Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik mesin adalah ilmu teknik yang mengetahui aplikasi dan prinsip untuk
menganalisis, desain, manufaktur, dan pemeliharaan sebuah sistem mekanik.
Teknik mesin tidak terlepas dari semua hal yang berhubungan dengan penemuan
metode baru mengembangkan alat baru ataupun penemuan baru dalam bidang
teknik mesin. ilmu metrologi mempelajari semua prinsip kerja yang kemudian
dituangkan kedalam suatu perhitungan, dalam praktikum metrology industry kita
dituntut untuk mempelajari, memahami, mengerti, dan bisa menggunakan alat ukur
yang akan digunakan dalam praktik.
Pada praktikum pengenalan jangka sorong, kita dituntut untuk dapat
melakukan, menggunakan pengukuran jangka sorong maupunn jangka sorong jam.
Serta kita harus dapat mengetahui cara kalibrasi jangka sorong dan mengetahui
kerusakan-kerusakan pada jangka sorong.
Pada praktikum pengenalan micrometer, kita dituntut untuk dapat melakukan,
menggunakan pengukuran micrometer. serta kita harus dapat mengetahui cara
kalibrasi micrometer dan mengetahui kerusakan-kerusakan pada micrometer.
Pada praktikum pengukuran sudut dan ketinggian, kita dituntut untuk dapat
melakukan, menggunakan pengukuran dengan menggunakan bevel protector dan
mistar ingsut ketinggian.

1.2 Tujuan Praktikum


- Untuk mengenal alat ukur, mengetahui bagaimana cara penggunaan dan
untuk mengetahui akan kemampuan dan sifat-sifat dari alat ukur tersebut.
- Untuk mengetahui bagi setiap elemen geometris terdapat bermacam-macam
metode pengukuran, tergantung dari jenis dan alat ukur yang ada.
- Untuk mengenal berbagai proses pengukuran dan hasil yang mungkin
dicapainya. Arti dari ketelitian (accuracy) dan ketepatan (precision) dari
proses pengukuran yang mencakup alat ukur, benda ukur dan operator akan
dipahami dengan melaksanakan praktikum ini.

1
- Untuk mengetahui bagaimana perlakuan yang baik terhadap alat ukur (yang
tentu mahal harganya), sehingga kegunaan akan lebih lama jika dipelihara
dengan baik dan kalibrasi dengan betul.

1.3 Metode Praktikum


Metode praktikum atau pelaksanaan praktikum melakukan berbagai tugas
pengukuran dan analisa data yang disesuaikan dengan peralatan yang ada dalam
Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Jenderal
Achmad Yani. Setiap jenis tugas dilakukan oleh satu grup yang terdiri dari dua
praktikan (sebagai pengamat A dan pengamat B). Sebelum melakukan praktikum,
praktikan diharuskan mempelajari buku-buku teori penunjang (buku-buku referensi
dan materi kuliah) agar dapat melaksanakan praktikum dengan lancar dan tertib.
Untuk menghindari kerusakan alat ukur yang diakibatkan oleh ketidaktahuan akan
cara memakainya, maka praktikan wajib hadir 15 menit sebelum praktikum
dimulai, guna mempelajari pemakaian alat pada praktikum yang akan dilakukan.

1.4 Lokasi Praktikum


Praktikum Metrologi Industri ini dilaksanakan di Laboratorium Metrologi
Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi lantai 2.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan penyelesaian praktikum ini, penulis menyusun sistematika
penulisan sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang praktikum, tujuan
praktikum, metode praktikum, lokasi praktikum, sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teori yang berisi membahas berbagai teori dan konsep
yang ada pada praktikum metrologi industri
3. Bab III Tahapan Praktikum berisi tentang skema proses praktikum atau cara
kerja dari praktikum metrologi industri dan penjelasan dari skema proses
praktikum ini.
4. Bab IV Data dan Pembahasan berisi tentang data praktikum yang telah
dilakukan dan pembahasan terhadap data praktikum.

2
5. Bab V Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan atau poin-poin penting
terhadap praktikum dan juga saran terhadap diri sendiri ataupun untuk orang
lain.
6. Daftar Pustaka berisi sumber-sumber pencarian data.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Jangka Sorong


2.1.1 Pengertian

Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai


seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak.
Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian
pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display
digital. Pada versi analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05 mm untuk jangka
sorong di bawah 30 cm dan 0.01 untuk yang di atas 30 cm.

Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang terdiri atas skala utama, skala
nonius, rahang pengatur garis tengah dalam, rahang pengatur garis tengah luar, dan
pengukur kedalaman (Saripudin, 2007).

Skala nonius disebut juga sebagai skala vernier, yang diambil dari
nama penemunya yaitu Piere Vernier, seorang ahli teknik berkebangsaan Perancis.
Panjang 10 skala nonius adalah 9 mm. Ini berarti, 1 skala nonius (jarak antara dua
garis nonius yang berdekatan) sama dengan 0,9 mm. Dengan demikian, selisih skala
utama dengan skala nonius adalah 1 mm, 0,01 cm (Kamajaya, 2007).

2.1.2 Bagian-Bagian

Gambar 2.1 Jangka Sorong

1. Rahang Pengatur Garis Tengah Dalam


Bagian yang pertama adalah rahang pengatur garis tengah dalam atau
rahang dalam yang dalam bahasa inggris disebut inner jaws. Bagian ini

4
tersusun atas dua bagian, bagian pertama adalah bagian yang tetap atau tidak
bergeser. Sedangkan bagian yang ke dua bisa digeser. Bagian rahang dalam
atau inner jaws berguna untuk mengukur diameter luar, sisi luar, lebar bagian
luar, atau ketebalan luar suatu benda.
2. Rahang Pengatur Garis Tengah Luar
Selanjutnya adalah bagian rahang pengatur garis tengah luar atau rahang
luar yang dalam bahasa inggris disebut outer jaws. Bagian rahang luar juga
terdiri dari dua bagian seperti halnya rahang dalam yang terdiri dari bagian
yang tidak bisa digeser atau tetap dan bagian yang bisa digeser. Kegunaan
rahang luar atau outer jaws adalah untuk mengetahui ukuran diameter dalam,
sisi dalam, lebar bagian dalam, atau ketebalan dalam sebuah benda.
3. Pengukur Kedalaman
Bagian berikutnya adalah pengukur kedalaman atau dalam bahasa inggris
disebut depth measuring blade. Bagian ketiga ini tersusun dari dua bagian,
pertama bagian yang tidak bisa bergerak atau tetap dan kedua bagian yang
bisa bergeser atau bertambah panjang. Fungsi dari pengukur kedalaman
adalah untuk mengukur kedalaman lubang, ketinggian, ketebalan bagian
dalam atau pun bagian luar pada suatu benda.
4. Skala Utama
Bagian lainnya yang ada pada jangka sorong adalah bagian yang tidak
bergerak atau tetap. Pada bagian ini tertulis nilai dan garis-garis yang
berfungsi sebagai skala Utama berasal dari hasil pengukuran. Terdapat 2
macam satuan yang digunakan pada skala utama dari hasil pengukuran, yakni
skala satuan imperial (inch) yang terdapat pada bagian atas, dan skala satuan
metrik (centimeter dan milimeter) yang terdapat pada bagian bawah.

5. Skala Nonius
Bagian yang terkahir adalah skala nonius atau vernier yang beruna
sebagai pentunjuk hasil pengukuran. Berbeda dengan skala utama yang
tidak bisa begerak, skala nonius merupakan bagian yang dapat bergeser.
Dimana nilai skala nonius juga terdiri dari dua jenis yakni skala imperial
(inch) di bagian atas dan skala metrik (milimeter) di bagian bawah. Skala

5
nonius ini berguna sebagai penunjuk hasil pengukuran untuk nilai Skala
utama dan skala ini nantinya akan dituliskan dalam bentuk bilangan desimal
pada hasil pengukuran utama.

2.1.3 Fungsi

1. Berfungsi untuk Mengukur Panjang


Benda yang ukurannya tidak terlampau panjang bisa di ukur
menggunakan alat ini, sebab kebanyakan jangka sorong memiliki batas
pengukuran maksimal 25 cm. Meskipun hal ini juga bergantung pada
spesifikasi pabrik yang membuat dan menjualnya.

2. Berfungsi untuk Mengukur Diameter Dalam


Pada pabrik-pabrik industri kecil kadang diperlukan alat untuk
mengetahui ukuran diameter sebuah benda seperti lubang besi, pipa atau
alat-alat yang lainnya. Untuk melakukan hal ini dapat digunakan jangka
sorong yang bisa berguna untuk mengukur diameter dalam suatu benda.

3. Berfungsi untuk Mengukur Diameter Luar


Mungkin terkadang kita juga memerlukan untuk melakukan
pengukuran terhadap diameter luar suatu benda. Misalnya seorang
tukang las yang ingin membuat jendela. Ia akan membutuhkan jangka
sorong untuk mengukur diameter besi yang akan digunakan.

4. Berfungsi untuk Mengukur Kedalaman atau Ketinggian


Ada kalanya kita perlu untuk melakukan pengukuran kedalaman
pada sebuah lubang kecil yang tidak bisa dimasuki oleh alat ukur
penggaris. Ketika hal itu terjadi Anda bisa menggunakan jangka sorong
untuk melakukan pengukuran kedalam atau ketinggian pada sebuah
lubang.
2.1.4 Prosedur Pengukuran
 Pertama-tama, bersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukur agar
hasil pengukuran tepat.

6
 Pastikan skala nonius yang terdapat pada jangka sorong dapat bergeser
tanpa hambatan.
 Pastikan dua skala pada jangka sorong bertemu tepat pada angka 0.
 Tekanan pengukuran jangan terlalu kuat.
 Agar rahang tidak bergeser, kencangkan baut pengunci. Namun, jangan
sampai terlau kuat karena akan mengakibatkan kerusakan pada baut
pengunci.
 Ketika hendak mengukur, perhatikan bahwa benda yang akan diukur
sedekat mungkin dengan skala utama.
 Posisikan jangka sorong tegak lurus dengan benda yang akan diukur.
 Untuk membaca skala nonius, hendaknya dilakukan setelah jangka
sorong diangkat keluar dari benda ukur dengan hati-hati.
 Untuk menghindari salah baca ukuran, miringkan skala nonius sehingga
sejajar dengan pandangan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan melihat
dan menentukan garis skala nonius yang sejajar dengan garis skala
utama.
 Untuk menghindari pengkaratan, bersihkan jangka sorong lalu simpan
dengan baik. Setelah memperhatikan hal-hal di atas, pengukuran benda
menggunakan jangka sorong dapat dilakukan.

2.1.5 Cara Kerja


1. Mengukur diameter luar suatu benda
a. Membuka rahang jangka sorong dengan cara mengendorkan sekrup
pengunci, menggeser rahang geser jangka sorong ke kanan sehingga
benda yang diukur dapat masuk diantara kedua rahang (antara rahang
geser dan rahang tetap).
b. Letakkan benda yang akan diukur diantara kedua rahang.
c. Menggeser rahang geser ke kiri sedemikian sehingga benda yang
diukur terjepit oleh kedua rahang sekaligus mengunci sekrup
pengunci.

7
d. Membaca dan mencatat hasil pengukuran.
2. Mengukur diameter dalam suatu benda
a. Memutar pengunci ke kiri / mengendorkan sekrup pengunci.
b. Menggeser rahang geser jangka sorong sedikit kekanan.
c. Meletakkan benda/cincin/tabung yang akan diukur sedemikian
sehingga kedua rahang (atas) jangka sorong masuk ke dalam
benda/cincin tersebut.
d. Menggeser rahang geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang
jangka sorong menyentuh kedua dinding dalam benda/cincin/tabung
yang diukur dan mengunci sekrup pengunci
e. Membaca dan mencatat hasil pengukuran
3. Mengukur kedalaman suatu benda/tabung
a. Meletakkan tabung yang akan diukur dalam posisi berdiri tegak
b. Memutar jangka (posisi tegak) kemudian meletakkan ujung jangka
sorong ke permukaan tabung yang akan diukur dalamnya.
c. Menggeser rahang geser kebawah sehingga ujung batang pada jangka
sorong menyentuh dasar tabung.
d. Mengunci sekrup pengunci
e. Membaca dan mencatat hasil pengukuran

2.1.6 Jenis-Jenis
1. Jangka Sorong Manual (Vernier Caliper)

Gambar 2.2 Jangka Sorong Manual

Jangka sorong ini memiliki 2 skala, yaitu skala utama yang


terdapat pada rahang tetap dan skala nonius atau vernier yang terdapat
pada rahang geser. Tingkat ketelitian jangka sorong ini adalah 0,1
mm.

8
2. Jangka Sorong Analog (Dial Caliper)

Gambar 2.3 Jangka Sorong Analog

Jangka sorong ini umumnya sama dengan jangka sorong manual,


hanya saja untuk skala nonius atau vernier berbentuk Analog atau
jarum jam sehingga lebih mudah dalam membaca skala nonius.
Tingkat ketelitian jangka sorong ini adalah 0,05 mm.

3. Jangka Sorong Digital (Digital Caliper)

Gambar 2.4 Jangka Sorong Digital

Sama halnya dengan jangka sorong analog, jangka sorong digital ini
memiliki bentuk yang sama dengan jangka sorong manual, hanya saja
untuk skala noniusnya berbentuk layar digital dimana hasil pengukuran
langsung terbaca pada layar tersebut sehingga penggunaanya jauh lebih
mudah dari 2 jenis jangka sorong di atas. Tingkat ketelitian jangka sorong
ini mencapai 0,01 mm.

2.2 Mikrometer Sekrup

2.2.1 Pengertian

Mikrometer sekrup merupakan salah satu alat ukur panjang. Mikrometer


sekrup adalah alat ukur panjang yang memiliki tingkat ketelitian tertinggi. Tingkat
ketelitian mikrometersekrup mencapai 0,01 mm atau 0,001 cm. Dengan
ketelitiannya yang sangat tinggi, mikrometersekrup dapat digunakan untuk

9
mengukur dimensi luar dari benda yang sangat kecil maupun tipis seperti kertas,
pisau silet, maupun kawat.
Secara umum, mikrometer sekrup digunakan sebagai alat ukur dalam teknik
mesin elektro untuk mengukur ketebalan secara tepat dari blok-blok, luar dan garis
tengah dari kerendahan dan batang-batang slot.Alat ini biasanya difungsikan untuk
mengukur diameter benda-benda berukuran milimeter atau beberapa centimeter
saja.

Mikrometer sekrup terdiri atas rahang utama sebagai skala utama dan rahang
putar sebagai skala nonius. Skala nonius terdiri dari 50 skala. Setiap kali skala
nonius diputar 1 kali, maka skala nonius bergerak maju atau mundur sejauh 0,5 mm.
Ketelitian micrometer sekrup adalah setengah dari skala terkecilnya. Satu skala
nonius memiliki nilai 0,01 mm. Hal ini dapat diketahui ketika kita memutar
selubung bagian luar sebanyak satu kali putaran penuh, akan diperoleh nilai 0,5 mm
skala utama. Oleh karena itu, nilai satu skala nonius adalah0,5/50mm = 0,01 mm.

2.2.2 Bagian-Bagian

Gambar 2.5 Mikrometer Sekrup

1. Bingkai (Frame)
Bingkai ini berbentuk huruf C terbuat dari bahan logam yang tahan
panas serta dibuat agak tebal dan kuat. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan peregangan dan pengerutan yang mengganggu
pengukuran. Selain itu, bingkai dilapisi plastik untuk meminimalkan
transfer panas dari tangan ketika pengukuran karena jika Anda

10
memegang bingkai agak lama sehingga bingkai memanas sampai 10
derajat celcius, maka setiap 10 cm baja akan memanjang sebesar 1/100
mm.
2. Landasan (Anvil)
Landasan ini berfungsi sebagai penahan ketika benda diletakan
diantara anvil dan spindle.
3. Spindle
Spindle ini merupakan silinder yang dapat digerakan menuju
landasan.
4. Pengunci (lock)
Pengunci ini berfungsi sebagai penahan spindle agar tidak bergerak
ketika mengukur benda.
5. Sleeve
Tempat skala utama.

6. Thimble
Tempat skala nonius berada.
7. Ratchet Knob
Untuk memajukan atau memundurkan spindel agar sisi benda yang
akan diukur tepat berada diantara spindle dan anvil.
2.2.3 Fungsi
Adapun kegunaan dari mikrometer sekrup adalah sebagai alat ukur
panjang dengan tingkat ketelitian tinggi. Dengan ketelitiannya yang sangat
tinggi, micrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur dimensi luar dari
benda yang sangat kecil maupun tipis seperti kertas, pisau silet, maupun kawat.
Alat ini biasanya difungsikan untuk mengukur diameter benda-benda berukuran
milimeter atau beberapa sentimeter saja.
2.2.4 Skala
1. Skala Utama (SU), yaitu skala pada pegangan yang diam (tidak berputar)
ditunjuk oleh bagian kiri pegangan putar dari mikrometer sekrup.
2. Skala Nonius (SN), skala pada pegangan putar yang membentuk garis
lurus dengan garis mendatar skala diam dikalikan 0,01 mm.

11
2.2.5 Langkah-Langkah Kerja
1. Memutar bidal (pemutar) berlawanan arah dengan arah jarum jam
sehingga ruang antara kedua rahang cukup untuk ditempati benda yang
akan diukur.
2. Meletakkan benda diantara kedua rahang, yaitu rahang tetap dan rahang
geser.
3. Memutar bidal (pemutar besar) searah jarum jam sehingga benda yang
akan diukur terjepit oleh rahang tetap dan rahang geser.
4. Memutar pemutar kecil (roda bergerigi) searah jarum jam sehingga skala
nonius pada pemutar besar sudah tidak bergeser lagi.
5. Membaca hasil pengukuran pada skala utama dan skala nonius.

2.2.6 Cara Membaca Hasil Pengukuran


1. Menentukan nilai skala utama yang terdekat dengan selubung silinder
(bidal) dari rahang geser ( skala utama yang berada tepat di
depan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser).
2. Menentukan nilai skala nonius yang berimpit dengan garis mendatar
pada skala utama.
3. Hasil pengukuran dinyatakan dalam persamaan:
Hasil = Skala Utama + (Skala Nonius x skala terkecil mikrometer sekrup)
= Skala Utama + (Skala Nonius yang berimpit x 0,01 mm)
2.2.7 Jenis-Jenis
1. Berdasarkan Skala
a. Mikrometer Sekrup Manual

Gambar 2.6 Mikrometer Sekrup Manual

12
Mikrometer jenis ini, skalanya terdiri atas skala utama dan skala
nonius. Sesuai namanya peembacaan hasil pengukuran masih manual
melalui serangkaian perhitungan dari hasil skala utama dan nonius.

b. Mikrometer Sekrup Digital

Gambar 2.7 Mikrometer Sekrup Digital

Skala mikrometer digital berbentuk layar digital dimana hasil


pengukuran dengan mikrometer ini langsung terbaca oleh layar tanpa
harus melalui proses perhitungan.
2. Berdasarkan Fungsi
a. Mikrometer Luar

Gambar 2.8 Mikrometer Luar

Mikrometer luar adalah jenis mikrometer yang digunakan untuk


mengukur diameter luar suatu benda.

13
b. Mikrometer Dalam

Gambar 2.9 Mikrometer Dalam

Mikrometer dalam adalah jenis mikrometer yang digunakan untuk


mengukur diameter suatu lubang.
c. Mikrometer Kedalaman

Gambar 2.10 Mikrometer Kedalaman


Mikrometer kedalaman Mikrometer kedalaman digunakan
untuk mengukur kerendahan dari langkah-langkah dan slot-slot.

2.3 Bevel Protractor


2.3.1 Pengertian
Bevel protractor adalah sebuah alat ukur yang digunakan dalam
pengukuran sudut diantara dua permukaan suatu benda ukur dengan tingkat
ketelitian lebih kecil daripada satu derajat yaitu dengan ketelitian mencapai 5
menit.

Bevel protractor adalah pengembangan dari protractor dengan sebuah


atau dua buah lengan yang bisa berputar. Bevel protactor banyak dipakai pada
gambar arsitektur dan mesin, sebelum perangkat lunak CAD banyak

14
digunakan. Bentuk lain dari bevel protrator adalah bevel protractor mekanis
yang banyak dipakai dalam proses permesinan maupun pembuatan mold. Alat
ukur sudut ini penggunaanya lebih luas dari pada busur baja. Bilah utama,
badan/landasan, kunci noniusdan kunci bilah.Skala utama mempunyai tingkat
kecermatan hanya 1derajat.Dengan bantuan skala nonius maka busur bilah ini
mempunyaiketelitian sampai 5 menit.Kunci nonius digunakan untuk menyetel
skalanonius dan kunci bilah digunakan untuk mengunci bilah utama
denganpiringan skala utama.
Dengan adanya bilah utama dan landasan maka busur bilah inidapat
digunakan untuk mengukur sudut benda ukur dengan berbagaimacam
posisi.Untuk hal-hal tertentu biasanya dilengkapi pula denganbilah pembantu.
Bilah utama dan bilah pembantu bisa digeser-geserkanposisinya sehingga
proses pengukuran sudut dapat dilakukan sesuaidengan prinsip-prinsip
pengukuran yang betul. Busur bilah ini digunakan untuk pengukuran sudut
antara dua permukaan benda ukur dengan kecermatan lebih kecil dari pada satu
derajat, dapat digunakan busur bilah. Alat ukur sudut ini penggunaanya lebih
luas dari pada busur baja.

2.3.2 Bagian-Bagian

Gambar 2.11 Bevel Protector


1. Skala Utama
Skala utama merupakan bagian bevel protractor yang berupa piringan
busur derajat yang dapat diputar dengan pembagian sudut dalam derajat
serta diberi nomor 0 – 90 – 0 – 90 (skala dari kiri ke kanan).
2. Pelat dasar

15
Pelat dasar atau landasan merupakan bagian yang menyatu dengan
piringan. Pelat dasar berfungsi sebagai penahan atau landasan pada
permukaan benda ukur ketika dilakukan pengukuran sudut.
3. Skala Nonius
Skala nonius terdapat pada piringan busur derajat dengan tingkat
ketelitian mencapai 5 menit.
4. Kaca pembesar
Pada beberapa jenis bevel protractor desrtakan sebuah kaca pembesar
yang berfungsi untuk mempermudah dalam hal pembacaan skala utama
dan skala nonius yang saling sejajar.
5. Bilah
Bilah merupakan bagian pada bevel protractor yang berfungsi
sebagai landasan dan berbentuk pelat memanjang dengan kedua
ujungnya membentuk sudut. bilah sangat dinamis dan dapat digeser
maupun dipindah sesuai dengan bentuk permukaan dari benda ukur.
6. Pengunci Bilah
Pengunci bilah berfungsi mengunci bilah agar tidak bergerak maupun
bergeser ketika dilakukannya pengukuran sudut.
7. Pengunci Skala
Pengunci skala berfungsi untuk mengunci skala atau piringan agar
tidak bergerak maupun bergeser ketika dilakukan pengukuran sudut.

2.3.3 Fungsi
Bevel protractor merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk
mengukur besaran sudut pada suatu benda kerja atau digunakan pada
kedua buah permukaan untuk menentukan besar sudut antara kedua
permukaan tersebut. fungsi lain dari bevel protractor yaitu dalam
pekerjaan menggambar serta menandai. Bevel protractor dibuat dengan
beberapa jenis dan bentuk, sesuai dengan jenis kegunaannya dan
tingkat ketelitian alat tersebut.

16
2.3.4 Langkah-Langkah Kerja
1. Pertama posisikan benda kerja atau benda ukur
2. Kemudian gerakkan bilah dan tempelkan pada kedua permukaan
benda ukur yang kan ilakukan pengukuransudut
3. Kunci bilah serta kunci piringan skala agar tidak bergeser
4. Kemudian baca hasil pengukuran pada skala utama dan skala nonius
2.3.5 Cara Membaca Skala
1. Pertama, baca ukuran yang tertera pada skala utama
2. Kemudian baca ukuran yang ditunjukkan pada skala nonius
3. Jumlahkan hasil pembacaan ukuran pada skala utama dan skala
nonius
2.3.6 Prosedur Pemakaian
Harga sudut yang ditunjukkan oleh skala pada busur bilah adalah sudut
antara sisi bilah utama dan sisi kerja pelat dasar, jadi bukan sudut
sesungguhnya dari objek ukur. Oleh sebab itu, pemakaian harus dilakukan
dengan seksama supaya sudut busur bilah betul-betul sesuai dengan sudut
benda ukur. Tiga hal penting yang harus diperhatkan adalah pemakaian busur
bilah adalah :
1. Permukaan benda ukur dan permukaan kerja busur bilah harus bersih.
Adanya debu atau geram yang menyebabkan kesalahan pengukuran
ataupun dapat merusakkan busur bilah. Aturlah kedudukan bilah
utama dengan memakai kunci bilah.
2. Bidang busur bilah harus berimpit atau sejajar dengan bidang sudut
yang diukur (bidang normal). Apabila kondisi ini tidak dipenuhi,
harga sudut yangdibaca pada busur bilah mungkin lebih kecil daripada
sudut benda ukur.
3. Sisi kerja pelat dasar dan salah bilah utama harus betul-betul berimpit
dengan permukaan benda ukur, tidak boleh terjadi celah untuk
mempermudah pengukuran benda ukur yang besar, kunci piringan
indeks dapat dikendorkan, kemudian busur bilah digeserkan (dengan
sisi kerja pelat dasar berimpit dengan permukaan benda ukur) menuju
permukaan yang menyudut sampai bilah utama terputar dan berimpit

17
dengan permukaan tersebut. Bacalah harga sudut pada kedudukan ini,
atau kunci terlebih dahulu piringan indeks, keudian baru dibaca harga
sudutnya dengan cara memiringkan busur bilah untuk mempermudah
pembacaan skala memiringkan busurbilah untuk mempermudah
pembacaan skala noniusnya(atau untuk “mengintip” melalui okuler
busur bilh optik).
Pengukuran dan pembacaan harga sudut sebaiknya diulang untuk
beberapa kalisampai merasa pasti akan harga sudut yang diperoleh. Sudut
antara dua kali pertemukaan benda ukur dapat secara langsung diukur dengan
melingkupi sudut tersebut dengan bilah utama dan pelat dasar atau dengan
meletakkan benda ukur pada meja rata. Untuk sudut yang kecil ataupun yang
besar, pembacaan harga sudut pada skala adalah jelas, yaitu secara langsung
ataupun dengan mengurangkan terhadap 180o (sudut pelurusnya). Sedang
untuk sudut benda kerja yang hampir sama dengan 45o (misalnya 44o atau 46o)
maka mungkin timbul keraguan. Untuk itu harus diperhatikan arah pemutaran
bilah utama apabila posisi semula adalah 90o.
Bagi yang pertama kali memakai busur bilah nonius, mungkin timbul
keraguan dalam menentukan pemakaian skala nonius kanan atau nonius kiri.
Keraguan ini dapat dihindari dengan cara melihat arah kenaikan angka pada
skala utama. Apabila garis nol nonius terletak di daerah angka skala utama
yang membesar ke kanan, maka skala nonius kanan yang dipakai atau
sebaliknya.
Untuk sudut benda ukur yang kecil kadang tak mungkin dilingkupi oleh
busur bilah (karena bilah utama da pelat dasar kurang panjang). Dalam hal ini
sudut ukur mungkin masih bisa diukur dengan meletakkannya pada meja rata,
atau dengan memakai bilah bantu. Pemasangan bilah bantu tersebut dapat
dilaksanakan dengan dua cara, bergantung pada jenis busur bilah. Untuk busur
bilah universal, harga sudut dapat langsung dibaca, sedangkan bagi busur bilah
dengan kedudukan bilah bantu tegak lurus pelat dasar, harga sudut merupakan
penyiku dari harga sudut yang terbaca (Rachim, 2001).

18
2.4 Height Gauge
2.4.1 Pengertian
Height gauge adalah sebuah alat pengukuran yang berfungsi mengukur
tinggi benda terhadap suatu bidang acuan atau bisa juga untuk memberikan
tanda goresan secara berulang terhadap benda kerja sebagai acuan dalam
proses permesinan. Jenis yang pertama sering digunakan pada dokter operasi
untuk menemukan tinggi seseorang. Height gauge memiliki dua buah kolom
berulir dimana kepala pengukur bergerak naik turun akibat putaran ulir kasar
dan halus yang digerakkan oleh pengukur.
Alat pengukur ini digunakan pada pekerjaan logam atau metrologi untuk
menetapkan maupun mengukur jarak tegak. Untuk meningkatkan keakuratan
pengukuran dengan mengurangi defleksi pada benda kerja, height gauge sering
dipasangkan dengan dual probe dial indicator. Selain itu dengan penambahan
probe dua arah, height gauge mampu mengukur diameter luar dan dalam dari
sebuah lubang dalam posisi horisontal.

2.4.2 Bagian-Bagian

Gambar 2.12 Height Gauge

19
2.4.3 Fungsi
1. Mengukur tinggi dari obyek ukur/elative secara langsung
2. Mengukur perbedaan ketinggian dari dua permukaan atau lebih pada
benda kerja yang bertingkat. ( Tinggi elative suatu bidang dengan bidang
yang lain )
3. Membuat garis gores yang sejajar dengan bidang referensi atau
permukaan meja rata/ surface table. Hal ini biasanya digunakan ketika
me-lay out benda kerja sebelum dikerjakan dengan perkakas tangan.
4. Dapat dilengkapi dengan bevel protactor untuk mengukur sudut/
kemiringan bidang.
5. Dapat dilengkapi dengan Dial Test Indicator untuk mengukur tinggi
absolute dan tinggi relative dengan ketelitian yang sangat tinggi.

2.4.4 Sistem Satuan dan Pengukuran


1. Sistem Inci (English system)
Sistem inci, secara garis besar berlandaskan pada satuan inci, pound
dan detik sebagai dasar satuan panjang, massa dan waktu. Pada
umumnya sistem ini digunakan di Inggris dan Amerika.
2. Sistem Metrik (Metrik System)
Sistem metrik telah dikembangkan oleh para ilmuwan Perancis sejak
tahun 1970-an. Sistem ini mendasarkan pada meter untuk pengukuran
panjang dan kilogram untuk pengukuran berat.
Satu meter didefinisikan sebagai satuan panjang yang panjangnya
adalah = 1.650.763,73 x panjang gelombang radiasi atom Krypton 86
dalam ruang hampa. Sedangkan satu kilogram didefinisikan sebagai
masa dari satu decimetre kubik air distilasi pada kekentalan (density)
maksimum yaitu pada temperatur 4 derajat Celcius.
2.4.5 Jenis-Jenis
1. Mistar geser ketinggian/Height gauge dengan pembacaan skala ukuran
dengan skala nonius/analog.
2. Mistar geser ketinggian/Height gauge dengan pembacaan skala ukuran
dengan elati digital.

20
2.4.6 Prosedur Pemakaian
Sebelum digunakan, posisi nol harus disetel terlebih dahulu. Untuk
mengukur ketinggian, rahang ukur harus diletakkan secara perlahan-lahan di
atas muka ukur, agar kerusakan rahan ukur dan kesalahan pengukuran dapat
dihindari.
Pastikan bahwa bagian penggeser bergerak dengan baik dan tidak lepas,
jika tidaknormal atur baut pengikat dan penekandengan cara kecangkan baut
tersebut lalukendorkan kembali kira-kira ¼ putaran. Ketika akan menyimpan
alat ukur usahakan scriber diangkat 2~ 20 mm darialasnya

2.4.7 Cara Perawatan


1. Hindari kejutan / benturan yang keras
2. Hati-hati menggunakan ujung pengukur(scriber) karena merupakan
fungsi utama dalam pengerjaan penggoresan
3. Menyimpan peralatan harus bebas darisinar matahari langsung,
kelembaban yang tinggi, debu atau kotoran
4. Membersihkan peralatan sebelum dansetelah selesai dipergunakan
dengan kain halus
5. Melapisi peralatan dengan oli apabila tidakdipergunakan untuk jangka
waktu yang lama

21
BAB III
TAHAPAN PRAKTIKUM

3.1 Skema Proses


3.1.1 Skema Proses Jangka Sorong

a. Pengukuran

b. Kalibrasi

1. Pemeriksaan Kelulusan Sensor

2. Pemeriksaan Skala Utama

3.1.2 Skema Proses Mikrometer

1. Menghitung diameter maksimum dan minimum menurut toleransinya


2. Lakukan pengukuran diameter poros (a s/d i)
3. Kalibrasi mikrometer
a. Memeriksa kedudukan nol dari mikrometer
b. Memeriksa kedataran kedua permukaan sensor
c. Pemeriksaan kesejajaran mulut ukur
d. Pemeriksaan kebenaran skala mikrometer dengan bantuan blok ukur

3.1.3 Skema Proses Bevel Protactor

Pengukuran Sudut

3.1.4 Skema Proses Height Gauge

Pengukuran Ketinggian :

1. untuk melatih penggunaan mistar ingsut ketinggian

2. ukurlah dimensi a, b, c, d, e dan f pada dua sisi yang berbeda

3.2 Penjelasan Skema Proses


3.2.1 Penjelasan Skema Proses Jangka Sorong

a. Pengukuran

22
Lakukan Pengkuran pada benda ukur seperti pada gambar 1.1, dengan
menggunakan
- Jangka Sorong Nonius
- Jangka Sorong Jam
b. Kalibrasi

1. Pemeriksaan Kelulusan Sensor

Pemeriksaan Kelulusan sensor dilakukan dengan menggunakan pisau


lurus ( staright knife). Tempelkan pisau lurus pada sensor ukur dengan
latar belakang yang terang. Amati kerusakan dengan melihat celah yang
ada antara pisau lurus dan sensor ukur. Gambarkan hasil pengamatan
pada tabel 1.2.

2. Memeriksa Kebenaran Skala Utama

Sebelum melakukan kalibrasi terlebih dahulu isi kolom toleransi dari


blok ukur. Blok ukur yang digunakan adalah dari kelas .... Dengan
toleransi = 0.02mm

Periksa kebenaran skala utama dengan menggunakan blok ukur dan


catat penyimpangannya. Kalibrasi ini dilakukan untuk semua sensor
ukur yang ada pada mistar ingsut tersebut (lihat gambar 1.2)

a. Sensor ukur luar (o), dikalibrasi dengan menggunakan blok ukur


standar
b. Sensor ukur data (i), dikalibrasi dengan blok ukur standar yang
dilengkapi dengan pemegang blok ukur
c. Sensor (d), dikalibrasi dengan blok ukur, dilakukan diatas meja
rata.

Hasil kalibrasi diisikan pada tabel 1.3 dan plot grafik


kesalahannya pada grafik kesalahan

3.2.2 Penjelasan Skema Proses Mikrometer

1. Menghitung diameter maksimu dan minimu menurut toleransinya,


kemudian masukan kedalam kolom yang tersedia.

23
2. Lakukan pengukuran diameter poros (a s/d i) pada posisi 1 dan 2, beri
tanda silang bila hasil pengukuran keluar dari daerah toleransi.
3. Kalibrasi mikrometer (prosedur)
a. Memeriksa kedudukan nol dari mikrometer
Rapatkan sensor mikrometer sampai jam ukur menunjukan nol.
Lihat skala ukur, apabila skala mikrometer tidak menunjukan nol
lakukan penyetelan dengan memutar silindier skala
b. Memeriksa kedataran kedua permukaan sensor (mulut ukur).
Tempelkan optical flat pada mulut ukur (hati-hati dalam pemakaian
optical flat jangan sampai permukaannya tergores). Dekatkan pada
sumver cahaya monokromatis. Hitung jumlah garis-garis
interferensi menandakan ketika dataran dari mulut ukur
Pemeriksaan ini dilakukan untuk kedua mulut ukur (landasan tetap
dan landasan gerak)
c. Pemeriksaan kesesejajaran mulut ukur
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menngunakan 4 nuah optical flat
dengan ukuran 12,00 mm s/d 12,37 mm. Selipkan optikal flat
diantara kedua sensor secara perlahan (agar tidak tergores
permukaan optical flat). Amati garis interferensi yang ada pada
sensor tetap dan sensor gerak. Ketidak sejajaran adalah jumlah
kedua interferensi tersebut (sensor tetap dan sensor gerak).
d. Pemeriksaan kebenaran skala mikrometer dengan bantuan blok
ukur.
Untuk memeriksa kebenaran skala mikrometer ini seharusnya
kalibrasi dilakukan bagi sepanjang kapasitas ukur dari mikrometer
Dalam praktikum ini hantya dilakukan antara skala 10,00 mm s/d
20,00 mm (atau ditentukan oleh asisten, sepanjang 10 mm)
Pasangkan mikrometer pada dudukannya, atau blok ukur sesuai
dengan ketinggian yang diminta (kenaikan 1mm). Ukur tebal dari
benda ukur secara berurutan.

3.2.3 Penjelasan Skema Proses Bevel Protactor

Pengukuran Sudut

24
Ukur sudut a, b, c dan d dengan menggunakan bevel protractor.
Jumlahkan ke empat harga sudut yang yang terukur kemudian bandingkan
dengan harga teoritis (360*). Berapakah kesalahannya?

3.2.4 Penjelasan Skema Proses Pengukuran ketinggian

a. Untuk melatih kegunaan mistar ingsut ketinggian, ukurlah dimensi a


sepuluh kali pada tempat yang berbeda. Kemudian hitunglah harga
rata-rata dan standar deviasinya.

b. Ukurlah dimensi a, b, c, d, e dan f pada dua sisi yang berbeda.


Periksalah kecermatan pengukuran yang anda lakukan dengan cara
membandingkan harga a dengan (d+e). Apakah kesalahannya tidak
melebihi dua kali harga deviasi standar yang dihitung diatas?

25
BAB IV
DATA DAN PEMBASAHAN

4.1 Data Praktikum


4.1.1 Data Praktikum Jangka Sorong

Pengamat Pengamat Pengamat Pengamat


Objek A B A B

Ukur J.S Nonius J.S Nonius J.S Jam J.S Jam


(mm) (mm) (mm) (mm)

D1 20,10 20,00 20,68 20,70


Diameter
D2 21,00 20,04 20,60 21,10

L1 60,50 60,64 60,54 60,36

L2 60,60 50,10 60,20 50,53

Panjang L3 60,42 60,58 60,60 60,57

A 20,10 20,00 20,10 20,10

B 20,30 20,20 20,32 19,88

B1 56,80 56,80 56,80 56,80

B2 56,52 56,40 56,52 56,72


Lebar
E 23,20 23,80 23,40 23,36

F 22,80 23,60 23,64 23,30

Tabel 4.1.1.1 Hasil Pengukuran Jangka Sorong

Pengamat A Pengamat B

26
Objek J.S Nonius J.S Jam J.S Nonius J.S Jam
Ukur (mm) (mm) (mm) (mm)

Diameter D 18,82 20,04 20,10 20,22

B1 60,20 60,40 60,40 60,18

B3 60,60 60,58 60,04 60,61

Panjang A 12,50 12,58 12,06 12,60

B 27,10 26,16 27,00 27,29

L2 59,71 60,40 60,40 60,29

L1 44,70 44,86 44,20 44,72

L3 44,60 44,62 44,40 44,62

Lebar E 16,80 16,80 17,20 16,82

F 12,20 12,12 12,10 12,12

B2 44,70 44,14 44,24 44,74

Tabel 4.1.1.2 Hasil Pengukuran Jangka Sorong

Sisi Ukur Pengamat A dan B

L YA

R TIDAK

Tabel 4.1.1.3 Kelurusan Sensor

27
Tinggi Toleransi Hasil Pengukuran Hasil Pengukuran
Blok
Mistar Pengamat A Pengamat B
Ukur
Ingsut
(mm)
(um)

i O d i o d

0 - - - - - -

5 5,00 10,00 5,15 5,0 10,10 5,02

10 10,00 15,00 10,9 10,2 15,00 10,10

15 14,82 14,95 15,10 14,82 14,90 15,25

20 20,0 19,90 20,29 20,2 20,02 19,90

25 25,10 25,00 25,21 25,10 25,00 25,20

Tabel 4.1.1.4 Hasil Kalibrasi dengan Blok Ukur

Grafik 1.1 Kesalahan Skala Utama Mistar Ingsut

28
4.1.2 Data Praktikum Mikrometer

Diameter Toleransi Pengamat A Pengamat B

Maks Min Posisi I Posisi Posisi I Posisi


II II

A - - 15,07 15,08 15,07 16,08

B - - 15,61 15,60 15,61 15,61

C - - 23,96 23,90 23,96 23,90

D - - 23,98 23,92 23,98 23,92

E - - 43,06 43,10 43,06 43,10

F - - 43,05 43,08 43,05 43,08

G - - 43,04 43,06 43,04 43,06

H - - 23,90 23,82 23,90 23,82

i - - 23,88 23,80 23,88 23,80

Tabel 4.1.2.1 Penggunaan Mikrometer

Diameter Toleransi Pengamat A Pengamat B

maks min Posisi Posisi Posisi Posisi


I II I II

A - - 20,29 19,30 20,29 19,02

29
B - - 20,27 19,27 20,77 19,01

C - - 30,05 31,03 30,05 31,02

E - - 31,38 29,39 31,38 29,39

F - - 18,23 18,23 18,23 18,45

G - - 18,25 18,25 18,25 18,02

H - - 12,45 12,44 12,45 12,35

I - - 12,44 12,48 12,45 12,30

J - - 25,49 25,50 25,49 25,38

K - - 25,58 25,44 25,58 25,44

L - - 31,37 31,30 31,37 31,30

M - - 31,05 31,05 30,05 30,05

N - - 20,30 20,30 21,30 21,30

O - - 20,31 20,31 21,31 21,31

Tabel 4.1.2.2 Hasil pengukuran mikrometer

Object Hasil Pengukuran

Kedudukan

Nol

Sensor Tetap Gambar: harga= 0,32x4 = 1,28 um

Sensor Gerak Gambar: harga= 0,32x3 = 0,96 um


Kedataran

Mulut ukur

Julah garis interferensi Ketidak

30
Ukuran Landasan Landasan Sejajaran
Optical
Kesejajaran tetap gerak (um)
Flat
Mulut ukur
25,00 7 3

25,12 6 2

25,25 8 3

25,37 4 2

Tabel 4.1.2.3 Kalibrasi Mikrometer

No Blok Ukur Kesalahan No Blok Ukur Kesalahan


(Mm) (Mm) (Mm) (Mm)

1 1,00 0,0 6 6,00 0

2 1,98 0,02 7 7,00 0

3 2,97 0,03 8 8,00 0

4 3,97 0,03 9 9,00 0

5 5,00 0,0 10 10,00 0

Tabel 4.1.2.4 Hasil Pengukuran Kebenaran Skala Utama Mikrometer

4.1.3 Data Praktikum Bevel Protactor

Objek Pengamat A Pengamat B

Ukur Nonius Optik Nonius Optik

Sudut : a 69°95´ - 69°95´ -

b. 78°55´ - 78°55´ -

31
c. 105°60´ - 100°60´ -

d. 110°4´ - 110°4´ -

Jumlah 363° - 363° -

Teoritis 360°- - 360°- -


363°=3° 363°=3°

Kesalahan 3° - 3° -

Sudut - - - -

E=180-(a+b) 33° - 33° -

E=(d+c)-180 36° - 36° -

Selisih 3° - 3° -

Tabel 4.1.3.1 Hasil Pengukuran Sudut

Pengamat A Pengamat B
Objek Ukur
Nonius Optik Nonius Optik
Sudut: a. 119°45´ - 119°45´ -

b. 78°45´ - 78°45´ -

c 101°40´ - 101°40´ -

d 61°30´ - 61°30´ -

Jumlah 359° - 359° -

Teoritis 360° - 360° -

Kesalahan 360°-359°=1° - 360°-359°=1° -

Sudut - - - -

E=180-(a+b) -18° - -18° -

E=(d+c)-180 24° - 24° -

Selisih -42° - -42° -

Tabel 4.1.3.2 hasil pengukuran sudut

32
4.1.4 Data Praktikum Height Gauge

Pengukuran Pengamat A Pengamat B


Ketinggian Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi
(dimensi) (mm) (mm) (mm) 2(mm)
Ketelitian 55,61 55,72 55,13 55,14
mampu 56,60 56,70 55,01 56,01
ulang
dimensi a 55,64 55,84 55,15 55,17
diukur 10x
55,44 55,70 55,19 55,18
56,53 55,68 56,01 55,13

Rata-rata 50,63

Deviasi 0,0092
Standar
A 70,90 70,20 56,01 55,81

B 50,84 50,64 74,09 74,01

C 50,82 50,81 35,22 35,22

D 70,21 70,20 23,11 23,11

E 30,54 30,50 32,91 32,91


F 50,64 50,74 10,01 10,02
D+E 100,74 100.07 56,02 56,02
A-D+E 31.23 30,05 65,81 65,81

Tabel 4.1.4.1 Hasil Pengukuran Ketinggian

33
Pengukuran Pengamat A Pengamat B
Ketinggian Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi
(dimensi) (mm) (mm) (mm) 2(mm)
Ketelitian 85,20 85,20 85,10 85,10
mampu 85,20 85,22 85,18 85,18
ulang
dimensi a 85,20 85,20 85,10 85,10
diukur 10x 85,22 85,22 85,10 85,10
85,20 85,22 85,18 85,12

Rata-rata 85,20 86,90

Deviasi 0,016
Standar
A 85,20 85,20 85,10 85,10

B 55,02 55,01 55,03 55,00

C 69,24 69,25 69,23 69,26

D 16,36 16,30 16,22 16,12

E 26,50 26,62 26,60 26,54


F 15,04 15,05 15,04 15,04
G 24,80 24,60 24,90 24,70
H 21,80 21,90 21,70 21,80
I 21,40 21,60 21,20 21,70
J 84,20 84,50 84,30 84,40
D+E 42,86 42,65 42,82 42,66
A-D+E 128.06 128,12 127,92 127,76

Tabel 4.1.4.2 Hasil Pengukuran Ketinggian

4.2 Pembahasan
4.2.1 Jangka Sorong
Pada praktikum metrologi industri pengukuran alat pada jangka
sorong, hasil pengukuran tersebut terlihat perbedaan selisih antara jangka

34
sorong nonius dengan jangka sorong digital (jam) tergantung pada
permukaan benda yang diuji.
Untuk kalibrasi pada jangka sorong terhadap blok ukur masih terlihat
perbedaan/selisih pada masing masing pengamat
4.2.2 Mikrometer
Praktikum Metrologi Industri pada bagian meggunakan micrometer
perbandingan hasil pada pengamat A dan B terlihat selisih pengukuran yang
terjadi dikarenakan faktor-faktor pengukuran mempengaruhi hasil akhir.
Pada saat memeriksa kedataran permukaan sensor terlihat garis pada
landasan sensor tetap maupun gerak.

4.2.3 Pembahasan Bevel Protector

Pada saat pengukuran menggunakan bevel protector mahasiswa dapat


menggunakanya. Menggunakan dari busur derajat kita bisa mengukur
derajat dari benda kerja yang memang mempunyai sudut. Dengan alat
seperti ini kita dimudahkan untuk mencari nilai atau harga dari sudut dicari.
Pengukuran sudut dengan bevel protector tidak hanya bisa mengukur sudut
namun, bisa juga mengukur waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sudut
yang diinginkan atau yang bisa ditemukan

4.2.4 Pembahasan High Gauge

Pengukuran menggunakan high gauge digunakan untuk mengukur


ketinggian benda kerja dengan ada batasnya, yaitu panjang dari mistar nya
mempunyai nilai maksimal. Kemudian kita juga diperintahkan untuk
mencari nilai ketelitian mampu ulang sebanyak 10x pada titik yang sama.
Pada saat pengukuran ketinggian memang harus teliti apalagi untuk
mengukur ketinggian yang memang benda kerjanya miring karena faktor
susah atau meja yang rata tapi tidak dengan benda kerjanya.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan :
- Pada praktikum metrologi industri pengukuran keempat alat ukur
mempunyai fungsi dan prinsip yang berbeda
- Setiap alat ukur menggunakan skala yang berbeda-beda dengan
ketelitian yang berbeda pula
- Pengamat mempengaruhi factor-faktor kesalahan pada pengukuran
keempat alat
- Jangka sorong dan high gauge tidak jauh berbeda hanya saja posisi
antara horizontal dan vertikal yang berbedanya.
- Ketelitian yang paling tinngi adalah dari mikrometer yaitu bisa
mencapai tiga angka dibelakang koma.
- Hasil dari pengamatan alat ukur diatas adalah untuk menentukan nilai
dan harga suatu permukaan atau benda itu sendiri dengan media
pengukuran yang berbeda

5.2 Saran :

Dari praktikum Metrologi Industri yang telah dilakukan di Fakultas


Teknik Mesin Universitas Jenderal Achamd Yani saran dari praktikum ini
yaitu :

- Dalam melaksanakan praktikum assiten laboratorium maupun pengamat


diharapkan dapat mengikuti prosedur yang baik dan benar
- Pada saat praktikum dilaksanakan mohon agar ruangan bersih dan
terhindar dari sampah yang berserakan
- Alat dan benda kerja agar lebih diperhatikan kembali untuk
melaksanakan praktikum selanjutnya
Demikian kesimpulan dan saran yang telah dibuat, laporan ini diharapkan
menjadi ilmu bermanfaat bagi kalangan mahasiswa maupun masyarakat
nantinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengukuran

36
DAFTAR PUSTAKA

Https://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong-1.html

Https://rikadiantoro.wordpress.com/2013/05/27/makalah-jangka-sorong/

Http://etsworlds.blogspot.com/2017/05/alat-ukur-sudut-bevel-protractor-
busur.html

Http://jagungbaba.blogspot.com/2015/06/laporan-metrologi-bevel-
protractor.html

37

Anda mungkin juga menyukai