Anda di halaman 1dari 3

PHOBIA MATEMATIKA

Fobia (gangguan anxietas fobik) adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa
dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang
pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman
sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia. Pengamat fobia
menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat
dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara di
bayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat
menjijikkan ataupun menakutkan.
Kata “phobia” sendiri berasal dari istilah Yunani “phobos” yang berarti lari (fight), takut dan panik (panic-fear),
takut hebat (terror). Istilah ini memang dipakai sejak zaman Hippocrates.
Walaupun ada ratusan macam phobia tetapi pada dasarnya phobia-phobia tersebut merupakan bagian dari 3 jenis
phobia, yang menurut buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV) ketiga jenis
phobia itu adalah:
1. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat
tertutup, ketinggian, dan lain lain.
2. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini
senang menghindari tempat-tempat ramai.
3. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall)
orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
Penyebab Phobia
Phobia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada umumnya phobia disebabkan
karena pernah mengalami ketakutan yang hebat atau pengalaman pribadi yang
disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya kemudian ditekan kedalam
alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di masa kecil dianggap sebagai salah satu
kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Lalu bagaimana menjelaskan tentang orang yang takut akan sesuatu walaupun tidak pernah mengalami trauma pada
masa kecilnya? Martin Seligman di dalam teorinya yang dikenal dengan istilah biological preparedness
mengatakan ketakutan yang menjangkiti tergantung dari relevansinya sang stimulus terhadap nenek moyang atau
sejarah evolusi manusia, atau dengan kata lain ketakutan tersebut disebabkan oleh faktor keturunan. Misalnya,
mereka yang takut kepada beruang, nenek moyangnya pada waktu masih hidup di dalam gua, pernah diterkam dan
hampir dimakan beruang, tapi selamat, sehingga dapat menghasilkan kita sebagai keturunannya. Seligman berkata
bahwa kita sudah disiapkan oleh sejarah evolusi kita untuk takut terhadap sesuatu yang dapat mengancam survival
kita. Pada kasus phobia yang lebih parah, gejala anxiety neurosa menyertai penderita tersebut. Si penderita akan
terus menerus dalam keadaan phobia walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Selalu ada saja yang membuat
phobia-nya timbul kembali, misalnya thanatophobia (takut mati), dll.
Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-
perubahan yang terjadi diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang terjadi di masyarakat,
seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala
bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era informasi. Dalam kenyataannya perubahan-
perubahan yang terjadi ini masih terlalu sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan
anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih
dalam periode pembentukan (formative period) tipe kepribadian dasar (basic personality type). Ini untuk
memperoleh generasi penerus yang berkualitas.
Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup
memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber
rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak, khususnya dalam keluarga.
Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini masih belum jelas
mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya
mulai diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara umum dan tidak memaksakan. Tujuan
mendidik, menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat menunjukan adanya
gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature, wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga
maupun seluruh masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
adalah teramat penting.
phobia matematika (mathematics anxiety) sebenarnya cukup umum terjadi. Melihat gejalanya, phobia
matematika sebenarnya sangat mirip dengan demam panggung (stagefright). Mengapa seseorang menderita
stagefright? Takut ada yang tidak beres di depan orang banyak? Takut melupakan garis? Takut dinilai buruk? Takut
akan benar-benar kosong? kecemasan Math memunculkan rasa takut dari beberapa tipe. Rasa takut yang satu tidak
akan dapat mengerjakan matematika atau rasa takut lain yang terlalu keras atau ketakutan akan kegagalan sering
berasal kurang percaya diri. Ahli Matematika ITB Iwan Pranoto menyebutkan bahwa, masalah fobia matematika
kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan
matematika. Kalau fisika, baru diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial
dibandingkan matematika. Apalagi Kimia yang baru diajarkan ketika tingkat SMA.Selain itu ketakutan yang
sebenarnya dari pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang didapatkannya salah, karena jawaban
yang salah berarti kegagalan sehingga anak dituntut untuk selalu bisa memberikan jawaban yang benar. Padahal
jawaban yang salah bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami konsep matematika
dan menganalisis pikirannya.
Guru yang mengajar pun sebaiknya tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena
tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak justru akan semakin takut dan
membenci pelajaran tersebut. Jika anak terlalu takut dengan matematika bisa memicunya memiliki gangguan
matematika (mathematics disorder) yaitu kondisi dimana anak memiliki kemampuan matematika rendah atau di
bawah kemampuan normal anak berdasarkan usia dan tingkat pendidikannya.
Lalu, dari manakah rasa takut matematika ini berasal?
Menurut Russel Deb (about.com) menyebutkan bahwa biasanya rasa takut ini berasal dari pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam pelajaran matematika. Fobia matematika juga dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
pembelajaran matematika dan kurangnya latihan soal-soal matematika.
Sebagaimana kita ketahui bersama, siswa kerap kali memiliki ketergantungan yang luar biasa terhadap prosedur
matematika sebagai suatu cara untuk memahami matematika. Padahal ketika seseorang mencoba menghafal
prosedur, aturan dan langkah-langkah penyelesaian soal tanpa memahami banyak hal, matematika sendiri akan cepat
dilupakan dan timbul keraguan.
Pikirkan matematika sebagai menghafal semua prosedur – bagaimana jika Anda lupa beberapa? Oleh karena itu,
dengan jenis strategi memori yang baik akan membantu, tapi, bagaimana jika Anda tidak ‘memiliki ingatan yang
baik. Memahami matematika sangat penting. Setelah siswa menyadari bahwa mereka dapat melakukan matematika,
gagasan seluruh kecemasan matematika dapat diatasi. Guru dan orang tua memiliki peran penting untuk menjamin
siswa memahami matematika yang disajikan kepada mereka.
Selanjutnya untuk mengatasi rasa takut terhadap matematika seseorang harus membentuk enam sikap diri sebagai
pembelajar;
1. Sikap positif akan membantu. Namun, sikap positif datang dengan pembelajaran yang berkualitas untuk
memahami yang sering tidak terjadi pada pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional
2. Ajukan pertanyaan, menentukan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika. Jangan puas dengan
sesuatu yang kurang selama pembelajaran. Mintalah ilustrasi yang jelas dan atau demonstrasi atau simulasi.
3. Praktek atau latihan soal secara teratur, terutama bila Anda sedang mengalami kesulitan pada konsep tertentu.
4. Ketika Anda benar-benar tidak dapat memahami matematika sama sekali, sewalah seorang tutor atau belajar
kelompok dengan orang-orang yangbenar-benar memahami matematika. Yakinlah bahwa Anda dapat
menyelesaikan soal matematika sesulit apapun, hanya terkadang soal itu mengambil pendekatan yang berbeda bagi
Anda untuk memahami beberapa konsep.
5. Jangan hanya membaca catatan-catatan Anda untuk memahami konsep matematika. Memahami konsep
matematika membutuhkan latihan rutin dan pastikan Anda dapat jujur menyatakan bahwa Anda memahami apa
yang Anda lakukan.
6. Jadilah gigih dan tidak lebih menekankan kenyataan bahwa kita semua membuat kesalahan. Ingat, beberapa
pembelajaran yang paling kuat berasal dari membuat kesalahan.
Setelah pembentukan sikap diri ini, tinggal peran guru untuk menjadikan matematika menjadi menarik. Disini perlu
adanya faktor kreativitas guru. Kreativitas guru dalam menyampaikan materi atau kreativitas dalam hal menyajikan
materi matematika pada murid-muridnya. Pada gilirannya kreatifitas guru dalam mengajar inilah yang
menumbuhkan minat dan semangat belajar para siswa.
Satu hal lagi yang tidak kalah penting dan harus difahami oleh siapapun yang ingin menguasai konsep matematika.
Ingatlah bahwa matematika adalah ilmu abstrak, karena memang begitu adanya. Hampir bisa dipastikan bahwa
konsep-konsep matematika adalah konsep yang abstrak. Akan tetapi, perlu pula diingat bahwa dalam tahapan-
tahapan tertentu, setiap manusia juga mampu memahami sesuatu yang abstrak, walau pun tentunya sesuai dengan
tingkat kecerdasannya masing-masing. Ada yang begitu cepat menangkap, tetapi ada pula yang sangat lamban
menangkapnya.
Sementara untuk alasan kedua, adalah faktor guru pengajar. Mungkin saja, gurunya kurang pintar, tidak berwibawa,
kurang wawasan, tidak menyenangkan, sifatnya buruk, atau hal-hal buruk lainnya. Menanggapi hal itu, ingatlah,
“Guru juga manusia!” Seandainya tidak puas dengan guru di dalam kelas, bertanyalah kepada guru lain di luar kelas
atau di luar sekolah kita. Kemanapun kita pergi, kita masuk, kita lakukan, butuh matematika. Dan ingat lagi: “Guru
juga manusia!!” Jangan pernah menyerah, untuk mengurangi rasa takut yang yang berlebihan ( phobia ) terhadap
Matematika.

Anda mungkin juga menyukai

  • Aljabar
    Aljabar
    Dokumen11 halaman
    Aljabar
    Muhamad Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • PD Fixxx
    PD Fixxx
    Dokumen27 halaman
    PD Fixxx
    Muhamad Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • LPJ Kaderisasi
    LPJ Kaderisasi
    Dokumen4 halaman
    LPJ Kaderisasi
    Muhamad Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • PLP Untad
    PLP Untad
    Dokumen4 halaman
    PLP Untad
    Muhamad Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • GBHK Darul 'Ulum
    GBHK Darul 'Ulum
    Dokumen7 halaman
    GBHK Darul 'Ulum
    Muhamad Hariyadi
    Belum ada peringkat