Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

“HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL”

DI SUSUN OLEH:

SYAMSIAH MAWAR

NIM 201730153

FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PERJANJIAN
INTERNASIONAL” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman dan para
dosen yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Kendari , 05 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang …………………………………………………………………………. 3
2. Rumusan masalah ……………………………………………………………………. 4
3. Tujuan ………………………………………………………………………………….. 5
4. Manfaat ……………………………………………………………………………….. 5
BAB 2 ISI
A. Pengertian perjanjian internasional …………………………………………………. 6
B. Arti penting perjanjian internasional ………………………………………………. 7
C. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam perjanjian internasional ……………. 8
D. Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional ………………………………... 9
E. Hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional ……………. 10
F. Kapan berlaku dan berakhirnya perjanjian internasional ..........................
12
G. Jenis-jenis perjanjian internasional …………………………………………….… 12
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………….……… 15
2. Saran ……………………………………………………………………………………
15
Daftar pustaka ………………………………………………………………………………. 16
BAB 1
PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Kerjasama antarnegara saat ini sudah tidak dapat lagi dihindarkan. Bentuk kehidupan
yang kompleks sangat rentan untuk tejadi perselisihan. Untuk menghindari agar
perselisihan tidak terjadi maka masyarakat internasional harus senantiasa bertumpu pada
norma atau aturan. Aturan tersebut tidak hanya dibuat untuk menghindari perselisihan,
akan tetapi juga untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan antarnegara.
Perwujudan kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian.

Tidak dapat dinafikan betapa batas-batas teritorial suatu negara nasional kini tidak
lagi menjadi penghalang bagi berbagai aktivitas ekonomi yang semakin pesat. Demikian
pula lahan beroperasinya pekerjaan hukum yang semakin mendunia. Fenomena di atas,
nyata sekali dengan berkembangnya penggunaan istilah yang mengindikasikan
dilampauinya batas-batas tradisional dan teritorial nasional suatu negara, seperti istilah
transnational corporation, transnational capitalist class, transnational practices,
transnational information exchange, the international managerial bourgoisie, trans-state
norms,3 dan lain-lain. Dalam perkembangan kehidupan bersama manusia yang cenderung
semakin tidak mengenal batas negara ini, boleh jadi kesepakatan antar negaranegara
dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian
internasional merupakan sumber hukum yang semakin penting. Persoalannya, karena
semakin banyak masalah transnasional yang memerlukan pengaturan yang jangkauannya
hanya mungkin dilakukan dengan instrumen perjanjian internasional. Hal itu disebabkan
perjanjian internasional sudah berhasil menciptakan norma-norma hukum baru yang
diperlukan untuk mengatur hubungan antar negara dan antar masyarakat negara-negara
yang volumenya semakin besar, intensitasnya semakin kuat, dan materinya semakin
kompleks.

Perjanjian Internasional adalah hasil kesepakatan yang dibuat oleh subyek hukum
internasional baik yang berbentuk bilateral, reginal maupun multilateral.
Perjanjian Bilateral adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak dua negara,
sedangkan regional adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak negara-negara dalam
satu kawasan sedangkan multilaretal adalah perjanjian yang apabila pihaknya lebih dari
dua negara atau hampir seluruh negara di dunia dan tidak terikat dalam satu kawasan
tertentu. Sedangkan menurut Konvensi wina Pasal 2 1969, Perjanjian Internasional (treaty)
didefinisikan sebgai: “Suatu Persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis,
dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih
instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.”

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang-undang Republik


Indonesia nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yaitu: Perjanjian
Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebuitan apapun, yang diatur oleh hukum
internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satua
atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum
publik”.

Menurut Pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional, Perjanjian Internasional


merupakan salah satu sumber hukum Internasional. perjanjian Internasional yang diakui
oleh pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional hanya perjanjian – perjanjian yang dapat
membuat hukum (Law Making Treaties).

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat


bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu”.

“Perjanjian Internasional sebagai suatu subjek-subjek hukum internasional yang


menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional dapat
berbentuk bilateral maupun multilateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-
lembaga internasional juga Negara-negara”.

“Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan


hak dan kewajiban diantara pihak tersebut”.
“perjanjian internasional yaitu perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih
yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Tegasnya mengatur
perjanjian antarnegara selaku subjek hukum internasional.

Berkenaan dengan hal diatas tersebut, maka setiap bangsa dan Negara yang ikut
dalam suatu perjanjian yang telah mereka lakukan, harus menjunjung tinggi semua dan
seluruh peraturan-peraturan atau ketentuan yang ada di dalamnya. Karena hal tersebut
merupakan asas hukum perjanjian bahwa”Janji itu mengikat para pihak dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas ini disebut dengan asas pacta sunt servanda.

Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, misalnya ada sebagian Negara atau bangsa
yang melanggar dalam arti tidak mentaati aturan-aturan yang telah diputuskan sebelumnya,
maka tidak mustahil bukan kedamaian atau keharmonisan yang tercipta, tetapi barangkali
saling bertentangan diantara Negara-negara yang melakukan perjanjian tersebut.
1. Dapat menjalin kerjasama antara negara kita dan negara lainnya
2. Dapat menaikkan nilai suatu negara di mata negara lain
3. Dapat menaikkan kualitas suatu negara dengan cara melakukan perjanjian
internasional.
 Tahap Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
 Tahap Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah2 teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
 Tahap Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu
perjanjian internasional.
 Tahap Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah
dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan
atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya
dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian
internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral,
proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan
suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.
 Tahap Penandatanganan: merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk
melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandantanganan perjanjian internasional bukan
merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian
Internasional (Menurut Pasal 6 Ayat 1)
 Tahap Pengesahan: Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan
berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang
memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur
pengesahan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Setiap undang-undang
atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengesahan dengan undang-undang
memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan dengan keputusan
Presiden selanjutnya diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan
perjanjian internasional melalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi
perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk dan nama (nomenclature) perjanjian.
Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan
keseragaman atas bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-
undang. Mekanisme dan prosedur pinjaman dan/atau hibah luar negeri beserta
persetujuannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan diatur dengan undang-undang
tersendiri. (Menurut Pasal 9).

Harus dinyatakan secara formal/ resmi, dan


Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.
1. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
yaitu:
a. Perjanjian antar-negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal
ini dapat dimaklumi karena Negara merupakan subyek hokum internasional yang
paling utama dan klasik.
b. Perjanjian antarnegara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti
Negara dengan organisasi internasional.
c. Perjanjian antara subyek hukum internasional selain Negara satu sama lain.
d. Perjanjian yang pembentukannya diadakan melalui tiga tahap yaitu;
(1) perundingan, (2) penandatanganan dan (3) ratifikasi, dan biasanya diadakan
untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan
yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian.
e. Perjanjian yang pembentukannya hanya melalui dua tahap karena memerlukan
penyelesaian yang cepat, yaitu perundingan dan kemudian penandatanganan.
Seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek.
f. Perjanjian bilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara)
saja dan mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah
pihak. Misalnya perjanjian mengenai batas negara.
g. Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara)
yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (openverdrag) di manahal-hal
yang diaturnya pun lazimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak
terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjianya tapi juga
menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini
digolongkan pada perjanjian law making treaties atau perjanjian yang membentuk
hukum.
h. Perjanjian antarKepala Negara (head of state form) Pihak peserta dari perjanjian
disebut pihak peserta agung (High Contracting State)
Dalam praktek pihak yang mewakili Negara dapat diwakilkan kepada MENLU atau
DUBES atau dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers).
Dalam praktek pihak yang mewakili Negara dapat diwakilkan kepada MENLU atau
DUBES atau dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers).
i. Perjanjianantarnegara (inter-state form), pejabat yang mewakili dapat ditunjuk
MENLU, DUBES atau wakil kuasa penuh.
j. Dispotive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya
dianggap selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu.
Contoh: Perjanjian tapal batas.
k. Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan) adalah perjanjian yang
pelaksanaanya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama
jangka waktu perjanjian itu. Contoh perjanjian perdagangan.
l. Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung
kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota
masyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorigakan
sebagai sumber langsung dari hokum internasional, yang terbuka bagi pihak lain
yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian perjanjian internasional?
2. Arti penting perjanjian internasional!
3. Istilah-istilah apa sajakah yang digunakan dalam perjanjian internasonal?
4. Bagamanakah tahap-tahap dalam pembutan hubugan internasional?
5. hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional!
6. Berlaku dan Berakhirnya perjanjian internasional!
7. Jenis-jenis perjanjian internasional!

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertin hubungan internasional;
2. Untuk mengetahui istilah-istilah apa sajakah yang digunakan dalam perjnjian
intrnasonal;
3. Untuk mengetahui bagamanakah tahap-tahap dalam pembutan hubugan
internasional;
4. Untuk mengetahui Bagamanakah tahap-tahap dalam pembutan hubugan
internasional;
5. Untuk mengetahui hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian
internasional;
6. Untuk mengetahui Berlaku dan Berakhirnya perjanjian internasional; dan
7. Untuk mengetahui Jenis-jenis perjanjian internasional;

D. MANFAAT
1. Memahami secara luas dan mendalam tentang apa pengertin hubungan
internasional;
2. Memahami secara luas dan mendalam tentang istilah-istilah apa sajakah yang
digunakan dalam perjnjian intrnasonal;
3. Memahami secara luas dan mendalam tentang bagamanakah tahap-tahap dalam
pembutan hubugan internasional;
4. Memahami secara luas dan mendalam tentang tahap-tahap dalam pembutan
hubugan internasional;
5. Memahami secara luas dan mendalam tentang hal-hal penting dalam proses
pembuatan perjanjian internasional;
6. Memahami secara luas dan mendalam tentang Berlaku dan Berakhirnya
perjanjian internasional; dan
7. Memahami secara luas dan mendalam tentang Jenis-jenis perjanjian
internasional;
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek


hukum internasional dan bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.
Contoh perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan
negara lain, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional dengan
organisasi internasional lain, serta Tahta Suci dengan negara.

Bila bertitik tolak pada pendapat para ahli mengenai pengertian perjanjian
internasional, kita menemukan keanekaragaman pengertian. Hal ini tentu saja dapat
dimengerti karena para ahli tersebut mendefinisikan perjanjian internasional
berdasarkan sudut pandang masing-masing.
Untuk lebih jelasnya, akan dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli
hukum internasional, antara lain :
1. Pengertian yang dikemukakan oleh Mohctar Kusumaatmadja, SH, yaitu
Perjanjian internasional merupakan perjanjian yang diadakan antar
negara/bangsa yang memiliki tujaun untuk dapat menciptakan akibat-akibat
hukum tertentu.
2. Pengertian yang dikemukakan oleh G Schwarzenberger yaitu Perjanjian
internasional merupakan perjanjian/persetujuan antara subjek-subjek hukum
internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam
hukum internasional.
3. Pengertian yang dikemukakan oleh Oppenheim Lauterpacht yaitu perjanjian
internasional adalah suatu perjanjian antar negara yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.
4. Definisi dari Konvensi Wina tahun 1969, yaitu Dalam Konvensi Wina 1969
dijelaskan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan dua
negara atau lebih untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Artinya,
perjanjian internasional mengatur perjanjian antar negara sebagai subjek hukum
internasional.
Berdasarkan pengertian diatas, terdapat sedikit perbedaan namun pada
prinsipnya mengandung dan memiliki tujuan yang sama.

B. ARTI PENTING PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian internasional memiliki kedudukan yang sangat penting dalam


pelaksanaan hubungan internasional. Biasanya berbagai negara yang sedang
menjalin kerja sama atau hubungan internasional selalu menyatakan ikatan hubungan
tersebut dalam sebuah perjanjian internasional. Di dalam perjanjian internasional
tersebut, diatur berbagai hal yang menyangkut hak serta kewajiban antar negara yang
sedang mengadakan perjanjian dalam rangka hubungan internasional.

C. ISTILAH-ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN DALAM PERJANJIAN


INTERNASIONAL
Istilah-istilah yang sring digunakan dalam perjanjian internasional diantaranya,
sebagai berikut;
1. Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dua
negara atau lebih. Perjanjian ini mancakup bidang politik dan bidang ekonomi.
2. Konvensi (Convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan
tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini
harus dilegalisi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (full powers).
3. Protocol yaitu persetujuan tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala
Negara, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausual-
klausual tertentu.
4. Persetujuan (Agreement), yaitu perjanjian yang lebih bersifat teknis atau
administrative. Agreement tidak diratifikasi karena sifatnya tidak resmi trakta dan
konvensi.
5. Perikatan (Arrangement), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi
yang sifatnya sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
6. Proses Verbal yaitu catatan-catatan, ringkasan-ringkasan, atau kesimpulan-
kesimpulan konferensi diplomatic, atau catatan-catatan suatu permufakatan.
Proses verbal tidak diratifikasi.
7. Piagam (Statute), yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan
internasional mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu, seperti
pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau tentang lembaga-
lembaga internasional.
8. Deklarasi (Declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan
dokumen tidak resmi.
9. Modus Vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang
bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan persetujuan yang lebih permanen,
terinci, sistematis, dan tidak memerlukan ratifikasi.
10. Pertukaran Nota, yaitu metode tidak resmi yang biasanya dilakukan oleh wakil-
wakil militer atau wakil-wakil negara yang bersifat multilateral. Pertukaran nota ini
dapat menimbulkan kewajiban diantara mereka yang terikat.
11. Ketentuan Penutup (Final Act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan
negara peserta, namun utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui
konvensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
12. Ketentuan Umum (General Act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak
resmi.
13. Charter, yaitu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian
badan yang melakukan fungsi administratif, misalnya Atlantic Charter.
14. Pakta (Fact), yaitu perjanjian yang lebih khusus dan membutuhkan ratifikasi.
Contoh, Pakta Warsawa.
15. Convenant, yaitu Anggaran Dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).

D. TAHAP-TAHAP PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian


Internasional, tahap-tahap Perjanjian Internasional (proses pembuatan perjanjian
Internasional) adalah sebagai berikut :
1. Tahap Penjajakan Adalah tahap awal dari suatu perundingan yang ditandai
dengan pengajuan perjanjian antara kedua atau lebih negara.
2. Tahap Perundingan. Perundingan adalah pertemuan antara negara yang akan
mengadakan suatu perjanjian internasional yang membahas apa sajakah yang
menjadi poin-poin dalam kesepakatan perjanjian internasional. Tahap ini juga
disebut tahap negosiasi. Perundingan yang diadakan dalam rangka peijanjian
bilateral, disebut talk. Sedangkan dalam rangka multilateral disebut diplomatic
conference atau konferensi. Selain secara resmi ada juga perundingan yang
tidak resmi. Perundingan sedemikian disebut corridor talk.
3. Tahap Perumusan Naskah. Tahap ini adalah tahap yang penting dimana hasil
perundingan dimasukkan ke dalam naskah yang berisi rancangan perjanjian
internasional.
4. Tahap Penerimaan. Tahap ini adalah tahap penerimaan naskah perjanjian
internasional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Setelah itu, naskah
diperiksa dan diberi persetujuan oleh beberapa pihak seperti parlemen dan
presiden.
5. Tahap Penandatanganan. Bila telah mendapatkan persetujuan dari berbagai
pihak. Lantas dilakukan penandatanganan pada naskah perjanjian internasional
sebagai bentuk persetujuan terhadap perjanjian internasional tersebut.
6. Tahap Pengesahan. Tahap pengesahan adalah tahap pelaksanaan perjanjian
internasional. Pengesahan ini harus sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Di Indonesia, setiap pengesahan akan dimasukan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. Setelah disahkan, barulah negara yang terlibat akan
terikat dalam perjanjian internasional tersebut.

E. HAL-HAL PENTING DALAM PROSES PEMBUATAN PERJANJIAN


INTERNASIONAL

Hal-hal Penting Dalam Proses Pembuatan Perjanjian Internasional Unsur-unsur yang


penting dalam persyaratan adalah:
1. Harus dinyatakan secara formal/ resmi, dan
2. Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian internasional, terdapat dua teori yang cukup
berkembang, yaitu sebagai berikut.
a) Teori Kebulatan Suara (Unanimity Principle). Persyaratan itu hanya sah atau
berlaku bagi yang mengajukan persyaratan jika persyaratan ini diterima oleh
seluruh peserta dari perjanjian. Contoh: Berdirinya Lembaga Bangsa-Bangsa
(LBB) atau PBB yang pada setiap mengeluarkan resolusi atau menerima
anggota baru, memerlukan kebulatan suara dari seluruh anggota.
b) Teori Pan Amerika. Setiap perjanjian itu mengikat negara yang mengajukan
persyaratan dengan negara yang menerima persyaratan. Teori ini biasanya
dianut oleh organisasi-organisasi negara Amerika. Contoh: dengan adanya
NATO atau AFTA, setiap negara peserta diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk berpartisipasi dalam perjanjian yang dibentuk tersebut.

F. KAPAN BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL


a. Berlakunya Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa ini :
1. Mulai berlaku sejak tanggal ditentukannya atau menurut yang disetujui oleh
negara perunding.
2. Bila tidak ada persetujuan atau ketentuan, perjanjian mulai berlaku segera
setelah persetujuan diikiat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b. Berakhirnya Perjanjian Internasioanl
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatramadja, S.H., dalam bukunya Pengantar Hukum
Internasional mengatakan bahawa suatau perjanjian berakhir karena hal-hal
berikut.
1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional tersebut
2. Masa berlaku perjanjian internasional tersebut telah habis.
3. Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
c. Pembatalan Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina Tahun 1969 , karena berbagai alasan, suatu
perjanjian internasional dapat batal, antara lain sebagai brikut.
1. Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan-ketentuan
hukum internasionalnya.
3. Adanya unsur Kesalahan (error) pada saat perjanjian itu di buat.
4. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasioonal umum.
G. JENIS-JENIS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Klasifikasi perjanjian dilihat dari proses atau tahap pembentukannya.
2. Klasifikasi perjanjian dilihat dari pihak yang membuatnya.
3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya.
4. Perjanjian antarPemerintah (inter-Goverment form). Perjanjian ini juga sering
ditunjuk MENLU atau DUBES atau juga wakil berkuasa penuh. Pihak perjanjian
ini tetap disebut contracting state walau pun perjanjian itu dinamakan inter
govermental.
5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksananya.
6. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi strukturnya.
7. Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak) dimaksudkan perjanjian
ini mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian-perjanjian. Legal
effect dari treaty contract ini hanya menyangkut pihak-pihak yang
mengadakannya Dan tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu treaty
contact tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum sehingga
tidak dapat dikategoikan sebagai perjanjian yang membentuk hukum.
Tetapi treaty contact dapat menjadi kaidah-kaidah yang berlaku umum apabila
sudah menjadi hokum kebiasaan Internaional.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek


hukum internasional dan bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.
Contoh perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan
negara lain, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional dengan
organisasi internasional lain, serta Tahta Suci dengan negara.

Kerjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian


internasional, yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau
kerjasamanya membuat perjanjian internasional.Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut, disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan
oleh subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan
akibat-akibat hukum tertentu.

B. SARAN

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan perbaikan makalah
kami ini, dengan senang hati dan terbuka dari penulis menerima kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata penyusun makalah mengharapkan agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya dan untuk diterapkan dalam kehidupan sehar-
hari.
DAFTAR PUSTAKA

Nugraha, Putra.2011. Pendidikan Kewarganegaraan.Surakarta: Putra Nugraha


Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni 2003.
Jawahir Thontowi dan PranotoIskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung:
Refika Utama 2006.
Starke, J.G., Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: SinarGrafika
Sam Suhaidi, Bandung: 1968

Anda mungkin juga menyukai