwarna, sedangkan 1/3 – ½
dari urobilinogen akan diresorpsi kembali melalui v.porta dan dibawa ke liver
(Siklus EnteroHepatik)
Bagus-TOLE | 104
Bagus-TOLE | 105
Fungsi hati sbg metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan 1 sama lain yang disebut Metabolic Pool
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut Glikogenesis
Glikogen di dalam hati dipecahkan menjadi glukosa disebut Glikogenolisis
Selanjutnya hati mengubah glukosa melalui Heksosa Monophosphat Shunt
dan terbentuklah Pentosa yang bertujuan:
1. Menghasilkan energi
2. Biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP
3. Membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam
piruvat diperlukan dalam siklus krebs)
Fungsi hati sbg metabolisme lemak
Hati dapat membentuk, mensintesis lemak & katabolisis asam lemak
Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – Keton Bodies
2. Senyawa 2 karbon–Active Acetate (dipecah mjd asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati pembentuk utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol
Serum Cholesterol standar pemeriksaan metabolisme lipid
Fungsi hati sbg metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino.
Proses deaminasi, hati mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
Proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan non nitrogen.
Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ -
globulin dan organ utama bagi produksi urea.
Urea merupakan end product metabolisme protein
∂ - globulin selain dibentuk di hati, juga dibentuk di limpa & sumsum tulang
β – globulin HANYA dibentuk di dalam hati
albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah. Misalnya: fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X
Benda asing menusuk kena pembuluh darah–yang beraksi adalah faktor
ekstrinsik. Bila ada hub dg katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik
Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII
Vit K dibutuhkan utk pembentukan protrombin dan bbrp faktor koagulasi
Fungsi hati sbg metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
Fungsi hati sbg detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, misalnya proses oksidasi, reduksi,
metilasi, esterifikasi dan konjugasi thd berbagai macam bahan spt zat racun,
obat over dosis (juga racun)
Bagus-TOLE | 106
Fungsi hati sbg fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sbg imun livers mechanism
Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output
Jantung mengeluarkan darah (Stroke Volume). Cardiac output = Stroke
Volume x Frekuensi (1 menit)
Aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit
Menerima darah dari a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75%.
Tek.darah v.porta ± 10 mmHg. Tek. a.hepatica = tekanan darah arteri sistemik
Tek.darah sinusoid (kapiler-kapiler, endotel mudah ditembus oleh sel dengan
molekul besar) ± 8,5 mmHg sedangkan v.hepatica 6,5 mmHg
Te.darah v.cava inferior di level diaphragma ± 5 mmHg
O2 yg terkandung di dlm v.porta lebih tinggi dari O2 di dalam vena biasa
Aliran darah hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal
Aliran darah berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock
Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah
Bagus-TOLE | 107
Sistim biliaris extrahepatika terdiri dari duktus biliaris kiri dan kanan yang
bergabung membentuk saluran biliaris tunggal yang melalui posterior kaput
pankreas dan masuk ke dinding medial duodenum pars II. Kandung empedu dan
duktus sistikus merupakan bagian dari saluran biliaris ekstrahepatika yang
secara tipikal bergabung dengan duktus hepatika komunis membentuk duktus
biliaris komunis atau common Bile Duct (CBD). Kebanyakan penggabungan
duktus biliaris kanan dan kiri terletak pada kanan dari fisura umbilikalis dan
anterior dari cabang kanan vena porta. Duktus hepatika kanan secara tipikal
pendek (< 1 cm) dan mempunyai cabang duktus sektor posterior kanan (segmen
VI dan VII) dan sektor anterior kanan (V dan VIII) secara pendek setelah
memasuki parenkim hepar.Sebaliknya duktus hepatika kiri relatif lebih panjang (2
-3 cm) sepanjang basis lobus quadratus (segmen IV) dan masuk ke parenkim
hepar pada fisura umbilikalis. Duktus ini melintas di bagian bawah hilar plate.1,6,7
Bagus-TOLE | 108
Komponen Empedu Hati Empedu GB
Air 97,5 g% 92 g%
Garam-garam Empedu 1,1 g% 6 g%
Bilirubin 0,04 g% 0,3 g%
Kolestrol 0,1 g% 0,3-0,9 g%
Asam Lemak 0,12 g% 0,3-1,2 g%
Lesitin 0,04 g% 0,3 g%
+
Na 145 mEq/l 130 mEq/l
K+ 5 mEq/l 12 mEq/l
+
Ca 5 mEq/l 23 mEq/l
-
Cl 100 mEq/l 25 mEq/l
-
HCO3 28 mEq/l 10 mEq/l
Bagus-TOLE | 109
PERANAN TES FAAL HATI DALAM DIAGNOSA PENYAKIT HATI
I. TES BERDASARKAN METABOLISME EMPEDU
A. BILIRUBIN SERUM
Sumber :
70% dari eritrosit tua
10% dari infetective erythropaesis
20% dari sumber-sumber lain terutama dalam hati
Faktor yang menyebabkan kenaikan kadar bilirubin serum :
1. Kenaikan kadar bilirubin terkonyugasi
Penyebabnya adalah :
a. Gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik
- Herediter :
Recurent (benigna) intrahepatik cholestasis
Cholestasis pada kehamilan
- didapat (acquired) ;]
Nekrosis hepatoseluler(karena virus atau obat)
Cholestasis intrahepatic (karena virus atau obat)
b. Obstruksi saluran empedu ekstrahepatik
adanya batu, tumor dan striktura dll.
2. Kenaikan kadar bilirubin tak terkonyugasi
a. Produksi bilirubin yang berlebihan
Hemolisis, primary shunt hiperbilirubinemia, puasa
b. kemampuan hati untuk mengeksresikan bilirubin dari darah menurun
Congenital non hemolitik jaundice
Heperbilirubinnemia neonatal
3. Kenaikan kadar bilirubin total
ikterus yang jelas, bendungan saluran empedu ekstrahepatik, chalecystis
akut, hepatitis virus, puasa untuk persiapan operasi, hiperemesis gravidarum
pylorastenosis congenital
B. BILIRUBIN URINE
Bilirubin dalam urine selalu menunjukkan adanya kelainan hati dan menpunyai
arti penting dalam keadaan diagnosa dini dari hepatitis virus.
Bagus-TOLE | 110
D. UROBILIN DALAM TINJA (STERCOBILIN).
Pemeriksaan urobilin dalam timja berguna untuk diagnosa suatu bendungan
empedu total yaitu bila jumlah urobulin tinja kurang dari 5-6 mg perhari.
B.KADAR CHOLESTEROL SERUM
Meningkat pada keadaan :
primary biliary cirrhosis
Striktura saluran empedu pastoperatip
menurun pada keadaan :
Cirrhasis hepatis decompensated
Malnutrisi
C. GARAM-GARAM EMPEDU (ASAM EMPEDU)
Faktor-faktor yang mempegrauhi kadar garam empedu dalam darah :
Penyakit parenkim hati
bendungan empedu baik ekstrahepatik dan intrahepatik
Bagus-TOLE | 111
B. GAMMA GLUTAMYL TRANSPEPTIDASE (GGT)
terdapat dalam :
sel hati, sel sistem empedu, sel ginjal,sel usus dan pancreas
Keuntungan dari pemeriksaan GGt adalah karena GGt relatif spesifik untuk
penyakit hati. Tujuan pemeriksaan :
Diagnosa hepatitis kronik
Indikator adanya chalestatis
Deteksi kelainan hati minimal atau dini
Deteksi kelianan hati oleh alkohol
Proses hati infiltratif
C. ALKALI FOSFATASE
Berasal dari :Sistem hepatobiliar, Tulang, Usus, Placenta, Tubuli Proximal
Ginjal, kelenjer susu
Bagus-TOLE | 112
Group A Group B Group C
Serum bilirubin (µ < 40 40-50 > 50
mol/L)
Serum albumin (g /l) > 35 30-35 < 30
Ascites tak ada dapat sulit dikontrol
dikontrol
dengan
mudah
Kelainan neurologis tak ada minimal koma yang
dalam
Nutrisi baik sekali baik buruk,
wasting
Resiko operasi baik (5%) sedang buruk (50%)
(10%)
Bagus-TOLE | 113
ABSES HEPAR
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Abses hepar adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang
biasanya timbul dalam jaringan hati akibat infeksi banal atau Amoeba Hystolitica.
Ada 2 bentuk abses hepar, yaitu:
1. Abses hepar piogenik
2. Abses hepar amuba
Abses piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari vena porta
yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal yang bisa menyebabkan peradangan
pada v.porta atau emboli septik, infeksi pada saluran empedu yang mengalami
obstruksi naik ke cabang saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis
dengan akibat abses multiple, trauma tajam atau tumpul dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan nekrosis jaringan hati. Sebelum era antibiotik, sespsi
intraabdomen, terutama apendisitis, divertikulitis, disentri basiler, infeksi daerah
pelvik, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal, merupakan penyebab
utama abses hati piogenik. Abses hati dapat tejadi akibat penyebaran langsung
infeksi dari struktur yang berdekatan, seperti empiema kandung empedu,
peluritis, ataupun perinefrik.
Dibandingkan dengan abses pyogenik, abses amuba hepar sering terletak pada
lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70%
sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari
kubah, kebanyakan abses hepar bersifat soliter, steril. Lebih dari 85% kasus
abses amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat
penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses
bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut
berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler, dan
beberapa sel-sel inflamasi. Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan
pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus
ruang sub diafragma masuk ke paru-paru, dan kadang-kadang dari paru ini,
menyebabkan emboli ke jaringan otak
Bagus-TOLE | 114
ABSES AMUBA
Insidens
Abses hati amuba adalah suatu penyakit yang menyerang usia dewasa
paruh baya dan predominasi pada pria dengan ratio 9:1, tidak ada pengaruh ras.
Infeksi amuba ini umumnya terjadi pada daerah dengan sanitasi yang buruk
yang hal ini dapat dilihat pada negara-negara berkembang dengan suplai air
yang terkontaminasi dan higiene perorangan yang jelek. Daerah endemic
penyakit ini terletak pada daerah tropis dan subtropis dari belahan bumi,
khususnya di daerah Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara dan India.
Etiologi
Dari semua spesies amuba, hanya Entamoeba Hystolitica yang patogen
terhadap manusia. Infeksi dari organisme ini biasanya terjadi setelah menelan air
atau sayuran yang terkontaminasi, selain itu transmisi seksual juga dapat terjadi.
Kista adalah bentuk infektif dari organisme ini yang dapat bertahan hidup di
feses, tanah atau bahkan air yang sudah diberi klor.
Patofisiologi
E. histolitika dapat ditemukan dalam 2 stadium. Stadium kista adalah
bentuk infektifnya dan stadium troposoit yang berperan dalam proses invasif.
Bentuk kistanya tahan terhadap asam lambung, tetapi dindingnya dapat
dihancurkan oleh tripsin saat melewati usus halus. Pada saat itu troposoit
dilepaskan dan membentuk koloni di daerah caecum. Untuk memulai infeksi
yang simtomatis maka troposoit yang ada di lumen harus mengadakan penetrasi
ke lapisan mukosa dan melekat pada lapisan submukosa. Dari sini lalu parasit ini
masuk ke vena-vena mesenterika. Amuba mencapai hati melalui system vena
porta melalui focus-fokus ulserasi pada dinding usus tadi. Lesi pada hepar
biasanya berupa suatu abses yang besar, soliter dan mengandung struktur-
struktur berbentuk cair dengan karakteristik cairan merah kecoklatan seperti
“anchovy paste”. Lesi ini kebanyakan terjadi pada lobus dekstra, dekat pada
kubah atau pada permukaan inferior di fleksura hepatis. Tebal dindingnya hanya
beberapa milimeter saja yang terdiri dari jaringan granulasi dengan atau tanpa
sedikit jaringan fibrotik. Secara mikroskopis dapat dilihat 3 zona, yaitu necrotic
centre, zona tengah dengan destruksi dari sel-sel parenkim dan zona luar
dengan sel-sel hati yang relative normal. Pada zona luar inilah banyak ditemukan
amuba. Abses amuba tidak seperti abses piogenik dimana pada abses amuba
cairannya steril dan tidak berbau.
Bagus-TOLE | 115
Gejala Klinis
Gejala dari abses hati amuba perjalanannya lambat dan biasanya baru
muncul dalam beberapa hari atau minggu. Gejala-gejala tersebut dapat berupa :
- Demam, mengigil, berkeringat.
- nyeri abdomen (pada kwadran kanan atas, dapat berupa nyeri yang terus
menerus atau tertusuk-tusuk, dapat nyeri yang ringan sampai berat)
- perasaan tidak enak pada seluruh tubuh, gelisah dan malaise
- anoreksia
- BB menurun
- diare (jarang)
- jaundice
-
nyeri pada persendian.
Abses pada permukaan superior dari hepar dapat memberi nyeri yang
menjalar ke bahu kanan, sedangkan abses yang terdapat pada “bare area” yaitu
daerah yang tidak mempunyai kontak dengan organ serosa maka nyeri kadang-
kadang tidak terdeteksi. Abses pada lobus sinistra dapat memberi gambaran
sebagai nyeri epigastrium.
Tabel 1. Manifestasi klinik abses amuba pada orang dewasa
% Abses Amuba
GEJALA
Nyeri 90
Demam 87
Nausea & muntah 85
Anoreksia 50
BB menurun 45
Malaise 25
Diare 25
Batuk & rangsang pleura 25
Pruritus <1
TANDA-TANDA
Hepatomegali 85
Nyeri kwadran kanan atas 84
Efusi pleura 40
Massa pada kwadran kanan atas 12
Asites 10
Jaundice 5
LABORATORIUM
Alkali fosfatase ↑↑ 80
Leukosit > 10.000/mm3 70
Hematokrit <36 % 49
Albumin < 3 g/dl 44
Bilirubin > 2 g/dl 10
Bagus-TOLE | 116
Manifestasi klinis
Biasanya abses amuba munculnya lebih akut dibandingkan piogenik. Penderita
biasanya mempunyai riwayat diare sebelumnya. Abses amuba biasanya juga
lebih nyeri, ada gejala pulmoner dan lebih sering ditemukan hepatomegali. (1)
Tabel 2. Perbedaan karakterisrik klinis abses hepar
Amuba Piogenik
Usia < 50 th Usia > 50 th
Pria : wanita = 10:1 Pria = wanita
Ras Hispanic Predisposisi etnis (-)
Riwayat berkunjung ke daerah endemik Keganasan
Disfungsi pulmoner Demam tinggi
Nyeri abdomen Pruritus
Diare Jaundice
Nyeri tekan abdomen Syok septik
Hepatomegali Teraba massa
Laboratorium
Leukositosis ditemukan pada 70 % penderita, sedangkan anemia ditemukan
pada 50 % penderita. Tes fungsi hati kurang berperan dalam penentuan
diagnosis. Pada analisa feses hanya 15 – 50 % kasus ditemukan bentuk kista
atau troposoit. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan aspirasi langsung pada
rongga abses, adanya gambaran “anchovy paste” dari aspirat dianggap
patognomonik.
Radiologi
Abses amuba umumnya soliter dan besar, jarang ditemukan kelainan
intraabdomen lain seperti pada abses piogenik.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan dengan sensitivitas 70 – 80 %
dibanding CT scan dengan sensitivitas 88 – 95 %. Gambaran abses amuba
seperti homogenitas lesi, gambaran echo parenkim hati yang menurun dan
dinding abses yang tipis.
Foto polos abdomen dan toraks tampak elevasi dan gerakan yang terbatas dari
diafragma kanan, efusi pleura kanan dan gambaran udara di dalam rongga
abses.
CT scan dilakukan bila pada USG tidak ditemukan lesi pada hepar sedangkan
gambaran klinik dari abses hepar tetap ada. Pada CT scan dapat dilihat
gambaran berupa lesi yang melingkar dengan densitas rendah dan bentuk
teratur, tampak pula struktur internal lesi yang non homogen.
MRI cukup sensitif akan tetapi penemuannya tidak spesifik.
Tm99 berguna untuk membedakan abses amuba dan piogenik. Dimana abses
amuba tidak mengandung leukosit sehingga tampak sebagai “cold lessions”
dengan “hot halo” disekelilingnya, sedangkan abses piogenik mengandung
banyak leukosit sehingga tampak sebagai “hot lessions” pada scanning.
Pemeriksaan lain seperti Gallium scanning dan hepatic angiography dinilai
kurang bermanfaat.
Bagus-TOLE | 117
Serologi
Biasanya sangat sulit untuk membedakan abses amuba dengan piogenik
berdasarkan kriteria klinis, laboratorium dan radiologi. Disini prosedur
pemeriksaan serologi penting untuk memastikan adanya infeksi amuba.
Saat ini tes-tes serologi yang biasa digunakan antara lain Indirect
Hemaglutination (IHA), Gel Diffusion Precipitin (GDP), The Enzim-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA), Counterimmunelectrophoresis, Indirect
Immunofluorescent dan Complement Fixation. Yang paling sering dan umum
digunakan adalah IHA dan GDP.
IHA merupakan tes yang paling sensitif, dengan hasil positif mencapai 90 – 100
% pada penderita dengan abses amuba. Hasil positif dapat bertahan sampai ±
20 tahun setelah penyakit sembuh.
GDP dapat mendeteksi 95 % penderita abses amuba, juga dapat mendeteksi
kolitis amuba noninvasif. Jadi tes ini sensitif tetapi idak spesifik untuk abses
hepar amuba. (1,6,8)
Diagnosis
Abses amuba dan piogenik mempunyai gambaran klinik dan laboratorium
yang hampir mirip, oleh karena penanganan pada abses amuba tidak terlalu
invasif maka kita perlu menetapkan diagnosis yang tepat.
Penanganan
Dengan dikenalnya Metronidasol pada tahun 1960an, maka drainase
operatif dari abses amuba sudah jarang dilakukan. Aspirasi perkutaneus atau
drainase operatif hanya dilakukan bila masih diragukan suatu abses amuba atau
abses dengan komplikasi.(1,6,7)
Antibiotik
Antibiotik Imidasol, termasuk Metronidasol, Tinidasol dan Niridasol akan
membunuh amuba pada saluran cerna dan hepar. Dengan dosis oral
Metronidasol 3 x 750 mg /hari selama 10 hari dapat menyembuhkan 95 % dari
penderita abses amuba. Dapat pula diberikan secara intravena dengan
efektifitas yang sama pada penderita-penderita dengan nausea atau sakit
berat. Efek samping dari obat ini berupa nausea, sakit kepala, “metallic taste”,
kejang perut, muntah diare dan pusing. Warna urin jadi lebih gelap akibat dari
hasil metabolisme obat ini.
Emetin, dehidroemetin dan klorokuin. Kombinasi klorokuin ditambah dengan
dosis rendah emetin pada kasus-kasus dimana amuba resisten terhadap
metronidasol dapat mencapai angka kesembuhan 90 – 100 %.
Penggunaan amubisidal intraluminer seperti diloxanide furoate, iodoquinol
dan paromomycin dianjurkan pemakaiannya untuk membunuh carrier amuba
setelah penyembuhan suatu abses amuba.
Bagus-TOLE | 118
Prosedur Operatif
Aspirasi terapeutik dari abses hepar amuba harus dipertimbangkan pada
keadaan :
1. resiko tinggi abses akan ruptur (ukuran cavitas > 5 cm)
2. abses pada lobus sinistra (komplikasi berupa ruptur ke perikardium)
3. tidak ada respon dengan pengobatan setelah 5 – 7 hari.
Prosedur pilihan adalah aspirasi dengan jarum atau kateter yang dituntun
dengan USG. Drainase operatif sebaiknya dihindari, tetapi dapat dilakukan pada
keadaan-keadaan seperti bila abses tidak dapat dicapai dengan aspirasi jarum
atau tidak ada respon terhadap terapi setelah 4 – 5 hari. Indikasi lain dari
drainase operatif (laparotomi):
- Perdarahan yang mengancam nyawa (dengan atau tanpa rupturnya abses)
- abses menginfiltrasi organ viskus disekitarnya
- septikemia (akibat dari infeksi sekunder).
Komplikasi
Terjadi ± 10 %, namun tidak fatal dan dapat ditangani secara konservatif.
Komplikasi yang paling sering adalah rupturnya abses ke peritoneum atau
rongga toraks. Yang paling sering terkena bila suatu abses amuba pecah adalah
sistem pleuropulmoner dan Peritonitis.
Bagus-TOLE | 119
ABSES PIOGENIK
Etiologi
Abses hepar piogenik umumnya polimikrobial. Sebagian besar kuman
penyebabnya ditemukan dalam saluran cerna, seperti :
- E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Bacteroides sp, Enterococcus, Anaerobic
sreptococcus sp, Streptococcus “milleri” group
Kuman lain yang dapat menyebabkan abses piogenik yang tidak berasal dari
saluran cerna adalah staphylococcus sp dan haemolytic streptococcus sp.
Insidens
Sejak ditemukannya antibiotika maka prevalensi umur bergeser dari
dekade ke 3-4 menjadi usia ke 70an. Secara historis abses hepar piogenik lebih
banyak menyerang pria daripada wanita.
Patofisiologi
Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya
infeksi dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati
terhadap bakteri. Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang
sinusoid-sinusoidnya yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, jadi akan sulit
untuk terjadi infeksi. Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya
abses pada hati. Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari :
1. asending dari infeksi biliaris
2. penyebaran hematogen lewat sistem portal
3. septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika
4. penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal
5. sebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar. (3)
Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab
tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu
menyebabkan proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah
septikemia generalisata, diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis.
(3,6,8,10)
Bagus-TOLE | 120
Gbr.3. Abses piogenik (rongga berisi pus) Gbr.4.Abses piogenik multipel
akibat trauma/infeksi
Sirkulasi portal infeksi intraabdominal lobus kanan > kiri, polimikrobial, aerob & an
multipel /soliter aerob dari usus, E faecalis,
E.coli, B.fragilis
metastasis hepar area metastasis sp tunggal, B.fragilis anae
rob
Sirkulasi arteri bakteremia, infeksi sistemik ke2lobus, multipel sp tunggal, aerob gram (+)
S.aureus, S.piogenes
Penyebaran lgs kolesistitis, peforasi ulkus area berdekatan sp tunggal, aerob gram (-)
E. coli
Kriptogenik tidak diketahui lobus kanan > kiri sp tunggal, B. Fragilis an-
aerob
Diagnosis
Sering terjadi keterlambatan diagnosis karena penyakit ini jarang dan
panampakan klinisnya tidak spesifik. Lebih kurang 1/3 dari penderita abses
hepar piogenik akan mengalami keterlambatan diagnosis dan terapi, maka jika
sudah dicurigai akan adanya penyakit ini sebaiknya pengobatan tidak ditunda
menunggu hasil pemeriksaan penunjang.
Bagus-TOLE | 121
Gejala klinik
Gejala yang umum terjadi antara lain :
1. demam (terus menerus atau “spiking”.
2. anoreksia
3. nausea
4. BB menurun
5. malaise
6. nyeri pada kwadran kanan atas
7. jaundice (pada kasus-kasus yang lanjut).
Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis dengan “shift to the left” terjadi pada 2/3 penderita, anemia dan
hipoalbuminemia juga sering ditemukan. Abnormalitas dari tes fungsi hati terjadi
pada hampir semua penderita dan hal ini merupakan penanda yang cukup
sensitif untuk penyakit ini.
Kenaikan kadar alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase terjadi pada
90 % kasus. Hiperbilirubinemia terjadi jika sumber infeksi berasal dari traktus
biliaris.
Pada kasus-kasus abses hepar piogenik sebaiknya dilakukan kultur darah tepi,
hal ini penting untuk diagnostik, penanganan dan prognosis dari penderita. (1,6,8,9)
Radiologi
USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika dicurigai adanya “space
occupying lession” pada hepar, sensitivitasnya terhadap abses hepar 80 – 95 %.
Lesi hanya dapat terlihat jika mempunyai Ø > 2 cm. Abses terlihat sebagai
massa “hypoechoic” dengan batas yang tidak teratur, tampak cavitas-
cavitas/septum di dalam rongga abses.
Foto toraks tampak atelektasis, elevasi dari hemidiafragma kanan, dan efusi
pleura kanan (50 % kasus).
MRI (dapat mendeteksi abses hepar dengan Ø 0,3 cm), skening dengan Tm 99
dan gallium (sensitivitas 50 – 90 %). (1,6,8,9)
CT scan sensitivitas 95 – 100 %. Dengan CT juga dapat terlihat kelainan
intraabdomen lain yang menyertai abses hepar piogenik seperti massa pada
pankreas, Ca colon, divertikulitis, appendisitis, dan abses intraperitoneal.
Bagus-TOLE | 122
Penanganan
Prinsip utama penanganan abses piogenik adalah pemberian antibiotik dan
drainase dari abses. Sekarang ini cara drainase operatif perannya sudah banyak
diganti oleh drainase perkutaneus yang lebih aman dan angka keberhasilannya
cukup tinggi. (1,8)
Antibiotik
Antibiotik yang diberikan adalah yang spektrum luas seperti golongan penisilin
(ampicillin), aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin) dan metronidasol.
Pada penderita-penderita usia tua dengan gangguan ginjal dapat diberikan
penisilin (amoxicillin), sefalosporin (cefotaxime atau cefuroxime) dan juga
metronidasol.
Amphotericin B dan flukonasol diberikan pada penderita-penderita dengan
kecurigaan adanya infeksi oleh jamur.
Antibiotik diberikan secara intravena dan lama pemberian bervariasi antara 2 – 4
minggu atau lebih tergantung respon klinik dan jumlah absesnya. (1,6,8,9)
Drainase perkutaneus
Sekarang ini banyak penulis yang menganjurkan drainase perkutaneus sebagai
penanganan awal pada semua abses hepar piogenik, terutama pada penderita-
penderita dengan sakit berat yang tidak dapat menjalani operasi.
Drainase perkutaneus dapat dilakukan dengan tehnik Seldinger atau trocar,
dengan bantuan CT atau USG. Angka keberhasilan berkisar antara 70 - 93 %,
angka kematian antara 1 – 11 %. Indikasi tindakan ini adalah abses soliter dan
sederhana dengan akses drainase yang baik, tetapi beberapa penulis
melaporkan bahwa tindakan ini juga dapat dilakukan pada abses yang multipel.
Kontra indikasi tindakan ini antara lain koagulopati, abses sulit dicapai,
multilobus, dan abses dengan dinding yang tebal dan pus yang kental. (1,6,10,11)
Drainase operatif
Bila penyebab dari abses hepar piogenik adalah akibat penyebaran infeksi dari
organ intraabdomen, maka laparotomi eksplorasi merupakan prosedur pilihan,
karena dapat menangani abses dan sumbernya. Indikasi lain prosedur ini adalah
abses yang berlobus dan multipel, abses yang tidak dapat dicapai dengan
drainase perkutaneus, abses yang mengenai seluruh lobus hepar, dan adanya
kelainan pada traktus biliaris (batu atau striktur).
Pendekatan standar yang dipakai saat ini adalah transperitoneal. Dilakukan
dengan insisi midline untuk mempermudah evaluasi dan eksplorasi organ-organ
intraabdomen. Setelah sumber infeksi ditemukan maka dilakukan drainase dari
abses. Abses diisolasi dari lapangan operasi, diaspirasi untuk kultur lalu dibuka
dengan kauter. Setelah dilakukan irigasi dari abses lalu diletakkan drai hisap
pada rongga abses tersebut.
Untuk abses yang terletak di posterior dan diatas kubah maka lebih mudah
dipakai pendekatan transtorasik (transpleural). Pada penderita-penderita dengan
infeksi sekunder akibat keganasan pada hepar, hemobilia, dan penyakit
granulomatosa kronik dilakukan reseksi hepar. (1,3,6)
Bagus-TOLE | 123
Gbr.6. Drainase transtorasik
A. insisi di posterior di atas kosta XII
B. tampak M. Lattisimus dorsi
C. insisi pada periosteum kosta XII
D. kosta XII disingkirkan lalu dasarnya diinsisi
E. diafragma dibebaskan lalu tampak peritoneum pada dasar diafragma
F. posisi drain secara skematik
Komplikasi
Terjadi pada ± 40 % penderita, berupa sepsis, efusi pleura, empiema,
pneumonia dan peritonitis (bila abses ruptur ke rongga abdomen). (1,6)
Prognosis
Dengan tehnik diagnosis yang moderen, antibiotik dan drainase
perkutaneus yang cepat maka angka kesembuhan mencapai 80 – 90 %.
Banyak faktor yang mempengaruhi jeleknya prognosis. Antara lain
diagnosis yang terlambat, tidak dilakukan drainase, infeksi primer tidak ditangani,
penderita usia tua, keadaan-keadaan dimana status imunitas penderita rendah,
multipel abses, polimikrobial, kadar Hb < 11 g/dl, bilirubin > 1,5 mg/dl, leukosit >
15.000/mm3, dan albumin < 2,5 g/dl. (1,5,6)
Bagus-TOLE | 124
HEPATOCELULERCARCINOMA (HCC)
INSIDENS
Di Eropa Utara, Inggris dan Amerika, tumor ganas ini relatif jarang
ditemukan, berkisar 1-2 per 100.000 penduduk. Insidens tertinggi di benua
Afrika, terutama diselatan gurun Sahara. Insidensnya mencapai 98 kasus per
100.000 penduduk. Negara asia tenggara khususnya Cina, Korea dan Jepang
juga memiliki insidens cukup tinggi, mencapai lebih dari 20 kasus per 100.000
penduduk.
Rerata usia tersering dinegara barat pada usia 55-65 tahun, India 35-40
tahun dan di Mozambique 25-30 tahun, lebih sering pada pria dibanding wanita
dengan insidens 4:1 dan mencapai 8:1 pada daerah insidens tinggi.
ETIOLOGI
Hepatoseluler karsinoma hampir selalu disertai dengan penyakit hati
kronis, terutama infeksi hepatitis B dan C. Ada hubungan kausal yang erat antara
sirosis hati dan infeksi virus hepatitis B maupun C dengan terjadinya karsinoma
hepatoseluler. Infeksi akut virus hepatitis B maupun C dapat menjadi kronik dan
berkembang menjadi sirosis. Hepatitis kronik dan sirosis merupakan faktor
onkogenik bagi sel hati sehingga berubah menjadi ganas. Sirosis oleh karena
alkohol merupakan penyebab tersering di Amerika Serikat dan Eropa barat.
Dalam studi eksperimen disebutkan aflatoksin (Mycotoxin) merupakan bahan
karsinogenik yang poten. Makanan yang banyak mengandung aflatoksin adalah
oncom yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus.
Semua kacang-kacangan dan biji-bijian berikut produknya seperti kacang kedele,
beras, gandum, jagung dan jamu tradisional mudah ditumbuhi jamur ini terutama
bila lembab. 1
Karsinoma ini juga dilaporkan berhubungan dengan beberapa kelainan
metabolik seperti Hemokromatosis, Wilson`s disease, Tirosinemia herediter,
Glikogen Storage Disease tipe 1, Familial Polyposis kolon, Defisiensi alpha 1
antitrypsin dan Sindrom Bucc-Chiari. Bahan kimia seperti nitrit, hidrokarbon dan
polyklorin juga merupakan karsinogenik hepar.
PATOLOGI
90% keganasan pada hepar terdiri atas karsinoma hepatoseluler, 5% atas
kolangiokarsinoma dan sisanya terdiri atas karsinoma lain yakni gabungan
hepatoseluler-kolangiokarsinoma dan non diferensiasi. Gambaran makroskopis
karsinoma hepatoseluler dibagi menjadi 3 macam, yaitu bentuk massif unifokal,
noduler multifokal dan bentuk difus dengan pertumbuhan infiltratif.
Jenis noduler multifokal paling sering ditemukan. Bentuk ini menunjukkan
gambaran dungkul berwarna keruh kekuningan dan tersebar di hepar dan
biasanya terdapat satu nodul yang lebih besar dari yang lain. Bentuk massif
unifokal berupa tumor berukuran besar menempati salah satu lobus. Bentuk
difus jarang ditemukan dan amat sulit dibedakan dengan gambaran sirosis.
Gambaran mikroskopik kebanyakan berbentuk trabekuler atau sinusoid. Bentuk
lain seperti pseudoglanduler atau asiner jarang ditemukan. Bentuk fibrolamelar
biasanya ditemukan pada penderita muda. 1
Bagus-TOLE | 125
Tumor menyebar melalui 4 jalur, yakni:
1. Pertumbuhan sentrifugal, yang mengindikasikan ekspansi nodul yang akan
menekan jaringan hepar sekitar tumor.
2. Perluasan parasinusoidal, yang menunjukkan invasi tumor ke parenkim
sekitar, baik ke ruang parasinusoid atau ke sinusoid sendiri.
3. Penyebaran melalui vena atau cabang kecil sistem portal secara retrograde
ke cabang yang lebih besar dan akhirnya ke vena porta. .
4. Metastasis jauh, sebagai hasil invasi melalui saluran limfatik dan sistem
vaskuler.8
Predileksi metastasis tersering adalah pada pulmo, limfonodus, organ - organ
intraperitoneal, peritoneum, kelenjar adrenal, tulang dan otak 8,9
GEJALA KLINIK
Pasien hepatoseluler karsinoma stadium awal biasanya hanya mempunyai
sedikit keluhan. Dengan bertambah besarnya tumor maka kemudian timbul
gejala lain. Umumnya penderita datang dalam keadaan penyakit sudah lanjut. 6
Keluhan yang timbul dapat berupa:
- Rasa tidak nyaman-nyeri yang sifatnya tumpul namun persisten sekitar perut
atas, tembus kebelakang bahkan dapat menjalar ke bahu. Nyeri meningkat
bila penderita bernapas dalam karena rangsangan peritoneum pada
permukaan benjolan
- Massa pada perut kanan atas
- Rasa lelah
- Anoreksia
- Kehilangan berat badan secara cepat
- Ascites (50-75% pasien)
- Gejala hipertensi portal
- Ikterus (20-58% pasien) 2,4,8
Pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan pembesaran hepar yang
berbenjol, keras dan kadang nyeri tekan. Karena karsinoma ini kebanyakan
berhubungan dengan sirosis maka sering pada penderita ini didapatkan pula
tanda sirosis misal caput medusae, spider nevi, splenomegali, eritema palmaris
dan ginekomasti.
Auskultasi diatas benjolan kadang menemukan suara bising aliran darah (bruit)
karena hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukan fase tumor sudah lanjut.
1
Nyeri perut, kehilangan berat badan serta massa pada perut merupakan tanda
yang paling sering ditemukan. Pada lebih dari separuh pasien anak, tanda awal
adalah tumor abdomen. 1,8
Adanya nyeri mendadak, hemoperitoneum dan/atau syok tanpa adanya riwayat
trauma mengindikasikan ruptur tumor. 3-5% pasien datang dengan tanda-tanda
peritonitis oleh karena tumor ruptur secara spontan. 2,4,8
Bagus-TOLE | 126
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan gangguan tes fungsi hepar
berupa peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan gamma
glutamyltranspeptidase. SGOT dan SGOT bahkan meningkat 2-3 kali di atas
normal. Rata-rata pasien datang dengan anemia. Jika terdapat nekrosis tumor
dan demam, leukosit akan mengalami peningkatan.
Alfa fetoprotein (AFP) dan Protein Induced by Absence of Vitamin K or by
antagonist II (PIVKA-II) merupakan tumor marker spesifik untuk hepatoseluler
karsinoma. 9
AFP merupakan protein yang diproduksi hepar, memiliki berat molekul
65.000 dengan susunan asam amino yang mirip dengan albumin. Protein ini
dulunya berperan penting dalam pengaturan tekanan koloid osmotik janin dan
sebagai pengikat estrogen. Protein ini normal ada pada fetus namun menghilang
beberapa minggu setelah lahir. Pada orang dewasa normal, kadar AFP
normalnya kurang dari 10-20 ng/ml. Pasien dengan hepatoseluler karsinoma
berukuran kecil biasanya hanya mengalami sedikit ataupun tidak ada
peningkatan kadar AFP. Peningkatan kadar lebih 400 ng/ml biasanya ditemukan
pada tumor-tumor yang besar atau tumor yang pesat pertumbuhannya dan kadar
yang besarnya lebih dari 3000 ng/ml hampir selalu dapat memastikan diagnosis
tumor ini. Kenaikan kadar AFP yang ringan ditemukan pada penderita sirosis
tanpa keganasan. Peningkatan sementara AFP juga ditemukan pada pasien
dengan penyakit hepar atau sirosis. Pengukuran kadar AFP digunakan dalam
memonitor rekurensi tumor sebab kadarnya seharusnya menurun setelah reseksi
tumor. Studi terakhir juga menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan
kadar AFP, stadium tumor dan prognosis. Pada orang dewasa, kadar AFP yang
tinggi (> 500 ng/ml) juga dapat ditemukan pada keadaan:
- Germ cell tumor (Ca testis dan ovarium)
- Karsinoma yang metastasis pada hepar
- Wanita hamil terutama dengan janin yang memiliki kelainan defek saluran
neural
Sensitifitas AFP untuk karsinoma hepatoseluler adalah berkisar 60%,
kepustakaan lain menyebut angka 65-75%. Sensitifitas PIVKA-II berkisar 55-
62%. Pengukuran kadar AFP dan PIVKA-II saling melengkapi satu sama lain
dalam menegakkan diagnosis hepatoseluler karsinoma. 9
Tumor marker lain yang sedang diselidiki kaitannya dengan tumor ini
adalah des-gamma-carboxyprothrombin (DCP) yang merupakan varian enzim
gamma-glutamyltransferase dan varian enzim lainnya, misal alpha-L-fucosidase.
Bagus-TOLE | 127
RADIOLOGI
ULTRASONOGRAFI
USG merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang tidak mahal, non
invasif dan paling sering digunakan. Lewat USG, tumor tampak hipoekoik dan
kapsula fibrosa menghasilkan acoustic shadow. Pada seorang yang ahli, USG
sangat akurat, lesi yang berukuran kurang dari 1 cm dapat terdeteksi. USG juga
sangat berguna dalam menentukan stadium tumor khususnya dalam
menentukan keterlibatan tumor dengan struktur vaskuler. Kemampuan USG
dalam menampakkan tumor dalam berbagai arah sesuai penempatan transducer
membuat alat ini mampu melokalisir tumor dengan akurat khususnya dalam
hubungan tumor dengan pembuluh darah. USG memiliki sensitifitas dan
spesifitas sebanding dengan CT Scan dalam mendeteksi lesi kecil namun lebih
unggul dalam skrining pada daerah insidens tinggi.
CT SCAN
CT scan dapat menentukan ukuran tumor, perluasan tumor dan mampu
mendeteksi tumor berukuran kecil. Ia memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang
tinggi, non-operator dependen dan merupakan pemeriksaan penunjang pilihan
dalam mendeteksi karsinoma hepatoseluler. 2
ANGIOGRAFI
Angiografi dulunya merupakan metode paling akurat dalam mendiagnosis
hepatoseluler karsinoma namun saat ini perannya sudah terganti oleh
pemeriksaan penunjang non invasif. Saat ini angiografi sering dikombinasi
dengan CT Scan atau sebagai penunjang dalam transcatheter arterial
embolisation (TACE). 2,9
Bagus-TOLE | 128
GRADING KARSINOMA HEPATOSELULER PRIMER
berdasarkan American Joint Commite on Cancer (AJCC) 1998:
Pengelompokan stadium:
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium IIIa T3 N0 M0
Stadium IIIb T1-3 N1 M0
Stadium IVa T4 any N M0
Stadium IVb T4 anyN M1
Bagus-TOLE | 129
PENANGANAN
Penanganan Non Bedah
Transcatheter Arterial Chemoembolisation (Tae / Tace)
Teknik ini merupakan kombinasi kemoterapi intraarterial dan oklusi arteri
hepatica dengan materi embolisasi dengan tujuan memperpanjang waktu kontak
antara tumor dengan agen dan untuk menginduksi nekrosis massif dari tumor
secara iskemik. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Goldstein dan
dikembangkan oleh Yamada. Agen kemoterapi dapat diinfus ke hepar sebelum
atau sesudah hepar diembolisasi dengan bubuk busa gelatin. Penggunaan CO 2
microbubble-angiosonography dapat membantu melokalisir vaskuler tumor.
TACE tidak diindikasikan pada pasien dengan kadar total bilirubin melebihi 3
mg/dl. Jika kadar bilirubin total melebihi 2 mg/dl, area hepar yang akan
diembolisasi tidak boleh melebihi 1-2 level Couinaud.
Komplikasi post TACE atau yang lebih dikenal sebagai Post Embolisation
Syndrome dapat berupa nyeri perut (59%), demam (47%), ulkus gaster-
duodenum, pankreatitis dan kolesistitis. Hal ini dapat diatasi dengan dipyrone
atau hidrokortison. Respons pasien terhadap terapi ini dilaporkan 65% dan
nekrosis tumor dilaporkan pada 90% pasien. Rerata survival setelah TACE
dilaporkan 40-60% pada satu tahun pertama, 20-30% pada 3 tahun pertama dan
5-10% pada 5 tahun pertama.
Bagus-TOLE | 130
PENANGANAN BEDAH
Terapi definitive bagi karsinoma hepatoseluler yang resektabel adalah
operasi. Bila tumor resektabel, penentuan seberapa besar hepar dapat direseksi
bergantung lokasi, ukuran tumor, jumlah nodul, kedekatan tumor dengan struktur
pembuluh darah dan keparahan penyakit hepar penyerta. Ahli bedah
berpendapat batas 1 cm diluar tumor sudah cukup adekuat. Beberapa tipe
reseksi untuk tumor ini adalah reseksi baji, segmentektomi, lobektomi dan
trisegmentektomi. Lebih radikal suatu pembedahan untuk tumor ini biasanya
diikuti dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Sebaliknya, operasi
yang kurang adekuat, misalnya hanya dengan reseksi baji, harus dihindari
karena angka rekurensi yang tinggi. Ultrasonografi intraoperatif dilakukan untuk
mengukur besar tumor dan hubungannya dengan vaskuler besar dan struktur
bilier. Kriteria tumor unresektabel adalah:
- Adanya kelainan ekstrahepatik
- Adanya disfungsi hepar
- Ekstensi tumor hanya sedikit hepar yang dapat disisakan setelah reseksi
- Terbukti adanya metastasis/ekstensi ekstrahepatik
- Tumor melibatkan vena hepatica-vena porta.
- Pada pasien dengan sirosis hepatis, reseksi akan mempengaruhi survival
karena:
- regenerasi sisa hepar tidak adekuat pada pasien dengan sirosis hepatic
- rekurensi tumor pada sisa hepar
- kelainan pembekuan darah yang abnormal
- reservasi hepar yang jelek
Komplikasi post reseksi adalah:
- Komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipoalbuminemia, koagulopati
dan hiperbilirubinemia
- Perdarahan
- Sepsis
- Ulkus peptik 13
TRANSPLANTASI HEPAR
Penanganan hepatoseluler karsinoma dengan cara transplantasi telah
diperdebatkan oleh karena kemampuan viabilitas organ donor dan rekurensinya
setelah transplantasi yang diduga akibat sel-sel tumor yang bersirkulasi yang
kemudian merusak donor. Pasien sebelum transplantasi harus menjalani
pemeriksaan lengkap khususnya CT Scan dan USG abdomen untuk
mengeksklude metastasis atau adanya limfonodus yang terkena. Gugenheim
dkk melaporkan rerata rekurensi post transplantasi hepar pada tumor ukuran
diameter < 5cm dan jumlah tumor ≤ 3 nodul 11,1% namun ukuran diameter >
5cm dan jumlah tumor ≥ 3 nodul mencapai 100%. 14
Bagus-TOLE | 131
PENANGANAN LAIN:
KEMOTERAPI
Kemoterapi sistemik baik tunggal maupun kombinasi hanya memiliki sedikit
efek terapi. Kemoterapi sistemik yang pertama digunakan adalah fluorouracil
yang berespon 0-10% dan median survival 3-5 bln. Fluorouracil ini kemudian
dikombinasi dengan asam folat dosis tinggi namun tetap tidak mempengaruhi
hasil terapi. Respon lebih baik dengan penggunaan Epirubicin dan Cisplatin.
Obat kemoterapi yang diyakini paling aktif adalah doxorubicin dengan rerata
respons 19%. (3-32%).
Indikasi pemberian kemoterapi untuk tumor ini adalah:
- Adanya kelainan ekstrahepatik
- Tidak dapat dilakukan penanganan lain
- Adanya trombosis vena porta
- Status performans yang baik (Karnoffsky 70 ke atas)
- Fungsi hepar yang baik
Saat ini beragam kemoterapi regional diuji terutama melalui infus intra
arteri hepatika setelah sebelumnya dilakukan laparotomy atau angiography.
Agen dapat diberi sekali, infus kontinu lewat syringe pump atau dengan kateter
port untuk injeksi jangka panjang. Alasan pemberian intraarteri adalah:
- Suplai darah untuk karsinoma hepatoseluler melalui arteri hepatika sehingga
konsentrasi tinggi obat langsung ke tumor
- Toksisitas sistemik yang lebih rendah
- Obat-obat ini dimetabolisme di hepar
KRIOTERAPI
Terapi ini berupa pembekuan tumor pada batas 1 cm dari jaringan hepar
yang sehat dengan menggunakan nitrogen cair yang diinjeksi melalui cryopobe
vakum dibawah bimbingan USG atau selama laparoskopi atau laparotomi.
Hanya ada data terbatas dalam penggunaannya. Zhou dan Tang dkk
melaporkan 37,9 % 5 year survival rate pada 191 pasien dan 53,1% pada 56
pasien dengan tumor lebih kecil dari 5 cm. Terapi lanjut dengan ablasi alkohol
setelah krioterapi dapat digunakan dalam penanganan sisa tumor dan
mengontrol rekurensi. Komplikasi lanjut adalah kerusakan struktur berdekatan,
terutama vena porta dan vena hepatica, paru serta dapat terjadi gagal hepar.
TERAPI IMUN
Agen imunologi secara teori berguna dalam penanganan tumor ini.
Interferon yang diketahui memegang peranan dalam reproduksi virus misal
hepatitis B/C dan aktifitas sel-sel lymphokine activated killer (LAK) berkurang
pada pasien dengan tumor ini. Saat ini, imunoterapi dilaporkan belum
menunjukkan dampak signifikan pada survival dan beberapa komplikasi berat
telah dilaporkan. Agen yang telah dipelajari adalah interferon- (IFN- ) dan
dikombinasi dengan doxorubicin atau fluorouracil.
Bagus-TOLE | 132
TERAPI HORMONAL
Terapi sistemik lain adalah dengan manipulasi endokrin. Penelitian dengan
terapi hormonal misal dengan antiestrogen dan antiandrogen dilaporkan terus
menunjukkan hasil menjanjikan. Saat ini terapi hormonal yang paling sering
digunakan adalah tamoxifen. Terapi hormonal dilakukan berdasarkan
penyelidikan:
- Jaringan tumor mengandung reseptor estrogen dan androgen
- Predominansi tumor pada pria
- Kesuksesan dengan terapi hormonal pada tumor lain
RADIOTERAPI
Radioterapi eksternal memiliki keterbatasan dalam penanganan HCC.
Dosis aman untuk hepar mendekati 30 Gy. Radioterapi dapat berguna dari segi
paliatif dan untuk menghilangkan gejala. Sebagai alternatif lain, sejumlah radiasi
lokal dapat diberi dengan memberi infus Lipiodol intraarteri atau dengan antibodi
antiferritin yang diperkuat dengan yodium radioaktif.
TERAPI LAINNYA
Pilihan terapi lain adalah terapi gen, termoterapi, intra-arterial radiotherapy dan
yttrium-90 Proton therapy. Retinoic acid, flavinoid quercitin, octreotide dan herbal
medicine Inchin-ko-to juga dilaporkan memiliki efek pada tumor.
PROGNOSIS
Prognosis tumor ini adalah buruk karena sifat tumor yang sangat ganas
dan kebanyakan pasien datang dengan stadium lanjut sewaktu diagnosis
ditetapkan. Prognosis yang lebih disukai yakni jika pasien usia muda, jenis
kelamin wanita, kadar AFP rendah, stadium awal, tidak disertai sirosis, diameter
tumor lebih kecil dari 5 cm, tindakan dan jika tumor soliter.
Mortalitas intraoperatif saat ini dilaporkan kurang dari 5% bahkan di
Hongkong dilaporkan 0%. Penelitian di Kyushu Universiti Jepang melaporkan
data survival post reseksi 30 hari post op 13%, 1 tahun post op 88%, 3 tahun
post op 70%, 5 tahun post op 50% sedang penelitian di Toronto Universiti
Kanada melaporkan data survival 30 hari post op 4%, 1 tahun post op 67%, 3
tahun post op 45%, 5 tahun post op 40%.
Pada pasien non sirosis, hepatektomi parsial dihubungkan dengan 5 year
survival 30% dan bahkan pernah dilaporkan mencapai 68%. Pada pasien sirosis,
5 year survival mendekati 25-30% bahkan ada peneliti yang melaporkan 0%.
Rekurensi tumor post reseksi dilaporkan bervariasi antara 20-70% dalam 2 tahun
dan mendekati 83% dalam 5 tahun. Rekurensi tumor amat ditentukan oleh
ukuran, jumlah dan batas positif reseksi tumor. Resiko rekurensi tumor besar (>5
cm) dilaporkan hampir dua kali dari tumor kecil.
Bagus-TOLE | 133
TRAUMA HEPAR
ETIOPATOGENESIS
Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma hepar terbagi menjadi trauma tajam
dan trauma tumpul. Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada
trauma tumpul adalah efek kompresi dan deselerasi. Trauma kompresi pada
hemithorax kanan dapat menjalar melalui diafragma, dan menyebabkan kontusio
pada puncak lobus kanan hepar. Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan
yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain dan sering melibatkan vena
cava inferior dan vena-vena hepatik. Trauma tajam terjadi akibat tusukan senjata
tajam atau oleh peluru. Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma,
penyebab, kekuatan, dan arah trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar
dan letaknya lebih dekat pada tulang costa, maka lobus kanan hepar lebih sering
terkena cidera daripada lobus kiri. Sebagian besar trauma hepar juga mengenai
segmen hepar VI,VII, dan VIII. Tipe trauma ini dipercaya merupakan akibat dari
kompresi terhadap tulang costa, tulang belakang atau dinding posterior
abdomen. Adanya trauma tumpul langsung pada daerah kanan atas abdomen
atau di daerah kanan bawah dari tulang costa, umumnya mengakibatkan
pecahan bentuk stellata pada permukaan superior dari lobus kanan. Trauma
tidak langsung atau contra coup biasanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian
dengan bagian kaki atau bokong yang pertama kali mendarat. Jenis trauma ini
menyebabkan efek pecahan pada penampang sagital hepar dan kadang-kadang
terjadi pemisahan fragmen hepar. Gambaran trauma hepar mungkin dapat
seperti (1) subcapsular atau intrahepatic hematom, (2) laserasi, (3) kerusakan
pembuluh darah hepar, dan (4) perlukaan saluran empedu. Saat ruptur hepar
mengenai kapsul Glissoni maka akan terjadi ekstravasasi darah dan empedu ke
dalam cavum peritoneal. Bila kapsul tetap utuh, pengumpulan darah di antara
kapsul dan parenkim biasanya ditemukan pada permukaan superior dari hepar.
Ruptur sentral meliputi kerusakan parenkim hepar.
DIAGNOSA
Penegakkan diagnosis suatu trauma hepar berdasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan klinis (tanda dan gejala klinik), pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinisnya tergantung dari tipe kerusakannya. Pada ruptur
kapsul Glissoni, tanda dan gejalanya dikaitkan dengan tanda-tanda syok, iritasi
peritoneum dan nyeri pada epigastrium kanan. Adanya tanda-tanda syok
hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, penurunan jumlah urine, tekanan vena
sentral yang rendah, dan adanya distensi abdomen memberikan gambaran
suatu trauma hepar. Tanda-tanda iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar dari
kebocoran saluran empedu, selain nyeri dan adanya rigiditas abdomen, juga
disertai mual dan muntah.
Bagus-TOLE | 134
2. Pemeriksaan Laboratorium
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti dengan
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan leukositosis lebih dari
15.000/ul, biasanya setelah ruptur hepar akibat trauma tumpul. Kadar enzim hati
yang meningkat dalam serum darah menunjukkan bahwa terdapat cidera pada
hepar, meskipun juga dapat disebabkan oleh suatu perlemakan hati ataupun
penyakit-penyakit hepar lainnya. Peningkatan serum bilirubin jarang, dapat
ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-4 setelah trauma.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT-scan tetap merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien
dengan trauma tumpul abdomen dan sering dianjurkan sebagai sarana
diagnostik utama. CT-scan bersifat sensitif dan spesifik pada pasien yang
dicurigai suatu trauma tumpul hepar dengan keadaan hemodinamik yang stabil.
Penanganan non operatif menjadi penanganan standar pasien trauma tumpul
abdomen dengan hemodinamik stabil. Pemeriksaan CT-scan akurat dalam
menentukan lokasi dan luas trauma hepar, menilai derajat hemoperitoneum,
memperlihatkan organ intraabdomen lain yang mungkin ikut cidera, identifikasi
komplikasi yang terjadi setelah trauma hepar yang memerlukan penanganan
segera terutama pada pasien dengan trauma hepar berat, dan digunakan untuk
monitor kesembuhan. Penggunaan CT-scan terbukti sangat bermanfaat dalam
diagnosis dan penentuan penanganan trauma hepar. Dengan CT-scan
menurunkan jumlah laparatomi pada 70% pasien atau menyebabkan pergeseran
dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non operastif dari kasus
trauma hepar.
Grd Type Description AIS
Bagus-TOLE | 135
Trauma Hepar Grade I.
Bagus-TOLE | 136
PENANGANAN
Resusitasi
Jalan nafas yang adekuat haruslah diusahakan dan dipertahankan. Kontrol
perdarahan dan syok sebelum dilakukan upaya diagnostik/terapaetik haruslah
diupayakan sekuat tenaga. Sedikitnya 2 buah kateter intravena yang besar harus
dipasang pada ekstremitas atas. Penempatan kateter vena sentralis atau gauss
kateter ke dalam vene subclavia hendaknya dipasang setelah pasien stabil atau
kondisi cukup baik dibawah pengawasan. Jika akses vena tambahan diperlukan
maka diusahakan pemasangan kateter besar pada jugular externa atau vena
femoral.
Infus 2000 ml cairan kristaloid (Ringer Lactat) secara cepat seringkali
mengembalikan atau menjaga tekanan darah normal pasien jika kehilangan
darah hanya sebatas < 15% volume darah tubuh total tanpa perdarahan lanjut
yang signifikan. Jika kehilangan darah > 15% volume darah atau jika perdarahan
masif tetap berlangsung tekanan darah biasanya meningkat hampir mencapai
normal kemudian jatuh atau turun dengan cepat. Pasien dalam keadaan ini tidak
hanya memerlukan tambahan kristaloid tetapi juga darah dan albumin. Saat ini
penggunaan larutan onkotik aktif (dextran dan hydroxyethyl) pada pasien yang
dicurigai trauma hati selama resusitasi haruslah sangat dibatasi.
Bagus-TOLE | 137
Penatalaksanaan Non-Operatif
Pasien dengan trauma tumpul hati yang stabil secara hemodinamik tanpa
adanya indikasi lain untuk operasi lebih baik ditangani secara konservatif (80%
pada dewasa, 97% pada anak-anak).Beberapa kriteria klasik untuk penatalaksan
non operatif adalah:
Hemodinamik stabil setelah resusitasi
Status mental normal
Tidak ada indikasi lain untuk laparatomi
Pasien yang ditangani secara non operatif harus dipantau secara cermat di
lingkungan gawat darurat. Monitoring klinis untuk vital sign dan abdomen,
pemeriksaan hematokrit serial dan pemeriksaan CT/USG akan menentukan
penatalaksanaan. Setelah 48 jam, dapat dipindahkan ke ruang intermediate care
unit dan dapat mulai diet oral tetapi masih harus istrahat ditemapt tidur sampai 5
hari. Embolisasi angiografi juga dimasukkan ke dalam protokol penanganan non
operatif trauma hati pada beberapa situasi dalam upaya menurunkan kebutuhan
transfusi darah dan jumlah operasi. Jika pemeriksaan hematokrit serial (setelah
resusitasi) tidak membuktikan adanya perdarahan aktif pasien dapat dipulangkan
dengan pembatasan aktifitas. Aktifitas fisik ditingkatkan secara perlahan sampai
6-8 minggu. Waktu untuk penyembuhan perlukaan hepar berdasarkan bukti CT-
Scan antara 18-88 hari dengan rata-rata 57 hari.
Bagus-TOLE | 138
Penatalaksaan Operatif
Prinsip fundamental yang diperlukan di dalam penatalaksanaan operatif pada
trauma hati adalah:
1. Kontrol perdarahan yang adekuat
2. Pembersihan seluruh jaringan hati yang telah mati (devitalized liver)
3. Drainase yang adekwat dari lapangan operasi
A. Tehnik untuk kontrol perdarahan temporer/sementara
Dilakukan untuk dua alasan;
I. Memberikan waktu kepada ahli anestesi untuk mengembalikan volume
sirkulasi sebelum kehilangan darah lebih lanjut terjadi.
II. Memberikan waktu kepada ahli bedah untuk memperbaiki trauma lain
terlebih dahulu apabila trauma tersebut lebih membutuhkan tindakan segera
dibandingkan dengan trauma hati tersebut.
Tehnik yang paling berguna dalam mengontrol perdarahan sementara adalah
Kompresi manual, pembalutan perihepatik (perihepatic packing), dan
parasat pringle. Kompresi manual secara periodik dengan tambahan bantalan
laparatomi (Laparatomy pads) berguna dalam penatalaksanaan trauma hati
kompleks dalam menyediakan waktu untuk resusitasi. Bantalan tambahan dapat
ditempatkan diantara hati dan diafragma dan diantara hati dengan dinding dada
sampai perdarahan telah terkontrol. 10 hingga 15 bantalan dibutuhkan untuk
mengontrol perdarahan yang berasal dari lobus kanan. Pembalutan tidaklah
berguna pada trauma lobus kiri, karena ketika abdomen dibuka, dinding dada
dan abdomen depan tidaklah cukup menutup lobus kiri hati untuk menciptakan
tekanan yang adekwat. Untungnya, perdarahan dari lobus kiri hati ini dapat
dikontrol dengan memisahkan ligamentum triangular kiri dan ligamentum
coronarius kemudian menekan lobus tersebut diantara kedua tangan.
Parasat Pringle ( Pringle Manuver) sering kali digunakan untuk
membantu pembalutan /packing dalam mengontrol perdarahan sementara.
Prasat Pringle adalah suatu tehnik untuk menciptakan oklusi sementara vena
porta dan arteri hepatika yang dilakukan dengan menekan ligamentum
gastrohepatik (portal triad). Penekanan ini dapat dilakukan dengan jari atau
dengan menggunakan klem vaskuler atraumatik. Tehnik ini merupakan tehnik
yang sangat membantu dalam mengevaluasi trauma hati grade IV dan V.
Biasanya, pengkleman pada portal triad direalese setiap 15-20 menit selama 5
menit untuk memberikan perfusi hepatik secara intermitten. Bukti terbaru,
dengan memberikan komplet oklusi sekitar satu jam tidak memberikan
kerusakan iskemik pada hepar.
Perut kemudian ditutup, dan pasien dipindahkan ke ICU untuk resusitasi
dan koreksi kekacauan metabolik. Dalam 24 jam, pasien dikembalikan ke ruang
operasi untuk pengankatan balut itu kembali. Tindakan ini diindikasikan untuk
trauma grade IV- V dan pasien dengan trauma yang kurang parah tetapi
menderita koagulopati yang disebabkan oleh trauma yang menyertai.
Bagus-TOLE | 139
Kompresi manual perihepatic packing
Bagus-TOLE | 140
b.Tehnik – tehnik dalam penatalaksanaan definitif trauma hati
Tehnik yang dapat digunakan sebagai terapi definitif pada trauma hati
berkisar dari kompresi manual hingga transplantasi hati. Laserasi parenkim hati
grade 1 atau 2 dapat secara umum diatasi dengan kompresi manual. Apabila
dengan tehnik ini tidak berhasil, seringkali trauma seperti ini diatasi dengan
tindakan hemostatik topikal. Tindakan yang paling sederhana adalah dengan
elektrokauterisasi, yang seringkali dapat mengatasi perdarahan dari pembuluh
darah kecil yang dekat dengan permukaan hati. Perdarahan tidak berespon
dengan elektrokauter mungkin dapat berespon dengan argon beam koagulator.
Kolagen mikrokristalin bentuk bubuk juga berguna dalam situasi seperti ini.
Bubuk tersebut ditempatkan dalam sponge bersih ukuran 4 x 4 kemudian
digunakan langsung pada permukaan yang mengeluarkan darah dengan
menekan bagian tersebut dan dipertahankan selama 5 hingga 10 menit. Lem
fibrin (fibrin glue) telah digunakan dalam pengobatan laserasi superfisial dan
laserasi yang dalam dan tampil sebagai agen topikal yang paling efektif. Lem
fibrin ini pula dapat diinjeksikan secara dalam pada perdarahan akibat luka
tembak dan luka tikam untuk mencegah diseksi luas dan kehilangan darah. Lem
fibrin ini dibuat dengan mencampur fibrin konsentrat manusia (cryopresipitat)
dengan larutan yang mengandung trombin bovine dan kalsium.8,13
Perihepatik mesh yang merupakan absorbe mesh yang terdiri polyglactin oleh
Brunet dkk, telah digunakan untuk perlukaan hepar grade II-V. Dilaporkan
dengan cara ini tidak terbentuk hemobilia dan absces. Dengan penggunaan
mesh sejak awal perdarahan dalam jumlah yang besar dapat dikurangi.10
Meskipun beberapa laserasi grade III dan IV berespon terhadap tindakan
topikal yang disebutkan sebelumnnya, tetapi pada kebanyakan kasus tidaklah
demikian. Pada keadaan ini, satu satunya pilihan adalah dengan menjahit
parenkim hati. Meskipun dikatakan sebagai penyebab nekrosis, akan tetapi
tindakan ini masih sering digunakan. Menjahit parenkim hati seringkali dilakukan
untuk mengatasi perdarahan persisten akibat laserasi dengan kedalaman kurang
dari 3 cm. Bersama dengan hepatotomi dan ligasi selektif, tindakan ini juga
merupakan alternatif yang cocok pada laserasi yang lebih dalam jika pasien tidak
dapat mentoleransi perdarahan lebih lanjut. Material yang diperlukan adalah
catgut chromic atau vicryl 0 atau 2.0 dan jarum kurva ujung tumpul. Untuk
laserasi yang dangkal jahitan terus menerus sederhana (simple continuous
suture) dapat digunakan untuk mendekatkan tepi luka. Untuk laserasi yang
dalam , jahitan matras horizontal terputus (interrupted horizontal mattres suture)
dapat ditempatkan secara pararel pada tepi luka. Ketika mengikat jahitan, satu
yang harus dipastikan bahwa ketegangan yang adekuat telah tercapai apabila
perdarahan telah berhenti.16
Hepatotomi dengan ligasi selektif pembuluh darah yang mengalami
perdarahan adalah tehnik penting yang lazim dipakai untuk luka tembus yang
dalam atau luka tembus transhepatik. Tehnik finger frakture digunakan untuk
memperluas panjang dan dalamnya laserasi hingga pembuluh darah yang
mengalami perdarahan dapat diidentifikasi dan dikontrol.16
Bagus-TOLE | 141
Gambar 10, Hepatotomi yang meliputi a) Finger fracture, b) pemisahan
pembuluh darah atau duktus, c) memperbaiki kerusakan pada pembuluh
darah. 16
Bagus-TOLE | 142
Alternatif akhir untuk pasien dengan trauma unilobar yang luas adalah
reseksi hepar anatomis. Dalam keadaan elektif, lobektomi anatomis dapat
dilakukan dengan hasil yang sangat memuaskan. Reseksi anatomik pada trauma
dibatasi pada lobektomi kanan, lobektomi kiri, dan segmentektomi lateral kiri.
Jenis dan luasnya reseksi biasanya ditentukan dari sifat trauma. Untuk
melakukan reseksi hati, hati harus dimobilisasi terlebih dahulu dengan
memotong perlekatan ligamentumnya.10
Bagus-TOLE | 143
Dalam melakukan lobektomi hati kanan, garis reseksi harus dibawa ke
bagian kiri fossa kandung empedu. Vena hepatik medial harus diidentifikasi, dan
diseksi harus dilakukan menuju vena kava ke bagian kanan vena hepatik medial.
Arteri hepatik kanan dan vena porta dapat didiseksi pada awal reseksi dan
diligasi untuk mengurangi kehilangan darah. Harus berhati-hati untuk
menghindari kerusakan pada cabang arteri hepatik kanan yang kadang kadang
ada, yang mungkin memperdarahi segemen medial lobus kiri.11
Jika kerusakan parenkim yang masif terjadi akibat trauma hati atau pada
mereka yang memerlukan reseksi hati total, maka transplantasi hati dapat mejadi
pilihan penatalaksanaan selanjutnya dan telah berhasil dilakukan. Jika
transplantari sedang dipertimbangakan untuk penatalaksanaan selanjutnya,
maka pasien hendaknya dirujuk ke pusat transplantasi secepatnya karena
ketersediaan organ tidak dapat diramalkan.11,156
KOMPLIKASI
Sebagian besar pasien dengan trauma hepar berat mempunyai
komplikasi, khususnya jika tindakan operasi dilakukan. Knudson dkk, mencatat
komplikasi terjadi pada 52% pasien trauma hepar Grade IV-V merupaka hasil
dari trauma tajam.10
Komplikasi signifikan setelah trauma hati termasuk adalah perdarahan
post operatif, koagulopati, fistula bilier, hemobilia, dan pembentukan abses.
Perdarahan post operasi terjadi sebanyak < 10% pasien. Hal ini terjadi mungkin
karena hemostasis yang tidak adekuat, koagulopati post operatif atau karena
keduanya. Jika pasien tidak dalam keadaan hipotermi, koagulopati atau asidosis,
maka tindakan eksplorasi ulang haruslah dilaksanakan. Pembuluh darah yang
tampak mengalami perdarahan harus secara langsung di visualisasi dan ligasi,
meskipun kerusakan lebih luas diperlukan untuk eksplorasi yang adekuat
Bagus-TOLE | 144
IKTERUS OBSTRUKTIF
PATOFISIOLOGI
Sumbatan dari aliran empedu disebut juga Kolestasis. Dapat terjadi
intrahepatik dan ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik biasanya terjadi pada
tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier, sedangkan kolestasis
extrahepatik biasanya disebabkan adanya sumbatan aliran empedu dari hati ke
usus. Sumbatan bisa saja terjadi dimana saja dari pertemuan ductus hepaticus
dextra dan sinistra sampai pertemuan ductus choledochus di duodenum.
Obstruksi dari ductus extrahepatik menghasilkan kenaikan serum bilirubin,
terutama tipe direct sehingga menimbulkan penampakan bilirubin di urine dan
feses berwarna pucat.
Terjadinya peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam darah karena
pengeluaran bilirubin tersebut tidak berlangsung dengan baik akibat sumbatan
yang ada sehingga bilirubin terkonjugasi akan kembali masuk ke dalam aliran
darah. Karena sifatnya yang larut dalam air, maka bilirubin ini akan diekskresikan
melalui urin. Terjadi bilirubinuria dan akibatnya urin akan berwarna gelap. Hal
sebaliknya terjadi pada feses, karena bilirubin terkonjugasi gagal diekskresikan
ke dalam empedu secara baik, otomatis bilirubin yang masuk ke dalam usus pun
boleh dikatakan sedikit sekali (tergantung derajat obstruksinya). Akibatnya
terbentuklah feses berwarna pucat seperti dempul. Selain itu, urobilinogen tidak
ditemukan dalam urine.
Bagus-TOLE | 145
Benyamin, 1983 (8) menganjunjurkan klasifikasi yang tersir dari 4 kategori
obstruksi biliaris, yaitu :
Tipe I :
Obstruksi komplit, menimbulkan ikterus. Biasanya disebabkan oleh tumor,
terutama pada kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kalangio
karsinoma, dan tumor-tumor parenkim hati primer maupun sekunder.
Tipe II :
Obstrusi intermitten, yang meimbulkan gejala-gejala dan perubahan
biokimia yang khas, tetapi dapat disertai seranga ikterus secara klinis.
Keadaan ini sering dijumpai pada koledokolithiasis, tumor-tumor
preampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista koledokus,
penyakit hati polikistik, parasit intrabilier dan hemobilia.
Tipe III :
Obstruksi inkomplit kronis, denga atau tanpa ejala klasik atau obsservasi
perubahan biokimia, yang akhirnyameimbulkan perubaha patologis ada
duktus biliari komunis yang secra congenital, traumatic dan post
radioterapi.
Tipe IV :
Obstruksi segmental, dimana satu atau lebih segmen anatomis biliaris
intrahepatik yang mengalami obstruksi.
Bagus-TOLE | 146
OBSTRUKSI SALURAN EMPEDU EXTRAHEPATIK
A. Intraduktal
Batu. Merupakan penyebab terbanyak pada kasus ikterus obstruktif.
Kegemukan, peningkatan jumlah kolesterol dan empedu, usia dewasa tua
dan terutama pada wanita. Dikenal 2 jenis batu empedu, yaitu:
- Batu kolesterol ( 80%)
Mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat dan kalsium bilirubinat, berupa batu
soliter/multiple, permukaannya licin atau multifacet, bulat, berduri seperti
buah murbei dengan diameter 2-40 mm.
- Batu pigmen
Berbentuk tidak teratur, kecil-kecil dengan diameter 2-5 mm, multiple,
warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan sampai hitam dan berbentuk
seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Askariasis
Infestasi dari cacing Ascaris lumbricoides banyak diasosiasikan dengan
terjadinya striktur ductus choledochus.
Atresia bawaan
Atresia saluran empedu merupakan kelainan kongenital yang tidak diketahui
etiologinya. Pada keadaan ini saluran empedu mengalami fibrosis dan proses
ini berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk.
Striktur saluran empedu
Striktur ductus cystikus terjadi akibat proses fibrosis yang menyusul proses
inflamasi dan infeksi berulang akibat iritasi dan trauma yang timbul sewaktu
terjadi pasase batu empedu. Striktur ductus cystikus menyebabkan kolesistitis
akut, kronik dan hidrops kandung empedu.
Tumor saluran empedu
Tumor ganas primer saluran empedu bisa terjadi pada penderita dengan
kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis. Jenis tumor yang sering adalah
adenokarsinoma pada ductus hepaticus atau ductus choledochus. Tumor
yang terletak di bifurcatio ductus hepaticus disebut Tumor Klatskin.
B. Ekstraduktal
Tumor Pancreas. 60 % dari tumor pancreas terletak pada caput pancreas.
Secara patologi, 80% merupakan adenokarsinoma.(1)
Pancreatits. Adalah radang pancreas yang disebabkan autodigesti oleh enzim
pancreas yang keluar dari saluran pancreas. Pada pemeriksaan, terjadi
pelebaran ductus pancreaticus akibat inflamasi fibrosis atau pseudokista. (1)
Tumor metastase. Biasanya berasal dari traktus gastrointestinal(1)
Mirrizi syndrome.
Penekanan duktus choledochus oleh batu yang terperangkap di dalam collum
ductus cysticus sehingga kandung empedu membentuk kantong yang besar
disebut Kantong Hartmann sehingga menyebabkan obstruksi.
Bagus-TOLE | 147
DIAGNOSIS
Ditegakkan dengan anamnesis, klinis, pemeriksaan laboratoris, dan radiologis
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan; mata dan tubuh menjadi kuning,
badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul
dan nyeri/kolik pada perut kanan atas. (8)
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada pasien adalah:
- perjalanan penyakit akut/kronis
- riwayat keluarga
- nyeri atau tidak; ikterus tanpa nyeri biasanya disebabkan karena keganansan
- riwayat minum obat sebelumnya
- kelainan gastrointestinal, seperti nyeri epigastrium, mual, muntah
- demam, nafsu makan menurun; lebih cenderung ke hepatitis
- anemia ada atau tidak(1,3)
Klinis
Pada Inspeksi, ditemukan ikterus pada sklera dan kulit. Bila terdapat spider
angioma, biasanya terjadi pada cirrhosis. Juga terdapat bekas-bekas garukan
karena pruritus. Pada palpasi, hepar teraba membesar. Bila teraba kandung
empedu, biasanya dihubungkan dengan malignancy dari distal ductus
choledochus sesuai dengan hukum Courvoisier. Diperiksa juga apakah ada
tanda-tanda ascites. Bila timbul kolangitis bakterial non piogenik, biasanya timbul
gejala-gejala demam, nyeri di daerah hati, dan ikterus yang disebut Trias
Charcot. Apabila terjadi kolangitis bakterial piogenik, akan timbul 3 gejala Trias
Charcot ditambah dengan syok dan penurunan kesadaran sampai koma, disebut
Pentade Reynold.
Laboratoris
Meliputi pemeriksaan:
A. - Darah rutin : anemia/tidak, lekositosis/tidak
- Urine : bilirubin ↑↑, urobilin (+)
- Tinja : pucat
B. Test Faal Hati
1. Bilirubin total : meningkat
2. SGOT, SGPT : meningkat
Merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit.
Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan saluran hati.
3. Alkali fosfatase : meningkat
Merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Pada
obstruksi aktivitas serum meningkat karena saluran ductus meningkatkan
sintesis ini.
4. Kadar kolesterol : meningkat
5. Protrombin time : meningkat.
Bagus-TOLE | 148
Bagus-TOLE | 149
Radiologis
1. Ultrasonografi (USG)
USG ditetapkan sebagai tes penyaring awal bagi pasien ikterus karena cepat
dan tidak invasif serta tanpa pemaparan radiologis dalam menentukan dilatasi
ductus biliaris ekstra- dan intra-hepatik serta kelainan lain dalam parenkim
hati/pancreas (seperti massa/tumor). Jika tidak didapatkan dilatasi ductus, maka
ini menggambarkan kolestasis intrahepatik. Ketepatan USG dalam membedakan
antara kolestasis intra dan ekstrahepatik tergantung dari derajat dan lama
obstruksi saluran empedu, tetapi jelas melebihi 90%. Pemeriksaan USG perlu
memperhatikan:
1. Besar, bentuk dan tebal tipisnya dinding kandung empedu.
2. Diameter Saluran empedu. Normal diameter 3 mm. > 5mm Dilatasi
3. Ada tidaknya massa padat dalam lumen.
Gambar. PTC
5. Skintigrafi Biliaris
Pemberian intravena salah satu kelompok teknetium-99m yang dilabel
dengan asam memberikan informasi spesifik dari kolestitis akut. (1,3)
6. Koledokoskopi inspeksi langsung dan visualisasi sistem biliaris. Tes ini
bermanfaat untuk mengevaluasi pasien dengan striktur ductus biliaris atau
tumor.
PENATALAKSANAAN
Prinsip Penanganan:
1. Menghilangkan Obstruksi.
2. Mengalirkan cairan bilier.
3. Mencegah Rekurensi.
Sfingterotomi Endoskopik
Bagus-TOLE | 152
PENANGANAN OPERATIF
1. Kolesistektomi.
Saat ini kolesistektomi dini selama serangan akut dianggap pendekatan yang
lebih disukai. Kolesistektomi hanya dilakukan setelah memperoleh bukti-bukti
yang objektif yang diperlukan untuk mendiagnosa batu empedu (seperti USG)
atau obstruksi ductus cystikus. Bila pasien telah dihidrasi adekuat dan antibiotik
parenteral telah diberikan, maka kolesistektomi baru dilakukan dalam waktu 72
jam pertama setelah mulainya serangan. Bisa dilakukan secara terbuka dan
laparoskopik.
2. Koledokolitotomi
Indikasi membuka ductus choledochus adalah jelas bila ada kolangitis, teraba
batu atau ada batu pada foto. Indikasi relatif adalah bila ikterus dengan
pelebaran ductus choledochus. Indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu
pembedahan.
3. Koledokoduodenostomi/Koledokojejunostomi Roux-en y
Tindakan ini dilakukan bila ada striktur di ductus choledochus distal atau di
papilla Vater yang terlalu panjang untuk dilakukan sfingterotomi.
4. Pancreatiko-duodenektomi (Whipple)
Dilakukan pada Tumor Caput Pancreas:
1. Dikeluarkan tumor secara radikal en bloc, yaitu caput pancreas, corpus,
duodenum, pylorus dan bagian distal lambung
2. Dilakukan kolesistektomi
3. Dilakukan rekonstruksi pancreatikojejunostomi, koledokojejunostomi dan
gastrojejunostomi
Bagus-TOLE | 153
Gambar 14. Prosedur Whipple(8)
4. Hepatojejunostomi Roux-en y
Dilakukan pada Tumor Klatskin.
Bagus-TOLE | 154
CHOLELITHIASIS
Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu
Patofisiologi pembentukan batu empedu atau disebut kolelitiasis pada
umumnya merupakan satu proses yang bersifat multifaktorial.10 Kolelitiasis
merupakan istilah dasar yang merangkum tiga proses litogenesis empedu utama
berdasarkan lokasi batu terkait:11
1. Kolesistolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di kantung empedu)
2. Koledokolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di duktus koledokus)
3. Hepatolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di saluran empedu dari awal
percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri)
Dari segi patofisiologi, pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe
berpigmen pada dasarnya melibatkan dua proses patogenesis dan mekanisme
yang berbeda sehingga patofisiologi batu empedu turut terbagi atas:
1. Patofisiologi batu kolesterol
2. Patofisiologi batu berpigmen
Bagus-TOLE | 155
konformasi kristal. Small dkk (1968) menggambarkan batas solubilitas kolesterol
empedu sebagai faktor yang terkait dengan kadar fosfolipid dan garam empedu
dalam bentuk diagram segitiga keseimbangan fase (Diagram 5). Berdasarkan
diagram 5, titik P mewakili empedu dengan komposisi 80% garam empedu, 5%
kolesterol dan 15% lesitin. Garis ABC mewakili solubilitas maksimal kolesterol
dalam berbagai campuran komposisi garam empedu dan lesitin. Oleh karena titik
P berada di bawah garis ABC serta berada dalam zona yang terdiri atas fase
tunggal cairan misel maka empedu disifatkan sebagai tidak tersaturasi dengan
kolesterol. Empedu dengan campuran komposisi yang berada atas garis ABC
akan mengandung konsentrasi kolesterol yang melampau dalam sehingga
empedu disebut sebagai mengalami supersaturasi kolesterol. Empedu yang
tersupersaturasi dengan kolesterol akan wujud dalam keadaan lebih daripada
satu fase yaitu dapat dalam bentuk campuran fase misel, vesikel maupun kristal
dan cenderung mengalami presipitasi membentuk kristal yang selanjutnya akan
berkembang menjadi batu empedu. Dalam arti kata lain, diagram keseimbangan
fase turut memudahkan prediksi komposisi kolesterol dalam empedu (fase misel,
vesikel, campuran misel dan vesikel atau kristal).
Bagus-TOLE | 156
Pada keadaan supersaturasi, molekul kolesterol cenderung berada dalam
bentuk vesikel unilamelar yang secara perlahan-lahan akan mengalami fusi dan
agregasi hingga membentuk vesikel multilamelar (kristal cairan) yang bersifat
metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan akan menghasilkan kristal
kolesterol monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada saat ini
mengusulkan bahwa keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel
merupakan faktor utama yang menentukan kecenderungan kristal cairan untuk
membentuk batu empedu. Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai
faktor paling utama yang menentukan litogenisitas empedu.1 Berdasarkan
diagram fase, faktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol empedu
termasuk: a. Hipersekresi kolesterol.
b.Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relatif cadangan
asam empedu.
c. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid
a. Hipersekresi kolesterol.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi
kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:3
i. peningkatan uptake kolesterol hepatik
ii. peningkatan sintesis kolesterol
iii. penurunan sintesis garam empedu hepatik
iv. penurunan sintesis ester kolestril hepatik
Penelitian mendapatkan penderita batu empedu umumnya memiliki aktivitas
koenzim A reduktase 3-hidroksi-3-metilglutarat (HMG-CoA) yang lebih tinggi
dibanding kontrol.1 Aktivitas HMG-CoA yang tinggi akan memacu biosintesis
kolesterol hepatik yang menyebabkan hipersekresi kolesterol empedu.
Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam empedu supersaturasi kolesterol
pembentukan kristal kolesterol.
b. Hiposintesis garam empedu / perubahan komposisi relatif cadangan asam
empedu.
Garam empedu dapat mempengaruhi litogenisitas empedu sesuai dengan
perannya sebagai pelarut kolesterol empedu. Hiposintesis garam empedu
misalnya pada keadaan mutasi pada molekul protein transpor yang terlibat
dalam sekresi asam empedu ke dalam kanalikulus (disebut protein ABCB11)
akan menfasilitasi supersaturasi kolesterol yang berlanjut dengan litogenesis
empedu. Komposisi dasar garam empedu merupakan asam empedu di mana
terdapat tiga kelompok asam empedu utama yakni:
i. Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
ii. Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
iii. Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik.
Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid
pool) dan masing-masing mempunyai sifat hidrofobisitas yang berbeda. Sifat
hidrofobisitas yang berbeda ini akan mempengaruhi litogenisitas empedu.
Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar kemampuannya untuk
menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu.
Bagus-TOLE | 157
Konsentrasi relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu
tubuh akan mempengaruhi CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang
berbeda. Asam empedu primer dan tertier bersifat hidrofilik sementara asam
empedu sekunder bersifat hidrofobik. Penderita batu empedu umumnya
mempunyai cadangan asam kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik
yang lebih besar. Asam deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan
CSI dengan meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi.
Sebaliknya, asam ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan asam
empedu hidrofilik yang berperan mencegah pembentukan batu kolesterol dengan
mengurangi sintesis dan sekresi kolesterol. Asam ursodeoksikolik turut
menurunkan CSI dan memperpanjang waktu nukleasi, diduga dengan cara
melemahkan aktivitas protein pronukleasi dalam empedu.
c. Defek sekresi dan hiposinstesis fosfolipid
95% daripada fosfolipid empedu terdiri atas lesitin. Sebagai komponen utama
fosfolipid empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi
kolesterol.1,8 Mutasi pada molekul protein transpor fosfolipid (disebut protein
ABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke
dalam empedu terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa
muda.
Bagus-TOLE | 158
sesuai dengan perpanjangan waktu penyimpanan empedu.4 Stasis
menyebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan
gangguan pada sirkulasi enterohepatik. Akibatnya, output garam empedu dan
fosfolipid berkurang dan ini memudahkan kejadian supersaturasi. Stasis yang
berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur bilier (biliary sludge)
terutamanya pada penderita dengan kecederaan medula spinalis, pemberian
TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada
keadaan penurunan berat badan mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal
dengan nama mikrolitiasis atau pseudolitiasis ini terjadi akibat presipitasi empedu
yang terdiri atas kristal kolesterol monohidrat, granul kalsium bilirubinat dan
mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses yang mendasari pembentukan
batu empedu.1 Kristal kolesterol dalam lumpur bilier akan mengalami aglomerasi
berterusan untuk membentuk batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier
merupakan prekursor dalam litogenesis batu empedu.
Bagus-TOLE | 159
4 Hipersekresi mukus di kantung empedu
Hipersekresi mukus kantung empedu dikatakan merupakan kejadian
prekursor yang universal pada beberapa penelitian menggunakan model
empedu hewan. Mukus yang eksesif menfasilitasi pembentukan konkresi
kolesterol makroskopik karena mukus dalam kuantitas melampau ini berperan
dalam memerangkap kristal kolesterol dengan memperpanjang waktu evakuasi
empedu dari kantung empedu. Komponen glikoprotein musin dalam mukus
ditunjuk sebagai faktor utama yang bertindak sebagai agen perekat yang
menfasilitasi aglomerasi kristal dalam patofisiologi batu empedu. Saat ini,
stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus belum dapat dipastikan namun
prostaglandin diduga mempunyai peran penting dalam hal ini.
Bagus-TOLE | 160
1. Patofisiologi batu berpigmen hitam
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin
terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan
hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat
dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh
glukuronidase-β endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu
yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang
dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas “buffering” asam
sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi
kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan
empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan
pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak
terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan
berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.
Bagus-TOLE | 161
Lokasi Batu .
Bagus-TOLE | 162
EPIDEMIOLOGI
1. Female ≥ wanita : pria dengan perbandingan 2 : 1.
2. Fat Lebih sering pada orang banyak yang gemuk.
3. Forty Bertambah dengan tambahnya usia.
4. Fertile Lebih banyak pada multipara.
5. Food orang dengan diet tinggi kalori dan obat-obatan tertentu.
6. Flatulen Sering memberi gejala-gejala saluran cerna.
DIAGNOSIS
Penyakit batu empedu memiliki 4 tahap:
1. Tahap litogenik , pada kondisi ini mulai terbentuk batu empedu.
2. Tahap asimptomatik, pada tahap ini pasien tidak mengeluh akan sesuatu
sehingga tidak memerlukan penanganan medis. Karena banyak terjadi, batu
empedu biasanya muncul bersama dengan keluhan gastroitestinal lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan batu empedu menyebabkan nyeri abdomen
kronik, heartburn, distress postprandial, rasa kembung, serta adanya gas
dalam abdomen, konstipasi dan diare. Dispepsia yang terjadi karena makan
makanan berlemak sering salah dikaitkan dengan batu empedu, dimana
irritable bowel syndrome atau refluks gastroesofageal merupakan penyebab
utamanya.
3. Tahap Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat
diperkirakan. Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan
dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri
akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama
beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak
berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri
mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah, muncul biasanya setelah
makan ( Kolik pasca Prandial)
4. Komplikasi kolelitiasis, terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus
biliar sehingga menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan
mengalami inflamasi progresif. Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis
akut disertai kolelithiasis dan keadaan timbul akibat obstruksi duktus sistikus
yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat
dicetuskan 3 faktor:
a) Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan
distensi menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu.
b) Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.
c) Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan
kolesistitis akut.
Bagus-TOLE | 163
Manifestasi Klinis
Kurang lebih 10% penderita batu empedu asimtomatik. Gejala yang dapat timbul:
1. Nyeri (60%). Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium
kanan dan menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul karena makanan
berlemak. Bila terjadi penyumbatan duktus sistikus atau kolesistits dijumpai
nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik
napas dalam (MURPHY’S SIGN).
2. Demam. Timbul peradangan. Sering disertai menggigil.
3. Ikterus. Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran
empedu utama (duktus hepatikus / koledokus).
4. Trias Charcot, if ada infeksi (Demam, Nyeri didaerah hati, Ikterus.
5. Hydrops vesica felea ( Couvousier Law ) : Teraba Vesica felea.
6. Pruritus. Kulit Gatal-gatal.
Laboratorium
Pada ikterus obstruksi terjadi:
Bilirubin direk dan total ↑, Kolesterol ↑, Alkali fosfatase↑ 2-3 kali, Gama glukuronil
transferase ↑, Bilirubinuria ( Ada bilirubin dalam Urine, urine seperti teh ), Tinja
akolis ( Tinja berwarna keputihan seperti dempul)
Pencitraan
1. Ultrasonografi
2. Kolesistografi oral
3. Pemeriksaan Khusus pada ikterus obatruksi :
- Kolangiografi perkutan transhepatik (PTC)
- Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography (ERCP)
- Computerized tomography scanning (CT-Scan)
Penatalaksanaan.
- Batu kantong empedu : Kolesistektemi (ICOPIM 5.511)
- Disertai batu saluran empedu : kolesistektomi + koledokolitotomi (ICOPIM
5.513) + antibiotika profilaksis : ampisilin 1 g i v + aminoglikosida 60 mg i v
(1x) atau sefalosporin generasi III 1 g i. v. (1x), kombinasi dengan
metronodazol 0,5 gr i.v. (drip dalam 30 menit)
- Disertai keradangan (kolesistitis / kolangitis) + antibiotika kombinasi terapi :
tripel antibiotika
- ampisilin 3x1 g/hari i.v.
- aminoglikosida 3x6 mg/hari i.v.
- metronidazol 3x 0,5 g i.v. (drip dlm 30 mnt) atau
- antibiotika ganda : sefalosporin gen.III 3x1 g/hari i.v. + metronidazol 3x1
g/hari i.v
Bagus-TOLE | 164
CHOLANGITIS
ETIOLOGI
Kholangitis Akuta adalah inflamasi pada sistem bilier akibat adanya infeksi dan
hambatan aliran empedu. Penyebab Kholangitis tersering adalah batu primer
pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi, stasis empedu, striktur
dan parasit ("recurrent pyogenic cholangitis"). Berbagai jenis etiologi dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 1. : Etiologi Kholangitis
Choledocholithiasis
Striktur sistem bilier
Neoplasma pada sistem bilier
Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct)
Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis
Pankreatitis kronis
Pseudokista atau tumor pankreas
Stenosis ampulla
Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli
Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi
Diverticulum Duodenum
Batu saluran empedu adalah penyebab terbanyak (hampir 90%), yang kemudian
disusul oleh striktur sistem bilier dan tumor pada sistem bilier.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.
Kholangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang
disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama
disebabkan oleh batu "CBD" , striktur, stenosis, atau tumor , serta manipulasi
endoskopik "CBD". Dengan demikian pasase empedu menjadi lambat sehingga
bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier
melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum. Oleh
karena itu akan terjadi infeksi secara asenderen menuju duktus hepatikus, yang
pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui
batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang
berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik
perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia yang bisa
berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada keadaan tersebut disertai
dengan pembentukan pus maka terjadilah Kholangitis supurativa.
Bagus-TOLE | 165
Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kholangitis yaitu :
1. Kholangitis dengan cholecystitis Tidak ditemukan obstruksi pada sistem
bilier, maupun pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini
sering disebabkan oleh batu "CBD" yang kecil, kompresi oleh vesica felea /
kelenjar getah bening / inflamasi pankreas, edema/spasme sphincter Oddi,
edema mukosa "CBD", atau hepatitis.
2. "Acute Non Suppurative Cholangitis" : Terdapat baktibilia tanpa pus pada
sistem bilier yang biasanya disebabkan oleh obstruksi parsial.
3. "Äcute suppurative cholangitis": CBD berisi pus dan terdapat bakteria, namun
tidak terdapat obstruksi total sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.
4. "Obstructive Acute Suppurative Cholangitis" : Terjadi obstruksi total sistem
bilier sehingga melampaui tekanan normal pada sistem bilier yaitu melebihi
250 mm H20 sehingga terjadi bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang
disertai influs bakteri ke sistem limfatik dan vena hepatika.
1 2
3 4
Bagus-TOLE | 166
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis
berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal
ginjal yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering
multipel) dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk
prognosis adalah Umur, Febris, Lekositosis, Syok Septik, Kultur darah (+),
Gangguan sistem phagositosis, Immunosuppresi, Adanya Neoplasma hepar,
Obstruksi intrahepatal multiple, Penyakit hepar kronis, Abses hepar.
Bakteriologi
Tabel :Bakteriologi Kholangitis Akut
EMPEDU
Escherichia coli 31 26 44 26
Enterococcus 18 11 13 9
Klebsiella spp 15 12 11 14
Pseudomonas.spp 6 5 5 9
Enterobacter 2 5 4 1
sppStaphylococcus 0.3 3 3 9
Bacteriodes spp 3 4 4 2
Clostridium.spp 2 4 3 0.3
DIAGNOSIS:
Diagnosis kholangitis akuta dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan
ditemukannya "Charcot’s Triad " yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas,
ikterus dan febris yang dengan/tanpa menggigil. Namun demikian, kurang dari
50 % kasus ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi gejala-
gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan adalah :
Febris > 38 C : 87 - 90 %
Nyeri abdomen : 40 %
Ikterus : 65 %
Bagus-TOLE | 167
Tidak ditemukannya ketiga tanda tersebut secara bersamaan terutama
disebabkan oleh obstruksi saluran empedu yang tidak komplit. Apabila keadaan
penyakit menjadi lebih berat yaitu disertai oleh sepsis atau syok maka akan
ditemukan "Reynold’s Pentad" yang ditandai oleh Charcot’s triad ditambah
dengan "Mental confusion / Lethargy" dan syok. Perubahan tersebut disebabkan
oleh obstruksi total saluran empedu sehingga tekanan yang meningkat
menyebabkan refluks aliran empedu sehingga bakteri dapat mencapai sistem
pebuluh darah sistemik dan terjadi sepsis. Oleh karena itu pada keadaan ini
perlu segera dilakukan drainase untuk mengadakan dekompresi dan
pengendalian terhadap sumber infeksi.
Penunjang
Laboratorium, menunjukkan perubahan-perubahan sebagai berikut :
Leukositosis > 10.000 / mm3 : 33-80%
Serum bilirubin 2-10 mg / dl : 68-76 %
Alkali phosphatase 2-3x normal pada 90%
C-reactive protein : Biasanya ditemukan peningkatan
USG hepatobilier dan pankreas :
Dapat diemukan "CBD" yang berdilatasi.
Kemungkinan disertai dengan batu "CBD".
CT.Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan
gambaran :
Batu "CBD".
Tumor sistem bilier atau pankreas
Batu pada sistem bilier intrahepatal
Adanya atrofi pada hepar
Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu)
MRI Cholangiografi : Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta
akurat, yaitu masing-masing 91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat ini
adalah non invasif, dapat dilakukan hampir semua usia dan dapat
membedakan jenis batu cholesterol dari jenis lainnya secara jelas.
Cholangiography : Menimbulkan morbiditas 1-7 % dan mortalitas 0,25%, oleh
karena itu sebaiknya dihindari, kecuali disertai oleh tindakan dekompresi yang
dilakukan bersama-sama. Dapat dilakukan secara ERCP (Endoscopic
Retrograde Choalngio Pancreatography) ataupun PTC (Percutanues
Transhepatic Cholangiography).
Cholescintigraphy dengan HIDA :
- Menunjukkan "Liver uptake"
- Non visualisasi kandung empedu, CBD, & usus halus karena obstruksi
total.
Bagus-TOLE | 168
PENATALAKSANAAN :
Mengingat mortalitas yang tinggi jika terapi bedah dilakukan pada saat
emergensi, maka langkah awal adalah sebagai berikut :
Perbaikan keadaan umum :
Pasien dipuasakan
Dekompressi dengan NGT ("Naso Gastric Tube")
Pemasangan infus dan dilakukan rehidrasi
Dilakukan koreksi kelainan elektrolit
Pemberian antibiotika parenteral
Dengan melakukan tindakan tersebut, 80-85 % pasien akan mengalami
perbaikan, sehingga dalam periode berikutnya (dalam 48 - 72 jam) dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis penyebabnya
dan menentukan jenis operasi definitifnya. Namun, bila pasien datang dengan
shock dan hipoperfusi jaringan yang berat maka diperlukan :
"Invasive monitoring"
Analgesik non narkotik , namun jika telah ada konfirmasi diagnostik,
Meperidine atau Fentanyl dapat diberikan.
Bila terapi medikamentosa tidak berhasil, maka tindakan dekompresi emergensi
segera dilakukan dengan cara :
Pembedahan terbuka, Drainase secara endoskopik, Drainase perkutan
sistem bilier
Setelah terapi medikamentosa dan suportif lainnya berhasil memperbaiki
keadaan umum, maka tindakan bedah untuk dekompresi dapat dilakukan secara
elektif dan pada umumnya yang dilakukan adalah :
Cholecystectomy + Eksplorasi “CBD” +/- Drainase T-tube , +/-
choledocho- enterostomy
Mortalitas pada berbagai tindakan baik bedah maupun non bedah adalah
sebagai berikut :
Terapi konservatif tanpa drainase angka mortalitas antara 40-100 %.
Tindakan dekompresi secara bedah secara keseluruhan akan menunjukkan
angka mortalitas antara 2 – 13 % dan morbiditasnya adalah 12 – 21 %.
Drainase secara endoskopik akan disertai oleh tingkat mortalitas antara 1 – 13
%, dan morbiditas 4 – 24 %.
Terapi invasif minimal dengan teknik “Percutaneus Transhepatic
Cholangiography Drainage” (PTCD) menunjukkan mortalitas yang rendah
yaitu 0.05 – 7.00 %, namun morbiditasnya sangat bervariasi yaitu 4 – 80 %.
Jika penyebabnya adalah neoplasma maligna primer maka :
Angka mortalitas tindakan pembedahan adalah sampai dengan 40 %,
namun jika sudah terdapat metastasis yang ekstensif maka akan
meningkat menjadi 59 %.
Drainase endoskopik akan memberikan tingkat mortalitas sampai dengan
46 %.
Bagus-TOLE | 169
Tabel. Jenis antibiotika parenteral pilihan secara empirik .
Jenis Antibiotik
- Aminoglikosida - penicillin
Cholecystitis Akuta - Penicillin spektrum luas
- Cephalosporin generasi III
Penicillin spektrum luas
Aminoglikosida – penicillin
Kholangitis Akuta : Cephalosporin generasi ke-tiga
Imipenem-cilastatin
Cephalosporin generasi ke-dua
Cephalosporin generasi ke-dua
Prophylaxis :
Penicillin spektrum luas
Cephalosporin generasi III (Cefotaxime, Ceftriaxone, & Ceftizoxine) merupakan
antibiotik spektrum luas yang kuat terhadap Eschericia coli, Klebsiela,
enterococci & bakteri anaerob seperti Bacteroides yang sering ditemukan dalam
cairan empedu dan menyebabkan pembentukan batu pada sistem bilier.
Ceftriaxone merupakan pilihan terbaik, beberapa keuntungan:
1. Penetrasi jaringan 24 jam dan konsentrasi bilier cukup tinggi.
2. Proteksi 24 jam dengan dosis 1 gram sekali pemberian /hari.
3. “ Dual Excretion” yaitu pada renal dan hepar, menambah keamanan.
4. Aktifitas bakterisidal cukup luas.
5. Keuntungan farmakoekonomik dari segi biaya & beban kerja staf rumah sakit.
6. Efek samping yang rendah.
7. Dosis 1 kali sehari terbukti efektif secara klinis.
Bila bilirubin yang > 5.0 mg/dl, Aminoglikosida harus dihindari karena resiko
nephrotoksik yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sensitasi ginjal
oleh karena perfusi ginjal yang menurun, peningkatan bilirubin dan garam
empedu lainnya, dan adanya endotoksemia bakteri gram negatif. Baktibilia dapat
tetap bertahan walaupun obstruksi telah berhasil di atasi. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh bakteri jenis anaerob, bakteri yang resisten terhadap antibiotika,
bakteri gram negatif, dan jamur.
No jaundice
Bagus-TOLE | 170
Dengan demikian, maka dalam pengelolaanya terdapat dua jenis tindakan yaitu
“ One Step Approach” dan “Two Step Approach”.
Intraoperative cholangiography
Yes No
ERCP / ERS Laparoscopic intraoperative
Stone Extraction cholangiography
Postoperative Yes
Stones cleared Retained stones
ERCP / ERS /
stone extraction No
Laparoscopic Open CBDE / percutan Done
cholecystectomy stone extraction
Rosenthal RJ et al. World J Surg 1998; 22: 1125-1132
Advantages Advantages
• Lower Cost • Shorter Operating Time
• Shorter Hospital Stay • Less technically Demanding
• Potentially Decreased Morbidity • Requeres Less Equipment
Disadvantages Disadvantages
• More Technically Demanding • Longer Hospitally Stay
• Requires Expensive equipment • Increased Total Cost
• Longer Operative Time • Potentially Increased Morbidity
• Increased operating Room Cost • Two Separate Procedure
Bagus-TOLE | 172
Klasifikasi kista koledokus( Tondani‟s Clacification)
GEJALA KLINIK
Manifestasi Klinis umum dari Jaundice : Ikterik, Urine seperti teh, feses acholic ,
massa kuadran kanan atas abdomen, kadang hepatomegali, kolik intermiten,
mual muntah, demam. Trias klasik Couvisier dari kista koledokus adalah ikterus,
massa pada kuadran kanan atas dan nyeri abdomen.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Tidak ada yg spesifik. Bilirubin 2 dan Total meningkat ( bila ada
obstruksi).
USG Dilatasi duktus, acuustic shadow, kistik, dll.
CT-Scan Menggambarkan dengan jelas ukuran, lokasi dan perluasan dari
dilatasi biliar ekstra dan intrahepatik pada pasien dengan kista koledokus
ERCP Dapat menggambarkan anatomi bagian bawah duktus, (ACDPDJ=
Anomalous choledochopancreatography duct junction).
MRI dan MRCP.
PRINSIP PENANGANAN
TERAPI BEDAH
1. Eksisi kista koledokus.
Disertai rekonstruksi anastomosis entero-bilier Roux-en-Y, kecuali pada kista
koledokus tipe III intraduodenum (koledokokel), dan ”Caroli Disease”.
2. Drainase Eksterna atau Interna (Cystocholedocoyeyunostomi,dll)Bila hanya
drainase saja tanpa eksisi, bahayanya :
a. Tempat anastomosis pada dinding kista sering menyertakan mukosa yang
abnormal dengan inflamasi dan fibrosis.
b. Risiko berkembangnya keganasan pada struktur duktus yang dibiarkan
berdilatasi diyakini sangat tinggi.
Koledokokel (kista tipe III) telah diterapi secara efektif dengan sfingterektomi
transduodenal atau sfingterotomi. Mayoritas kista pada traktus bilier pilihan
utama terapinya adalah eksisi radikal. Pada pasien dengan kista III
(koledokokel), sfingteroplasti transduodenal atau sfingterotomi endoskopik bisa
dipertimbangkan sebagai terapi yang tepat.
Bagus-TOLE | 173
TRAUMA TRACT BILIER
Bagus-TOLE | 174
CHOLANGIOCARCINOMA
ETIOLOGI
- Penyakit batu empedu/kolelithiasis (gallstones diseases), Iritasi mukosa
vesika fellea menahun, Hepatolithiasis, Kolitis ulcerative, Cystic dilatation
(Caroli disease), Kista duktus koledokus, Primary sclerosing cholangitis
(PSC), Kalsifikasi dinding vesika fellea, Anomali duktus pankreatikobiliaris
- Paparan bahan-bahan racun: Thorium dioxide (thorotrast), Radionuklida,
Karsinogen (arsenic, dioksin, nitrosamine, befenil poliklorinat )
- Fibrosis hepatic kongenital, Polikistik hati, Infeksi parasit (Clonorchis sinensis
dan opistorchis viverrini) terbanyak menyebabkan kolangiokarsinoma,
Chronic typhoid carier.
Mutasi Genetik :
a. K-ras, C-myc,C-neu,c-erb-b2 dan c-met
b. Gen suppressor tumor adalah p53 dan bcl-2
KLASIFIKASI
A. Tumor pada Saluran Empedu (Duktus Biliaris)
Tumor jinak saluran empedu
1. Adenoma neoplastik pada epitel duktus
2. Kistadenoma & tumor sel granuler
3. Papiloma lesi multiple papiler mukosa duktus
Tumor ganas saluran empedu (kolangiokarsinoma)
Kolangiokarsinoma intrahepatik berasal dari saluran-saluran yang kecil
(duktules) dan timbul sebagai massa intrahepatik dan biasanya didiagnosa
banding dengan tumor intrahepatik yang lain seperti hepatoma.
Kolangiokarsinoma ekstrahepatik berasal dari saluran empedu yang besar
dan biasanya menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Tumor Duktus Biliaris Proksimal (perihilar, hilar, dan Klatskin’s).
Tumor Duktus Biliaris Distal
Bismuth membagi menjadi empat tipe sesuai letak timbulnya tumor pada duktus
biliaris ekstrahepatik.
KLASIFIKASI BISMUTH
- Tipe I : Terletak di duktus hepatis kommunis
- Tipe II : Mencapai cabang duktus hepatis, tetapi belum memasuki salah
satu percabangan duktus hepatis (Klatskin’s tumor)
- Tipe IIIa : Meluas ke duktus hepatikus kanan
- Tipe IIIb : Meluas ke duktus hepatikus kiri
- Tipe IV : Meluas ke duktus hepatikus kanan maupun duktus hepatikus kiri
Bagus-TOLE | 175
American Joint Committee on Cancer TNM Clinical Classification of Extrahepatic Bile Duct
Cancer
T1 Tumor confined to bile duct histologically
T2 Tumor invades beyond wall of bile duct
Tumor invades liver, gallbladder, pancreas, or unilateral branches of portal
T3
Tumor (T) vein or hepatic artery
Tumor invades any of the following: main portal vein or branches bilaterally,
T4 coronary artery, or other adjacent structures (e.g. colon, stomach,
duodenum, or abdominal wall)
N0 No regional lymph node metastasis
NODUL (N)
N1 Regional lymph node metastasis
Metastasis M0 No distant metastasis
(M) M1 Distant metastasis
American Joint Committee on Cancer Staging System for
Extrahepatic Bile Duct Cancer
Stage T N M
0 Tis
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
II A T3 N0 Mo
II B T1, T2, T3 N1 M0
III T4 Any N M0
IV Any T Any N M1
Bagus-TOLE | 176
Patologi
Ada tiga bentuk histopatologi adenokarsinoma.
1. Schirus ( Striktur). Adanya reaksi desmoplastik hebat yang melibatkan duktus
biliaris. Sering pada percabangan duktus hepatikus (Klatskin’s tumor). Bentuknya
annular, tipis, berwarna abu-abu dengan batas yang jelas.
2. Noduler difus.Tumor yang cepat tumbuhnya, sangat virulen, yang meluas ke
saluran empedu ekstrahepatik.
3. Papiler. Jarang ditemukan. Tumor ini terdiri atas jaringan neoplastik vaskuler
yang rapuh dan mengisi lumen saluran empedu.
Kolangiokarsinoma ekstrahepatik terbagi menjadi tiga tipe yaitu
1. Polipoid atau massa nodular; 2. Sklerosis ; 3. Infiltrat difus.
Patogenesis
Trauma kronik yang disertai inflamasi yang berkepanjangan merupakan faktor
pencetus pembentukan tumor pada duktus biliaris.
Organisme parasit menyebabkan perubahan DNA dan mutasi melalui
produksi karsinogen dan radikal bebas dan menstimulasi ploriferasi sel epitel
biliar yang akhirnya terbentuk sel kanker.
Induksi bakteri, endogenous, karsinogen-derifat garam empedu seperti
litokolat, juga terlibat dalam patogenesis terjadinya tumor.
Titik mutasi terletak pada K-ras onkogen kodon 12 yang ditemukan pada
kolangiokarsinoma.
Karsinoma Ampulla Vateri
Karsinoma ampulla vateri merupakan keganasan yang jarang terjadi. Lebih
dianggap sebagai tumor duktus biliaris yang cenderung menyebabkan gejala dini
dan menyebar lokal dengan metastasis distal yang lambat.
Bagus-TOLE | 177
B. Tumor pada Vesika fellea (Gall Bladder)
Tumor Jinak pada Vesika fellea
Bentuk tumor ini terdiri atas polip, hiperplasia adenomatosa, adenoma,
papiloma, mioma, lipoma, dan fibroma.
Tumor Ganas pada Vesika fellea
Tumor ganas vesika fellea adalah adenokarsinoma. Oleh karena itu,
penyebaran dapat invasif langsung ke dalam hati dan porta hati. Metastasis
terjadi ke kelenjar getah bening regional dan struktur-struktur yang berdekatan
seperti misalnya lambung, duodenum dan pankreas.
Patologi
Ada tiga bentuk adenokarsinoma antara lain : skirus, papiler, dan musinosa.
Karsinoma musin paling sering ditemukan dan cepat menyebar ke hati.
Karsinoma papiler merupakan pertumbuhan yang lebih lambat dan tampak
sebagai cacat pengisian polipoid. Sedangkan jenis skirus jarang ditemukan.
American Joint Committee on Cancer TNM Clinical Classification of Gallblader Cancer
Tx Primary tumor cannot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
Tis Carcinoma in situ
Tumor (T) T1 Tumor invades lamina propria or muscle layer
a Tumor invades lamina propria
b Tumor invades muscle layer
T2 Tumor invades perimuscular connective tissue
T3 Tumor perforates serosa (visceral peritoneum) or
directly invades one adjacent organ (< 2 cm into liver)
T4 Tumor extends > 2 cm into liver or invades ≥ 2 adjacent organs
(ex:duodenum, colon, pancreas, or extrahepatic bile ducts)
Nodul (N) N0 No regional lymph node metastasis
N1 Metastasis in cystic duct, pericholedochal, or
hilar lymph nodes (in hepatoduodenal ligament)
N2 Metastasis in peripancreatic (head only),
periduodenal, periportal, celiac, or mesenteric lymph nodes
Metastasis M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
Bagus-TOLE | 178
GEJALA KLINIS
Tumor Saluran Empedu (Duktus Biliaris)
Keluhan utama ialah ikterus obstruktif yang progresif secara lambat, bila hanya
satu duktus hepatikus yang terlibat, karena lobus hati yang tidak terlibat
melakukan kompensasi, pruritus, nyeri epigastrik ringan, kadang gejala kolangitis
seperti febris, kolik bilier, dan menggigil, Diare, anoreksia dan penurunan berat
badan. Jika tumor timbul pada bagian distal duktus biliaris, distended gall bladder
dapat terjadi. Jika pertumbuhan tumor hanya pada satu duktus, maka akan
terjadi pembesaran unilobar hepar.
Tumor Kandung Empedu (Vesika fellea)
Nyeri di perut kuadran kanan atas, kolik bilier,mual, muntah, dan anoreksia,
penurunan berat badan, ikterus, hepatomegali dan teraba massa atau ascites,
ikterus obstruksi dan kolangitis.
DIAGNOSIS
Tumor Duktus Biliaris (saluran empedu).
Keluhkan pasien adalah perasaan tidak enak pada perut kuadran kanan atas,
pruritus, diare, anoreksia, nyeri epigastrik ringan dan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisis, jika terjadi distensi kandung empedu, akan mudah
diraba, sedangkan tumornya sendiri tidak pernah dapat diraba. “Trias
Courvisier” ( Ikterik,Nyeri perut & Teraba Massa perut kanan atas).
Laboratorium : Ikterus obstruksi ( ↑ bilirubin direk > 50% dari bilirubin total, serum
alkalifosfatase dan gamma glutamil transferase meningkat). Pemeriksaaan
ultrasonografi umumnya dapat mendeteksi pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Kolangiopankreatikografi endoskopik retrograd (ERCP),
kolangiopankreatografi resonansi magnetik (MRCP) dan kolangiografi
transhepatik perkutan (PTC) dapat menentukan lokasi tumor secara jelas.
Tumor Kandung Empedu (Vesika fellea)
Keluhan berupa nyeri menetap di kuadran kanan atas, mirip kolik bilier, mual,
muntah, anoreksia, penurunan berat badan, hepatomegali, teraba massa atau
asites, ikterus obstruksi jika tumor besar dan melakukan penekanan pada duktus
koledokus atau meluas sampai ke duktus koledokus (“Syndrom Mirizzi”).
Pada pemeriksaan fisik, dapat diraba massa di daerah vesika fellea. Massa ini
tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut. Apabila gejala
klinisnya hanya kolangitis dan kandung empedu teraba membesar, harus
dicurigai kemungkinan keganasan kandung empedu, karena keadaan ini tidak
biasa ditemukan pada koledokolithiasis.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan peningkatan kadar bilirubin dan
alkalifosfatase. Pada level darah, CEA atau CA 19-9 (protein dalam sirkulasi
darah yang ditemukan jika terdapat jenis kanker tertentu dalam tubuh) dan tumor
marker yang lain, juga dapat mengalami peningkatan. Tetapi hal ini tidak mutlak
digunakan untuk menegakkan diagnosa oleh karena mungkin terdapat kasus
yang lain.
Bagus-TOLE | 179
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi (USG)
Tampak duktus intrahepatik berdilatasi, tumor kandung empedu akan tampak
sebagai bentuk hiperechoik.
Computed Tomography (CT)
Dilatasi intrahepatik dan atrofi lobar, Ukuran atau sejauh mana tumor telah
menyumbat duktus bilier dan gall bladder, dapat mendeteksi organ sekitar
kandung empedu, seperti kelenjar limfe dan organ lain,adanya proses kalsifikasi.
Kolangiopankretikografi Retrograd Endoskopi (ERCP)
Opafikasi dari batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampulla Vateri
dan suntikan retrograd zat kontras, maka sumbatan pada duktus biliaris akan
terlihat jelas.
Kolangiografi Transhepatik Perkutan (PTC)
Merupakan pungsi transhepatik perkutan pada susunan duktus biliaris
intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba kecil (ukuran 21) dan suntikan
prograd zat kontras.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Macam teknik yang digunakan seperti sphinkterektomi, pemasangan ballon
dilatation pada daerah striktur, dan pemasangan stent (pintas saluran empedu-
usus). Jenis stent yang digunakan tebuat dari metal seperti Metal-Palmas,
Strcker, Gianturco Z stent, dan Wall stent. Namun, dapat terjadi komplikasi
berupa perdarahan dan kebocoran duktus. Kemoterapi & Radioterapi tidak
bermakna (iridium (Ir 192), radium atau kobalt (Co 60). Radioimunoterapi
menggunakan sodium iodida (I 131) anti-CEA.
Pembedahan
“Prosedur Whipple”, yaitu pankreatiko-duodenektomi. yaitu Eksisi tumor secara
radikal “en bloc” (Kaput & Korpus Kankreas, Duodenum, Pilorus, distal lambung,
distal duktus koledokus) + Cholesistektomi + Rekonstruksi (
pankreatikoyeyunostomi, koledokoyeyunostomi dan gastroyeyunostomi).
Metode Whipple
Bagus-TOLE | 180
Tumor proksimal (Klatskin tumor) berdasarkan lokasi dapat dilakukan:
- Pasien dengan tumor perihilar (Bismuth klasifikasi I dan II), tanpa adanya
invasi vaskuler, dapat dilakukan lokal eksisi. Tetapi jika batas tumor tidak
jelas, maka eksisi lokal tidak dapat dilakukan. Maka reseksi lobus dapat
dilakukan.
- Tipe III dilakukan dengan lobektomi (lobus kanan atau kiri). Reseksi dapat
dilakukan sampai lobus kaudatus untuk memastikan batas bebas tumor.
- Tumor klatskin juga dapat ditanggulangi dengan eksisi dan
hepatoyeyunostomi dengan anastomosis Roux-en-Y (koledokoyeyunostomi
Roux-en-Y dan yeyunoyeyunostomi Roux-en-Y)
PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang adalah buruk, angka kelangsungan hidup 5 tahun <
5%. Prognosis tumor duktus biliaris tergantung pada lokasi tumor dan perluasan
dari penyakit. Meskipun kelangsungan hidup lima tahun jarang bagi pasien
dengan lesi hilus atau proksimal, kelangsungan hidup lima tahun lebih dari 30%
pada pasien dengan tumor duktus biliaris distal.
Distribusi Cholangiocarcinoma
ekstrahepatik Bile Duct
Bagus-TOLE | 181
PANKREAS
Anatomi
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster di
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa di arah
kraniodorsal. Bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan korpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm. Arteri dan vena mesenterika superior berada di
dorsal leher pankreas. Duodenum bagian horisotal dan bagian dari penonjolan
posterior bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut prosesus unsinatus
pankreas, melingkari arteri dan vena tersebut.
Bagus-TOLE | 182
Sistem saluran pankreas
Saluran pankreas wirsung dimulai dari ekor pankreas sampai ke hulu pankreas
bergabung dengan saluran empedu di ampula hepatiko-pankreatika untuk
selanjutnya bermuara pada papila vater. Saluran pankreas minor Santorini atau
duktus pankreatikus asesorius bermuara di papila minor yang terletak 2 cm
proksimal dari papila mayor.
Aliran limfe
Aliran limfe dari pankreas bagian kranial masuk ke kelenjar limfe didaerah hilus
limpa, ke kelenjar limfe yang terletak di antara duodenum dan pankreas, menuju
kelenjar subpilorik. Aliran limfe dari bagian anterior masuk ke kelenjar limfe di
sekitar pembuluh pankreatika superior, gastrika superior dan kelenjar limfe
sepanjang arteri hepatika, sedangkan dari bagian posterior aliran limfe masuk ke
kelenjar limfe di sekitar pembuluh pankreatika inferior, mesokolika, mesenterika
superior, dan aorta. Biasanya sebagai penyebaran dari tumor pankreas.
Bagus-TOLE | 183
Sistem saraf
Saraf simpatis ke pankreas berasal dari n. splanknikus mayor dan minor
melalui pleksus dan ganglion seliakus. Serat saraf ini membawa serat nyeri
eferen dari pankreas. Pembiusan atau pemotongan saraf splanknikus ini
membuat nyeri yang disebabkan tumor pankreas.
Bagus-TOLE | 184
Fisiologi
Sekresi Eksokrin
Sekresi Pankreas mengandung enzim untuk mencernakan 3 jenis
makanan utama : Protein (tripsin, kimotripsin, karboksi polipeptidase),
karbohidrat (amilase pankreas), dan lemak (lipase pankreas). Disintesis oleh sel
asinus pankreas dan kemudian dikeluarkan melalui duktus pankreatikus. Sel
eksokrin pankreas mengeluarkan cairan elektrolit dan enzim sebanyak 1500-
2500 ml. Sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Sekresi eksokrin pankreas diatur oleh
mekanisme humoral dan neural dalam tiga fase yaitu fase sefalik melalui
asetilkolin yang dibebaskan ujung n. vagus merangsang sekresi enzim
pencernaan pankreas. Pada fase gastrik, dengan adanya protein dalam
makanan akan merangsang keluarnya gastrin yang juga merangsang keluarnya
enzim pencernaan ke dalam duodenum, dan ketika kimus yang bersifat asam
memasuki duodenum pada fase intestinal, membran mukosa duodenum
menghasilkan hormon peptida sekretin ke aliran darah. Hormon ini kemudian
akan menstimulasi sekresi pankreas yang mengandung ion bikarbonat dalam
konsentrasi tinggi. Ion ini berguna untuk menetralisir asam pada kimus dan
menciptakan suasana yang memungkinkan kerja dari enzim pencernaan.
Hormon kolesistokinin juga merupakan perangsang yang sangat kuat terhadap
sekresi enzim terutama dengan adanya protein dan lemak dalam kimus. Seperti
halnya sekretin kolesistokinin juga dikeluarkan melalui pembuluh darah yang
merangsang keluarnya cairan pankreas yang mengandung enzim pencernaan
dalam konsentrasi tinggi.
Bagus-TOLE | 185
Mukosa intestinal
menghasilkan sekretin
dan kolesistokinin ke
aliran darah
Sekresi cairan
Sekresi
pankreascairan
yang kaya
Ion bikarbonat
pankreas
bikarbonatyang
dankaya
menetralisir asam
bikarbonat dan
enzim pencernaan
enzim pencernaan
Bagan . Sekresi eksokrin
Sekresi Endokrin
Sekresi hormon dihasilkan oleh sel islet dari Langerhans. Setiap pulau
berdiameter 75 sampai 150 makron.Berjumlah sekitar 1 – 2 juta, dan dikelilingi
oleh sel-sel asinus pankreas, disekelilingnya terdapat kapiler darah khusus
dengan pori-pori yang besar. Sel-sel islet pankreas mempunyai tiga tipe sel
mayor, yang masing-masing memproduksi endokrin yang berbeda yaitu sel alfa
(20 %) terletak di perifer dan memproduksi glukagon, sel beta (75 %) terletak di
sentral memproduksi hormon insulin,sel delta (5 %) yang mensekresi hormon
somotostatin, dan sisanya yang memproduksi pankreas polipeptida.
Bagus-TOLE | 186
Sekresi endokrin pankreas Insulin & Sintesis insulin
Pengeluaran insulin oleh sel B dirangsang oleh kenaikan glukosa dalam
darah yang ditangkap oleh reseptor glukosa pada sitoplasma permukaan sel B
yang akan merangsang pengeluaran ion kalsium dalam sel. Ion kalsium akan
meningkatkan eksostosis dari vesikel seksresi yang berisi insulin dan
meningkatkan jumlah insulin dalam beberapa detik. Jika keadaan hiperglikemia
masih bertahan maka mRNA akan dibentuk dalam nukleus dan berpindah ke
sitoplasma untuk selanjutnya meningkatkan sintesis dari rantai polipeptida
tunggal (proinsulin) di dalam RE. Dan selama pembentukan dalam apparatus
golgi, proinsulin ini akan diikat oleh 2 disulfida yang oleh enzim protease akan
diubah menjadi insulin dan disimpan dalam vesikel sekresi yang jika dibutuhkan
akan dikeluarkan melalui proses eksostosis. Insulin bekerja dengan jalan terikat
dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target. Jadi fungsi
utama insulin adalah menyimpan energi pada hati,otot dan jaringan lemak.
Mekanisme Kerja Insulin
EFEK BIOLOGIS INSULIN
HATI
Cepat (dalam detik)
Efek Anabolik ↑ glikogenesis, ↑ sintesa trigliserida,
Meningkatkan transport
kholesterol dan VLDL, ↑sintesa protein.
glukosa, asam amino dan
Ion K kedalam sel yang Efek Menghambat glikogenolisis, ketogenesis &
sensitif terhadap insulin Anti Katabolik Menghambat glukoneogenesis
Sedang (dalam menit) OTOT
Merangsang sintesa protein ↑Sintesa ↑transport asam amino,
Menghambat perusakan protein Merangsang sintesa protein ribosom.
protein ↑Sintesa ↑ transport glukosa,
Aktifasi enzim glikogen glikogen ↑ aktifitas enzim glikogen sintetase,
sintetase dan enzim glikolitik hambat aktifitas enzim glikogen fosforilase
Menghambat enzim
LEMAK Stimulasi lipoprotein lipase sehingga
fosforilase dan enzim
Meningkatkan asam lemak dapat diabsorbsi. Meningkatkan
glukoneogenik
penyimpanan transport glukosa kedalam sel lemak,
Lambat (dalam beberapa jam)
Trigliserida jadi meningkatkan tersedianya -glycerol
Meningkatkan pembentukan
phosphate untuk sintesa trigliserida.
nRNA untuk enzim lipogenik
Meningkatkan sintesa asam lemak.
dan enzim lainnya.
Menghambat lipeprotein intrasel
Bagus-TOLE | 187
Glukagon
Glukagon mempunyai fungsi yang berlawanan dengan hormon insulin yaitu
meningkatkan konsentrasi glukosa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi glukagon
STIMULASI INHIBISI
Asam amino (terutama alanin, glisin, Glukosa
serin, sistein dan threonin) Somatostatin
CCK, gastrin Sekretin
Kortisol Insulin
Latihan fisik Asam lemak bebas
Infeksi -adrenergik agonis
-adrenergik agonis GABA
Asetilkolin
Teofilin
Efek fisiologis terjadi melalui mekanisme kerjanya pada reseptor glukagon yang
terdapat pada membran sel. Efek glukagon pada metabolisme glukosa adalah :
1. Pemecahan glikogen di hati(glikogenolisis).
2. Meningkatkan glukoneogenesis pada hati.
Glukagon juga meningkatkan lipolisis,menghambat penyimpanan trigliserida dan
efek ketogenik. Selain itu glukagon konsentrasi tinggi mempunyai efek inotropik
pada jantung, juga meningkatkan sekresi empedu dan menghambat sekresi
asam lambung.
Somatostatin
Somatostatin merupakan polipeptida dengan 14 asam amino dan berat
molekul 1640 yang dihasilkan di sel-sel D langerhans. Hormon ini juga berhasil
diisolasi di hypothalamus, bagian otak lainnya dan saluran cerna. Sekresi
somotostatin ditingkatkan oleh :
1. meningkatnya konsentrasi gula darah.
2. meningkatnya konsentrasi asam amino,
3. meningkatnya konsentrasi asam lemak, dan
4. Meningkatnya konsentrasi beberapa hormon saluran cerna yang
dilepaskan pada saat makan
Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin dan glukagon.
Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung, duodenum dan kandung
empedu. Sekresi dan absorbsi saluran cerna juga dihambat. Selain itu
somatostatin menghambat sekresi hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofise
anterior
Pankreas polipeptida
Hormon ini terdiri dari 36 asam amino dengan berat molekul 4200. Sampai
saat ini proses sintesanya belum jelas. Sekresinya dipengaruhi oleh hormon
kolinergik, dimana konsentrasinya dalam plasma menurun setelah pemberian
atropine. Sekresi juga menurun pada pemberian somatostatin dan glukosa
intravena. Sekresinya meningkat pada pemberian protein, puasa, latihan fisik
dan keadaan hipoglikemia akut.
Bagus-TOLE | 188
KELAINAN BAWAAN PANKREAS
1. PANKREAS ANULARE
Jarang ditemukan
E/ oleh kelainan bakal pankreas sehingga tonjolan ventral dan dorsal
melingkari duodenum pars ke 2 akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian
ventral obstruksi duodenum, Kadang disertai atresia duodenum.
GEJALA KLINIKObstruksi akut dan nyeri perut berulang, Mual dan muntah
berwarna hijau, mulanya tanpa gejala dan baru ditemukan pada usia dewasa
DIAGNOSIS. Pemeriksaan scanning yang menunjukan obstruksi duodenum
total atau partial dan dinding lateral kanan duodenum terlipat.
TERAPI By pass untuk mengatasi obstruksi duodenum
2. PANKREAS HETEROTROPIK (Pankreas aberans atau pankreas asesoris)
Jaringan pankreas dapat ditemukan pada hampir sepanjang saluran cerna
Paling sering di gaster dan divertikel Meckel, Biasanya berbentuk nodul
kuning submukosa dengan Ø 02 – 4,0 cm.
Pankreas aberans sulit dibedakan dari leiomyoma atau ulkus peptikum
pada lambung atau duodenum
KOMPLIKASI Ulkus, Perdarahan, Obstruksi oleh karena besarnya tumor
aberans, Intususepsi.
PENANGANANEksisi, Reseksi segmen tumor aberans
3. PANKREAS DIVISIUM
Keadaan ini terjadi bila duktus pankreatikus Santorini dan Wirsung tidak
berhubungan sehingga pankreas bahagian dorsal dan ventral bermuara pada
duodenum secara terpisah
GEJALA Sakit perut kronis, Pankreatitis berulang.
Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan ERCP
PENANGANAN sedapat mungkin bersifat konservatif
4. PANKREAS FIBROKISTIK
Merupakan kelainan bawaan kelenjar eksokrin dari pancreas, Kista yang
ditemukan tidak sengaja pada waktu laparotomi
Umumnya disertai dengan penyakit kista pada organ lain misalnya pada
ginjal, hati dan saluran urogenital.
Pada orang dewasa penyakit ini berubah menjadi pengapuran (kalsifikasi)
Umumnya asimptomatik, Secara klinis gejalanya seperti pankreatitis kronis
PENANGANANKonservatif
1. Anamnesis :
Pseudokista pankreas harus dicurigai pada pasien dengan riwayat pankratitis
atau trauma pankreas 2 atau 3 minggu sebelumnya. Dari anamnesa diperoleh
informasi seperti : pasien mengeluhkan nyeri yang menetap pada daerah
pertengahan epigastrium dan menjalar tembus sampai ke punggung, demam,
dan sering merasa mual dan muntah. Menurut Crass and Becker, nyeri pada
epigastrium dikeluhkan hampir 90% dari penderita. Anoreksia terdapat pada
sekitar 20% penderita.
Bagus-TOLE | 190
2. Pemeriksaan Fisis :
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada 50-75 % penderita teraba massa
kistik di epigastrium. Massa ini kadang mudah digerakkan atau agak
terfiksasi tergantung dari hebatnya radang dan perlengketan pada jaringan
sekitarnya. Kadang massa ini dapat berubah menjadi besar atau mengecil,
bergantung pada adanya patensi saluran pankreas.
Dapat terjadi pendarahan varises esofagus akibat bendungan pada
vena porta oleh pseudokista tersebut. Tekanan pada duktus koledokus dapat
menimbulkan ikterus ringan sampai berat tergantung hebatnya tekanan.
3. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah Rutin :
Didapatkan peningkatan kadar amilase serta leukositosis pada sebagian
dari penderita pseudokista pankreas.
Bilirubin dan LFT meningkat jika cabang duktus biliaris ikut terlibat
b. Analisis cairan kista ; dapat membantu dalam membedakan pseudokista
dengan tumor
Kadar tumor marker CEA (Carcino Embryogenic Antigen ) dan CEA-125
rendah pada pseudokista dan tinggi pada tumor
Viskositas cairan rendah pada pseudokista dan tinggi pada tumor
Kadar amilase yang tinggi pada pseudokista dan rendah pada tumor
Pemeriksaan sitologi dapat membantu dalam mendiagnosis tumor tetapi
hasil sitologi yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya tumor.
Pemeriksaan radiografi :
a. Ultrasonografi (USG) Abdomen
b. CT-scan Abdomen
c. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor kista, contohnya mucinous cystadenoma, serous cystadenoma,
cystadenocarcinoma.
2. Abses pankreas, biasanya disertai tanda-tanda infeksi seperti demam,
lekositosis dan takikardi.
3. Karsinoma pankreas, dengan gejala yang sama dengan pseudokista yaitu
penurunan berat badan, ikterus, dan perabaan massa ( berkemungkinan
kantong empedu). Ini bisa dibedakan melalui pemeriksaan CT-scan
abdomen.
4. Pankreatitis akut. Pasien mengalami nyeri hebat pada epigastrium yang
berkurang bila duduk, disertai muntah hebat.
5. Pankreatitis kronik, merupakan suatu episode berulang dari pankreatitis
akut. Pankreas menjadi kecil, berindurasi, nodular dengan asini dan pulau-
pulau yang dikelilingi oleh jaringan fibrosa.
Bagus-TOLE | 191
PENANGANAN
Pembedahan merupakan pilihan utama.
Tujuan pembedahan mencegah komplikasi infeksi, perdarahan sekunder,
ruptur pseudokista atau kista terus membesar.
Pembedahan berupa
– Bila kista kecil :
Ekstirpasi kista
Drainase transfingterik melalui ampula Vater secara endoskopik
– Bila kista besar :
– Drainase interna
Merupakan pilihan terbaik
Sistogastrostomi atau sistoyeyunostomi
– Drainase eksterna ==== marsupialisasi
Pseudokista yang membesar, atau yang ada selama lebih dari 6 minggu,
harus diterapi. Kista harus dibiarkan matang, biasanya memakan waktu 6
minggu. Yang paling efektif adalah drainase interna, biasanya melalui
sistogastrostomi, tetapi sistojejunotomi, sistoduodenostomi dan pankreatektomi
distal merupakan pilihan lain. Drainase eksterna hanya diindikasikan untuk kista
tipis yang sangat halus atau kista sejati.
1. Pankreatektomi distal
Pankreatektomi distal merupakan suatu penatalaksanaan definitif terhadap
pseudokista kronis yang terjadi pada kaudal pankreas. Prosedur ini juga
dianjurkan untuk dilakukan pada pseudokista yang sebelumnya terjadi trauma
dengan syarat korpus dan kaudanya masih normal. Pada prosedur ini cairan
kista didrainase bisa secara internal atau eksternal.
2. Drainase eksternal
Drainase eksterna paling baik dilakukan pada pasien yang sakit berat atau
apabila dinding kista belum cukup matang sehingga tidak bisa dilakukan
anastomose ke organ lain. Drainase eksterna dapat berkomplikasi menjadi fistula
pankreatikus sehingga perlu dilakukan drainase surgikal. 70-80% fistula yang
menutup secara spontan setelah beberapa bulan.
Bagus-TOLE | 192
3. Drainase internal
Sistojejunostomi yaitu anastomosis kista dengan jejunum yang dilakukan secara
Roux-en-Y. Sistogastrostomi yaitu anastomosis kista dengan dinding posterior
gaster, dan Sistoduodenostomi yaitu anastomosis kista dengan duodenum.
Sistogastrostomi dilakukan pada kista yang terletak di belakang dan melengket
pada gaster. Roux-en-Y sistojejunostomi memberikan fungsi drainase yang lebih
baik dan dianjurkan terhadap kista yang letaknya sulit dicapai.
Sistoduodenostomi diindikasikan untuk kista yang berada di kaput pankreas dan
melengket pada dinding medial duodenum, yang menjadikan lesi ini sulit untuk
didrainase menggunakan teknik lain.
A B
Bagus-TOLE | 193
PANKREATITIS
Pankreatitis adalah radang pankreas yang bukan disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar
dari saluran pankreas. Faktor sumbatan saluran pankreas yang menyebabkan
refluks diduga kuat sebagai penyebab sebagian besar pankreatitis.
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai
pankreas dan ditandai dengan adanya edema, perdarahan dan nekrosis pada
sel-sel asinus serta pembuluh darah. Secara patologi ditemukan empat jenis
kelainan pada pankreatitis akut yaitu pankreatitis udematosa, pankreatitis
infiltratif, pankreatitis hemoragika dan pankreatitis nekrotikans.
Patogenesis
Pada sepertiga sampai duapertiga pasien, pankreatitis disertai dengan
adanya batu empedu (kolelitiasis) yang diduga menyebabkan trauma sewaktu
pasase batu, atau menyebabkan sumbatan di daerah papila Vater. Pengobatan
bedah terhadap batu empedu seringkali menghilangkan gejala pankreatitis
berulang, ini mendukung peranan kausal batu di duktus tadi. Garam empedu
yang terdekonyugasi dan lisolesitin juga merupakan faktor kausal pankreatitis
akibat terjadinya refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas yang dapat
merusak dinding saluran. Kerusakan dinding ini dapat merupakan awal
terjadinya autodigesti. Faktor lain adalah penggunaan alkohol berlebihan,
trauma operasi tanpa atau dengan pipa T penyalir di duktus koledokus,
hiperparatiroid, berbagai racun dan obat, virus tertentu dan cedera dari luar.
Alkohol menambah konsentrasi protein dalam cairan pankreas dan
mengakibatkan endapan yang merupakan inti untuk terjadinya kalsifikasi yang
selanjutnya menyebabkan tekanan intraduktal lebih tinggi. Pankreatitis pasca
bedah dapat disebabkan oleh lengan lintang pipa penyalir T yang terlalu panjang
melewati sfingter Oddi, operasi gastrektomi, dan cedera saluran pankreas atau
pembuluh darah sewaktu operasi.
Kadang ditemukan hubungan antara penyakit hiperparatiroid dengan
pankreatitis. Pada hiperparatiroid terjadi peningkatan kadar hormon paratiroid,
peningkatan hormon ini akan menyebabkan sintesis 1,25 (OH)2D3 / 1,25
dihidroksi-kalsiferol yaitu suatu bahan yang diperlukan pada sintesis vitamin D
pada ginjal juga akan meningkat. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi
peningkatan absorbsi kalsium pada sistem gastrointestinal. Jika terjadi
peningkatan kadar kalsium pada darah, akan mengakibatkan kerusakan pada
sel-sel epitel pada organ gastrointestinal, termasuk sel-sel pada lambung dan
pankreas, menyebabkan kedua organ ini terinflamasi dan nyeri sehingga terjadi
ulkus dan pankreatitis akut. Spasme dari sumbatan pembuluh darah daerah
arteriol juga dapat menjadi faktor pencetus terjadinya pankreatitis. Bermacam-
macam racun seperti metilalkohol, seng oksida, kobal klorida dan klorotiazid
dapat menyebabkan kerusakan pankreas sehingga timbul pankreatitis. Penyakit
parotitis epidemik akibat virus kadang disertai amilase yang meninggi dan gejala
pankreatitis. Demikian juga virus Coxsackie dapat menyebabkan pankreatitis.
Trauma kadang dapat mencetuskan terjadinya pankreatitis. Tindakan diagnostik
secara endoskopi atau pungsi juga dapat menyebabkan pankreatitis.
Bagus-TOLE | 194
Etiologi.
Penyakit batu kandung empedu
Alkoholisme kronik.
Infeksi, seperti : Mumps, Virus Coxsackie, Typhoid.
Hiperkalsemia, (ex:Hiperparatiroidisme), Hiperlipidemia, Hipotermia.
Trauma, iatrogenik
Obat-obatan, seperti : Kortikosteroid, Kontrasepsi yang mengandung
estrogen, Azatioprin, Diuretik Tiazid.
Penyakit vaskular, seperti : Syok, Poliarteritis nodosa, Gigitan kalajengking
Iatrogenik, misalnya setelah ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio-
Pancreatography)
Clinical Scoring to Assess Severity of Acute Pancreatitis
DIAGNOSA
GEJALA KLINIS
Serangan ringan : nyeri perut akut, tanda perut : ringan atau selama beberapa
hari, gejala dan tanda sistemik : kurang
Serangan sedang :
nyeri perut : akut atau hebat
tanda perut : kembung atau distensi, nyeri tekan, defans muskuler ringan atau
sedang, peristaltik tidak ada atau ileus paralitik, Takikardia.
Serangan berat :
nyeri perut : akut atau berat sekali.
tanda perut : peritonitis umum berupa perut kembung, nyeri tekan umum,
defans muskuler umum, peristaltik tidak ada atau ileus paralitik hebat.
gejala dan tanda sistemik : syok dalam, toksemia berat, sindrom distres paru
akut (Acute Respiratory Distress Syndrome, ARDS).
Biasanya berupa nyeri perut pada pertengahan epigastrium, menjalar tembus
kebelakang yang timbul secara tiba-tiba atau perlahan setelah makan
kenyang atau setelah mengkonsumsi alcohol. Nyeri berkurang bila pasien
duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang.
Tetani bisa ditemukan bila sudah terjadi hipokalsemia.
Bagus-TOLE | 195
Muntah tanpa mual terlebih dahulu, kadang muntah terjadi saat lambung
kosong.Kira-kira 90% disertai demam, Syok terjadi bila banyak cairan dan
darah hilang di daerah retroperitoneum apalagi bila banyak muntah
Umumnya ditemukan tanda-tanda ileus paralitik dan gangguan fungsi ginjal
akut dapat pula ditemukan. Mungkin pula ditemukan ikterus obstruksi
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila
ditekan. Bunyi usus berkurang, kira-kira 90% disertai demam, takikardi, dan
leukositosis. Syok dapat terjadi bila banyak cairan dan darah hilang di daerah
retroperitoneum atau intraperitoneum apalagi bila disertai muntah. Rangsangan
cairan pankreas dapat menyebar ke perut bawah atau ke rongga dada kiri
sehingga terjadi efusi pleura kiri. Umumnya tampak tanda ileus paralitik,
gangguan fungsi ginjal akut dapat pula ditemukan.
Mungkin pula ditemukan ikterus akibat pembengkakan caput pankreas
atau hemolisis sel darah merah yang sering rapuh pada pankreatitis akut. Tetani
dapat pula timbul bila terjadi hipokalsemia. Tanda Gray-Turner yaitu perubahan
warna di daerah perut samping berupa bercak darah, atau tanda Cullen yang
berupa bercak darah di daerah pusar, jarang terjadi. Tanda ini menunjukkan
luasnya perdarahan retroperitoneal dan subkutis. Nyeri perut, gejala dan tanda
perut lainnya serta gejala dan tanda sistemik dinilai dan dipisahkan menurut
berat ringannya serangan pankreatitis.
Cullen Sign
Bagus-TOLE | 196
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium.
Leukositosis (10.000 - 30.000 /μL), proteinuria, glikosuria (pada 10 - 20 %
kasus), hiperglikemia dan peningkatan serum bilirubin. Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan serum alkali fosfatase bisa meningkat dan tes koagulasi abnormal.
Penurunan kalsium serum mengakibatkan terjadinya saponifikasi dan erat
kaitannya dengan beratnya penyakit. Kadar kalsium serum yang kurang dari 7
mg/dL (bila albumin serum normal) dikaitkan dengan tetanus dan prognosisnya
buruk. Kadar ALT (Alanin Transaminase) serum lebih dari 80 unit/L menunjukkan
pankreatitis bilier. Kadar amilase dan lipase serum meningkat, biasanya lebih
dari tiga kali dari batas normal dalam 24 jam pada 90% kasus. Pada pasien
dengan ascites dan efusi pleura kiri, kadar amilase meningkat. Peningkatan
konsentrasi C-Reactive Protein setelah 48 jam menunjukkan pankreatitis
nekrosis.
b. Radiografi.
Pada pemeriksaan foto polos abdomen, dapat ditemukan distensi yeyenum
karena paralisis segmen, distensi duodenum seperti huruf C, gambaran kolon
transversum yang gembung tiba-tiba menyempit karena spasme setempat
walaupun tidak spesifik dan juga hilangnya gambaran m.iliopsoas karena adanya
cairan retroperitoneum. Foto Toraks bisa memperlihatkan efusi pleura biasanya
dalam cavitas pleuralis kiri.
c. CT Scan. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen ditemukan pembengkakan
karena udem pankreas jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas, dan
mungkin batu empedu.
d. USG. Ultrasonografi bisa memperlihatkan batu empedu pada pasien yang
menderita pankreatitis batu empedu.
DIAGNOSIS BANDING.
Peningkatan kadar amilase serum bisa timbul bersama keadaan abdomen akut
yang lain, seperti : kolesistitis gangrenosa, ulkus peptikum perforata, infark
mesenterika dan obstruksi usus halus.
PENATALAKSANAAN.
Kebanyakan pankreatitis akut dapat dikelola secara konservatif. Yang
sangat penting pada pengobatan pankreatitis akut ialah pemberian cairan dan
elektrolit yang memadai yang dievaluasi melalui pemantauan diuresis,
hematokrit, volume darah, dan tekanan vena sentral. Transfusi darah diperlukan
pada pankreatitis hemoragik. Pasien harus dipuasakan untuk mengistirahatkan
pankreas dan menghindarkan refleks gastropankreatik yang menyebabkan
pelepasan gastrin. Pemasangan pipa nasogastrik penting untuk mengeluarkan
cairan lambung, mencegah distensinya dan dekompresi ileus paralitik usus.
Pemberian insulin dosis rendah diperlukan bila ada hiperglikemia, demikian
juga kalsium glukonat bila kadar kalsium serum menurun. Sedangkan manfaat
obat seperti glukagon, atropin dan inhibitor tripsin seperti trasilol diragukan
karena hasilnya tidak memuaskan.
Bagus-TOLE | 197
Antibiotik diberikan sebab ada kemungkinan terjadi sepsis atau abses
pankreas terutama pada pankreatitis yang berat. Untuk menghilangkan nyeri
dapat digunakan obat analgesik golongan meperedin karena morfin atau opium
menyebabkan spasme sfingter Oddi yang dapat memperberat pankreatitis.
Pengambilan batu pada saluran empedu melalui koledokotomi atau
papilotomi endoskopik sangat berguna pada pankreatitis yang disebabkan oleh
batu empedu.
Pembedahan juga diperlukan kalau ada indikasi yaitu apabila terdapat
peritonitis umum, abses pankreas atau pada keraguan diagnosis dalam
diagnosis banding dengan keadaan gawat abdomen lain yang memerlukan
pembedahan segera. Tindak bedah yang diperlukan sering cukup berupa
debrideman terbatas di jaringan pankreas dan sekitarnya yang nekrotik serta
membuka semua kantung atau rongga di sekitar pankreas, mencuci dan
membilas sebersih mungkin rongga peritoneum dari cairan pankreas disertai
pemasangan penyalir beberapa buah.
Bagus-TOLE | 198
KOMPLIKASI
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan
gambaran klinik. Yang paling sering terjadi ialah syok dan kegagalan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi selain oleh karena pengeluaran enzim proteolitik yang
bersifat vasoaktif dan menyebabkan perubahan kardiovaskuler disertai
perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh adanya sekuestrasi cairan
dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum terutama pada pankreatitis
hemoragika dan nekrotikans.
Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut kadang terjadi dan
menimbulkan prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya toksin yang
merusak jaringan paru yang secara klinis dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan
sampai udem paru yang berat berupa sindrom distres paru akut (Adult
Respiratory Distress Syndrome, ARDS). Fungsi paru juga menurun akibat efusi
pleura yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan diafragma sering
terbatas akibat proses intraperitoneum.
Nekrosis yang kemudian menjadi abses dapat terjadi dalam perjalanan
pankreatitis akut. Proses lipolitik dan proteolitik menyebabkan trombosis dan
nekrosis iskemik sekunder sehingga mula-mula timbul massa radang atau
flegmon atau abses yang steril. Invasi sekunder akan menimbulkan abses
bakterial yang dapat menyebabkan syok septik.
Komplikasi berupa perdarahan, terutama pada pankreatitis nekrotikans
dapat menyebabkan kematian pasien. Sumber perdarahan dapat disebabkan
oleh timbulnya tukak peptik dan erosi pembuluh darah sekitar pankreas disertai
trombosis vena lienalis dan vena porta.
PROGNOSIS.
Prognosis pankreatitis akut dapat diramalkan berdasarkan tanda pada
waktu pemeriksaan pertama dan 48 jam kemudian menurut kriteria Ranson.
Dengan tabel kriteria Ranson dapat dipastikan derajat kegawatan pankreatitis
akut.
Kriteria pankreatitis akut menurut Ranson :
Pemeriksaan pertama :
- umur > 55 tahun
- sel leukosit > 15.000/mm3
- kadar glukosa > 200 mg/dl
- LDH (lakto dehidrogenase) > 35 U/I
- SGOT > 250 unit/dl
Pemeriksaan setelah 48 jam :
- hematokrit turun > 10%
- ureum darah > 5 mg/dl
- kalsium < 8 mg/dl
- saturasi darah arteri O2 turun
- defisit basa > 4 meq/l
- sekuestrasi cairan > 6 l
Bagus-TOLE | 199
Mortalitas pankreatitis akut sangat bergantung pada gambaran klinik dan
berkisar antara 1 sampai 75 persen. Pada setiap kriteria Ranson diberikan angka
1. Angka kematian untuk pasien yang negatif pada tiga kriteria kira-kira 5 persen,
sedangkan pasien dengan lima atau lebih kriteria positif adalah di atas 50
persen. Dengan mengenal stadium permulaan dari perjalanan serangan
pankreatitis berat akan dapat dilakukan pengelolaan yang rasional dalam
pengobatan pankreatitis tersebut.
Bagus-TOLE | 200
TUMOR PANKREAS
Definisi
Karsinoma pankreas adalah tumor maligna (ganas) yang terdapat pada
pankreas.
Insidensi
Ditemukan sekitar 3-5% dari semua karsinoma dan mencapai 17% dari seluruh
karsinoma di saluran pencernaan. Pada beberapa penelitian di RSU Dr. Hasan
Sadikin misalnya didapatkan 0,19 % pasien dengan perbandingan antara pria
dan wanita adalah 1,6 : 1, dengan distribusi umur terbanyak 50-59 tahun.
Etiologi.
Penyebab pasti belum diketahui, namun beberapa faktor risiko eksogen dan
endogen diduga dapat merupakan timbulnya karsinoma pankreas ini.
1. faktor risiko eksogen
beberapa faktor resiko eksogen diantaranya ; kebiasaan makan tinggi lemak
dan kolesterol, pecandu alkohol, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi,
dan beberapa zat karsinogenik.
2. Faktor resiko endogen
Beberapa faktor risiko endogen yang disebut-sebut, antara lain; genetik,
penyakit diabetes melitus, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas, dan
pankreatolitis.
Lokalisasi
Karsinoma pankreas banyak ditemukan di kaput kurang lebih 70%, selanjutnya
di korpus kurang lebih 20%, dan sisanya kurang lebih 10% dikauda.
Patologi
Beberapa tumor ditemukan sangat besar dan sulit direseksi. Secara histologi
merupakan adenokarsinoma, sebagian besar asal sel duktal 81,6%, sebagian
kecil asal sel asiner 13,4% dan sisanya 5% tidak dapat dideterminasi.
Penyebaran tumor dapat langsung ke organ disekitarnya, atau melalui pembuluh
darah kelenjar getah bening. Metastasis lebih sering ke hati, ke kelenjar getah
bening sekitarnya, peritoneum dan paru. Metastasis yang agak jarang ke
adrenal, ginjal, lambung duodenum, usus halus, kandung empedu, limpa, pleura,
dan diafragma. Karsinoma di kaput pankreas lebih sering menimbulkan
sumbatan pada saluran empedu sehingga menjadi kolestatis ekstrahepatal. Di
samping itu akan mendesak dan menginfiltrasi pada duodenum, yang dapat
menimbulkan perdarahan di duodenum. Karsinoma yang letaknya di korpus dan
kauda, lebih sering mengalami metastase ke hati. Khususnya untuk karsinoma di
kauda selain metastase ke hati, juga dapat menyebabkan metastase ke limpa.
Gejala klinis
Pada stadium dini umumnya tidak memberikan gejala/keluhan atau samar-
samar, misalnya mual-muntah, kembung, tidak enak pada ulu hati seperti gejala
panyakit lambung. Pada umumnya keluhan timbul pada stadium lanjut, dan
tergantung pada lokalisasinya. Pada karsinoma kaput biasanya timbul ikterus
koletatik ekstrahepatik (75-90%), yang makin lama makin bertambah kuning,
berat badan turun secara cepat. Karsinoma pada korpus dan kauda
Bagus-TOLE | 201
gejala/keluhannya juga samar-samar seperti sakit lambung yang berlangsung
berbulan-bulan, semakin lama bertambah parah dengan keluhan bertambah
berat, mual muntah dan badan mengurus. Secara umum gejala/ keluhan yang
timbul biasa berupa; berat badan yang turun, nyeri perut, kehilangan nafsu
makan, ikterus, mual, kelemahan, malaise, muntah, diare, gangguan
pencernaan, nyeri punggung, pucat, dan nampak depresi. Perasaan nyeri seperti
ditusuk-tusuk ini akan berkurang bila penderita duduk sambil membungkukkan
badan. Kadang ditemukan obstruksi pilorus/duodenum karena tekanan dari luar,
tromboplebitis migrans, timbul perdarahan gastrointestinal, berupa perdarahan
tersembunyi atau melena. Perdarahan tersebut terjadi karena erosi duodenum
yang disebabkan oleh tumor pankreas, steatore karena obstruksi duktus
pankreatikus, dan dibetes melitus.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan teraba massa tumor didaerah
epigastrium. Letak pankreas pada retroperitoneal, berarti kalau teraba tumor
didaerah ulu hati, tumornya sudah sangat besar, dan kadang-kadang teraba
pembesaran kandung empedu (tanda Courvoisier positif). Bila ditemukan asites
berarti sudah terjadi invasi kedalam peritoneum, dan biasanya cairannya
hemoragis, kalau ditemukan hepatomegali yang keras irreguler berarti sudah
metastase ke hati. Terjadi thromboflebitis yang berpindah (Trousseau Sign) dan
trombosis vena.
Klasifikasi
Secara histologi karsinoma pankreas diklasifikasikan dalam 5 macam yaitu;
adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, cystadenocarsinoma, acinar cell
carcinoma, dan undifferentiated carcinoma. Sedangkan berdasarkan klasifikasi
TNM sistem, tingkatan (staging) karsinoma pankreas, yaitu :
Bagus-TOLE | 202
Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin umumnya masih dalam batas normal, hanya LED
yang meningkat. Sering memperlihatkan tanda-tanda anemi, dengan penurunan
kadar hb dan hematokrit. Selain itu kadar gula darah kadang meningkat. Serum
amilase dan lipase mengalami peningkatan. Namun kadar lipase lebih sering
meningkat dibandingkan serum amilase.
Karsinoma pankreas terutama di kaput sering menyebabkan sumbatan di
saluran empedu, karena itu perlu di lakukan pemeriksaan faal hati. Dapat
ditemukan kenaikan kadar serum bilirubin terutama bilirubin konjugugasi ( direk),
alkali fosfatase, dan kadar kolesterol sedangkan serum transaminase yaitu
SGOT dan SGPT sedikit naik.
Pemeriksaan serologis terhadap petanda tumor (tumor marker) perlu
dilakukan antara lain terhadap CEA (carcino embryonic antigen), kadang-
kadang terdapat kenaikan. Petanda tumor yang lain yaitu CA 19-9
(carbohydrate antigen determinant 19-9) merupakan antibodi monoklonal
yang mempunyai sensitifitas tinggi untuk adenokarsinoma saluran cerna
termasuk karsinoma pankreas. Beberapa petanda tumor yang lain adalah POA
(pancreatic oncofetal antigen), AFP (alfa feto protein), dan CA 242.
Radiologi.
Ultrasonografi
Dikenal dua tanda pokok dari karsinoma pankreas, yaitu :
1. Tanda primer
- pembesaran lokal dari pankreas yang ireguler
- densitas gema dari massa yang tampak rendah homogen atau heterogen
- pelebaran saluran pankreas yang sebagian besar disebabkan oleh kanker
dibagian kaput pankreas.
2. Tanda sekunder
Sebagai akibat pembesaran massa di pankreas, yaitu; stasis bilier, pelebaran
saluran empedu intra dan ekstrahepatal serta pembesaran kandung empedu.
Bagus-TOLE | 203
Computed tomography
Untuk karsinoma yang letaknya di kaput akan tampak pembesaran kaput
yang ireguler, disertai pelebaran duktus koledokus dan duktus pankreatikus.
Pancreatic biopsi
Dituntun oleh USG atau CT-scan dengan menggunakan aspirasi jarum
skinny needle.
Pembedahan
Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum diperbaiki dengan
mengoreksi nutrisi, anemi, dan dehidrasi. Pada ikterus obstruksi total, dilakukan
penyaluran empedu transhepatik (percutaneus transhepatic biliary drainage =
PTBD) sekitar satu minggu pra bedah. Tindakan ini bermanfaat memperbaiki
fungsi hati.
Operasi standar untuk lesi pada cauda atau corpus pankreas adalah parsial
pankreatektomi. Sedangkan lesi di kaput dilakukan pankreatikoduodenostomi
atau prosedur Whipple. Operasi Whipple ini dilakukan untuk tumor yang masih
terlokalisir yaitu pada karsinoma sekitar ampula vater, duodenum, dan duktus
koledokus distal. Pada karsinoma pankreas yang sudah tidak dapat direseksi lagi
karena invasi keluar hulu pankreas atau metastasis limfe, dilakukan prosedur
paliatif.
Radioterapi
Terapi radiasi biasanya banyak digunakan pada keadaan setelah
pembedahan, namun secara umum ketentuan dilakukannya penyinaran ini yaitu;
1. Sebagai kelanjutan dari tindakan pembedahan yang tanpa penyakit sisa,
tetapi berpotensi tinggi terjadinya rekurensi.
2. Baik secara makroskopis atau mikroskopis keadaan penyakit ini memiliki sisa
yang ditinggalkan setelah operasi.
3. Tumor ini dibertimbangkan untuk dilakukan reseksi atau masih sulit dilakukan
reseksi lokal dan belum bermetastasis jauh.
Penyinaran yang dilakukan ini biasanya menggunakan cobalt. Namun
belakangan ini digunakan penyinaran dengan tegangan tinggi misalnya; neutron
aselator, generator betatron, atau siklotron yang lebih baik dari cobalt.
Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada carcinoma pankreas yang dianjurkan ialah
kepada mereka yang dilakukan terapi paliatif atau terapi dekompresi. Obat
kemoterapi yang yang diberikan yaitu; 5-fluorourasil (26% respon), mitomycin
(27% respon), streptozotocin (11% respon), lomustine (15% respon), dan
Bagus-TOLE | 204
doksorubisin (8% respon), dalam pengobatan dengan kemoterapi ini, untuk
meningkatkan respon keberhasilan dilakukan kombinasi dari masing-masing
obat tersebut.
Trimodalitas terapi
Pengobatan melalui kombinasi dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi
ini, untuk pasien karsinoma pankreas sedikit menjanjikan.
Pengobatan yang dilakukan berupa pembedahan yang dilanjutkan radiasi 45-48
Gy dengan 5-fluorourasil yang diberikan bersama infus setelah dilakukan bolus
intavena. Selain itu kemoterapi dan radiasi dilakukan sebagai lokal kontrol
sebelum dilakukan pembedahan pada tumor yang sulit untuk direseksi.
Paliatif
Pengobatan paliatif yang dilakukan diantaranya tindakan bedah yang pada
prinsipnya menghilangkan sumbatan yang menyebabkan ikterus atau sumbatan
pada duodenum, berupa biliary enteric bypass atau gastroenteric bypass dengan
koledoko-yeyunostomi maupun gastro-yeyunostomi.
Pengobatan paliatif yang lain yaitu menghilangkan rasa nyeri dengan
analgetik farmakoterapi atau dilakukan celiac pleksus blocks yang lebih efektif.
Terapi radiasi juga digunakan dalam membantu mengurangi rasa nyeri dan
sering digunakan dalam menghilangkan gejala metastasis yang ditimbulkan.
Prognosis
Pada umumnya pasien karsinoma pankreas yang datang berobat sudah
berada dalam fase lanjut dan sudah berkomplikasi, sehingga tidak mungkin
dilakukan tindakan pembedahan atau tindakan yang lain hidupnya diperkirakan
kurang dari 1 tahun.
Sedangkan pasien dengan karsinoma pankreas yang bisa dilakukan reseksi atau
tindakan pembedahan yang dilanjutkan dengan kemoterapi dan radiasi, pada
beberapa pasien memiliki kemungkinan kesembuhan atau masa hidup pasien
dapat ditingkatkan kurang lebih 5 0%.
Bagus-TOLE | 205
TRAUMA PANKREAS
ETIOLOGI
1. Trauma Tumpul Kebanyakan terjadi akibat kecelakaan
2. Trauma Tajam Biasanya akibat luka tembak, tergantung pada jenis, bentuk
dan kecepatan peluru
MEKANISME TRAUMA
Akibat akselerasi & deselerasi :
Daya kinetik yang kompleks : bentuk luka dapat remuk, terpotong atau pecah
Akibat Pukulan ke epigastrium menyebabkan kompresi antara vertebra krn
hentakan dengan benda yg di depan trauma pankreas
Akibat Luka Tembak : Tipe dan kecepatan peluru, Jarak tembak
DIAGNOSA
Anamnesis :
- Riwayat post trauma pada abdomen bag atas (daerah epigastrium) e.c
benturan langsung, trauma tajam, trauma tembus,
- Perhatikan MIST : 1. Mechanism of injury
2. Injury sustain
3. Symptom
4. Treatment
Bagus-TOLE | 206
Pemeriksaan Fisik :
- Status hemodinamik : TD, N, R, S
- Jejas atau kontusio jaringan pada daerah abdomen atas (daerah epigastrium)
- Waspada bila ada fraktur iga 9-12, tanda2 peritonitis
- Pemeriksaan cedera terkait abdomen, pelvis, ekstremitas dan thoraks
Pemeriksaan Laboratorium :
- Pemeriksaan Amylase serum
- Pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, kreatin, amylase, dan lipase
- Pemeriksaan Urinalisa
- Fungsi pankreas dari pemeriksaan kadar asam bikarbonat dan produksi
enzim pankreas
Bagus-TOLE | 207
ALGORITME PENANGANAN TRAUMA PANKREAS
Persistent Associated
STABLE
symptoms Major Injury
Conservative
management ERP
Conservative
Consider Stent SURGERY
Management
CEDERA PANKREOTIKODUODENAL
Feliciano dkk mengusulkan :
Grade I II tanpa cedera duktus pankreatikus perbaikan primer & drainase
Grade III, melibatkan pankreas:
reseksi ke 2 organ, eksklusi pylorus, gastroyeyunostomi, penutupan stump
Grade IV & V Pankratikoduodenektomi
Cedera ekstensi lokal intraduodenal/duktus biliaris intrahepatik
pankreatikoduodenektomi. Cedera lokal kurang ekstensif stenting
intraluminal,spincteroplasty dab reimplantasi ampulla vater
DIVERTIKULASI DUODENUM
Pertama kali diperkenalkan oleh Berne dkk (1968) pada kasus cedera
pankreatikoduodenal
Tujuannya:
mengeksklusi duodenum yang sedang diperbaiki dan menjadi jalan dari isi
gaster
Terdiri dari :
Antrektomi + Gastroyeyunostomi + Trunkal vagotomi +
Tube duodenostomi + Drainase eksternal +
Tube Koledokostomi ( bila terdapat cedera pada ampulla)
Bagus-TOLE | 208
PENATALAKSANAAN
GRADE I dan GRADE II
Non Operatif : Hanya membutuhkan observasi dan
drainase
GRADE I I I
Dilakukan reseksi pankreatik ( Distal
Pankreatectomy ) Dengan atau tanpa spenectomy
GRADE I V
Dilakukan Simple Eksternal Drainase Roux-en-Y
Pancreaticojejunostomy (side to side)
anastomosis
GRADE V
Management yang Optimal masih dirembungkan
Pancreaticoduodenostomy (Whipple Procedure)
Bagus-TOLE | 209
KOMPLIKASI
Fistula
Output drain yg terukur dengan kadar Amylase serum 3x lebih tinggi dari
normal
Terjadi krn cedera duktus pankreastikus
Komplikasi terbanyak >>>
Persentase 7%-20%
Abses
Insiden : 10%-25%
Dekompreasi perkutaneus atau operasi dini evakuasi sangat penting
Ditangani dgn drainase dan debridement
Drainase perkutaneus dpt membedakan antara abses dengan pseudocyst
Mortalitas 25%
Pankreatitis :
Ditandai dengan nyeri abdomen transient dan peningkatan amylase serum
Ditangani dengan : dekompresi nasogastrik, istirahatkan usus dan nutrisi
Komplikasi jarang < 2%
Mortalitas 80% penanganan tidak efektif
Pseudocyst :
Biasanya terjadi pd penangan non operatif
Tergantung dengan ada atau tidak adanya cedera pada duktus
- Bila duktus intak : drainase perkutaneus
- Bila duktus cedera : ERCP dilakukan sebelum drainase perkutaneus
1. Eksplorasi ulang dan reseksi kel. parsial
2. Drainase Roux-en-Y internal pada kel. Distal
3. Endoscopic Transpapillary Stenting
Dekompresi Bila ukuran > 10 cm
Bagus-TOLE | 210
LIEN
ANATOMI
Limpa dalam perkembangannya berasal dari bagian mesenkim pada dorsal
mesogastrium, terletak pada kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada
permukaan bawah diafragma, terlindung oleh iga delapan sampai sebelas
dengan dibatasi ginjal kiri pada posterior, diafragma di superior, fundus dari
lambung dan fleksura splenikus dari kolon pada bagian anterior. Berat rata-rata
limpa pada orang dewasa berkisar 75-100 g dengan ukuran 12x7x4 cm. Ligamen
penyokong limpa yaitu ligamen splenophrenic, splenorenal, splenocolic dan
gastrosplenic. Ligamen ini bersifat avaskuler kecuali gastrosplenic yang berisi
pembuluh-pembuluh darah kecil dari lambung. Arteri splenikus berasal dari aksis
seliak sementara vena-vena splenikus bergabung dengan vena mesenterika
superior membentuk vena porta.
Bagus-TOLE | 212
TRAUMA LIMPA
Clacification Limpa Injury American Association For The Surgery Of Trauma (Aast)
Grade I Hematom: subkapsuler, tidak meluas, mencakup kurang
dari 10% permukaan limpa
Laserasi: robekan kapsuler, tanpa perdarahan,
mencakup kurang dari 1 cm dalamnya parenkim
Bagus-TOLE | 213
PENANGANAN
Ada 3 pilihan, yakni nonoperatif, splenic salvage (repair bagian yang cedera atau
splenektomi parsial), atau splenektomi. Splenic salvage tidak dilakukan pada
pasien multitrauma dengan cedera intraabdomen multiple.
Penanganan Cedera Limpa Pada Anak
Penanganan nonoperatif merupakan penanganan primer pada anak. Syaratnya
bila hemodinamik stabil, keperluan transfusi kurang dari 40 mL/kgBB dan tidak
ada cedera intraabdomen lain yang memerlukan eksplorasi.
Penanganan Cedera Limpa Pada Dewasa
Kriteria: Bila hemodinamik stabil, keperluan transfusi minimal (kurang dari dua
kantong darah), tidak ada cedera pada organ intraabdomen lain dan kemampuan
mengadakan pemeriksaan abdomen serial. Splenorafi dilakukan pada trauma
limpa dengan hemodinamik yang stabil, adanya cedera intraabdomen lain dan
sesuai dengan grading trauma limpa. Grade I dan II ditangani dengan agen
hemostatik topikal yakni dengan koagulator argon beam dan jahitan matras
diatas Teflon. Grade III dan IV memerlukan mobilisasi untuk memaparkan hilus.
Splenektomi parsial dapat diindikasikan pada grading ini. Membungkus limpa
dengan mesh absorbel juga telah sering dilakukan. Total splenektomi juga
dilakukan bila terjadi ruptur limpa grade V, pasien dengan cedera lain yang
mengancam jiwa dan bila hemostasis tidak dapat dijamin setelah splenorafi atau
parsial splenektomi.
Cathey dkk. Curiga ruptur limpa segera dioperasi bila ada tanda meliputi
hipotensi (Tekanan darah sistol < 90 mmHg), takikardi (heart rate > 100x/mnt),
hematokrit < 30%, protrombin time >14 detik, cedera multipel dan memerlukan
transfusi darah.
Splenic salvage
Bagus-TOLE | 214
Blunt abdominal trauma and
suspected spleen injury
Abdominal
Non Angiography Operative Non
angiography
Op. management Op.
Bagus-TOLE | 215
PROFILAKSIS POST SPELENEKTOMI
Overwhelming post splenektomi Infection (OPSI) ditandai oleh onset akut
mual, muntah dan kebingungan hingga koma dan pasien biasanya meninggal
dalam beberapa jam bila tidak ditangani dengan baik. Penyebab tersering adalah
Streptococcus pneumonia, Meningococcus, Escherichia coli, Haemophilus
influenzae dan Staphylococcus. Hipoglikemi berat, Gangguan elektrolit dan DIC
sering dijumpai pada kasus ini. Insidens post splenektomi sepsis hanya berkisar
0,03-0,8% namun mortalitas mencapai 70%.
Post splenektomi sebaiknya diberi Pneumovax, Meningovax, dan vaksin HIB
dalam 48 jam sebelum operasi dan antibiotik profilaksis berupa amoksisilin 250
mg sekali sehari atau penisilin 250 mg dua kali sehari atau eritromisin 250 mg
sekali sehari atau 1,2 juta unit Bicillin / injeksi setiap bulan selama 2-5 tahun.
DIAGNOSTIC PERITONEAL LAVAGE (DPL)
- Root dkk. (1965)
- DPL (+) jika teraspirasi 10 mL darah atau dengan mikroskop didapatkan
eritrosit >100.000/mm3 atau leukosit >500/mm3
- DPL (+) = 30-40 mL darah dalam rongga peritoneum
- DPL cukup sensitif namun tidak spesifik
USG sensitif terhadap akumulasi darah min. 300 mL
Bagus-TOLE | 216
APPENDICITIS
ETIOLOGI.
Diet Rendah Serat.
Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi memadat, lebih
lengket dan makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam
kolon yang lama.
Obstruksi.
Obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi, sekresi mukosa yang
terhambat keluar dan terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks
menyebabkan distensi lumen sehingga timbul peningkatan tekanan intraluminer
dan akibatnya terjadi obstruksi arterial-vena, iskemia dan kongesti dinding
apendiks, hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob.
Infeksi Bakteri dan amuba.
Beberapa penelitian berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, dan Enterobius vermikularis yang berkembang di kripte glandula
intestinal dapat menyebabkan erosi mukosa apendiks dan perdarahan. Parasit
ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sehingga
terjadi.
PATOFISIOLOGI.
Pada keadaan normal tekanan intra lumen apendiks antara 15 – 25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30 – 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal
tekanan intra lumen sekum antara 3 – 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk
sekum. Mukosa normal apendiks dapat mensekresi cairan 1-2 ml dalam 24 jam.
Apendiks juga berperan sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal
(GUT). Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid
Tissues (GALT) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung infeksi. Antibodi ini mengontrol proliferasi
bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALT
yang mensekresi globulin kurang banyak berkembang. Jaringan limfoid pertama
kali terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah
jaringan limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun
berikutnya, kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur
60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks.
Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh, sebab jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran
pencernaan dan seluruh tubuh (Norton J. 2001; Labeda I., 1998).
Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah
fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid yang menimbulkan ulserasi mukosa
sampai kerusakan lapisan dinding apendiks, terjadi perpindahan kuman dari
lumen masuk kedalam submukosa maka terjadilah keadaan yang disebut
apendisitis fokal (apendisitis kataralis). Dengan adanya kuman dalam
submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurativa yang
menghasilkan pus maka terjadilah keadaan yang disebut apendisitis
Bagus-TOLE | 217
supuratif/plegmenosa. Keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen
apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer meningkat, sehingga
desakan pada dinding apendiks bertambah besar menyebabkan gangguan pada
sistem vasa dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa
limfatika, kemudian vena dan terakhir arteri, akibatnya terjadi edema dan
iskemia, infark, lalu menjadi gangren didaerah antemesenterial yang relatif
miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan
berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa. Proses awal ini
terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Bila keadaan ini akan terus berlanjut
dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga material
intraluminer yang infeksius akan tercurah kedalam rongga peritoneum. Hasil
akhir dari proses peradangan tersebut tergantung dari kemampuan organ dan
omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, apabila fungsi omentum baik, tempat
yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum (“Walling off “), maka
terjadilah infitrat periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan
terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks, terjadilah abses
periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius akan
menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Namun jika infeksi tidak
bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum
berkembang dengan sempurna, sering mengakibatkan apendiks cepat
mengalami komplikasi.
Bagus-TOLE | 218
Infeksi / Obstruksi Lumen, dll
Berhasil Gagal
Patofisiologi Apendisitis
ANATOMI
Apendiks vermiformis merupakan tabung berukuran sekitar jari kelingking
dengan panjang kira-kira 10 cm terletak di ileosekal, berpangkal di sekum.
Suplai darah apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan cabang dari
arteri ileocoelica. Arteri ini berjalan disepanjang mesoapendiks posterior sampai
ileum terminal. Arteri apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri
ini tersumbat akan terjadi trombosis pada infeksi apendiks maka akan
menyebabkan gangrene. Persarafan apendiks terbagi atas persarafan simpatis
dan parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang
mengikuti a. mesenterica superior dan a. apendikularis. Sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. thoracalis. Karena itu nyeri viseral pada apendiks
bermula disekitar umbilicus.
Bagus-TOLE | 219
Mc.Burney Point, Insisi,Variasi letak Apendik dan vaskularisasi
DIAGNOSA
Bagus-TOLE | 220
Bagus-TOLE | 221
Bagus-TOLE | 222
HERNIA
Pendahuluan
Canalis Ingunalis merupakan saluran oblik yang melewati bagian caudal
dinding anterior abdomen yang dilewati struktur-struktur menuju ke dan dari
testis ke cavum abdomen pada pria. Pada wanita saluran ini dilewati oleh
ligamentum rotundum uteri, dari uterus ke labium majus.
Canalis Inguinalis panjangnya sekitar 1,5 Inch (4 Cm) pada orang dewasa dan
terbentang dari anulus inguinalis profundus, suatu lubang pada fascia transversa
abdominis berjalan turun sampai anulus inguinalis superficialis, suatu lubang
pada aponeurosis m. obliquus externus abdominis. Canalis Inguinalis terletak
sejajar dan tepat dicraniall ligamentum inguinale.
Pembentukan Canalis inguinalis
Sebelum desensus testis dan ovarium dari tempat asalnya yang terletak
tinggi didinding posterior abdomen (L1), terbentuk diverticulum peritonealis yang
dinamakan processus vaginalis. Processus vaginalis berjalan melalui lapisan-
lapisan bagian caudal dinding anterior abdomen, melalui fascia transversalis
pada anulus inguinalis profundus membentuk fascia spermatica interna. Waktu
berjalan melalui bagian caudal m. obliquus internus abdominis, ia membawa
segian serabut bagian caudal yang membentuk m. cremaster. Serabut-serabut
tertanam dalam fascia, dan selubung tubular yang keduanya dikenal sebagai
fascia cremasterica.
Processus vaginalis melewati dicaudal serabut-serabut m. tranversus
abdominis yang melengkung, oleh karena itu tidak mendapat selubung dari
lapisan-lapisan abdomen. Waktu mencapai aponeurosis m. obliquus externus
abdominis, ia melakukan evaginasi pada aponeurosis ini dan membentuk anulus
inguinalis superficialis dan mendapat selubung fascia fascia tubular ketiga, fascia
spermatica externa. Dengan cara ini terbentuk kanalis inguinalis.
Pada pria testis mengalami desensus melalui pelvis dan canalis inguinalis
selama bulan ke tujuh dan ke delapan kehidupan fetal. Rangsang normal untuk
desensus testis adalah testosteron yang disekresi oleh testis fetus. Testis
mengikuti gubernaculum dan mengalami desensus di belakang peritoneum pada
dinding posterior abdomen. Testis kemudian berjalan dibelakang prosessus
vaginalis dan menarik saluran, pembuluh darah dan saraf dan pembuluh limfe
kecaudal. Akhirnya testis terletak pada scrotum yang sedang berkembang
menjelang akhir bulan kedelapan.
Karena testis dan pembuluh-pembuluh, saluran dan sebagainya yang
menyertainya mengikuti jalan yang sebelumnya diambil oleh prosessus vaginalis,
mereka mendapat tiga selubung yang sama waktu mereka berjalan melalui
canalis inguinalis. Jadi fuiniculus spermaticus diliputi oleh tiga lapisan fascia
konsentrik, fascia spermatica interna, berasal dari fascia transversalis, fascia
cremasterica, berasal dari m. obliquus internus abdominis, fascia spermatica
externa, berasal dari aponeurosis m. obliquus externus abdominis.
Bagus-TOLE | 223
Batas Canalis Inguinalis
Batas kanalis inguinalis :
• Kraniolateral : anulus inguinalis internus
• Kaudomedial : anulus inguinalis eksternus
• Atapnya : aponeurosis m.oblikus eksternus
• Dasarnya : ligamentum inguinalis
Trigonum Hasselbach
• Inferior : ligamentum inguinalis
• Lateral : vasa efigastrika inferior
• Medial : tepi lateral m.rektus abdominis
• Dasar : fasia transversal, m.transversus
Anulus inguinalis superficialis merupakan celah berbentuk segitiga pada
aponeurosis m. obliquus externus abdominis dan dasarnya dibentuk oleh crista
pubica. Anulus inguinalis superficialis dibatasi oleh berkas serabut aponeurosis
yang padat, crus medial, crus lateral dan serabut-serabut intercruralis.
Anulus inguinalis profundus suatu lubang berbentuk oval pada fascia
tranversalis, terletak sekitar ½ inch (1,3 cm) dicranial lig.inguinale, pertengahan
antara SIAS dan symphisis pubis. Disebelah medial anulus inguinalis profundus
terdapat a.v epigastrica inferior yang berjalan kecranial. Pinggir anulus
merupakan origo fascia spermatica interna. Anulus inguinalis profunda berasal
dari evaginasi fascia transversa yang melanjutkan diri sebagai fascia spermatica
interna, selubung paling profunda dari funiculus spermaticus. Medial terhadap
anulus inguinalis profundus, fascia diperkuat oleh ligamentum interfeveolare.
Seluruh panjang dinding anterior canalis inguinalis dibentuk oleh
aponeurosis m. obliquus externus abdominis. Dinding anterior ini diperkuat di 1/3
lateral oleh serabut-serabut origo m. obliquus internus abdominis. Oleh karena
itu dinding ini paling kuat, di mana ia terletak berhadapan dengan dinding
posterior yang paling lemah yaitu anulus inguinalis profundus. Setelah
aponeurosis m. obliquus externus abdominis dipotong, m. obliquus internus
abdomins dapat dilihat. Sebagian serabut-serabutnya melanjutkan diri mengikuti
funiculus spermaticus sebagai m. cremaster. Serabut serabut lainnya m.
cremaster berasal dari ligamentum inguinale.
Seluruh panjang dinding posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fascia
tranversalis. Dinding posterior ini diperkuat di 1/3 medial oleh conjoint tendon,
gabungan tendo insertio m. obliquus internus abdominis dan m. tranversus
abdominis yang melekat pada crista pubica dan linea pectenia.
Dinding inferior atau dasar canalis inguinalis dibentuk oleh aponeurosis m.
obliqus externus abdominis yang ujung inferiornya melipat, yaitu ligamentum
inguinale dan pada ujung medialnya ligamentum lacunare.
Dinding superior atau atap canalis inguinalis dibentuk oleh serabut serabut
tercaudal m. obliquus internus abdominis yang melengkung dan m. tranversus
abdominis.
Bagus-TOLE | 224
Struktur yang melewati canalis inguinalis
Funiculus spermaticus.
Funiculus spermaticus mulai pada anulus inguinalis profundus yang terletak
lateral terhadap a. epigastrica inferior dan berakhir pada testis.
Vas Deferens
Vas deferens merupakan saluran dengan dinding otot yang tebal, yang
mengangkut spermatozoa dari epididymis ke urethra.
Arteri Testicularis
Cabang aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis II, dan mendarahari
testis dan epididymis.
Vena Testicularis
Suatu pleksus vena yang luas, pleksus pampiniformis, meninggalkan pinggir
posterior tentis. Waktu pleksus berjalan naik, ukurannya berkurang sehingga
sekitar anulus inguinalis profundus dibentuk satu vena testicularis. Vena ini
berjalan kecraniall pada dinding posterior abdomen dan mengalirkan
darahnya ke v. renalis kiri pada sisi kiri dan v. cava inferior pada sisi kanan.
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe testis berjalan ke atas melalui canalis inguinalis dan berjalan
ke atas melalui dinding posterior abdomen untuk mencapai nodi lymphatici
lumbales yang terletak setinggi vertebra lumbalis dan disamping aorta
Processus Vaginalis
Sisa-sisa processus vaginalis terdapat diprofunda funiculus spermaticus
Saraf yang berhubungan dengan Canalis Inguinalis
N. ilioinguinalis, N. iliohipogastricus dan N. genitofemoralis. N. ilioinguinalis
menembus m. obliquus internus abdominis dan memasuki canalis inguinalis
sebagai saraf sensorik murni, lalu meninggalkan canalis inguinalis melalui
cincin inguinal luar dan saraf ini turut mempersarafi kulit daerah dermatom L1.
cabang-cabang akhirnya pada pria mempersarafi kulit sisi depan scotum dan
saraf inilah yang dibius pada irisan di bagian depan scrotum waktu vasektomi.
Cabang-cabang terakhir n. ilioinguinalis pada wanita mempersarafi kulit sisi
depan labium majus. Saraf iliohipogastrikus juga berasal sari saraf spinal L1,
merupakan saraf sensoris sewaktu menembus aponeurosis m. obliquus
externus abdominis dicraniall anulus inguinalis superficialis. Cabanga genital
n. genitofemoralis adalah saraf motorik bagi otot cremaster di profunda
canalis inguinalis.
ETIOLOGI
Kongenital
Prosesus vaginalis peritoneum persisten
Terutama bayi dan anak
Didapat
Faktor kausal :
Prosesus vaginalis yang tetap terbuka
Peninggian tekanan intraabdomen
Kelemahan otot dinding perut
Bagus-TOLE | 225
Bagus-TOLE | 226
KLASIFIKASI JENIS
DIAGNOSIS
AnamnesisBenjolan di lipat paha yang timbul hilang, Muncul bila tekanan Intra
abdomen , Menghilang saat berbaring / reposisi manual, Nyeri, muntah,
gejala sistemik bila sudah inkarserata atau strangulasi.
Inspeksi Hernia Inguinalis Lateralis benjolan lonjong di inguinal yang
berjalan dari kraniolateral ke kaudomedial. Hernia Inguinalis Medialis
benjolan oval/bulat
Palpasi Teraba usus, omentum, ovarium , Sensasi gesekan sutera (silk sign),
Untuk membedakan HIL dan HIM, Tes visibel , Tes Oklusi, Tes taktil
Colok dubur Untuk mengetahui adanya faktor predisposisi, Kemungkinan telah
ada strangulasi
PENATALAKSANAAN.
Pembedahan Indikasi operasi ada begitu D/ ditegakkan
Dewasa Herniorrhapy : herniotomi + hernioplasti . Anak herniotomi
Herniotomi : kantong dibuka, isi didorong ke rongga abdomen, kantong
proksimal dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong
Hernioplasti : memperkecil anulus internus dan memperkuat ddg blkg kanalis
inguinalis. Jenis hernioplasti : Bassini, Halstedt, McVay, Shouldice,
Fergusson, Tension Free Hernioplasty
Pendekatan : terbuka atau laparoskopi
Konservatif
Sedatif, kompres es, posisi Trendelenberg hernia anak yang inkarserasi
Tereposisi : operasi elektif Gagal tereposisi : operasi emergensi
Bagus-TOLE | 227
1 2 3 4
Internal oblique External oblique aponeurosis
muscle
Conjoined tendon
1. External oblique aponeurosis
2. Cremasteric fascia opened sac idenfied
3. Sac separated
4. Sac transfixed
5. M. Obliquus internus dan conjoint tendon
di jahit ke lig. Inguinal.
6. Aponeurosis m. Obliquus eksternus dijahit.
Lig. inguinal
External oblique
aponeurosis 5 6
Hernia Femoralis:
Terutama wanita tua (4 x lebih banyak), Benjolan di lipat paha, timbul
hilang, Sering inkarserasi akibat foramen sempit, Berjalan di kanalis
femoralis dan keluar di bawah ligamentum inguinalis pada fosa ovalis (di
bawah ligamentum inguinalis, di medial v.femoralis, di lateral tuberkulum
pubikum)
Letak kanalis femoralis Batas kanalis femoralis
Di medial dari v.femoralis Kranioventral : ligamentum inguinalis
Di dorsal dari ligamentum Kaudodorsal : lig. iliopektinea (Cooper)
inguinalis Di medial : ligamentum lakunare Gimbernati
ANATOMY OF FEMORAL
HERNIA
Round ligament
Inguinal ligament
Femoral ring
Lacunar (Gimbernat’s) ligament
Sac turned upward over inguinal ligament
Cooper’s ligament
along superficial epigastric vein
Superior public ramus
Fossa ovalis covered by
cribriform fascia
Falciform margin
Superficial epigastric vein
Long saphenous vein
Public tubercle
Bilocular sac due to aberrant
obturator artery
Bagus-TOLE | 228
OPERATION : FROM ABOVE FROM BELOW
Hernia Insisional
Hernia di bekas luka operasi (10%), Teknik operasi buruk,
Infeksi pasca operasi, Umur/orang tua, obesitas, kelainan sistemik,
Komplikasi paru pasca operasi, Penempatan drain di luka operasi
Hernia kecilJahit lagsung dengan fascia-to-fascia ( Mayo repair ).
Hernia besar Gunakan mersilene/prolene mesh, marleks
Bagus-TOLE | 229
Hernia slidingSebagian dinding kantong merupakan isi hernia, Biasanya berisi organ-
organ retroperitoneal seperti sekum dan apendiks, sigmoid, kandung kemih.
Hernia ventralis
Hernia di dinding perut anterolateral
Hernia umbilikalis
H. kongenital di umbilikus
Hernia SpiegelMelalui tepi lateral m.
rektus abdominis dengan linea
semisirkularis
Hernia epigastrikaLewat defek di
linea alba di atas umbilikus
Hernia lumbalis
Lewat trigonum kostolumbalis sup. (Grijnfelt)
Lewat trigonum kostolumbalis inferior (Petit)
Bagus-TOLE | 230
Hernia skiatikMelalui foramen skiatik major Hernia perinealisHernia yang melalui dasar panggul
Bagus-TOLE | 231
USUS HALUS
PENDAHULUAN
Panjang seluruh jejunum ileum adalah 6-7meter. Jejunum berada dibagian
proximal dengan panjang kurang lebih 2/5 bagian, dan ileum dibagian distal
dengan panjang 3/5 bagian.
Jejunum. warna lebih merah dan lebih banyak mengandung pembuluh darah,
dinding lebih tebal dan diameter lebih besar, plica circularis Kerkringi lebih besar
dan jumlah lebih banyak, villi intestinales lebih besar dan jumlahnya lebih
banyak. Percabangan pembuluh darah kurang kompleks. Keadaan tersebut
tampak jelas perbedaannya apabila dibandingkan dengan jejunum bagian
proximal dan ileum bagian distal, dimana dibagian tengah perbedaan itu kurang
jelas. Mesenterium pada jejunum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan
lemak extraperitoneal hanya terbatas pada pangkal pembuluh-pembuluh
darah,sedangkan pada ileum jaringan lemak tersebut mengikuti panjang
pembuluh darah sampai pada dinding ileum. Kurang lebih 1 meter disebelah
proximal dari ujung terminal ileum terdapat divertikulum Meckeli yang merupakan
sisa dari ductus omphalomesentericus, mempunyai ukuran 5cm. (1)
LOKALISASI
Jejunum dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis, bahkan
sampai kedalam cavum pelvicum dan difiksasi oleh mesenterium. Mesenterium
berbentuk kipas dengan bagian yang terlebar dibagian tengah sebesar 20cm,
melekat pada dinding dorsal abdomen dan tempat melekatnya disebut radix
mesenterii. Panjang radix mesenteri kira-kira 15cm, terletak miring dari cranial
kiri ke kaudal kanan, dimulai dari flexura duodeno jejenalis ( setinggi corpus
vertebra lumbalis II) sampai setinggi articulation sacroiliaca dextra. Oleh karena
jejuno ileum bentuknya lebih panjang dari radix mesenteri , maka jejuno ileum
terletak berkelok-kelok, sangat mobil dan mudah bergerak. Didalam
mesenterium terdapat cabang –cabang dari arteri mesenterica superior , serabut
saraf, limphonodus,pembuluh lymphe dan jaringan lemak. Radix mesenteri
menyilang disebelah ventral pars horizontalis duodeni, corpus vertebra lumbalis
III dan ureter dextra.
VASCULARISASI
Aliran darah bersumber pada arteria mesenterica superior melaui cabang
aa.jejenales dan aa.ileae. pembuluh-pembuluh darah berjalan di dalam
mesenterium.
LYMPHONODUS
Di dalam mesenterium terdapat banyak limphonodus dari berbagai ukuran,dibagi
menjadi 3 kelompok sebagai berikut: Dekat jejunum dan ileum, Mengikuti
pembuluh-pembuluh darah, Pada radix mesenteri
INNERVASI
3 jenis serabut saraf fungsional :
Neuron kolinergik/parasimpatis (n.vagus) → memudahkan kontraksi
Neuron adrenergik/simpatis (n.splanchnicus) → menghambat kontraksi
Serabut inhibisi non-adrenergik → ↓ motilitas → ATP
Bagus-TOLE | 232
PERGERAKAN USUS HALUS
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas 2 lapis otot polos yaitu lapisan
otot polos longitudinal di bagian luar dan lapisan otot sirkuler dibagian dalam.
Pergerakan usus halus berfungsi untuk mencampur makanan dengan enzim
percernaan dan mendorong makanan kearah kolon. Dibutuhkan waktu 3-5 jam
agar makanan dari pylorus tiba di ileocaecal junction.
1.Gerakan Segmentasi.
Otot yang terutama berperan pada kontraksi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara local. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1-4cm, pada saat suatu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera berkontraksi, sehingga makanan
bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan
mukosa usus halus lalu terjadi absorsi. Kontraksi segmentasi berlangsung oleh
karena adanya gelombang lambat yang merupakan basic electrical rhytm (BER)
dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8- 12
kali/menit, pada duodenum 9kali/menit, sekitar 7kali/menit pada ileum dan setiap
kontraksi berlangsung 5-6 detik.
2. Gerakan peristaltic
Gerakan peristaltic pada usus halus mendorong makanan menuju kearah
kolon dengan kecepatan 2cm/detik dimana bagian proksimal lebih cepat dari
bagian distal. Gerakan peristaltic menghilang setelah berlangsung sekitar 3-5cm
dan jarang lebih dari 10 cm, rata- rata pergerakan makanan pada usus halus
hanya 1 cm/menit
Bagus-TOLE | 233
FUNGSI SEKRESI USUS HALUS
Bagus-TOLE | 234
DIGESTI PROTEIN PADA USUS HALUS
Aktifitas pepsin yang sangat efektif dalam suasana asam terhambat pada
saat makanan memasuki duodenum yang mempunyai pH rata- rata 6,5. Pada
saat meninggalkan lambung, protein dalam makanan umumnya berbentuk
protease, peptone dan polipeptida dengan berat molekul besar. Makanan yang
masuk ke usus halus merangsang sekresi sekretin dan CCK. Kedua hormone ini
selanjutnya merangsang pancreas untuk menghasilkan HCO3 dan enzim
proteolitik ke dalam lumen usus halus. Terdapat dua jenis enzim proteolitik
pancreas yaitu endopeptidase (tripsin, kemotripsin dan elastase ) yang
memecahkan bagian dalam ikatan peptide, serta eksopeptidase
(karboksipeptidase, aminopeptidase) yang memecahkan rantai karboksil dan
rantai amino dari polipeptida. Pada sel epitel yang melapisi vili terdapat banyak
enzim peptidase antara lain adalah aminopolipeptidase dan beberapa
dipeptidase yang berfungsi untuk memecahkan dipeptida dan tripeptida menjadi
asam amino yang selanjutnya akan diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
DIGESTI LEMAK
Lemak yang terdapat dalam diet sebagian besar merupakan lemak netral
(trigliserida) yang tersusun atas molekul gliserol, dan 3 molekul asam lemak.
Sekresi berbagai jenis enzim lipase dan asam empedu
Emulsifikasi
Hidrolisis enzimatik
Pelarutan (solubilisasi) hasil lipolisis di dalam garam empedu
Digesti lemak dalam mulut dan lambung
Digesti lemak sudah mulai terjadi di mulut dan lambung oleh enzim lipase
ludah dan lipase lambung. Lipase ludah dihasilkan oleh kelenjar Ebner di
pemurkaan dorsal lidah. Lipase ludah berfungsi untuk hidrolisa asam lemak,
proses emulsifikasi dan membantu kerja lipase pankreas. Lipase lambung
berfungsi untuk hidrolisa asam lemak dan gliserol. Namun demikian proses
digesti lemak dalam mulut dan lambung sangat kecil jumlahnya. Tetapi bila
pankreas mengalami gangguan fungsi, aktifitas lipase ludah dan lambung akan
meningkat. Digesti lemak sebagian besar terjadi di usus halus yaitu di duodenum
oleh enzim lipase pankreas.Enzim ini melakukan hidrolisa semua trigliserida
hanya dalam waktu beberapa menit. Sel epitel usus halus juga menghasilkan
lipase enterik dalam jumlah kecil. Aktifitas enzim lipase pankreas mencapai
puncaknya pada pH 8.0. pH yang lebih rendah dari 3.0 akan merusak enzim ini.
EMULSIFIKASI LEMAK
Tahap pertama dari digesti lemak ialah memecahkan globulus lemak
kedalam ukuran yang lebih kecil sehingga enzim-enzim lipolitik yang larut dalam
air dapat bekerja pada permukaan globulus. Proses ini disebut sebagai proses
emulsifikasi lemak, yang berlangsung di bawah pengaruh empedu yang
dihasilkan oleh hati. Empedu tidak mengandung enzim pencernaan tetapi
mengandung garam empedu dan lesitin-fosfolipid yang sangat penting untuk
emulsifikasi lemak. Bila garam empedu di dalam usus meningkat, lemak dan
garam empedu secara spontan membentuk micelles yang merupakan globulus
Bagus-TOLE | 235
dengan ukuran 3- 6nm yang terdiri dari molekul garam empedu dan molekul
lemak yang terutama asam lemak, monogliserida, dan kholesterol. Pembentukan
micelles akan melarutkan lemak yang selanjutnya memungkinkan lemak tersebut
di absorbsi melalui sel epitel usus halus. Setelah melewati epitel usus halus ,
monogliserida dan asam lemak akan diproses oleh retikulum endoplasmik halus
,yang kemudiannya akan dirubah menjadi molekul trigliserida yang baru dan
ditransportasi ke dalam limpe chylomicrons dan mengalir melalui duktus
thoracikus limpatikus dan selanjutnya ke sirkulasi darah.
Bile + agitation
Fat -----------------------------> emulsified fat
Pancreatic lipase
Emulsified fat------------------------> fatty acids + 2
-monoglycerides
Bagus-TOLE | 236
ILEUS OBSTRUKSI
PENDAHULUAN
• Ileus obstruksi gangguan pasase isi usus akibat sumbatan sehingga terjadi
penumpukan cairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut
• Peningkatan tekanan
Akibat intraluminer MUNTAH
OBSTRUKSI • Gangguan resorpsi usus
• Peningkatan sekresi usus
• Dehidrasi
• Febris
• Syock
ANATOMI
Mikroskopis :
Tunika mukosa → absorbsi → vili >> jejenum
Tela submukosa → pblh drh halus, pemblh limfe, neuroplexus Meissner.
Tunika muskularis → Stratum longitudinal & str. sirkuler, diantaranya
terdapat plexus myentericus saraf (Auerbach) & saluran limfe
Tunika serosa
Makroskopis :
Usus halus → pylorus sampai valva ileocaecalis
∞ Duodenum → p 20-30 cm, l 3-5 cm
∞ Jejenum & Ileum → 20 kaki (5 m), bervariasi besar karena kontraksi &
relaksasi → 10 kaki (2,5 m)
Ketebalan dinding usus semakin ke distal semakin berkurang sedangkan
lebarnya semakin ke distal semakin mengecil → obstruksi lebih mudah tjd pada
ileum distalis dibanding jejenum proksimal.
Vaskularisasi :
Hubungan kolateral p.darah arteri :
a. kolika media <― a.mesenterika superior dengan a. kolika sinistra <―
a.Mesenterika inferior. Antara pangkal a.mesenterika inferior melalui
lengkung pembuluh (arcus Rioland)
P.darah vena :
v.mesenterika superior bergabung dengan v.lienalis & v.mesenterika inferior
→ v.porta.
Bagus-TOLE | 237
ETIOLOGI
Lesi Ekstrinsik
Adhesi (lesi ekstrinsik tersering, tunggal/multipel, setempat/luas, kongenital /
akuisita), Hernia inkarserata (h.inguinalis, femoralis, umbilikalis, ventralis,
insisional), Volvulus, Massa ekstraintestinalis abses, pseudokista, neoplasma,
hematom.
Lesi intrinsic
Striktura ← neoplastik, inflammatory bowel disease, endometriosis
peradangan akibat radiasi, divertikulitis. Atresia & stenosis usus, kegagalan
rekanalisasi pada waktu janin usia 6-7 mgg, ggg aliran drh lokal pd sbgn ddg
usus akibat desakan, invaginasi,volvulus, jepitan/perforasi usus semasa janin.
Obstruksi Menutup
Invaginasi atau intususepsi ( Anak → idiopatik,umumnya ileocaecal, Dewasa
→ polip atau lesi intraluminal). Neoplasma intrinsic, Gallstone ileus.
Sumbatan lainnya : fekalith, cacing askaris, barium, bezoar.
INSIDENS
20 % tindakan bedah pd kondisi abdomen yg akut → ileus obstruktif
Penyebab obstruksi tersering → adhesi, disusul hernia dan neoplasma
Penyebab tersering pada anak : hernia
Penyebab tersering pd usia lebih tua : Ca colorectal & divertikulitis coli.
Angka kematian : 10 %
PATOFISIOLOGI
Obstruksi Sederhana/Simple.
- tidak disertai terjepitnya p.darah, akumulasi cairan & gas dlm jumlah
besar pd lumen usus.
- Obstruksi : mula-mula absorbsi ↓, sekresi N → 24-48 jam → sekresi↑,
absorbsi (-), edema,eksudasi cairan ke cav peritoneum,→ kehilangan
cairan & elektrolit. CO2 dpt cepat berdifusi keluar dr lumen usus,
sedang N2 tetap tinggal → kontributor utama distensi usus.
Obstruksi strangulata
- mencakup volvulus,hernia,invaginasi & adhesi.
- gangguan peredaran darah → iskemia, nekrosis, ganggren
- eksudasi plasma dr lap serosa → cav.peritoneum
- Iskemi→kerusakan sawar ddg usus→bakteri usus → cav peritoneum.
Closed-loop obstruction
- Obstruksi terjadi pd 2 tempat, Penyebab : adhesi,volvulus.
Bagus-TOLE | 238
KLASIFIKASI OBSTRUSI INTESTINAL
A. Berdasarkan Penyebab
1. Mekanik ileus paralitik = ileus adinamikparalise saluran mknan
2. Non Mekanik ileus obstruksi = ileus dinamik
B. Mekanisme Obstruksi
1. Obstruksi Pada Lumen Usus Polipoid tumor, intususepsi, gallstone ileus,fekolit, bezoar
(Intra Luminer)
2. Kelainan Pada Dinding Usus Bayi : atresia , stenosis, duplikasi
(Intramural)Biasanya Dewasa : neoplasma, radang, Crohn disease, post
Kongenital radiasi, sambungan usus
3. Kelainan Di Luar Usus Adhesi, hernia, neoplasma, abses
(Ekstramural)
C. LOKASI
1. Ileus Obstruksi Letak Tinggi a. Obstruksi Di Atas Pilorus.
menurut letaknya dibedakan Gejala adalah muntah (rasa asam lambung), sering
menjadi : nyeri. Distensi abdomen kurang
b. Obstruksi Di Bawah Pilorus Sampai Ileocaecal
Junction.
Muntah faeculent (feses), warna kuning seperti tinja,
nyeri perut jarangperut lebih distensi.
2. Ileus Obstruksi Letak Rendah Sekum – anorektal>> disebabkan oleh tumor ganas
D. GRADASI
1. Obstruksi Partial ( Incomplete) Sebagian makanan dan udara masih bisa lewat
2. Obstruksi Complete/Total Seluruh isis usus tidak dapat lewat menumpuk pada
(Simple ) bagian proksimal sumbatan, Belum terjadi gangguan
vaskularisasi
3. Obstruksi Strangulasi Gangguan pasase isi usus disertai dengan adanya
gangguan vaskularisasi
Bagus-TOLE | 239
DIAGNOSA
Gejala & Tanda
- Colic → kejang usus, nyeri tekan, defans muskuler , metallic sound.
Jika nyeri abdomen terlokalisir,parah, menetap dan tanpa remisi →
Curiga obstruksi strangulasi, Muntah, Obstipasi dan tidak ada flatus,
Distensi usus
- RT : - massa tumor atau intususepsi, ampula kolaps → obs proksimal, darah
makroskopik → lesi intrinsik
Gambaran Laboratorium
-↑ nitrogen urea darah (BUN), Hct, BJ urin.
-↓ kadar Na, K, Cl dlm serum.
-Alkalosis → Bikarbonat serum & pH arteri
-Leukosit
~ Normal, Obstruksi mekanik sederhana → 15.000-20.000/mm3
Obstruksi strangulata → 30.000- 50.000/mm3
Gambaran Radiologi
Pem.sinar X posisi tegak → gelung usus terdistensi dgn bts udara-cairan dgn
pola anak tangga ( Step Ladder )
Obstruksi mekanik sederhana → # gas yg terlihat pd colon.
Obstruksi colon dgn valva ileocalis kompeten→distensi gas dlm colon
merupakan gbrn penting.
Bila valva ileocalis inkompeten→ada distensi usus halus maupun colon.
Obstruksi strangulata→distensi gas pd usus jauh lbh sdkt dibanding pd
obstruksi sederhana & bisa terbatas pd gelung tunggal→tanda “biji kopi”
(coffee bean) atau pseudotumor.
Pemeriksaan Barium enema → u/ mengetahui tipe & lokasi obstruksi.
Enteroskopi
Bagus-TOLE | 240
Management : Ada beberapa pertanyaan
1. Apakah ada obstruksi ?
2. Setinggi apa obstruksi ?
3. Penyebab ?
4. Dehydrasi ?
5. Strangulasi ?
6. Penanganan?
Pertanyaan
1. Cardinal features of bowel obstruction arePain, Vomiting, Constipation,
Distension.
2. Simptom
a. Pain, Kolik, Ileum paralytik tidak sakit.
b.Vomiting : - Cepat pada obstruksi tinggi, Lambat pada obstruksi rendah
- muntah empedu diatas lig Traitz
- muntah fecal usus halus & colon
c. Constipation :Cepat pada obstruction colon tergantung apakah total /
partial.
d. Distensi : Cepat pada obstruksi colon, tidak ada pada obstruksi tinggi
Bagus-TOLE | 241
3. Penyebab ? Riwayat sebelumnya ( Pernah operasi abdomen adhesi,
Hernia, Berak darah atau lendir gangguan pada BAB Ca atau radang.
4. Dehydrasi ? (Tahicardia, Hypotensi, Kulit kering, Mulut kering, Turgor kulit
jelek, Ketiak sudah tidak berkeringat, Urine sedikit,pekat).
5. Strangulasi ada : shock, demam, defans musculer, nyeri seluruh abdm..
6. Prinsip Penanganan :
A. Anamnesa KELUHAN YANG KHAS
Nyeri perut, Mual muntah, Perut kembung, Tidak dapat flatus & BAB.
B. Pemeriksaan Fisik.
Keadaan umum tampak lemah dan gelisah.
Bila strangulasi demam, dehidrasi, bibir kering, turgor menurun,
hipotensi, takikardi dan syok septik.
Abdomen :
Inspeksi : Distensi, tampak gambaran kontur dan peristaltik usus
terutama pada penderita kurus
Palpasi : Perut distensi, tegang, kadang-kadang nyeri
Perkusi : Nyeri dan terdengar suara timpani.
Auskultasi : Bising usus meninggi (metalic sound), Bila obstruksi
berlangsung lama dan strangulasi bising usus menghilang.
Scar, Hernia, Darm contour, darm steifung, Peristaltik meningkat,
metalic sound Gurgling.
RT: Spingter ani, Mukosa, Ampula Hand schoen, Massa Tu.
C. Penunjang.
Lab darah rutin, elektrolit, fungsi ginjal, dll
Radiologi BNO 3 Posisi Gambaran STEP LADDER (anak tangga).
D. Resusitasi.
- IVFD RL/Nacl.
- Pemberian Antibiotik.
- Pasang Nasogastric Tube (Sonde Lambung ) Puasakan Pasien.
- Pasang KateterPantau Produksi urine, tanda-tanda dehidrasi.
- Awasi tanda vital.
PRINSIP
3. PASANG INFUS PENANGANAN 4. ANTIBIOTIK
Bagus-TOLE | 242
TERAPI
Terapi konservatif
Terapi operatif
~ Lisis pita lekat atau reposisi hernia
~ Pintas usus
~ Reseksi dgn anastomosis→ end to end, end to side, side to side.
~ Diversi stoma dgn/ tanpa reseksi.
KOLOSTOMI
adalah pengalihan feses tidak melalui anus.
Macam-macam Kolostomi
Menurut letak
- Cecostomy
- Colostomy transversum
- Colostomi sigmoid
Menurut bentuk
- Double Barel Cecostomi Colostomy transversum
- Double Lup
- Simple Colostomy
Menurut lama
- Temporer Colostomy
- Permanen Colostomy
End colostomy Hartmann Prosedur
Bagus-TOLE | 243
NEOPLASMA USUS HALUS
A. NEOPLASMA JINAK USUS HALUS
Lebih dari separuh ditemukan pada ileum
Terbanyak adalah polyp adenomatosus disusul oleh lipoma, leiomioma dan
hemangioma
Tu. jinak yang sering memberikan gejala biasanya adalah leiomioma.
KLINIS
>> tidak memberikan gejala / gejala tidak khas kecuali bila terjadi penyulit
Penyulit perdarahan atau obstruksi, jarang perforasi atau fistel
Therapi BedahReseksi segmen usus yang mengandung tumor
Bagus-TOLE | 244
TNM STAGING STAGE T N M
Tx Primary tumour not evaluated 0 Tis N0 M0
T0 No pathologic evidence of primary tumour I T1 / T2 N0 M0
Tis In situ tumour II T3 / T4 N0 M0
T1 Tumor invades lamina propria / submucosa III Any T N1 M0
T2 Tumor invades muscularis propria IV Any T Any N M1
T3 Tumor invades < 2 cm into sub serosa or into
mesentery or retrperitoneum
T4 Tumour perforates the visceral peritoneum or
invades the adjecent structure > 2 cm
Nx Regional lymph nodes not evaluated
N0 regional lymphnode nvolvement
N1 Regional lymph nodes metastasis
Mx Distant sites not evaluated
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis present
4. LEIOMIOSARKOMA
– Leiomiosarkoma dapat terjadi pada semua tempat pada usus halus
– Cenderung menyebabkan perdarahan karena central necrosis
– Dapat menyebabkan obstruksi
– Metastasis utama hematogen
– Therapi Bedah
Segmental resection diikuti dengan kemoterapi
Bagus-TOLE | 245
KARSINOMA KOLON DAN REKTUM
LOKASI
Bagus-TOLE | 246
Etiologi
Penyebab dan patogenesis yang pasti sampai sekarang belum jelas
Beberapa faktor dianggap berperan dalam terjadinya karsinoma kolorektal :
a. Polyp-cancer sequence
b. Inflamatory bowel disease :
i. Risiko terjadinya karsinoma kolorektal meningkat > 40% pada pasien
dengan colitis ulseratif.
ii. Pasien dengan Crohn‟s disease memiliki risiko tinggi terjadinya
karsinoma kolorektal pada populasi umum
POLYP CANCER SEQUENCE
Bagus-TOLE | 247
c. Faktor genetik :
i. Insiden meningkat pada turunan pertama penderita karsinoma kolorektal
ii. FAP (familial adenomatous polyposis) terjadi transimisi genetik
iii. HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma) 2 tipe :
1) Lynch syndrome I (site-specific nonpolyposis colorectal carcinoma) :
Autosomal dominant inheritance
Predominance of proximal colon cancer
Increased synchronous colon cancer
Early age of onset (average age is 44 years)
Increased risk of metachronous cancer
2) Lynch syndrome II (cancer family syndrome) adalah Lynch syndrome I
ditambah dengan gejala-gejala :
Incresed incidence of other carcinomas, including endometrium, ovary,
breast, stomach, and lymphoma
Incresed incidence of mucinous or poorly differentiated carcinomas
Increased incidence of skin cancer
3) Tumor suppressor genes APC gene pada kromosom 5 dan p53 gene
pada kromosom 17
iv. Faktor diet Lemak,Serat, Kalsium, Alkohol insiden kanker tinggi.
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPERAN DALAM
PERKEMBANGAN KANKER KOLOREKTAL
Bagus-TOLE | 248
TERDAPAT 3 KELOMPOK KARSINOMA KOLOREKTAL BERDASARKAN
PERKEMBANGANNYA YAITU :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited colorectal cancer) < 10 %. Dilahirkan
sudah dengan mutasi germline (germline mutation) pada salah satu allele dan
terjadi mutasi somatic (somatic mutation) pada allele yang lain. Contohnya
adalah Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary Non-Polyposis
Colorectal Cancer (HNPCC). HNPCC terdapat pada sekitar 5 % kanker
kolorektal.
2. Kelompok sporadic (sporadic colorectal cancer) 70 %. Kelompok sporadic
membutuhkan 2 mutasi somatic, satu pada masing-masing allele-nya.
3. Kelompok familial (familial colorectal cancer) 20 %.
Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu dari dominantly inherited
syndromes di atas (FAP & HNPCC) dan lebih dari 35 % terjadi pada usia
muda. Meskipun kelompok familial dari kanker kolorektal dapat terjadi karena
kebetulan saja, akan tetapi factor lingkungan, penetrant mutation yang lemah
atau currently germline mutation dapat berperan.
TERDAPAT 2 MODEL PERJALANAN PERKEMBANGAN KARSINOMA
KOLOREKTAL (KARSINOGENESIS) YAITU :
1. LOH (Loss of Heterozygocity)
Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor yang meliputi gen APC
(adenomatous polyposis coli gene), gen DCC (deleted in colorectal carcinoma
gene) dan p53 serta aktivasi onkogen yaitu K-ras proto-oncogene. Contoh
model ini adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma.
2. RER (Replication Error).
Model RER karena ada mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1 dan hPMS2.
Contoh model ini adalah perkembangan HNPCC menjadi kanker kolorektal.
Pada bentuk sporadic, 80 % berkembang lewat model LOH dan 20 %
berkembang lewat model RER.
Bagus-TOLE | 249
MAKROSKOPIS
Terdapat 3 tipe makroskopis karsinoma kolon dan rektum :
1. Tipe Polopoid / Vegetative / Fungating Tumbuh menonjol ke lumen usus
dan berbentuk bunga kol. Sering ditemukan disekum dan kolon asendens
2. Tipe Skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi gejala stenosis
dan obstruksi. Ditemukan terutama di kolon desendens, sigmoid dan rektum
3. Tipe Ulseratif terjadi nekrosis sentralis. Ditemukan terutama pada Rektum.
TIPE HISTOLOGIS
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma tanpa komponen musinosum,
Adenokarsinoma dengan komponen musinosus < 50%
Adenokarsinoma musinosum ( komponen musinosum > 50%)
Signet ring sel adenocarcinoma
Squamous cell carcinoma
Adeno-squamous carcinoma
Karsinosarkoma
Undifferentiated carcinoma
METASTASIS
• Karsinoma kolorektal mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh menembus
dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah cephalad dan caudad
• Invasi tumor cenderung sirkuler dari pada logitudinal dan cenderung kearah
cephalad daripada caudad
• Di daerah kolon, penyebaran caudal tidak pernah melebihi 5-6 cm sedangkan
pada rektum, penyebaran kearah anal jarang melebihi 2 cm.
• Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan atau organ sekitarnya
• Penyebaran limfogen ke kljr parakolika, mesenterikal & para aortal
• Penyebaran hematogen terutama ke hepar sedangkan bila tumor pada 1/3
distal rektum dapat menyebar ke paru-paru
Ada 5 mekanisme penyebaran sel tumor yaitu :
Lymfogen, Hematogen, Menembus dinding usus (intramural dissemination),
Implantasi selama pembedahan (intraoperative spreading), Melalui rongga
peritoneal
Bagus-TOLE | 250
GEJALA KLINIK
Gejala klinik tergantung dari lokasi, ukuran dan ekstensi tumor
• Gejala dan tanda karsinoma kolorektal tidak ada, umumnya gejala pertama
timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat penyebaran. Gambaran klinis kolon kiri berbeda dengan kanan.
• Karsinoma kolon kiri, sering berbentuk skirus, lumen kolon kiri relatif lebih
kecil dari kanan dan konsistensi feses semi solid (padat) sehingga lebih
banyak menimbulkan gejala obstruksi.
• Karsinoma kolon kanan, jarang menimbulkan gejala obstruksi karena lumen
kolon kanan relatif lebih besar dari kiri dan konsistensi feses semi fluid (cair).
• Karsinoma kolon kiri dan rektum, sering menyebabkan perubahan pola
defekasi (change in bowel habit) seperti konstipasi atau defekasi dengan
tenesmus. Makin kedistal letak tumor feses makin menipis atau berbentuk
seperti kotoran kambing atau lebih cair disertai darah dan lendir.Tenesmus
merupakan gejala yang didapat pada karsinoma rectum. Bila obstruksi,
penderita flatus terasa lega diperut. Gambaran klinik tumor sekum dan kolon
asendens tidak khas. Dispepsi, kelemahan umum, penurunan berat badan dan
anemia merupakan gejala umum. Karena itu penderita sering datang dalam
keadaan umum jelek. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan
Makroskopik
DISPEPSI - Sering - Jarang - Jarang
MEMBURUKNYA KU - Hampir selalu - Lambat - Lambat
ANEMIA - Hampir selalu - Lambat - Lambat
Bagus-TOLE | 251
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Daerah Rektum
i. Colok Dubur
Harus dilakukan pada setiap kelainan kolorektal atau abdomen
Mendeteksi tumor sejauh kurang lebih 10 cm dari anal verge
Tumor konsistensi keras, permukaan rata, mudah berdarah
Harus dinilai ukuran tumor, terfiksasi / tidak, ulserasi / tidak.
Dengan pemeriksaan colok dubur yang baik dan benar, dapat
mendiagnosis hampir 40 % tumor-tumor kolorektal
ii. Proktosigmoidoskopi Rigid dapat menentukan dengan tepat lokasi tumor
iii. Endorectal Ultrasound (Eus) dapat menentukan dalamnya invasi tumor
ke dinding usus.
b) Kolonoskopi disertai biopsi
– Untuk melihat tumor daerah kolon
– Mendiagnosis hampir 100% karsinoma kolorektal
Bagus-TOLE | 252
STAGING / STADIUM
a) Dukes’ Classification of Colorectal Cancer Henry Dukes‟ tahun 1932
Stadium A : tumor terbatas pada lapisan mukosa
Stadium B1 : tumor invasi pada lapisan mukosa muskularis
Stadium B2 : tumor invasi pada lapisan propria muskularis
Stadium C1 : Tumor B1 metastase ke KGB dekat tumor primer
Stadium C2 : Tumor B2 metastase ke KGB yang jauh
Stadium D : Metastase jauh
Mukosa
Tumor
Lympnode Involed
5 Years
DUKES’-1954 ASTLER-COLER-1954
Survival
A tumor terbatas pada lapisan mukosa Limited to mucosa, negative lymph nodes 100 %
B1 tumor invasi pd lap. Mukosa muskularis Extension into muscularis propria, lymph nodes(-) 65-75 %
B2 tumor invasi lap. Propria muskularis Extension through entire bowel wall, lymphnode (-) 60-70 %
C1 B1 + KGB dekat tumor primer (Lokal) Positive nodes lesion limited to muscularis propria 40-55 %
C2 B2 + KGB yg jauh (Regional) Positive nodes lesion through entire bowel wall 25-35 %
Bagus-TOLE | 253
c) Sistem TNM (The American College of Surgeons’ Commission on
Cancer) The American College of Surgeons’ Commission on Cancer
PENANGANAN
A) Kolon Kanan
- Tumor pada kolon kanan dilakukan Hemikolektomi Kanan disertai
dengan ligasi arteri ileokolika, arteri kolika dekstra dan arteri kolika media
pada “point of origin”. Dengan tindakan ini memungkinkan untuk mengangkat
semua station kelenjar limfe terutama “hilar station” pada arteri kolika media
HEMIKOLEKTOMI KANAN
Bagus-TOLE | 254
b) Kolon Kiri
Untuk tumor pada kolon desendens, sigmoid dilakukan Hemikolektomi Kiri
disertai dengan ligasi arteri mesenterika inferior pada “point of origin”
c) Kolon Sigmoid Sigmoid kolektomi atau Reseksi anterior
HEMIKOLEKTOMI KIRI
d) Rektum
Bagus-TOLE | 255
Tumor 1/3 proksimal yaitu tumor dengan
jarak lebih 12 cm dari anal verge.
Tumor 1/3 tengah yaitu dengan jarak 7 -
12 cm dari anal verge.
Tumor 1/3 distal dengan jarak kurang 7 cm
dari anal verge.
Bagus-TOLE | 256
TOTAL MESORECTAL EXCISION (TME)
Plane of dissection
Seluruh jaringan
mesorektal dieksisi
Bagus-TOLE | 257
TERAPI PALIATIF
Untuk karsinoma kolon / rectum yang inoperable :
Kolostomi pada bagian proksimal dari tumor
Pintasan ileo-kolostomi
TERAPI ADJUVANT
a) Radiasi Diberikan pada karsinoma rekti
Radiasi eksterna
– Postoperatif Dosis 40 – 60 Gy dengan fraksinasi 5 x 200 cGy
– Preoperatif
Jangka pendek Dosis 5 Gy dengan fraksinasi 5 x 5 Gy
Jangka panjang Dosis 46 Gy dengan fraksinasi 23 x 2 Gy
Brakiterapi
b) Kemoterapi
Stadium I / Dukes‟ A : tidak diberikan kemoterapi
Stadium II / Dukes‟ B : dipertimbangkan untuk kemoterapi
Stadium III / Dukes‟ C : kemoterapi 5 FU-Folic Acid (FA)/Capecitabine~6bln
Stadium IV / metastasis : kemoterapi 5 FU / FA atau Capecitabine hingga 6 bulan +
Oxaliplatin / Irinotecan~6 bulan.
PENYULIT
Obstruksi.
- Obstruksi kolon kiri sering tanda pertama karsinoma kolon
- Kolon bisa sangat dilatasi terutama sekum dan kolon asendens tipe
“Close Loop Obstruction / Dileptic Obstruction”
Perforasi.
- Perforasi terjadi disekitar tumor karena sentral nekrosis dan dipercepat oleh
obstruksi yang menyebabkan tekanan dalam rongga kolon makin meninggi
tipe “Perforasi Dileptik”
- Mengakibatkan peritonitis bila tidak cepat ditolong akan fatal
Dileptic Obstruction
Prognosis.
Dinilai berdasarkan 5-year survival rate. Prognosis ditentukan berdasarkan :
Staging
Derajat histopatologi
Derajat diferensiasi
Ada tidaknya invasi vaskuler atau perineural
Ada tidaknya obstruksi atau perforasi
Aneuploidi sel-sel tumor
Mucin-producing dan signet cell tumors (intercytoplasmic mucin)
Peningkatan kadar CEA
Bagus-TOLE | 258
TUMOR GANAS ANUS
Bagus-TOLE | 260
(A) Circumferential villous adenoma of the rectum. (B)
Starting at the dentate line, entire adenoma is excised circumferentially
in the submucosal plane with electrocautery. Denuded muscle wall is
plicated with interrupted absorbable sutures. (C) At completion the
anorectal wall is pleated.
Kraske’s approach.
(A) Patient is placed in prone position. A midline or a transverse skin incision is used. (B) Incision through
skin, with division of anococcygeal ligament. (C) Levator ani muscle is divided in the midline plane. Coccyx can be
excised as indicated. (D) Posterior rectal wall is incised, exposing adenoma in the anterior rectal wall. (E) Adenoma is
excised in the submucosal plane. (F) Closure of anterior rectal mucosa. (G) Closure of osterior rectal wall. (H)
Closure of levator ani muscle. (I) Approximation of anococcygeal ligament.
Bagus-TOLE | 261
York-Mason’s transsphincteric approach.
(A)With patient in prone position, a parasacral skin incision is used.
(B) Incision is made through subcutaneous tissue, external sphincter
muscles, and levator ani muscle. Each pair of muscles is marked on
each side with sutures for accurate approximation. Posterior wall of
rectum is exposed. Part of the gluteus muscle is incised to gain
exposure.
(C) Posterior wall of rectum is incised to expose the lumen.
(D) Adenoma is excised in the submucosal plane.
(E) Posterior wall of rectum is closed with running absorbable
sutures, followed by closure of the wound in layers.
Colonoscopy Non-polyp
Polyp
Biopsy : cancer
No distant metastasis
Complete excesion
Surgical Resection
Insitu Ca Insitu Ca
Negative positive
Resectable ?
Unresectable
Follow up margins & margins Primary Ca
Well/mod.dif Poorly
Ca diff.Ca STAGE
Follow up
Adjuvant Palliative Palliative
Chemotherapy Chemotx Surgical
Recurrence
Resectable Unresectable
(Joseph G et al, 1997)
Bagus-TOLE | 262
Management of Rectal Cancer
Ax + Fx + RT (JOSEPH G et al, 1997)
No distant metastasis
Surgical resection
Resectable Locally Unresectable
Bagus-TOLE | 263
Bagus-TOLE | 264
PROTOKOL KEMOTERAPI PADA KARSINOMA KOLOREKTAL
MAYO
1. 5–Fluorouracil (5-FU) : 425 mg/m2 dengan bolus IV setiap hari 5 hari
berturut-turut satu jam sesudah leukovorin (LV).
2. Leukovorin (LV) : 20 mg/m2 IV setiap hari untuk 5 hari berturut-turut.
Frekuensi : Ulang setiap 4 sampai 5 minggu.
DE GRAMONT
1. Leukovorin : 200 mg/m2 infus 2 jam diikuti
2. 5-Fluorouracil (5-FU) : 400 mg/m2 IV bolus diikuti
3. 5-Fluorouracil (5-FU) : 600 mg/m2 infus kontinu 22 jam
4. Frekuensi : hari 1 + 2, ulang setiap 21 hari.
CAPECITABINE
Sebagai Monoterapi : 8 Siklus
Nama Obat Dosis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Capecitabine 2500 Dibagi 2/hari, 30 setelah Istirahat
mg/m2 makan
CAPECITABINE
Dikombinasikan dengan Oxaliplatin : 8 Siklus
Nama Obat Dosis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Capecitabine 2500 Dibagi 2/hari, 30 setelah Istirahat
mg/m2 makan
Oxaliplatin 130 Istirahat
mg/m2
CAPECITABINE
Dikombinasikan dengan Irinotecan : 8 Siklus
Nama Obat Dosis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Capecitabine 2500 Dibagi 2/hari, 30 setelah Istirahat
mg/m2 makan
Irinotecan 250 Istirahat
mg/m2
Bagus-TOLE | 265
REKOMENDASI
1. Stadium I / Dukes A : tidak diberikan kemoterapi.
2. Stadium IIA / Dukes B1 : dipertimbangkan pemberian kemoterapi.
3. Stadium IIB / Dukes B2 : kemoth/ 5-FU/FA a/ Capecitabine hingga 6 bl.
4. Stadium III / Dukes C : kemoth/ 5-FU/FA a/ Capecitabine hingga 6 bl.
5. Stadium IV / Metastasis : kemoth/ 5-FU/FA a/ Capecitabine hingga 6 bl
+ Oxaliplatin a/ Irinotecan selama 6 bulan.
INDIKASI KHEMOTERAPI :
Untuk menyembuhkan kanker, Memperpanjang hidup & remisi, Mp‟panjang
interval bebas kanker, Menghentikan progresi kanker, Paliasi symptom,
Mengecilkan volume kanker, Menghilangkan gejala para neoplasma.
KONTRA INDIKASI KHEMOTERAPI :
1. Kontra indikasi absolute
Penyakit stadium terminal, Hamil trisemester pertama, kecuali akan
digugurkan, Septicemia, Koma.
2. Kontra indikasi relative
a. Usia lanjut, Status penampilan yang sangat jelek, Ada gangguan fungsi
organ vital yang berat, Seperti : hati, ginjal, jantung, sumsum tulang.
Dementia, Penderita tidak dapat mengunjungi klinik secara teratur, Penderita
tidak kooperatif, Tumor resisten terhadap obat, Tidak ada fasilitas penunjang
yang memadai.
PEMANTAUAN KHEMOTERAPI :
Sebelum khemoterapi nilai dahulu harus bagaimana status penderita:
1. Fisik penderita terutama status penampilan dan toksisitas
2. Radiologi terutama keadaan paru
3 Laboratorium terutama Hb, Leukosit dan Trombosit.
A. TOKSISITAS KHEMOTERAPI :
Sebelum khemoterapi periksa darah, fungsi hati, fungsi ginjal dan sebagainya.
Khemotherapi diberikan if: Hb ≥ 10 mg% ; WBC ≥ 4.000 /m3 ; PLT≥ 100.000 /m3.
B. KOMPLIKASI KHEMOTERAPI :
1. Segera ( Shock, Arrhythmia, Nyeri pada tempat suntikan)
2. Dini ( Mual / muntah, Panas, Reaksi hipersensitif.
3. Lambat (beberapa hari) ( Stomatitis, Diarrhoe, Alopecia, Depresi ss. tlg
4. Lambat (beberapa bulan) ( Hiperpigmentasi kulit, Lesi Organ : Adriamycin →
hati, Bleomycin,Busulfan → paru, Methotrexate → hati, Gangguan kapasitas
reproduksi (Amenorhoea,Penurunan knstrasi sperma), Gangguan endocrine (
Feminisasi, Virilisasi), Efek karsinogen.
Bagus-TOLE | 266
Follow Up.
a) Pemeriksaan fisis tidak terlalu bagus untuk menentukan rekurensi dini
dari tumor.
b) Kolonoskopi sebaiknya dilakukan 1 tahun setelah operasi untuk
mendeteksi adanya polyp baru :
Jika ditemukan polyp baru polyp dikeluarkan kemudian kolonoskopi
diulang setiap tahun
Jika polyp baru ( - ) kolonoskopi diulang setiap 3 – 5 tahun
c) CEA (Carcino Embryonic Antigen) Tumor marker sensitif untuk
mendeteksi rekurensi karsinoma kolorektal
Diulang setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama
Diulang setiap 6 bulan setelah 2 tahun pertama
d) Bila CEA meningkat indikasi untuk melakukan pemeriksaan “chest
radiography” dan CT scan abdomen
e) Kemoterapi dan radioterapi merupakan terapi paliatif untuk karsinoma
kolorektal nonresectable yang rekuren
Goodsall’s rule.
Bagus-TOLE | 268
Anorectal advancement flap. A Transsphincteric fistula-in-ano. B Enlargement of external opening and curettage of
granulation
tissue. C Mobilization of flap and closure of internal opening. D Suturing of flap in place covering internal opening.
Bagus-TOLE | 269
DUODENUM
Bagus-TOLE | 270
Bagus-TOLE | 271